Anda di halaman 1dari 10

KETERAMPILAN MENYIMAK

Oleh Agus Yuwono

KETERAMPILAN MENYIMAK
Drs. Agus Yuwono, M.Si., M.Pd.
Pendahuluan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, mengisaratkan bahwa setiap sekolah/madrasah
mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan
(SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum
hasil pengembangan pada tingkat sekolah ini kemudian dikenal dengan
sebutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pengembangan KTSP (termasuk KTSP Bahasa Jawa) mengacu
pada dua kompetensi dasar yakni kompetensi berbahasa dan kompetensi
bersastra.

Masing-masing

kompetensi

tersebut

terdiri

dari

empat

kompetensi yakni membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Keempat


kompetensi ini tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dalam satu ikatan
kompetensi berbahasa. Pada penjabaran secara lebih lanjut dari
kurikulum ini, khususnya pada pengembangan silabus maupun pada
pengelolaan pembelajaran bahasa Jawa juga harus mengacu pada empat
kompetensi. Berdasarkan survai awal dilapangan, walaupun empat
kompetensi dilaksanakan secara terpadu, namun sering dijumpai salah
satu kompetensi pencapaiannya tidak maksimal.
Sebagai salah satu kompetensi berbahasa, kompetensi menyimak
sering diabaikan. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya media pada
pembelajaran

menyimak.

Padahal

jika

pemerolehan

kompetensi

berbahasa

mengamati

pada

pada

perkembangan
seorang

anak,

kompetensi menyimak merupakan kompetensi berbahasa yang diperoleh


seseorang sebelum memiliki kompetensi berbahasa lain (berbicara,
membaca, dan menulis). Dalam kegiatan berkomunikasi, kompetensi
menyimak sangat dibutuhkan. Proses menyimak terjadi di berbagai
tempat, pelakunya pun bermacam-macam, misalnya antara anak dengan
orang tuanya, siswa dengan gurunya. Menyimak merupakan proses
mendengarkan
memahami,

lambang-lambang

apresiasi,

lisan

interprestasi

dengan

untuk

penuh

perhatian,

memperoleh

informasi,
1

menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang


telah di sampaikan pembicara melalui ujaran atau bahasa (Tarigan 1990:
28)
Dalam proses berbahasa, seorang anak mula-mula belajar
menyimak. Hal ini tampak pada bayi, mereka belum mampu berbicara,
tetapi sudah terlihat adanya kegiatan menyimak dan usaha memahami
bahasa orang-orang di sekelilingnya. Kompetensi menyimak merupakan
modal pertama yang harus dimiliki seseorang untuk dapat mencapai
keberhasilan dalam belajar. Kompetensi menyimak adalah kegiatan
berbahasa yang utama dalam dunia pendidikan, baik di tingkat Taman
Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas, maupun di Perguruan Tinggi (Sutari, 1997: 1)
Kompetensi menyimak harus dikuasai oleh setiap orang, karena
kompetensi menyimak sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan
teman, mengikuti pelajaran, kuliah, seminar, diskusi, atau dalam
menangkap pesan dari telepon, radio, televisi, itu memerlukan kemahiran
menyimak (Tarigan, 1986:21)
Kompetensi Menyimak
Menyimak merupakan kompetensi berbahasa pertama yang
diperoleh seseorang. Menyimak

termasuk kompetensi yang bersifat

reseptif. Sebelum seseorang memiliki kemampuan berbahasa yang lain


(berbicara, membaca, menulis) seseorang terlebih dahulu mempunyai
kompetensi menyimak. Kompetensi menyimak harus dikuasai oleh setiap
orang, karena kompetensi menyimak sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari.

Dalam berkomunikasi

lisan

dengan

teman, mengikuti

pelajaran, diskusi, seminar, menuntut kemahiran seseorang untuk


menyimak. Demikian pula untuk menangkap pesan melalui telepon, radio,
televisi memerlukan kemahiran menyimak (Tarigan 1986:21)
Tarigan (1994:28) mengemukakan bahwa menyimak merupakan
proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh
perhatian, pemahaman, apresiasi serta interprestasi untuk memperoleh

informasi, menangkap isi atau pesan serta memahami makna komunikasi


yang telah disampaikan pembicara melalui ujaran atau bahasa.
Anderson (dalam Tarigan 1994: 24) membatasi menyimak
sebagai

proses

menginterprestasikan

besar

mendengarkan,

lambang-lambang

lisan.

mengenal,
Kegiatan

serta

menyimak

memang selalu dimulai dengan mendengar bunyi bahasa baik secara


langsung maupun tidak langsung. Menyimak melalui rekaman harus
disertai dengan pemusatan perhatian. Setelah itu, diikuti kegiatan
identifikasi

bunyi

bahasa

tersebut,

yaitu

mengenalnya

dan,

mengelompokanya menjadi suku kata, kata, frase, kalimat, dan wacana.


Berikutnya penyimak mengiterprestasikan, memahami makna ujaran yang
diterima. Akhirnya penyimak mengkaji, menelaah dan menguji makna
tersebut baru memutuskan menerima simakan tersebut.
Kegiatan menyimak merupakan kegiatan reseptif, yang berarti
bahwa menyimak merupakan kegiatan seseorang untuk mau menerima
pesan-pesan yang terkandung dalam bunyi bahasa melalui indera
pendengar, menyiapkan dan menalarkan secara teratur, kemudian
memahami makna dengan tepat seperti makna yang di ucapkan oleh
penutur.
Agar penyimak dapat menangkap dan bisa memahami bahasa
lisan, diperlukan kondisi fisik yang sehat, pengalaman yang luas, serta
motifasi yang kuat. Penyimak yang demikian diperkirakan akan berhasil
dalam proses menyimak.
Menurut Tarigan (1994:35-49) macam-macam menyimak dibagi
menjadi dua bagian, yaitu menyimak ekstensif dan menyimak intensif.
Menyimak ekstentif (Extensif Listening) adalah sejenis kegiatan menyimak
yang berhubungan dengan hal-hal yang lebih umum dan lebih bebas
terhadap suatu bahasa. Menyimak ini tidak perlu bimbingan langsung dari
seorang guru. Termasuk menyimak ekstensif adalah menyimak sosial,
menyimak sekunder, menyimak estetik, dan menyimak pasif.
a. Menyimak sosial (Social Listening)
Menyimak sosial sering disebut menyimak sopan. Kegiatan menyimak
ini biasanya berlangsung dalam situasi sosial, misalnya mendengarkan
3

cerita atau percakapan orang lain, mendengarkan pidato/penjelasan,


ceramah, dan sebagainya.
b. Menyimak sekunder (Secondary Listening)
Menyimak ini adalah jenis kegiatan menyimak secara kebetulan,
misalnya pada waktu kita tidak sengaja mendengarkan musik atau
lagu kita sedang dalam kegiatan lain (memasak atau menulis surat).
c. Menyimak estetik (Aestetic Listening)
Menyimak estetik atau sering disebut menyimak apresiatif. Kegiatan
menyimak ini misalnya menyimak musik, menyimak pembaca puisi,
drama pada radio atau rekaman, menyimak cerita-cerita (Dawson
dalam Tarigan 1994:37-38)
d. Menyimak pasif (Passive Listening)
Menyimak pasif adalah menyimak untuk penyerapan suatu ujaran
tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya kita pada saat
belajar, menghafal diluar kepala, berlatih menguasai suatu bahasa,
dan sebagainya.
Macam atau jenis menyimak yang kedua adalah menyimak
Intensif (Intensive Listening). Menyimak intensif adalah menyimak hal-hal
tertentu atau lebih khusus dan perlu pengawasan dari guru. Termasuk
menyimak intensif adalah menyimak kritis, menyimak konsentratif,
menyimak kreatif, menyimak eksploratori, menyimak interogatif, dan
menyimak selektif.
a. Menyimak kritis (Oritial Listening)
Adalah menyimak untuk meneliti dimana letak kekurangan, kekeliruan,
kekurang telitian yang terdapat dalam ujaran atau pembicaraan
seseorang (Dawson dalam Tarigan 1994:42-44)
b. Menyimak konsentratif (Concentrative Listening)
Menyimak ini disebut juga study type listening yaitu kegiatan
menyimak yang memerlukan semacam telaah (Andreson dalam
Tarigan, 1994:45)
c. Menyimak kreatif (Creative Listening)

Menyimak kreatif adalah kegiatan menyimak yang dapat membentuk


anak secara imajinatif, senang akan bunyi, dan akan menimbulkan
perasaan-perasaan yang disarankan oleh apa yang didengarkannya.
d. Menyimak eksploratori (Exploratory Listening)
Menyimak ini sering juga disebut menyimak untuk penyelidikan.
Menyimak ini termasuk menyimak intensif yang tujuanya agak sempit,
yaitu untuk menemukan hal-hal baru yang menarik dan untuk
mendapat informasi tambahan mengenai suatu topik.
e. Menyimak interogatif (Interogative Listening)
Menyimak ini adalah jenis menyimak intensif yang menuntut lebih
banyak konsentrasi dan seleksi, karena penyimak harus mengajukan
pertanyaan. Dalam kegiatan menyimak interogatif ini si penyimak
harus

mengarahkan

perhatianya

pada

pemerolehan

informasi

(Dawson 1994:46-48)
f. Menyimak selektif (Selective Listening)
Menyimak ini untuk melengkapi menyimak pasif (Tarigan, 1994:49)
Pada hakikatnya menyimak adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan dan memahami isi informasi yang didengar. Jadi kegiatan
menyimak merupakan kegiatan disengaja dan direncanakan untuk
mencapai tujuan tertentu yang diharapkan dari pendengar. Tujuan
menyimak menurut Setiawan itu beraneka ragam, di antaranya sebagai
berikut.
a. Menyimak untuk mendapatkan informasi/fakta
Banyak cara untuk mendapatkan informasi/suatu fakta yang dapat
dilakukan oleh seseorang, di antaranya melalui kegiatan menyimak.
Dengan mendengarkan radio, membaca koran, melihat tayangantayangan televisi maupun mengikuti pertemuan-pertemua/seminar, kita
melakukan kegiatan menyimak dengan tujuan mendapatkan informasi.
b. Menyimak untuk mendapatkan inspirasi
Setelah

melakukan

kegiatan

menyimak

biasanya

kita

akan

mendapatkan suatu ide/inspirasi atau gagasan. Inspirasi tersebut


merupakan masukan yang bermanfaat, yang mungkin bisa untuk
memecahkan masalah yang sedang kita hadapi.
5

c. Menyimak untuk memperoleh hiburan


Hiburan merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia, karena
hiburan dapat menghilangkan kepenatan yang dirasakan manusia.
Untuk memperoleh hiburan misalnya, orang melakukan kegiatan
mendengarkan lagu-lagu, tayangan televisi maupun sebuah pagelaran
langsung.
d. Untuk memperbaiki kemampuan berbicara
Perlu kita ketahui bahwa berbicara itu tidak mudah. Oleh karena itu
untuk memperlancar/meningkatkan kemampuan berbicara antara lain
dapat ditempuh dengan menyimak, misalnya menyimak pembicaraan
orang lain.Hal ini bisa dilihat ketika kita belajar bahasa asing (Setiawan
1990:15-17)
Unsur Pengembang Materi Simakan
Materi simakan merupakan salah satu unsur dasar dalam
menyimak. Materi simakan berisi pesan yang harus ditelaah, dikaji
dengan baik oleh penyimak. Betapa bahagianya menjadi seorang
penyimak ideal, karena semua informasi yang berupa pesan dari
pembicara dapat dipahami dengan baik sehingga kita dapat memberikan
respon yang tepat terhadap berbagai informasi apa pun dan di mana pun
kita berada. Untuk itu materi simakan yang disajikan kepada siswa perlu
direncanakan secara matang.
Materi simakan yang sesuai/cocok dengan kemampuan siswa
akan menghasilkan proses belajar mengajar yang memuaskan dan
menyenangkan baik bagi siswa maupun bagi guru. Materi simakan yang
dapat

dijadikan

bahan

pembelajaran

dapat

disesuaikan

dengan

tujuannya, misalnya :
(1)

Materi yang tujuannya mendapat respon penyimak yang berupa


bunyi-bunyian, baik berupa fonem, suku kata, kata, frase, klausa
maupun kalimat. Bunyi-bunyian tersebut masuk ke dalam alat
pendengar kita, dan menuntut kita untuk memberikan reaksi
terhadap pesan bunyi tadi.

(2)

Materi yang tujuannya untuk memusatkan perhatian pada gagasangagasan pokok pembicaraan dan gagasan-gagasan penunjangnya.

(3)

Materi yang tujuannya membandingkan atau mempertentangkan


dengan pengalaman atau pengetahuan penyimak. Misalnya :
Bagaimana hidup di desa dan hidup di kota?, Bagaimana belajar
dengan banyak buku dengan belajar tanpa buku?

(4)

Materi yang tujuannya menuntut penyimak berfikir kritis, yakni


melalui proses analisis. Misalnya : menyampaikan hasil seminar,
kongres, dan diskusi untuk ditanggapi dan dianalisis dari berbagai
disiplin ilmu. Topik "Pencemaran Lingkungan" (segi kesehatan,
budaya, sosiologi, politik, ekonomi dll). Selain itu, teka-teki, kata
mutiara, semboyan, peribahasa yang harus dikaji maknanya secara
kritis.

(5)

Materi yang tujuannya menghibur dan bersifat santai. Misalnya,


hasil-hasil sastra, puisi, cerpen, novel, roman, cerita rakyat, dagelan
dan lain-lain. Walaupun bersifat menghibur, penyimak harus
memiliki

apresiasi

yang

kuat,

sehingga

pesan

yang

ingin

disampaikan dapat dipahami.


(6) Materi yang tujuannya informatif. Misalnya : menyimak pengumuman,
suruhan, instruksi, larangan, sanggahan, peseteruan, penolakan,
percakapan baik langsung maupun tidak langsung (melalui telepon).
(7)

Materi yang tujuannya deskriminatif yakni penyimak setelah


menerima pesan dapat memberikan reaksi yang sesuai dengan
keinginan pembicara. Misalnya : membedakan suara orang susah,
orang gembira, orang sedih, orang khawatir, orang jengkel, orang
kesakitan, suara burung, suara mobil dll. (UT 1998:46).
Di sisi lain bahan simakan harus menarik perhatian penyimak.

Menurut Tarigan (199:1990) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan


dalam menyusun bahan simakan, yaitu:
(1) Tema harus up-to-date. Bahan-bahan mutakhir, yang terbaru, yang
muncul dalam kehidupan biasanya menarik perhatian. Oleh sebab itu
sang pembicara harus pandai memilih salah satu topik masalah yang
masih menjadi buah pembicaraan dalam masyarakat. Kalau hal ini
7

dapat diseleksi dengan baik, tentu pembicaraan yang akan disajikan


pasti menarik perhatian, sebab semua orang ingin tahu akan masalah
itu dan bagaimana cara pemecahannya atau penyelesaiannya.
(2) Tema terarah dan sederhana. Tema pembicaraan jangan terlalu luas,
cakupan pembicaraan yang terlalu luas takkan terjangkau oleh para
penyimak. Pilihlah salah satu topik yang sederhana, jangan terlalu
rumit dan sukar. Bahan pembicaraan yang terlalu mengambang serta
rumit tidak akan menarik perhatian, malahan membosankan dan
membingungkan

para

penyimak.

Harus

diingat

bahwa

yang

"sederhana" tidak harus diidentikkan dengan "jelek" dan "tidak


berguna".
(3) Tema dapat menambah pengalaman dan pemahaman. Dari
pembicaraan seseorang, biasanya kita mengharapkan adanya hal-hal
yang dapat menambah pengetahuan. Topik atau tema yang disajikan nya dapat memperkaya pengalaman dan mempertajam pemahaman
serta penguasaan para penyimak akan masalah itu. Baik topik,
maupun cara penyajiannya harus mampu memenuhi tuntutan itu.
(4) Tema bersifat sugestif dan evaluatif. Tema atau topik

pembicaraan

harus dipilih sedemikian rupa sehingga merangsang penyimak untuk


berbuat dengan tepat serta dapat memberi penilaian tepat-tidaknya,
baik-buruknya tindakan yang akan dilaksanakan. Pokok pembicaraan
harus dapat menggugah serta merangsang para penyimak untuk
berbuat, bertindak, dan berkata dalam hatinya: "saya pun pasti dapat
dan berhasil mengerjakan hal serupa itu."
(5) Tema bersifat motivatif. Topik atau tema pembicaraan sebaiknya
dapat memberi dorongan kuat untuk berbuat lebih giat dan lebih
baik. Dapat mempertinggi motivasi para penyimak untuk bekerja
lebih tekun untuk mencapai hasil yang lebih baik. Tentunya sang
pembicara tidak mengharapkan kurangnya motivasi berbuat dan
bertindak para penyimak setelah menyimak ceramah atau ujarannya.
(6) Pembicaraan harus dapat menghibur. Manusia hidup membutuhkan
hiburan, apalagi setelah belajar/bekerja. Dengan menyimak sesuatu,
maunya orang bisa melupakan kesusahan atau masalah hidup,
8

paling sedikit buat sementara, pada saat menyimak itu. Oleh sebab
itu sang pembicara harus pandai berkelakar, membuat humor, yang
dapat membuat para penyimak tertawa, kalau perlu terbahak-bahak.
(7) Bahasa sederhana, mudah dimengerti. Banyak orang beranggapan
bahwa suatu ceramah, kuliah, atau pembicaraan yang bermutu harus
diiringi oleh kata kata yang pelik, istilah-istilah baru, dan kalimatkalimat yang panjang serta rumit. Anggapan itu keliru. Dengan
bahasa yang "sederhana" pun pesan dapat disampaikan kepada
para penyimak. Justru dengan bahasa yang sederhana, tema atau
topik pembicaraan lebih mudah dipahami, lebih cepat dimengerti
tanpa kendala kebahasaan.

DAFTAR PUSTAKA
Koesnandar, Ade. 2003. Prinsip-prinsip Penulisan Program Multimedia.
Jakarta: Pusat Teknologi dan Informasi Pendidikan Depdiknas.
Roestiyah N.K, 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Penerbit Rineka
Cipta.
Setiawan, Budi. 1990. Buku Teks Menyimak .Jakarta: Pusat Antar
Universitas Terbuka
Sutari KY, Ice, Tiem Kartimi dan Visman S. D. 1997. Menyimak. Jakarta:
Depdikbud
Tarigan, H. G. 1986. Menyimak Sebagai Suatu Kompetensi Berbahasa.
Bandung: Angkasa
___________. 1990. Teknik-teknik Pengajaran Kompetensi Berbahasa.
Bandung: Angkasa
___________.1991. Materi Pokok Kompetensi Menyimak. Jakarta:
Karunika
___________. 1994. Menyimak Sebagai Suatu Kompetensi Berbahasa..
Bandung: Angkasa.
Winataputra, Udin S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta :
PAU-PPAI Universita Terbuka.
PERATURAN
MENTERI
PENDIDIKAN
NASIONAL
REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR
PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

Anda mungkin juga menyukai