Anda di halaman 1dari 18

PENGUSAHA KENA PAJAK

SEMINAR PERPAJAKAN

AdetiyaFirmanzah(1)
AzivaRuslina(5)
HeryWijanarko(15)
M.FajarRamadhan(19)
NicoA.Sinulingga(20)

X C DIV AKUNTANSI KURIKULUM KHUSUS

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA


2014

Pengusaha Kena Pajak

SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Dalam Pasal 1 angka 14 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa pengusaha adalah orang
pribadi atau badan yang dalam dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean. Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984, dalam hal pengusaha
tersebut melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak
(JKP), maka pengusaha tersebut dinamakan Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan kedua rumusan dalam Pasal 1 angka 14 dan angka 15 UU PPN 1984
tersebut, maka subjek PPN dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Pengusaha Kena Pajak, yaitu :
a. Pengusaha yang menyerahkan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean (Pasal
4 ayat (1) huruf a dan huruf c UU PPN 1984). Termasuk dalam kelompok ini
adalah bentuk kerja sama operasi (KSO) berdasarkan Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.
b. Pengusaha yang mengekspor BKP berwujud, dan/atau BKP Tidak Berwujud,
dan/atau JKP yang telah dikukuhkan menjadi PKP (Ps. 4 huruf f, g, dan huruf h UU
PPN 1984).
2. Bukan Pengusaha Kena Pajak, yaitu :
a. orang pribadi atau badan yang mengimpor BKP (Ps. 4 huruf b UU PPN 1984)
b. orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP
dari luar Daerah pabean di dalam daerah Pabean. (Ps. 4 huruf d dan e UU PPN
1984)
c. orang pribadi atau badan yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya (Pasal 16C UU PPN 1984).

PENGUSAHA KENA PAJAK
Pengertian
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak
berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari
luar daerah pabean.
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan
Undangundang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak
termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak.

Seminar Perpajakan / 1

Pengusaha Kena Pajak

Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) bagi Orang Pribadi atau Badan harus
mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor
Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap Orang Pribadi atau Badan harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor
Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila Peredaran usaha atau Omzet dalam 1
(satu) tahun lebih dari Rp.4.800.000.000,.
2. Bagi Orang Pribadi atau Badan yang mempunyai Peredaran usaha atau Omzet dalam
1 (satu) tahun tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,. dapat mendaftarkan diri untuk
mendapatkan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan disebut Pengusaha
Kecil Kena Pajak.
3. Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) dan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya dalam satu tahun
buku tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dapat mengajukan
permohonan pencabutan pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Pelaporan Usaha Untuk Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
1. Pengusaha yang dikenakan PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat
kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.
2. Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha
berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat
kedudukan, juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.
3. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan
pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.
4. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai
dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah
melampaui batas yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan PKP
1. Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban PKP di bidang PPN dan PPnBM.
2. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan.
Pengukuhan PKP Secara Jabatan
KPP dapat mengukuhkan PKP secara jabatan, apabila WP tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, bila berdasarkan data yang dimiliki DJP
ternyata WP memenuhi syaratuntuk PKP.


Seminar Perpajakan / 2

Pengusaha Kena Pajak

Sanksi Yang Berhubungan Dengan Pengukuhan Sebagai PKP


Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
Pencabutan Pengukuhan PKP
1. PKP pindah alamat;
2. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
3. PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.

PENGUSAHA KECIL
Pengusaha berdasarkan UndangUndang nomor 42 tahun 2009 didefinisikan sebagai
orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan
usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa. Adapun
pengkategorian pengusaha disebut sebagai pengusaha kecil menurut perpajakan
berubah secara dinamis tergantung perkembangan jaman.
PMK 68 tahun 2010
Batasan pengusaha kecil pada mulanya diatur dalam PMK nomor 68/PMK.03/2010
yang menyebutkan pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah). Peredaran/penerimaan bruto didefinisikan sebagai jumlah
keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan
oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
Mempertahankan treshold PKP yang rendah memberi kesan bahwa Menteri
Keuangan lebih mementingkan penerimaan pajak dan cukup percaya diri untuk
mengawasi administrasi PKP tanpa melihat kesulitan yang dialami oleh UMKM. Treshold
PKP yang rendah juga menempatkan para pengusaha kecil/UMKM dengan petugas pajak
seperti bermain petak umpet. Untuk menghindari menjadi PKP mereka berusaha
menahan omzet (lebih tepatnya menyembunyikan omzet) di bawah treshold,
sementara petugas pajak senidiri sangat kesulitan untuk mengawasinya karena jumlah
UMKM yang sangat banyak dan beragam jenis usahanya.
Musgrave mengatakan bahwa UMKM masuk dalam kelompok hard to tax taxpayer,
tidak hanya di negara berkembang, bahkan di negara maju sekalipun. Keberadaan
UMKM yang mendominasi lebih dari 90% pelaku usaha di tiap negara, apalagi di
Indonesia yang 99% unit bisnis adalah UMKM, dan sebagian mereka adalah para pelaku
usaha di sektor informal. Hal ini menjadikan mereka semakin sulit untuk dipajaki.
Hampir semua penelitian tentang compliance cost menempatkan pelaku usaha yang lebih
kecil menanggung compliance cost yang relatif lebih tinggi dibanding pengusaha yang
lebih besar. Terlebih lagi, sebagaimana dilaporkan oleh OECD, compliance cost terhadap
kewajiban PPN merupakan yang tertinggi diantara jenis pajak lainnya. Oleh karena itu,

Seminar Perpajakan / 3

Pengusaha Kena Pajak

pola kebijakan pemajakan kepada UMKM yang banyak dianut oleh banyak otoritas pajak
adalah dengan memberikan fasilitas pajak melalui tax simplicity dan tarif yang rendah.
PMK 197 tahun 2013
Diakhir tahun 2013, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
197/PMK/2013 yang dapat memberikan angin segar bagi pengusaha UMKM. Menteri
Keuangan kali ini mengeluarkan kebijakan yang sangat berani dan terlihat tidak main
main dalam mendukung Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM) melalui fasilitas
perpajakan. Dalam peraturan tersebut Menteri Keuangan telah menaikan treshold
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari Rp600 juta menjadi Rp4,8 Milyar (pengusaha dengan
omzet sampai dengan Rp4,8 Milyar setahun tidak wajib untuk memungut PPN). Kenaikan
treshold ini sangat signifikan, naik 8 (delapan) kali lipat.
Sebagai gantinya, pemerintah mengenakan PPh Final 1% bagi pelaku usaha sampai
dengan omzet Rp4,8 milyar. Dengan demikian, UMKM dapat fokus dengan pajak 1%
tanpa disibukkan dengan kewajiban perpajakanlainnya, pajak 1% ini dapat dipandang
sebagai pajak lumpsum atas PPh dan PPN.
Pada dasarnya, kenaikan treshold PKP ini tidak akan mengganggu penerimaan pajak
mengingat pengusaha UMKM yang selama ini mendaftarkan diri sebagai PKP lebih
didorong oleh lawan transaksi yang mengharuskannya menjadi PKP. Oleh karena itu,
berapa pun treshold PKP dinaikan mereka akan terdaftar sebagai PKP. Dengan kenaikan
treshold PKP ini, hal sebaliknya mungkin terjadi, yaitu kenaikan pernerimaan PPh UMKM
karena omzet yang selama ini mereka tahan sudah bisa sebagian dibuka mengingat
kewajiban PPh yang dikenakan hanya 1%. Selain itu, hal ini bisa mendorong terciptanya
kondisi usaha UMKM yang lebih sehat karena dengan keluar dari persembunyiaannya
bisa lebih membuka diri sehingga lebih mudah mengakses tambahan modal melalui
lembaga perbankan.
Keuntungan Pengusaha Kecil Menjadi PKP
Menurut aturan, pengusaha walaupun peredaran brutonya belum mencapai batasan
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak boleh mengajukan permohonan untuk
menjadi Pengusaha Kena Pajak. Tindakan ini secara umum didorong oleh halhal sebagai
berikut:
1. Beberapa klien/lawan transaksi seperti instansi pemerintah lebih suka bekerja
sama dengan pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. PKP dapat mengkreditkan pajak masukan yang selama ini dibayarkan ke supplier
saat membeli barang.
Pengukuhan PKP Berdasarkan Permohonan
Verifikasi dalam rangka mengukuhkan PKP berdasarkan permohonan Wajib Pajak
dilakukan terhadap WP orang pribadi sebagai Pengusaha, termasuk WP orang pribadi
pengusaha tertentu atau WP badan sebagai Pengusaha yang mengajukan permohonan
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Verifikasi dalam rangka pengukuhan PKP atas permohonan ini dilakukan untuk
menentukan kebenaran pemenuhan persyaratan subjektif dan objektif sebagai PKP.
Dengan demikian terdapat dua kegiatan yang dicakup dalam Verifikasi untuk
mengukuhkan PKP secara jabatan ini yaitu pengujian pemenuhan persyaratan subjektif
dan pengujian pemenuhan persyaratan objektif sebagaimana diuraikan di atas.


Seminar Perpajakan / 4

Pengusaha Kena Pajak

HAK & KEWAJIBAN PKP


Hak Pengusaha Kena Pajak
Hakhak pengusaha kena pajak antara lain adalah 1) Hak untuk melakukan
pengkreditan pajak masukan, 2) Kompensasi dan Restitusi, dan 3) Hak untuk
mengadakan keberatan dan banding.
1. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan
a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran
untuk masa pajak yang sama. Pajak masukan yang telah dibayar oleh pengusaha
kena pajak pada waktu perolehan atau impor barang kena pajak dapat dikreditkan
dengan pajak keluaran pada waktu penyerahan barang atau jasa kena pajak.
b. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan,
maka selisihnya merupakan pajak pertambahan nilai yang harus dibayar oleh
pengusaha kena pajak ke Kas Negara.
c. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar daripada pajak keluaran maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dapat dikompensasikan pada masa pajak berikutnya.
d. Apabila dalam suatu masa pajak pengusaha kena pajak di samping melakukan
penyerahan yang tentang pajak, juga melakukan penyerahan yang tidak tentang
pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembuktiannya maka jumlah pajak yang
dikreditkan adalah pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
tentang pajak.
e. Apabila dalam suatu masa pajak, pengusaha kena pajak di samping melakukan
penyerahan yang tentang pajak, juga melakukan penyerahan yang tidak tentang
pajak, sedangkan pajak masukan yang tentang pajak tidak dapat diketahui dengan
pasti, maka jumlah pajak yang dikreditkan dihitung dengan menggunakan
pedoman yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
f. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha yang kena pajak
penghasilan adalah menggunakan norma penghasilan netto sebagaimana
pedoman penghitungan pengkreditan pajak yang ditetapkan menteri keuangan.
Menteri keuangan dapat melimpahkan wewenang untuk menetapkan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan kepada Direktorat Jendral Pajak.
g. Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama, dapat dikreditkan pada masa pajak
berikutnya selambatlambatnya bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku
yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum
dilakukan pemeriksaan. Ketentuan ini memungkinkan pengusaha kena pajak
untuk mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam masa pajak yang
tidak sama, yang disebabkan oleh faktur pajak terlambat diterima dan hanya
dapat dilakukan bila tidak melampaui bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
buku yang bersangkutan.

Seminar Perpajakan / 5

Pengusaha Kena Pajak

2. Kompensasi dan Restitusi


Apabila setelah dilakukan penghitungan ternyata terdapat kekeliruan pembayaran
pajak, maka:
a. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan masih mempunyai hutang pajak,
kelebihan pembayaran pajak tersebut dapat dikompensasikan/ diperhitungkan
dengan hutang pajaknya.
b. Dalam hal wajib pajak yang bersangkutan tidak mempunyai hutang pajak, maka
kelebihan pembayaran pajak itu dapat dimintakan pengembaliannya atau
restitusi.
c. Kelebihan pembayaran pajak yang akan dikembalikan apabila ada permohonan
dari wajib pajak dan Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan akan
menerbitkan surat ketetapan lebih bayar selambatlambatnya dua bulan sejak
surat permohonan diterima kecuali kegiatan ditentukan lain.
d. Dalam hal surat ketetapan lebih bayar terlambat diterima, maka pada wajib pajak
diberi imbalan bunga sebesar 2% per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka
waktu sampai diterbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.
3. Keberatan dan Banding
a. Keberatan
Dasar hukum untuk pengajuan keberatan pajak pertambahan nilai adalah pasal
25 dan pasal 26 Undangundang Nomor 6 tahun 1983 diubah dengan Undang
undang Nomor 9 tahun 1994.
Wajib pajak dapat melakukan keberatan pada Dirjen Pajak melalui kepala kantor
pelayanan pajak atas:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
3) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
4) Surat Ketetapan Pajak Kurang Nihil.
5) Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
peraturan perundangan perpajakan yang berlaku.
b. Banding
Dasar hukum untuk pengajuan banding pajak pertambahan nilai adalah pasal 27
Undangundang Nomor 6 tahun 1983 diubah dengan Undangundang Nomor 9
tahun 1994.
Permohonan banding diajukan pada Badan Peradilan Pajak oleh wajib pajak yang
merasa tidak puas atas keputusan dari Kepala Kantor Pajak. Apabila pengajuan
keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, maka
kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga 2%
sebulan selamalamanya dua puluh empat bulan.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak
1. Pelaporan Usaha
1) Semua pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
usahanya sebagai pengusaha kena pajak.
Seminar Perpajakan / 6

Pengusaha Kena Pajak

2) Pelaporan pengusaha kena pajak dapat dilakukan bersamaan dengan permintaan


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Syaratsyarat untuk memperoleh NPWP adalah:
a. Untuk wajib pajak perorangan
Sainan KTP atau SIM atau Kartu Keluarga
Sainan surat ijin usaha atau keterangan tempat usaha
b. Untuk wajib pajak badan usaha
Sainan akte pendirian
Sainan KTP salah seorang pengurus
Sainan surat ijin usaha atau keterangan tempat ijin usaha dari instansi yang
berwenang
3) Pelaksanaan pelaporan harus dilakukan:
a. Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
b. Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerja
meliputi tempat kedudukan pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
2. Faktur Pajak
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha kena pajak
karena penyerahan barang atau jasa kena pajak.
Dalam hal impor barang, faktur pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai. Ketentuan
mengenai pembuatan faktur pajak adalah:
a. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap penyerahan barang atau jasa
kena pajak, karena faktur pajak merupakan bukti yang menjadi sarana
pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
b. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang meliputi seluruh penyerahan
yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak yang sama selama sebulan
takwim, dan faktur pajak untuk seluruh barang yang diserahkan pada pembeli
yang sama disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak memerlukan ijin Dirjen
Pajak.
c. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang, maka faktur pajak
dibuat setelah pembayaran.
d. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian dan tata cara pembetulan
faktur pajak ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
e. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan barang
kena pajak atau jasa kena pajak yang meliputi:
Nama, alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib pajak dan nama pembeli
barang kena pajak atau jasa kena pajak
Macam, jenis, harga dan potongan harga
Pajak pertambahan nilai yang dipungut
Tanggal penyerahan atau pembayaran
Nomor dan tanggal pembuatan faktur pajak
Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak

Seminar Perpajakan / 7

Pengusaha Kena Pajak

Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk mengkreditkan pajak
masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar baik secara formal maupun
material. Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai dengan ketentuan dapat
mengakibatkan pajak pertambahan nilai yang tercantum di dalamnya tidak dapat
dikreditkan.
Faktur pajak yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut dengan Faktur
Pajak Standar
3. Nota Retur
Dalam hal barang kena pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (diretur) oleh
pembeli, maka harus dibuat nota retur, kemudian PPN dari barang kena pajak yang
diretur dapat dikurangkan terhadap:
a. Pajak keluaran yang terhutang oleh pengusaha kena pajak.
b. Pajak masukan dari PKP pembeli, dalam hal pajak masukan atas barang kena pajak
yang dikembalikan tersebut telah dikreditkan.
c. Biaya atas harta atas PKP pembeli, dalam hal pajak atas barang kena pajak yang
dikembalikan tersebut telah dibebankan dalam harga perolehan harta tersebut.
4. Pembukuan
Pengusaha kena pajak sebagai wajib pajak diwajibkan membuat pembukuan segala
kegiatan usahanya, kecuali mereka yang dikecualikan dari kewajiban pembukuan
tetapi wajib melakukan pencatatan
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad
baik dan mencerminkan keadaan sebenarnya.
5. Penyetoran dan Surat Pemberitahuan Masa
Penyetoran PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk
menerima setoran pajak.
Ketentuan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai:
a. Disetorkan selambatlambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya
setelah masa pajak berakhir.
b. Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat pembayaran bea masuk.
c. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai harus disetor dalam
jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak.
d. PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah harus
disetor selambatlambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.
e. PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri oleh pengusaha kena pajak
sebelum surat perintah pengeluaran barang.
Surat pemberitahuan masa adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan pajak terhutang dalam suatu masa pajak. Surat
Pemberitahuan masa pajak PPN berfungsi sebagai sarana bagi pengusaha kena pajak
untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan
pajak penjualan atas barang mewah yang sebenarnya terhutang.
Tempat, cara dan saat penyampaian SPT masa PPN adalah sebagai berikut:
Tempat pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak, Kantor
Penyuluhan Pajak dan tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
Seminar Perpajakan / 8

Pengusaha Kena Pajak

Tempat penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan Pajak di tempat
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
Cara penyampaian SPT masa PPN adalah:
a. Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak,
kemudian akan menerima tanda terima.
b. Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro, dimana tanggal cap pos
berfungsi sebagai tanggal penerimaan SPT.
Apabila pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibankewajibannya, maka
Dirjen Pajak dapat memberikan peringatan atau sangsi berupa pencabutan ijin usaha
atau denda sesuai dengan Undangundang Perpajakan yang berlaku.
Demikian juga untuk pemungutan `pajak tingkat daerah, Bupati atau Walikota dapat
memberikan peringatan atau sangsi sesuai perturan yang berlaku, melalui Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat.

PENGAWASAN PENGUSAHA KENA PAJAK
Pengawasan terhadap PKP dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak nomor PER 40 /PJ/2013 tentang Pengawasan Pengusaha Kena Pajak. Tujuan dari
pengawasan tersebut adalah:
1. bahwa dalam rangka meningkatkan kepatuhan Pengusaha Kena Pajak, perlu dibuat
suatu mekanisme pengawasan Pengusaha Kena Pajak yang sistematis dan
berkesinambungan;
2. bahwa dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran atas pemenuhan kewajiban
sebagai Pengusaha Kena Pajak, perlu dibangun suatu sistem peringatan dini (early
warning system) dalam sistem pengawasan Pengusaha Kena Pajak;
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak adalah kegiatan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak dan pemenuhan persyaratan
subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak. Kewajiban yang dimaksud adalah
kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
Persyaratan subjektif yang dimaksud adalah persyaratan yang dipenuhi apabila
Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha, yaitu orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk
mengekspor jasa atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. Persyaratan
objektif yang dimaksud adalah persyaratan yang dipenuhi apabila Pengusaha
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Jasa Kena Pajak,
dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan terhadap seluruh Pengusaha Kena
Pajak terdaftar, baik yang sudah terdaftar dalam administrasi perpajakan sebelum
berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini maupun Pengusaha Kena Pajak yang
Seminar Perpajakan / 9

Pengusaha Kena Pajak

baru terdaftar dalam administrasi perpajakan setelah berlakunya Peraturan Direktur


Jenderal Pajak ini.
Parameter yang digunakan dalam rangka melakukan pengawasan Pengusaha Kena
Pajak adalah:
1. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN); dengan
penggolongan sebagai berikut:
a. SPT Masa PPN Nihil (SPT Nihil);
b. SPT Masa PPN yang Pajak Masukan dan Pajak Keluarannya Nihil (SPT PKPM
Nihil);
c. SPT Masa PPN Kurang Bayar (SPT KB);
d. SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi (SPT LBR);
e. SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi (SPT LBK);
f. SPT Masa PPN tidak disampaikan.
2. Data dan informasi perpajakan, dapat berupa data dan informasi internal maupun
eksternal.
Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan terhadap PKP dengan parameter SPT Masa PPN dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut.
1. Pada prinsipnya, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan dalam jangka waktu setiap 6 (enam) Masa Pajak.
2. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) Masa Pajak berturut
turut tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan SPT PKPM Nihil,
pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan segera pada Masa Pajak setelah
kondisi tersebut terpenuhi.
3. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) Masa Pajak terdapat
3 (tiga) Masa Pajak tidak menyampaikan SPT Masa PPN dan/atau menyampaikan
SPT PKPM Nihil, pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan segera pada Masa
Pajak setelah kondisi tersebut terpenuhi.
4. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menyampaikan SPT LBR, pengawasan Pengusaha
Kena Pajak dilakukan pada Masa Pajak disampaikannya SPT LBR tersebut.
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dimulai pada saat Daftar Nominatif Pengawasan
Pengusaha Kena Pajak timbul pada Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak. Daftar
Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak timbul secara otomatis berdasarkan
parameter data dan informasi internal atau ditimbulkan secara manual berdasarkan
parameter data dan informasi eksternal. Daftar Nominatif yang dibuat berdasarkan
parameter data dan informasi eksternal bertujuan untuk memberikan peringatan dini
(early warning) atas kepatuhan Pengusaha Kena Pajak.
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak dilakukan melalui penelitian SPT Masa PPN, data,
dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak yang
dilakukan Account Representative. Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam Laporan
Hasil Penelitian (LHPt). Hasil penelitian tersebut ditindakianjuti dengan:
a. menerbitkan Surat Teguran;
b. menerbitkan Surat Tagihan Pajak;
Seminar Perpajakan / 10

Pengusaha Kena Pajak

c. menerbitkan Surat Himbauan atau menerbitkan Surat Himbauan dan melakukan


Konseling;
d. melakukan Verifikasi;
e. mengusulkan Pemeriksaan;
f. melakukan penelitian pengembalian kelebihan pembayaran pajak; dan/atau
g. tindakan lain yang diperlukan. Tindak lanjut dilakukan berdasarkan peraturan
perundangundangan di bidang perpajakan.
Dalam hal hasil penelitian SPT Masa PPN, data, dan informasi perpajakan
menunjukkan bahwa Pengusaha Kena Pajak sudah tidak lagi memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sebagai Pengusaha Kena Pajak, atas Pengusaha Kena Pajak tersebut
dapat diusulkan untuk dilakukan Verifikasi dalam rangka pencabutan pengukuhan
Pengusaha Kena Pajaknya sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi. Terhadap PKP yang pada tahun
2014 hasil verifikasinya menunjukkan bahwa PKP tersebut tergolong Pengusaha Kecil
(omset kurang dari 4,8M per tahun), maka Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya
dapat dicabut dengan ketentuan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER
12/PJ/2014 tentang Tata Cara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Secara
Jabatan atas Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2014, kecuali memilih
sebagai PKP. Dalam hal setelah dilakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak diperoleh data dan/atau informasi bahwa Wajib Pajak yang telah dicabut
pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknya tersebut ternyata memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif, Surat Pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atas
Wajib Pajak tersebut dibatalkan sesuai dengan ketentuan pada pasal 8 Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia nomor 146/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Verifikasi.
Pedoman Penelitian SPT Masa PPN, Data, dan Informasi Perpajakan dalam rangka
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak
1. Kegiatan penelitian Pengusaha Kena Pajak dilakukan oleh Account Representative
Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan.
2. Kegiatan penelitian Pengusaha Kena Pajak dilakukan berdasarkan Daftar Nominatif
Pengawasan Pengusaha Kena Pajak yang timbul di dalam Sistem Informasi DJP
(SIDJP) berdasarkan parameter SPT Masa PPN.
Khusus parameter SPT Masa PPN tidak disampaikan, Pengawasan Pengusaha Kena
Pajak dimulai sejak Masa Pajak November 2013.
3. Daftar Nominatif Pengawasan Pengusaha Kena Pajak harus diselesaikan dalam Masa
Pajak timbulnya Daftar Nominatif tersebut.
4. Selanjutnya, Account Representative mengumpulkan dan meneliti data SPT Masa
PPN, data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal
Pajak yang terkait dengan Pengusaha Kena Pajak, baik berupa data dan informasi
internal maupun eksternal.
Data internal antara lain SPT Masa PPN, SPT PPh Badan/Orang Pribadi, SPT PPh
Potput, Aplikasi internal yang disajikan pada portaldjp (Masterfile Wajib Pajak,
Approweb, data feeding, data penerimaan, data MPN, aplikasi pengawasan PPN, dan
lain sebagainya).
Seminar Perpajakan / 11

Pengusaha Kena Pajak

Data eksternal antara lain data yang berasal dari media massa, internet, data dari
instansi pemerintah/swasta lain (misalnya PIB, PEB, data hasil devisa ekspor dari
Bank Indonesia, data dari Badan Pusat Statistik, dan lain sebagainya).
5. Hasil penelitian tersebut di atas dituangkan ke dalam Kertas Kerja Penelitian (KKPt)
yang selanjutnya dianalisis, diikhtisarkan, serta disimpulkan dalam suatu Laporan
Hasil Penelitian (LHPt).
6. Kegiatan penelitian dalam rangka Pengawasan Pengusaha Kena Pajak selesai apabila
kesimpulan atau rekomendasi yang tertuang di dalam LHPt telah disetujui oleh
Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
7. Kesimpulan atau rekomendasi yang tertuang di dalam LHPt ditindaklanjuti sesuai
dengan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
PERBANDINGAN PKP DI NEGARA LAIN
Pada bagian di bawah ini akan dijelaskan sistem PPN di berbagai negara di dunia.
Sistem tersebut baik Value Added Tax (VAT) maupaun Goods and Services Tax (GST).
Batasan peredaran untuk menentukan status PKP terdapat pada bagian registration.
Berikutnya data mengenai informasi perlakuan PPN dan batasan PKP di Malaysia dan
Negaranegara lainnya akan disajikan dalam tabletabel sebagai berikut:
Malaysia

Seminar Perpajakan / 12

Pengusaha Kena Pajak

Malaysia sampai dengan akhir Maret 2015 masih menggunakan sistem VAT. Mulai 1
April 2015 akan diberlakukan sistem GST menggantikan sistem VAT. Sistem GST
Malaysia akan sama dengan sitem GST yang berlaku di Singapura dan Australia yang akan
dibahas lebih lanjut pada pembahasan berikutnya.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

Berikut ini informasi terkait implementasi GST yang akan dilaksanakan di Malaysia:
Pertama kali diperdebatkan sejak tahun 2005, namun implementasinya terus
mengalami penundaan;
Pada Desember 2009, RUU GST pertama kali dibahas di Parlemen, namun belum
disetujui/diundangkan;
Pada Oktober 2013, Perdana Menteri mengumumkan dalam Anggaran 2014 bahwa
GST akan diiplementasikan pada 1 April 2015;
Pihak yang berwenang mengadiministrasikan GST adalah Royal Customs Malaysia;
Tarif GST yang diusulkan adalah 6%;
GST akan menggantikan sistem sales and services saat ini;
Model GST yang diusulkan:
a. Pajak atas konsumsi dalam negeri dan import barang dan jasa
b. broad based, semua barang dan jasa kecuali supplies
c. Pajak konsumsi dengan mekanisme creditinvoice (pajak masukan dan pajak
keluaran)
d. adanya tariff standar, tariff nol, dan pengecualian pada supplies
Peberlakuan skema khusus untuk industri tertentu seperti maklon (toll
manufacturing scheme), pergudangan (warehousing scheme) dan lainlain;
GST registration; pendaftaran sebagai pemungut GST diwajibkan bagi bisnis yang
peredaran kena pajaknya melebihi batas yang ditetapkan yaitu melebihi RM500.000

Seminar Perpajakan / 13

Pengusaha Kena Pajak

Jepang

Seminar Perpajakan / 14

Pengusaha Kena Pajak

Australia

China

Seminar Perpajakan / 15

Pengusaha Kena Pajak

Jerman

Singapura

Seminar Perpajakan / 16

Pengusaha Kena Pajak

Thailand

Inggris

Seminar Perpajakan / 17

Anda mungkin juga menyukai