Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah


Pada

awal

perkembangan

riset

kualitatif,

terjadi

pertentangan yang sangat tajam dengan riset kuantitatif, yang


sebelumnya secara kuat telah menguasai kegiatan penelitian di
segala bidang ilmu. Pada mulanya riset kualitatif dipandang
sebagai kegiatan yang tidak bisa dipercaya dan dipandang tidak
ilmiah. Perdebatan panjang dan saling menyerang telah terjadi
dalam

waktu

yang

cukup

kekuatanya

masing-masing,

berkembang

dan

menjadi

lama.

Dengan

pertentangan

mendudukkan

posisi

menunjukkan

tersebut

penelitian

telah

kualitatif

berbeda, yaitu sebagai pendekatan yang diakui oleh

sebagian besar pakar penelitian dan para ilmuan sebagai suatu


alternatif metodologi penelitian yang bisa digunakan. Pada saat
ini kedua paradigma penelitian tersebut telah dinyatakan sama
kedudukannya,

dan

bahkan

bisa

saling

membantu

untuk

memperkuat hasil penelitian.


Positivisme

yang

menandai

krisis-krisis

di

Barat,

sebenarnya marupakan salah satu dari sekian banyak aliran


aliran filsafat di Barat, dan aliran ini berkembang sejak abad ke19 dengan perintisnya adalah seorang ahli filsafat dari Prancis
yang bernama Auguste Comte. Meski dalam beberapa segi
mengandung kebaruan namun pandangan ini merupakan bukan
suatu hal yang sama sekali baru, karena pada masa sebelumnya

Kant

sudah

berkembang

dengan

pendangannya

mengenai

empirisme yang dalam beberapa segi berkesesuaian dengan


positivisme.1
Dalam menanggapi perkembangan pengetahuan manusia,
Auguste Comte sebagai tokoh positivisme telah merumuskan
adanya tiga jaman yaitu jaman teologis, metafisis, dan positif.
Dalam jaman teologis diyakini adanya kuasa adi kodrati yang
mengatur gerak dan fungsi semua gejala alam ini.

Kuasa

tersebut berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada makhluk


insani. Jaman ini dinyatakan terbagi menjadi tiga periode yaitu
animisme, politeisme, dan monoteisme. Pada jaman metafisis,
kuasa adi kodrati tersebut telah digantikan dengan konsepkonsep abstrak, seperti halnya kodrat, dan penyebab.
Selanjutnya pada jaman positif, manusia telah membatasi diri
pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta
tersebut

atas

kemampuan

dasar

rasionya.

observasi
Atas

dan

dasar

dengan

itu

menggunakan

perkembangan

ilmu

pengetahuan juga terbagi menjadi tiga, yang pada awalnya


bersifat teologis, kemudian berkembangan menjadi metafisis,
dan selanjutnya dianggap mencapai kematangan positif. Jaman
positif ini berkaitan dengan berkembangnya faham positifisme,
yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak boleh melebihi
fakta, karena ilmu pengetahuan bersifat faktual.
Studi Islam Teologik (SIT) pada awalnya hanya mencakup
enam pokok bahasan, yaitu, ulum al-Quran, ulum al-Hadis, ilmu
1

Hardiman, F.Budi. Melampaui Positivisme dan Modernitas. Kanisius,


Yogyakarta, 2003, h. 54

Hukum Islam, ilmu Kalama tau Teologi, Tasawuf dan Filsafat.


Namun pada akhirnya diperluas, enam pokok bahasan tersebut
hanya

disimpulkan

menjadi

studi

Islam

klasik,

kemudian

ditambahkan studi Islam orientalistik, phenomenologik, dan


kontekstual diperbandingkan dengan Studi Islam interdisipliner2

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan
di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian paradigma teologis?
2. Bagaimanakah penelitian paradigma teologis?

Noen Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik,


Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan
Penelitian Agama, Edisi III Cet. 8 (PT. Bayu Indra Grafika: Yogyakarta) 1998, h.
171

BAB II
PEMBAHASAN

1. Paradigma Penelitian Teologis


1. Pengertian penelitian
Penelitian secara ilmiah, dilakukan oleh manusia untuk
menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf
ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap
gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab
akibatnya atau kecenderungan yang timbul. the careful,
diligent, and exhaustive investigation of a scientific subyect
matter, having as its aim the advancement of mankinds
knowledge.3
Penelitian tidak lain adalah art and science guna mencari
jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena seni dan ilmiah
maka penelitian juga akan memberikan ruang-ruang yang
akan mengakomodasi adanya perbedaan tentang apa yang
dimaksud dengan penelitian. Penelitian dapat pula diartikan
sebagai cara pengamatan atau inkuiri dan mempunyai tujuan
untuk mencari jawaban permasalahan atau proses penemuan,
baik itu discovery maupun invention. Discovery diartikan hasil
temuan yang memang sebetulnya sudah ada, sebagai contoh,
misalnya penemuan benua Amerika adalah penemuan yang
cocok
3

untuk

arti

discovery.

Sedangkan

invention

dapat

Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta: PT. Bina Ilmu,


2004), h. 6

diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul


baru dengan dukungan fakta. Misalnya hasil cloning dari
hewan yang sudah mati dan dinyatakan punah, kemudian
diteliti untuk menemukan jenis yang baru.4
Penelitian adalah proses ilmiah yang mencakup sifat
formal dan intensif. Karakter formal dan intensif karena mereka
terikat dengan aturan, urutan, maupun cara penyajiannya agar
memperoleh hasil yang akui dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Intensif dengan menerapkan ketelitian dan ketepatan
dalam melakukan proses penelitian agar memperoleh hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan, memcahkan problem
melalui

hubungan

sebab

dan

akibat,

dapat

diulang

kembali`dengan cara yang sama dan hasil yang sama.5


Penelitian menurut Kerlinger yang dikutip oleh Sukardi
dalam bukunya Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi
dan Praktiknya ialah proses penemuan yang mempunyai
karakteristik, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori
dan hipotesis atau jawaban sementara. Beberapa karakteristik
penelitian sengaja ditekankan oleh Kerlinger agar kegiatan
penelitian memang berbeda dengan kegiatan professional
yang lainnya. Penelitian berbeda dengan kegiatan yang
menyangkut tugas-tugas wartawan yang biasanya meliput dan
melaporkan berita atas dasar fakta. Pekerjaan mereka belum
dikatakan penelitian, karena tidak dilengkapi karakteristik lain
4

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan


Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), h. 3
5

Ibid., h. 4

yang mendukung agar dapat dikatakan hasil penelitian, yaitu


karakteristik mendasarkan pada teori yang ada dan relevan
dan

dilakukan

secara

intensif

dan

dikontrol

dalam

pelaksanaanya.6
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
penelitian tidak lain adalah usaha seseorang yang dilakukan
secara

sistematis

misalnya

mengikuti

observasi

secara

aturan-aturan
sistematis,

metodologi,

dikontrol

dan

mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan


gejala yang ada.7 Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran
ilmiah

atau

pengetahuan

ilmiah.

Penelitian

ilmiah

yang

selanjutnya disebut penelitian atau research memiliki ciri:


sistematis, logis dan empiris. Sistematis artinya memiliki
metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata
urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut. Logis
artinya menggunakan prinsip yang dapat diterima akal (nalar).
Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan.8

2. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma dalam Kamus Bahasa Indonesia
lengkap adalah daftar uraian atas kata menjadi unsur-unsur
pembentuk kata tersebut.9 Sedangkan paradigma penelitian
6

Ibid

Ibid

Gempur Santoso, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustaka,


2005), h. 4
9

467

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, tt), h.

terkait dengan pertanyaan fundamental berupa pertanyaan


ontologis, epistemologis dan metodologis. Paradigma adalah
kontruksi manusia tentang apa yang benar, paradigma adalah
benar berkenaan dengan analisis, suatu konstruksi yang
dimiliki manusia.
Adapun hubungan persoalan mendalam secara metafisik
(ontologis), epistemologis dan metodologis dengan paradigma
penelitian., menurut Guba dan Lincoln (1994), dapat dilukiskan
dalam

tabel

1.1.

tabel

berikut

melukiskan

posisi

tiap

paradigma dalam hubungannya dengan ontologi, epistemologi


dan metodologi. Tabel 1.1. juga menunjukkan kedudukan
paradigma dalam hubungannya dengan penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Penelitian kualitatif terkait dalam paradigma
teori kritis dan konstruktif, sedangakan penelitian kuantitatif
terkait dengan paradigma positivisme dan postpositivisme.10
Table

1.1:

metafisika

(kepercayaan

alternatif paradigma penelitian.11


Item Positivisme Postpositivisme

dasar)

tentang

Konstruksivis
me
Onto- Realisme
Realisme kritisRealisme
Realitivismelogi
live-realitas realisme real
historislokal dan
real yang tetapi hanya dapat realitas
spesifik yang
dapat
dipahami secara
sebenarnya
terbentuk
difahami
tidak sempurna dandibentuk oleh secara khusus
probabilitas
faktor sosial,
politik, cultural
ekonomi,
etnik, gender,
didapatkan
dalam waktu
10

Teori kritis

Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras,


2009), h. 2-3
11

ibid

epist Dualistis/oby Modifikasi


Transaksional/ Transaksional,
emol ectivis
dualistis/obyectivis/ subyectivist; subyectivist;
ogi
penemuan tradisi/komonotaskr perantara nilai menciptakan
kebenaran itis; kemung- kinan temuan
temuantemuan benar
temuan

Meto Experinment Modifikasi


Dialogis/dielek Hermeneutik/
dolo al/manipulasi eksperimen
tik
dialektik
gis
; verifikasi
perbanyakan kritis;
hipotesis,
falsifikasi hipotesis;
terutama
mencakup metode
metode
kualitatif
kuantitatif

3. Pengertian Teologis
Teologi (bahasa Yunani , theos, "Allah, Tuhan", dan
, logia, "kata-kata," "ucapan," atau "wacana") adalah
wacana yang berdasarkan nalar mengenai agama, spiritualitas
dan Tuhan, Dengan demikian, teologi adalah ilmu yang
mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan
beragama. Teologi meliputi segala sesuatu yang berhubungan
dengan

Tuhan.

Para

teolog

menggunakan

analisis

dan

argumen-argumen rasional untuk mendiskusikan, menafsirkan


dan mengajar dalam salah satu bidang dari topik-topik agama.
Teologi

memampukan

seseorang

untuk

lebih

memahami

tradisi keagamaannya sendiri ataupun tradisi keagamaan


lainnya, menolong membuat perbandingan antara berbagai
tradisi, melestarikan, memperbaharui suatu tradisi tertentu,
menolong penyebaran suatu tradisi, menerapkan sumber-

sumber dari suatu tradisi dalam suatu situasi atau kebutuhan


masa kini, atau untuk berbagai alasan lainnya.12
Dapat disimpulkan bahwa penelitian paradigma teologis
merupakan usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis
mengikuti aturan-aturan metodologi, secara sistematis, dan
mendasarkan pada teori tertentu serta diperkuat dengan
gejala yang berkaitan dengan keyakinan beragama.

2. Metodologi Penelitian Agama


1. Studi Islam Klasik
Studi Islam klasik mencakup secara garis besarnya enam
cabang ilmu, yaitu: ulum al-Quran, ulum al-Hadis, ilmu
Hukum, ilmu Kalam atau Teologi, Tasawuf, dan Filsafat. 13
Mempelajari

kerangka

dasar

pengetahuan

Islam

yang

didasarkan pada ilmu-ilmu al-Quran. Demikian juga halnya


ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Hadis sebagai sumber hukum
kedua setelah al-Quran. Struktur hukum dalam Islam dikaji
tersendiri untuk mengetahui ketentuan-ketentuan Islam. Ilmu
Kalam mewakili diskursus mengenai perihal ketuhanan dan
keyakinan

yang

kedekatan

antara

melekat
hamba

padanya.
dan

Pemahaman

Tuhannya

konsep

menjadi

pokok

bahasan Tasawuf. Rasionalisasi yang berkaitan dengan Islam


ditampilkan dalam filsafat.

2. Studi Islam Orientalis


12
13

https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi diakses pada 18 Juni 2013


Noen Muhadjir, op. cit., h. 173

10

Term

orientalis

digunakan

untuk

para

ilmuan

yang

mempelajari budaya, bahasa, dan adat istiadat bangsa-bangsa


Asia, Afrika, dan pribumi Amerika Serikat dan Australia. Citra
yang dikembangkan mengenai bangsa-bangsa tersebut adalah
primitif, tidak rasional, tidak beradab dan berbagai konotasi
yang

rendah.

Orientalis

yang

misionaris

Kristen

mendeskripsikan Islam yang ada di Hindia Belanda adalah


tidak berakar dan palsu, mereka mendasarkan dari studi
antropologik dengan pendekatan positivistik.14

3. Historisme Kritis
Dalam historisme kritis tampil dalam wujud menganalisis
al-Quran dan Muhammad Rasulullah saw, dalam interpretasi
asal-usul empirik, tidak mengakui keduanya adalah penetapan
Allah Swt.15

4. Studi Islam Phenomenologik


Metodologi penelitian phenomenologik berbeda dengan
metodologi

penelitian

positivistik.

Metodologi

penelitian

positivistik menekankan mengenai pentingnya obyektifitas,


ilmu

bebas

dari

phenomenologik
demikian.

Ilmu

nilai
pada

apapun

(value

umumnya

menurut

Ibid., h. 175-176

15

Ibid., h. 176

16

Ibid., h. 177

menolak

phenomenologik

hubungan dengan nilai (value bond).16


14

free).

Metodologi
pandangan
mempunyai

11

5. Studi Islam Kontekstual


Setidaknya ada tiga arti kontekstual. Pertama, kontekstual
diartikan sebagai upaya pemaknaan masa kini yang mendesak
atau situasional. Kedua, pemaknaan kontekstual diartikan
dengan melihat keterkaitan masa lampau, kini dan sekarang.
Ketiga,

pemaknaan

kontekstual

berarti

mendudukkan

keterkaitan antara yang sentral dengan yang perifer. 17

6. Studi Islam Multidisipliner dan Interdisipliner


Studi Islam dapat dibedakan yaitu, studi Islam teologik dan
studi Islam interdisipliner. Studi Islam teologik merupakan studi
Islam yang dikenal di pondok pesentren, di madrasah serta di
lembaga

Islam

tradisional.

Sedangkan

studi

Islam

interdisipliner (begitu juga multidisipliner) menghasilkan ahli


hukum, ekonomi, ahli pendidikan, ahli teknik, ahli fisika yang
memiliki wawasan dasar Islam.18

17

Ibid., h. 178

18

Ibid., h. 182

12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan yang telah dipaparkan,
dapat

ditarik

beberapa

kesimpulan

berdasarkan

rumusan

masalah sebagai berikut:


1. penelitian tidak lain adalah usaha seseorang yang dilakukan
secara

sistematis

misalnya

mengikuti

observasi

secara

aturan-aturan
sistematis,

metodologi,

dikontrol

dan

mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan


gejala yang ada
2. Pengertian

paradigma

dalam

Kamus

Bahasa

Indonesia

lengkap adalah daftar uraian atas kata menjadi unsur-unsur


pembentuk kata tersebut. Sedangkan paradigma penelitian
terkait dengan pertanyaan fundamental berupa pertanyaan
ontologis, epistemologis dan metodologis. Paradigma adalah
kontruksi manusia tentang apa yang benar, paradigma adalah
benar berkenaan dengan analisis, suatu konstruksi yang
dimiliki manusia
3. Penelitian paradigma teologis merupakan usaha seseorang
yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan
metodologi, secara sistematis, dan mendasarkan pada teori
tertentu serta diperkuat dengan gejala yang berkaitan dengan
keyakinan beragama.
4. Metodologi Penelitian Agama

13

1. Studi Islam Klasik


2. Studi Islam Orientalis
3. Historisme Kritis
4. Studi Islam Phenomenologik
5. Studi Islam Kontekstual
6. Studi Islam Multidisipliner dan Interdisipliner
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo,


tt)
Hardiman, F.Budi. Melampaui Positivisme dan Modernitas.
Kanisius, Yogyakarta, 2003
https://id.wikipedia.org/wiki/Teologi diakses pada 18 Juni 2013
Muhadjir, Noen, Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan
Positivistik, Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme
Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama, Edisi
III Cet. 8 (PT. Bayu Indra Grafika: Yogyakarta) 1998
Santoso, Gempur, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2005)
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan
Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003)
Tanzeh, Ahmad, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta: PT. Bina Ilmu,
2004)
_____________, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras,
2009)

Anda mungkin juga menyukai