OKSIGENASI
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD BANYUMAS
Oleh:
Rizka Rahmaharyanti, S.Kep
G4D014001
A. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Perawat seringkali
menemukan klien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigennya. Fungsi
sistem pernafasan dan jantung adalah menyuplai kebutuhan oksigen tubuh (Potter
& Perry, 2006).
dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak
dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas
sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus. Proses difusi
(penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu akan menyebabkan
ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi, difusi,
maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan volume sekuncup, afterload,
preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi pertukaran gas
(Brunner & Suddarth, 2002).
5. Tanda dan Gejala
Perubahan pola dan frekuensi pernafasan dapat menjadi indikator dini
akan kebutuhan terapi oksigen. Kondisi ini dapat terjadi akibat hipoksemia dan
hipoksia. Hipoksemia (penurunan tekanan oksigen arteri dalam darah) muncul
sebagai perubahan status mental (yang berkembang mulai dari gangguan
penilaian, agitasi, disorientasi, letargi dan koma), dispnea, peningkatan tekanan
darah, perubahan frekuensi jantung, disritmia, diaforesis dan ekstermitas dingin.
Hipoksemia biasanya mengarah pada hipoksia, yaitu penurunan suplai oksigen ke
jaringan. Hipoksia jangka panjang seperti yang tampak pada penyakit paru
obstruktif menahun (PPOK) dan gagal jantung kongestif dapat menimbulkan
keletihan, mengantuk, apatis, dan tidak perhatian. Kebutuhan akan oksigen dikaji
dengan analisa gas darah arteri dan evaluasi klinis (Brunner & Suddarth, 2002).
Terapi O2 diberikan kepada klien dengan gejala sebagai berikut sianosis,
hipovolemi, hipoksia, perdarahan, anemia berat, keracunan CO, asidosis, selama
dan sesudah pembedahan, klien dengan keadaan tidak sadar (Harahap, 2005).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas
darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak.
7. Pathway
Gangguan pertukaran gas
Ventilasi
Adanya obstruksi
menyebabkan
pertukaran oksigen
dari dan ke paruparu terganggu
Difusi
Adanya
gangguan
pada
alveoli
Transportasi
Perubahan volume
sekuncup, perubahan
preload, afterload
dan kontraktilitas
miokard
Menimbulkan
pengeluaran sputum
Gangguan
pertukaran
gas
Ketidakefektifan
pola nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas
8. Indikasi Terapi Oksigen.
Muttaqin (2005) menyatakan bahwa indikasi utama pemberian terapi O2
sebagai berikut :
a. Klien dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah
b. Klien dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernafasan serta
adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan
c. Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk
mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang
adekuat.
9. Metoda pemberian terapi oksigen
Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik:
a. Sistem aliran rendah
Teknik sistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi
udara ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada
tipe pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem
aliran rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih
mampu bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan
Volume Tidal 500 ml dengan kecepatan pernafasan 16 20 kali permenit.
Contoh sistem aliran rendah ini adalah : kataeter nasal, kanula nasal,
sungkup muka sederhana, sungkup muka dengan kantong rebreathing,
sungkup muka dengan kantong non rebreathing.
Alat
Kecepatan
aliran
(L/menit)
Keuntungan
Kerugian
Gambar
Kateter
nasal
1-6
Pemberian O2
stabil, klien
bebas
bergerak,
makan
dan
berbicara,
murah
dan
nyaman serta
dapat
juga
dipakai
sebagai
kateter
penghisap.
Tidak dapat
memberikan
konsentrasi
O2 lebih dari
45%, tehnik
memasuk
kateter nasal
lebih
sulit
dari
pada
kanula nasal,
dapat terjadi
distensi
lambung,
dapat terjadi
iritasi selaput
lendir
nasofaring,
aliran lebih
dari 6 L/mnt
dapat
menyebabkan
nyeri
sinus
dan
mengeringka
n
mukosa
hidung,
kateter mudah
tersumbat.
Kanul
nasal
1-6
Pemberian O2
stabil dengan
volume tidal
dan
laju
pernafasan
teratur,
mudah
memasukkan
kanul
dibanding
kateter, klien
bebas makan,
bergerak,
berbicara,
lebih mudah
ditolerir
klien.
Tidak dapat
memberikan
konsentrasi
O2 lebih dari
44%, suplai
O2 berkurang
bila
klien
bernafas
lewat mulut,
mudah lepas
karena
kedalam
kanul hanya 1
cm,
mengiritasi
selaput lendir.
Sungku 5-8
p muka
sederha
na
Konsentrasi
O2
yang
diberikan
lebih tinggi
dari kateter
atau kanula
nasal, system
humidifikasi
dapat
ditingkatkan
melalui
pemilihan
sungkup
berlobang
besar, dapat
digunakan
dalam
pemberian
terapi aerosol.
Tidak dapat
memberikan
konsentrasi
O2
kurang
dari
40%,
dapat
menyebabkan
penumpukan
CO2
jika
aliran rendah.
Sungku 8-12
p muka
dengan
kanton
rebreath
ing
Konsentrasi
O2
lebih
tinggi
dari
sungkup
muka
sederhana,
tidak
mengeringka
n
selaput
lendir
Tidak dapat
memberikan
O2
konsentrasi
rendah, jika
aliran lebih
rendah dapat
menyebabkan
penumpukan
CO2, kantong
O2
bisa
terlipat.
Sungku 8-12
p muka
dengan
kantong
non
rebreath
ing
Konsentrasi
Kantong O2
O2
yang bisa terlipat.
diperoleh
dapat
mencapi
100%, tidak
mengeringka
n
selaput
lendir.
dari tabung akan menuju ke sungkup kemudian dihimpit untuk mengatur suplai O2
sehingga tercipta tekanan negatif, akibat udara luar dapat diisap dan aliran udara yang
dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini 414 L/mnt dan konsentrasi 30
55%.
Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan
tidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas
dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2
Kerugian
Kerugian sistem ini hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada aliran
rendah.
10. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
2) Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3) Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI, ISPA, batuk.
b. Pemeriksaan fisik
1)
Kesadaran: kesadaran menurun
2)
TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3)
Head to toe
a) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis (karena
hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli atau
endokarditis)
b) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
c) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
d) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
e) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas
darah arteri dan pemeriksaan diagnostik foto thorak.
11. Diagnosa
Heardman (2011), diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan
oksigenasi adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas
DAFTAR PUSTAKA
Brunner &Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Harahap. (2005). Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperwatan
Rufaidah Sumatera Utara Volume 1
Heardman. (2011). Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing Outcame Clasification. Mosby.
Philadelphia
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing Intervention Clasification. Mosby. USA
Muttaqin. (2005). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Pernafasan. Salemba
Medika. Jakarta