Anda di halaman 1dari 17

METODE SAMPLING

TAHAP DASAR IV : ORIENTASI


PENGARUH VARIASI BIOLOGIS TERHADAP PEMERIKSAAN ENDOKRIN

Presentan : Josua Sinambela

Pembimbing : Tahono, dr.,SpPK (K)

Program Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Klinik


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2014

Lembar Pengesahan

PENGARUH VARIASI BIOLOGIS TERHADAP PEMERIKSAAN ENDOKRIN

Tinjauan Pustaka
Metode Stase Orientasi Sampling

Dipersiapkan dan disusun oleh


Josua Sinambela
Dipresentasikan pada tanggal
Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing:

Tahono, dr.,SpPK (K)

Mengetahui
Kepala Bagian Patologi Klinik/Ketua Program Studi Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran UNS

Tahono, dr., Sp.PK (K)


NIP 19491112 197609 1 001
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul.......
Lembar Pengesahan...
Daftar Isi ...
Daftar Gambar ..
Daftar Tabel...
BAB I.
PENDAHULUAN...............................
A. Sistem Endokrin
B. Pengenalan dan Deskripsi Fungsi Endokrin
BAB II. VARIASI BIOLOGIS
A. Variasi Biologis Sistem Endokrin...
1. Faktor Biologis yang mempengaruhi (Endogen)....
2. Faktor Prosedur Analitik yang mempengaruhi (Eksogen)...........
B. Hormon yang sangat dipengaruhi oleh variasi biologis..
C. Persyaratan Sampel ......................
D. Kesulitan dalam Pengambilan Sampel.
BAB III. SIMPULAN ...............
Daftar Pustaka ...............

ii

i
ii
iii
iv
1
1
2
4
4
4
6
9
9
9
10
11

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.

Aksis Hipothalamic-pituitary ......

DAFTAR TABEL

Halaman

iii

Tabel 1.
Tabel 2
.

Jenis- jenis hormon .......


Hormon yang sangat dipengaruhi oleh variasi biologis

iv

3
8

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Sistem endokrin
Integrasi dari berbagai komponen sangat penting bagi kelangsungan

mahluk hidup demi mengembangkan struktur dan fungsinya yang kompleks.


Integrasi ini dipengaruhi oleh dua sistem yakni sistem saraf pusat dan sistem
endokrin yang berhubungan secara embriologis, anatomis dan fungsional. Banyak
kelenjar endokrin yang berasal dari neuroektodermal (lapisan embrional yang
merupakan asal dari sistem saraf pusat). Selain itu, terdapat hubungan anatomis
antara sistem saraf pusat dan endokrin terutama melalui hipotalamus. Sehingga
bila ada rangsangan yang mengganggu sistem saraf pusat seringkali mengubah
fungsi sistem endokrin. Kerjasama antara sistem saraf pusat dan sistem endokrin
membantu organisme memberikan reaksi yang maksimal terhadap rangsangan
yang menekannya (Silvia et al., 1995)
Sistem endokrin terdiri dari kelenjar-kelenjar yang mensekresi hormon
membantu memelihara dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti respon terhadap
stres dan cedera, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, homeostasis ion,
dan metabolisme energi. Jika terjadi cedera atau stres maka sistem endokrin akan
memacu serangkaian reaksi yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah
dan mempertahankan hidup (aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal). Tanpa sistem
endokrin akan terjadi gangguan pertumbuhan demikian juga infertilitas (aksis
hipotalamus-hipofisis-gonad). Dalam mempertahankan homeostasis ion, sistem
endokrin juga berperan dengan mengatur keseimbangan natrium, kalium, air dan
asam-basa oleh hormon aldosteron dan antidiuretik. Bahkan konsentrasi kalsium
yang sangat penting dalam pengaturan banyak reaksi biokimia dalam sel hidup,
pengaktifan saraf normal dan fungsi sel otot juga diatur oleh sistem endokrin
(kelenjar paratiroid). Metabolisme energi juga diregulasi oleh sistem endokrin,
sebagai contoh metabolism basal dapat meningkat karena hormon tiroid, dan
kerjasama

antara

hormon-hormon

gastrointestinal

dan

pankreas

menyediakan energi yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh (Silvia et al., 1995).

akan

B.

Pengenalan dan deskripsi fungsi endokrin


Informasi diteruskan ke seluruh tubuh melalui sistem saraf dan sistem

endokrin. Dalam sistem saraf pesan dibawa antara jaringan perifer dan otak
melalui jaringan saraf, sedangkan dalam sistem endokrin pesan dibawa dari satu
sel ke sel lainnya oleh aliran darah melalui substansi kimia yang disebut hormon.
Hormon ini adalah pembawa pesan kimiawi yang diproduksi oleh sel khusus di
dalam kelenjar endokrin. Hormon dilepaskan langsung ke dalam darah untuk
dapat ditransportasikan ke tempat yang jauh yakni jaringan target dimana mereka
bekerja. Hormon memiliki derajat spesifisitas stuktur yang sangat tinggi, dan
perubahan sekecil apapun dalam komposisi molekulnya dapat mengakibatkan
perubahan dramatis dalam aktifitas fisiologisnya. Hormon dapat dibedakan ke
dalam tiga kelas kimiawi yakni (1) hormon protein, (2) aromatic amines, dan (3)
hormon steroid (Kaplan et al., 2010).
Diantara kelenjar endokrin, yang paling penting adalah hipotalamus dan
pituitary anterior. Kedua kelenjar ini berfungsi sebagai regulator utama dari
seluruh sistem endokrin. Sebagai respon terhadap stimulus internal dan eksternal,
hipotalamus mensekresikan sejumlah kecil hormon neuropeptida yang disebut
releasing hormones ke dalam sirkulasi portal dari kelenjar pituitary. Hormon ini
ditandai dengan aksi yang cepat dan waktu paruh yang singkat. Mengatur
produksi dan pelepasan hormon pituitari anterior yang

pada gilirannya

mempengaruhi kebanyakan dari kelenjar endokrin (Larry. 2010).

Gambar 1. Aksis hypothalamic-pituitary (Anonim, 2011)

Tabel 1. Jenis-jenis hormon (Kaplan et al., 2010).

No Hormon
1 Steroid hormones
Androgens (male sex hormones)
- Testosterone (and other
androgens)
Estrogens (female sex hormones)
- Estrone, Estradiol
Progesterone
Adrenal cortex hormones
- 11-deoxycortisol
- Cortisone atau
hydrocortisone (cortisol)
- Aldosterone
2 Amino acid-derived hormones
Adrenal medula hormones
- Epinephrine
- Norepinephrine
Thyroid hormones
3 Protein and polypeptide hormones
Anterior pituitary
- Thyroid stimulating
hormone (TSH),
Thyrotropin
- Arenocorticotropic
hormone (ACTH)
- Folicle Stimulating
hormone (FSH)
- Luteinizing hormone (LH)
- Prolactin
- Growth hormone (GH)
Posterior pituitary
- vasopresin (antidiuretic
hormone, ADH)
- Oxytocin (pitocin)
Calcitonin (thyroid gland)
Parathyroid hormones
Pancreatic hormones
- Insulin
- Glucagon
Gastrointestinal hormones
- Secretin
- Cholecystokininpancreozymin
- Gastrin
Renal erythropoietin
Hypothalamic factors

Target Organ

Sifat
Kimia

Peripheral tissue, testis

Steroid

Peripheral tissue, ovary


Uterus

Steroid
Steroid

Renal distal tubule, large intestine

Steroid

Muscle, liver, adipose cells


Renal distal tubule, large intestine

Steroid
Steroid

Liver, adipose cells

Phenolic
amones

Most tissue

amino acid

Thyroid

Protein

Adrenal cortex
Ovarian follicle (women),
seminiferous tubule (men)
Corpus luteum (women), Testes
(men)
Milk glands
Most tissue

Protein

Renal collecting ducts, bladder


Uterus, mammary glands
Bone
Bone, small intesines, kidneys

Peptide
Peptide
Peptide
Protein

Most cells
Liver

Peptide
Peptide

Pancreas, gallbladder

Peptide

Pancreas, gallbladder
Stomach
Bone
Anterior pituitary
BAB II

Peptide
Peptide
Peptide
Peptide

Protein
Protein
Protein
Protein

VARIASI BIOLOGIS

A. Variasi biologis sistem endokrin (Anthony et al., 2008)


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengukuran kadar hormon dapat
dikategorikan ke dalam 2 kategori:
-

Faktor yang mempengaruhi variasi biologis (misalnya faktor fisiologis


atau status partisipan)

Faktor yang mempengaruhi variasi prosedur analitik (misalnya bagaimana


peneliti melakukan penelitian)
Bagaimanapun juga baik faktor partisipan maupun faktor tehnik

penelitian, jika tidak dilakukan dengan baik maka hasil pengukuran pastinya
dipertanyakan dalam hal validitas maupun kualitas penelitian.
1. Faktor biologis yang mempengaruhi (endogen):
a. Jenis kelamin
Sampai masa pubertas, baik pria maupun wanita menunjukkan sedikit
perbedaan dalam status hormonal. Namun setelah pubertas, pria
menunjukkan peningkatan produksi hormon steroid androgen dan wanita
menunjukkan karakteristik pelepasan secara pulsatil siklus menstrual
gonadotropin dan seks hormon. Perbedaan ini menetap hingga wanita
mengalami postmenopausal. Peningkatan terbesar dan lebih awal dari
kadar testosterone pada pria sedangkan pada wanita memiliki respon lebih
besar terhadap hormon pertumbuhan. Tampaknya peningkatan respon
hormonal seks steroid pada wanita lebih pada pengaruh siklus menstrual
dimana siklus menstrual dapat mempengaruhi hormon lain. Contohnya
peningkatan estradiol--17 dapat memacu peningkatan GH (Foster et al.,
1999)
b. Usia
Pada kondisi prepubertal dan postpubertal menunjukkan respon hormon
yang berbeda. Respon hormonal pada wanita menopausal dan pria
andropausal juga sangat berbeda. Contohnya GH dan testosterone akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia, sementara cortisol dan

resistensi insulin meningkat. Perbedaan respon hormon terkait usia ini


akan menetap bahkan pada saat istirahat. Karena itu penting untuk
mengelompokkan individu yang akan diperiksa berdasarkan umur, atau
tingkat kematangan seksual untuk meningkatkan kesesuaian respon
hormonal dan menurunkan variasi antar individu (Isurugi et al., 1974).
c. Ras
Banyak variasi unsur-unsur humoral di antara ras yang berbeda. Hanya
sedikit perbedaan hormonal terkait ras yang telah diketahui. Sebagai
contoh, kadar hormon parathyroid tampak lebih tinggi pada kulit hitam
dibandingkan kulit putih. Kadar hormon estrogen wanita kulit putih lebih
tinggi daripada wanita asia. Kadar hormon insulin terbesar dijumpai pada
suku pedalaman amerika (Wang et al., 2007).
d. Komposisi tubuh
Perbedaan jumlah lemak tubuh juga dapat sangat mempengaruhi pelepasan
sitokin oleh jaringan lemak. Sitokin ini akan mempengaruhi metabolisme,
reproduksi, dan sel inflamasi tubuh. Sitokin dihubungkan dengan
peningkatan kadar hormon seperti interleukin 6 yang dihubungkan dengan
peningkatan kadar hormon cortisol. Situasi ini terjadi ketika jumlah lemak
tubuh mencapai tingkat obesitas dan secara tidak langsung mempengaruhi
banyak hormon. Terutama yang memiliki kerja yang jauh dan efek yang
luas seperti insulin pada obesitas (Pasquali et al., 2000).
e. Kesehatan mental
Beberapa kondisi kesehatan mental dihubungkan dengan tingkat
kecemasan yang tinggi seperti gangguan stres paska trauma, yang dapat
mengakibatkan perubahan aktifitas sistem saraf parasimpatik dan aksis
hipotalamus-pituitary-adrenal. Berikutnya, kadar catecholamines, ACTH,
endorphin, dan cortisol yang bersirkulasi juga meningkat pada kondisi
ini. Sebaliknya pada orang yang mengalami depresi mungkin mengalami
penekanan jumlah hormon yang disebutkan di atas. Depresi dapat diikuti
dengan penurunan aktifitas aksis hipotalamus-pituitary-thyroid sehingga

terjadi penurunan kadar TRH, TSH, thyroxine dan triiodothyronin


(Hackney et al., 2006).
f. Siklus menstrual
Status menstrual (eumenorrheic atau amenorrheic) dan siklusnya
(follicular, ovulation, atau luteal) pada wanita dapat memproduksi
perubahan basal dalam hormon reproduksi seperti estradiol--17,
progesterone, LH, dan FSH. Sebagai contoh, pada fase ovulatory dan fase
luteal produksi hormon di atas akan meningkat lebih dari fase follicular
(2-10 kali lipat lebih tinggi pada wanita eumenorrheic) (Landgren., 1982).
g. Ritme sirkadian
Banyak kadar hormon berfluktuasi dan menunjukkan variasi sirkadian.
Pada beberapa kasus, variasi ini terkait dengan pelepasan pulsatif dan
spontan dari hypothalamic hormone-releasing factors (hormon) dari aksis
endokrin. Pada kasus lainnya, variasi ini dihubungkan dengan stimulus
perubahan hormonal oleh kebiasaan ataupun faktor lingkungan. Hormon
yang dipengaruhi sirkadian dapat menunjukkan perubahan kadar yang
dramatis sehubungan dengan pola ritmenya. Sebagai contoh cortisol, kadar
cortisol di pagi hari biasanya dua kali lipat lebih tinggi daripada siang hari
(Hackney et al., 2006).
2. Faktor prosedur analitik yang mempengaruhi (eksogen)
a. Faktor pra analitik
i. Lingkungan
Lingkungan

dengan

temperatur

dingin

atau

panas

akan

menunjukkan perbedaan variasi hormon. Contohnya, hormon yang


terlibat dalam keseimbangan cairan seperti aldosterone atau
hormon yang terlibat dalam mobilisasi substrat energi seperti
cortisol. Peningkatan relatif dari kelembaban lingkungan dapat
mempengaruhi kedua hormon ini, utamanya berhubungan dengan
proses penguapan terkait peningkatan suhu tubuh. Efek ini dapat
bertambah jika terjadi kondisi hipoksemia (terpapar dengan
ketinggian). Fakta lain menunjukkan bahwa cathecolamines, GH,

aldosterone, ADH, ACTH, dan cortisol sangat rentan dan


menunjukkan

respon

yang

berbeda

terhadap

perubahan

lingkungan.
ii. Nutrisi
Status nutrisi termasuk komposisi diet, intake kalori, waktu makan,
dapat sangat mempengaruhi hormon terutama hormon yang
berhubungan dengan mobilisasi dan penggunaan substrat energi
(insulin, glucagon, epinephrine, GH, cortisol).

Peningkatan

maupun penurunan hormon ini bergantung pada interaksi antara


faktor nutrisi dengan seberapa besar perubahan nutrisi yang terjadi
dibandingkan asupan nutrisi normal.
iii. Kondisi stress dan tidur
Stress emosional dan gangguan tidur dapat mempengaruhi beberapa
sistem endokrin. Seperti individu dengan gangguan kecemasan atau
ketakutan berlebih memiliki kadar cathecolamine, GH, cortisol dan
prolactin yang lebih tinggi. Hormon yang sangat berkaitan dengan
ritme sirkadian seperti LH, FSH, ACTH, dan cortisol akan
mengalami pergeseran pola ketika siklus tidurnya terganggu.
iv. Aktifitas fisik
Waktu istirahat setelah beraktifitas dapat mempengaruhi hormonal
masing-masing individu. Jika waktu istirahat kurang maka beberapa
respon hormon akan berhenti, atau pada aktifitas fisik lainnya dapat
meningkat atau menurun.
v. Postur
Setiap perubahan posisi tubuh akan mengakibatkan perubahan
komponen volume plasma darah. Pada keadaan berdiri volume
plasma lebih rendah dibandingkan pada keadaan terlentang.
Pergeseran cairan plasma ini diakibatkan oleh gaya gravitasi
maupun perubahan filtrasi kapiler dan tekanan osmotik. Hormon
dengan molekul besar akan terperangkap dalam vascular, dengan
demikian kehilangan cairan plasma akan meningkatkan konsentrasi

hormon (hemokonsentrasi), dan sebaliknya peningkatan cairan


plasma akan menurunkan kadar hormon (hemodilusi).
vi. Pengambilan spesimen
Penanganan yang tepat terkait pengambilan dan penyimpanan
spesimen darah mutlak dilakukan dalam menjamin mutu spesimen
darah untuk analisa hormon. Biasanya yang diambil adalah darah
vena dan dalam pengambilan darah yang dilakukan dengan cara
vena punctie, torniket terpasang tidak boleh lebih dari 1 menit.
Karena lebih dari itu akan mengakibatkan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler terkait tekanan hidrostatik. Setelah
diambil, maka spesimen harus disentrifus untuk memisahkan
plasma dari sel darah (jika tabung mengandung antikoagulan) atau
dibiarkan membentuk klot (jika tabung tidak mengandung
antikoagulan) dan disentrifus kemudian untuk mendapatkan serum.
Setelah dipisahkan antara sel dan serum atau plasma, maka harus
segera diperiksa ataupun disimpan dalam suhu -20C sampai -80C
bila akan diperiksa pada waktu yang agak lama. Pada spesimen
darah, baik plasma maupun serum dapat digunakan untuk
pemeriksaan biokimiawi, namun beberapa pemeriksaan hormonal
dapat dilakukan terhadap sampel yang berasal dari urin atau saliva.
b. Faktor analitik
Banyak variasi metode dalam pemeriksaan biokimia hormonal seperti tes
kromatografi, reseptor, dan imunologis. Mungkin tehnik yang paling
sering digunakan adalah tes imunologis dengan berbagai variasinya seperti
Chemiluminescence immunoassay (CMIA), radioimmunoassay (RIA),
enzyme-linked immunoassay (ELISA),

dan electro-chemoluminescence

immunoassay (ECLIA). Setiap tehnik memiliki kelebihan dan kekurangan.

No
1

2
3
4
5

Tabel 2. Hormon yang sangat


1993)
Hormon
Variasi Biologis
Cortisol
Ritme biologis
Sirkadian
+
Infradian
Ultradian
Puasa
Siklus terang-gelap +
Sleep dependent
Sleep independent
+
Waktu makan
Siklus bulanan
-

dipengaruhi oleh variasi biologis (Sensi et al.,

Thyroid

LH

FSH Testosteron

Insulin

+
+
+
-

+
+
+
+

+
+
+
+

+
+
+
-

+
+
+
-

B. Persyaratan sampel
Sampel untuk pemeriksaan hormon biasanya menggunakan serum namun
beberapa hormon dapat diperiksa menggunakan sampel plasma seperti
insulin dengan antikoagulan heparin atau ethylendiaminetetraacetic acid
(EDTA).
Stabilitas sampel bervariasi mulai dari 8 jam pada suhu kamar, 48 jam
pada suhu 28C, sampai > 48 jam-6 bulan bila disimpan pada suhu
-20C sampai dengan -80C.
C. Kesulitan dalam pengambilan sampel
Untuk kesulitan pengambilan sampel sendiri yang paling sering adalah
berkaitan dengan ritme sirkadian. Dimana beberapa hormon seperti
cortisol yang mencapai kadar puncak pada pagi hari sesaat setelah bangun
pagi dan hanya berlangsung selama beberapa menit sampai jam
sehubungan dengan karakteristik pelepasan hormon yang bersifat pulsatil
dan waktu paruh yang singkat di dalam darah. Growth hormone,
testosterone, FSH, LH yang dilepaskan pada saat malam hari.

10

BAB III
SIMPULAN

Hormon dapat dibedakan ke dalam tiga kelas kimiawi yakni (1) hormon
protein, (2) aromatic amines, dan (3) hormon steroid. Diantara kelenjar endokrin,
yang paling penting adalah hipotalamus dan pituitary anterior. Kedua kelenjar ini
berfungsi sebagai regulator utama dari seluruh sistem endokrin.
Sekresi hormon dipengaruhi oleh 2 faktor yakni variasi biologis dan
variasi prosedur analitik yang sangat penting dalam menentukan kadar hormon
secara tepat. Variasi biologis (endogen) terdiri dari jenis kelamin, usia,
ras,komposisi tubuh, kesehatan mental, siklus menstrual, dan ritme sirkadian.
Variasi prosedur analitik (eksogen) terdiri dari faktor pra analitik (lingkungan,
nutrisi, kondisi stress dan tidur, aktifitas fisik, postur tubuh, pengambilan
spesimen), dan faktor analitik (metode analitik yang digunakan).

11

DAFTAR PUSTAKA

Anthony C., Atko V. 2008. Research methodology: Endocrinologic measurements in


exercise science and sports medicine. Journal of Athletic Training. 43(6):631639.
Kaplan L. A., and Pesce A. J. 2010. Clinical Chemistry. 5th Edition. USA: Elsevier
Saunders Inc, pp: 609-687.
Larry J. 2010. Harrisons endocrinology. 2nd Edition. New York: Mc Graww Hill Medical.
Pp: 103-107.
Sensi S., Pace palliti V., Guagnano T. 1993. Chronobiology in endocrinology. Ann. 1st.
Super. Sanita. Vol.29, n.4, pp: 613-631.
Buijs R M., van Eden C G., Goncharuk V D., Kalsbeek A. 2003. Circadian and seasonal
rhythms: The biological clock tunes the organs of the body: timing by hormones
and the autonomic nervous system. Journal of Endocrinology. 177: 1726
Silvia A P., Lorraine M W. 1995. Patofisiologi. Konsep klinis proses-proses penyakit Edisi
ke 4. Jakarta: EGC, pp:1049-1050.
Anonim,
2011.
Aksis
hypothalamic-pituitary.
http://www.
http://ntilunnoizie35.soup.io/post/514825458/ramida-r-Ramida-R-PloyDeviantArt (diunduh 8 Januari 2015).
Foster DL., Nagatani S. 1999. Physiological perspectives on leptin as a regulator of
reproduction: role in timing puberty. Biol Reprod. 60(2):205215
Isurugi K., Fukutani K., Takayasu H., Wakabayashi K., Tamaoki B. 1974. Age-related
changes in serum luteinizing hormone and folliclestimulating hormone level in
normal men. J Clin Endocr Metab.39(5):955957.
Wang C., Christenson P., Swerdloff R. 2007. Editorial: clinical relevance of racial and
ethnic differences in sex steroids. J Clin Endocr Metab. 92(7):24332435.
Pasquali R., Vicennati V. 2000. Activity of the hypothalamic-pituitaryadrenal axis in
different obesity phenotypes. Int J Obes Relat Metab Disorders. 24(suppl
2):S47S49.
Hackney AC. 2006. Stress and the neuroendocrine system: the role of exercise as a
stressor and modifier of stress. Expert Rev EndocrinolMetab. 1(6):783792.
Landgren B., Aedo A., Diczfalusy E. 1982. Hormonal changes associated with ovulation
and luteal function. In: Flamigni C, Givens J, eds. The Gonadotropins: Basic
Science and Clinical Aspects in Females. London, England: Academic Press.
200212.
Hackney AC, Zack E. 2006. Physiological day-to-day variability of select hormones at
rest in exercise-trained men. J Endocrinol Invest. 29(6):RC9RC12.

12

Anda mungkin juga menyukai