Anda di halaman 1dari 11

Nama kelompok :

Nova indah sari (06111409012)


Sonia (06111409019)
Yeni elpiani (06111409021)
Widya Utami (0 )

KROMOSOM KELAMIN
Dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan slah satu diantaranya
adalah pola ekspresi kelamin kromosomal, yang menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Pada
pola ekspresi kelamin kromosomal ini, dikenal adanya perangkat kromosom kelamin.
Pengkajian berbagai hal tentang kromosom dilakukan semata-mata karena berbagai fenomena
genetic maupun evolusioner, sudah diketahui terkait dengan gen-gen pada kromosom kelamin,
bahkan diharapkan pengkajian ini akan semakin memantapkan kesadaran kita bahwa yang
bertanggungjawab atas fenotip kelamin apapun adalah gen.
Penentu ekspresi kelamin adalah gen. macam kromosom kelamin yang telah dilaporkan
adalah X,Y (pada XY) dan Z,W (pada ZW). Pengkajian berbagai hal mengenai kromosom
kelamin bukan bertujuan untuk menyatakan bahwa yang menetukan ekspresi kelamin adalah
kromosom kelamin tetapi yang bertanggung jawab atas munculnya fenotip kelamin apapun
adalah gen yang terletak pada autosom, pada kromosom kelamin ataupun pada keduanya.
Sejarah Penemuan Kromosom Kelamin
Pada tahun 1891 ahli biologi Jerman H. Henking menemukan bahwa suatu struktur inti
tertentu dapat ditemukan selama spermatogenesis serangga tertentu. Henking tidak menyebutkan
manfaat dari struktur tersebut, tetapi mengidentifikasinya sebagai sebagai X body, dan
menyatakan bahwa sperma dipilah atas dasar ada atau tidaknya struktur tersebut. Pada tahun
1902 C.E. McClung membenarkan observasi Henking dan mengaitkan X body dengan
determinasi kelamin, tetapi secara salah menyatakannya spesifik untuk individu jantan.

Pada awal abad ke 20 E.B.Wilson dkk., menyatakan bahwa X body yang dilaporkan
Henking adalah suatu kromosom yang menentukan kelamin. Sejak saat itu X body disebut
dengan kromosom kelamin/kromosom X. E.B. Wilson menemukan susunan kromosom yang lain
pada Lygaeus turcicus. Serangga ini memiliki jumlah kromosom yang sama pada sel-sel dari
kedua macam kelamin. Tetapi, kromosom homolog dari kromosom X ternyata lebih kecil
ukurannya dan disebut kromosom Y. kemudian dinyatakan bahwa zigot XY akan menjadi
individu jantan.
Pada studi evolusi pertama kromosom yang berkaitan dengan menjadi betina kalau sejarah
kromosom X sama menariknya dengan kromosom Y penentu jantan yang telah banyak dipelajari,
dan menawarkan petunjuk penting mengenai asal usul dan manfaat reproduksi seksual. Ada juga
yang bertentangan dengan pandangan tradisional mengenai kromosom X yang bermain pasif,
ternyata kromosom X berperan aktif dalam proses evolusi diferensiasi kromosom seks. Tidak
semua hewan dan tanaman memiliki gen untuk menentukan apakah janin menjadi jantan atau
betina. Banyak reptil, misalnya, bertopang pada pengaruh lingkungan seperti suhu untuk
menentukan jantan atau betina. Namun pada mahluk hidup yang memiliki sepasang kromosom
yang menentukan jenis kelamin dari lalat buah sampai mamalia dan sebagian tanaman dua
kromosom X yang diwarisi oleh betina tampak identik dengan kromosom non seks, yang disebut
autosom.

Kromosom Y, versi kecil dari X, telah kehilangan banyak gen sejak berhenti

merekombinasi dengan kromosom X.


Pada mamalia, ini mungkin terjadi sekitar 150 juta tahun lalu, sementara pada lalat buah
Drosophila melanogaster, seekor hewan favorit lab, kromosom seks muncul secara independen
sekitar 100 juta tahun lalu. Pada manusia maupun lalat buah, kromosom Y mengecil dari
beberapa ribu gen menjadi beberapa lusin saja. Minat pada mengapa dan bagaimana kromosom
Y kehilangan gen saat ia berhenti berinteraksi dengan X menjadi populer. Ilmuan menemukan
kalau, sebagai satu-satunya pasangan kromosom yang tidak pecah dan berekombinasi setiap kali
sel membelah, pasangan XY pada jantan ketidakmampuan mengambil manfaat dari mutasi
genetik delesi menjadi lenyap. Pasangan XX pada betina tetap berekombinasi, namun untuk Y,
satu-satunya cara menyingkirkan mutasi buruk pada gen adalah menon-aktifkan atau
menghilangkan seluruh gen. Selama jutaan tahun, gen-gen yang tidak aktif lenyap, sehingga Y
mengecil.
Evolusi Kromosom Kelamin
2

Seluruh informasi tentang evolusi kromosom kelamin bersumber pada Charlesworth


(1996). Evolusi kromosom kelamin yang dibahas pada bagian ini bermula dari kondisi tanpa
kromosom kelamin menuju kepada kondisi ada kromosom kelamin. Pada kelompok makhluk
hidup di tingkat takson primitif memang tidak dijumpai kromosom kelamin, sedangkan pada
beberapa kelompok di tingkat takson tinggi ditemukan adanya kromosom kelamin. Evolusi
kromosom sering cenderung mempertahankan jumlah lengan kromosom tanpa mempertahankan
jumlah kromosom tersebut, sebagai contoh pada lalat buah (Drosophilla melanogaster) memiliki
2 buah autosom metasentrik yang besar sementara banyak spesies Drosphilla lain yang
mempunyai 4 autosom akrosentrik yang kecil.
Evolusi Kromosom X dan Y Pemula
Asal mula evolusioner kromosom kelamin primitive berkaitan erat dengan evolusi kelamin
terpisah yang berlatar belakang genetik. Awalnya suatu keadaan kelamin tergabung purba, pada
keadaan kelamin tergabung itu fungsi jantan dan betina diekspresikan dalam tubuh individu yang
sama. Keadaan kelamin tergabung merupakan karakteristik kebanyakan tumbuhan berbunga,
banyak takson hewan avertebrata serta sejumlah spesies ikan.
Pola transisi paling sederhana, dari keadaan kelamin tergabung menuju kepada suatu
keadaan kelamin terpisah sempurna (melalui kejadian mutasi pada dua lokus). Salah satu lokus
adalah f yang mengontrol fungsi betina sedangkan lokus lainnya adalah m yang mengontrol
fungsi jantan. Daya seleksi yang ada memungkinkan munculnya suatu transisi evolusioner antara
keadaan kelamin terpisah yang berupa tahapa antara dari gynodiocy (polimorfisme untuk
individu jantan steril maupun individu berkelamin tergabung).
Mekanisme mutasi pada dua lokus, sebagaimana yang telah disebutkan diikuti oleh
proses seleksi dan pengurangan rekombinasi akan memunculkan kromosom proto X maupun
kromosom proto Y. setelah itu masih terjadi proses lebih lanjut. Proses seleksi lebih lanjut
tersebut antara lain berkenaan dengan seleksi alela-alela yang menguntungkan pada individu
jantan tetapi yang merugikan pada individu betina, yang akan mengarah pada diferensiasi
genetik selanjutnya antara kedua kromosom kelamin.
Erosi Kromosom Y

Setelah terbentuknya kromosom proto Y selanjutnya mengalami proses evolusi spesifik


yang disebut sebagai erosi kromosom. Erosi kromosom proto Y yang terjadi melalui pola-pola
yang hingga sekarang masih bersifat hipotetis. Pola erosi kromosom pertama adalah yang
melibatkan Mullers Ratchet. Pola kedua berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang
merugikan melalui hitchhiking dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif
pada kromosom proto Y.
Mullers Ratchet (bersangkut paut dengan hilangnya kelompok kromosom yang
membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu populasi
terbatas akibat genetic drift. Peristiwa tersebut mengakibatkan peningkatan progresif jumlah
rata-rata alela-alela merugika per individu. Fiksasi mutasi-mutasi terpaut Y yang merugikan
terjadi karena adanya mutasi-mutasi menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak
mengalami rekombinasi. Proses selektif suksesif semacam ini akan menyebabkan terjadinya
fiksasi alela-alela merugikan pada banyak lokus terpaut.
Proses evolusi kromosom Y, kromosom penentu jenis kelamin laki-laki, dianggap tidak
stabil. Dampak evolusi kromosom itu bisa jadi mengakibatkan punahnya jenis kelamin pria. Pada
perhitungan penyusutan kromosom Y. Sekitar 166 juta tahun yang lalu, kromosom Y mempunyai
1.669 gen. Namun, hari ini jumlahnya menyusut menjadi 45 gen saja. Artinya, per satu juta
tahun, gen kromosom Y hilang 9,8 gen. Penyebab merosotnya gen yakni mutasi, pembatalan, dan
penyisipan sel secara terus menerus dalam testis. Menurutnya tempat testis berkembang menjadi
lingkungan yang kurang baik bagi kromosom Y. Dalam evolusi itu, gen potensial laki-laki yang
dibawa oleh kromosom Y, banyak yang disalin ke kromosom X. Akibatnya, jenis kelamin lakilaki bisa menyusut di masa depan.
Kromosom Y berevolusi jauh lebih cepat ketimbang kromosom X yang dibawa laki-laki
ataupun perempuan. Evolusi secara pesat pada kromosom Y telah mengakibatkan hilangnya gengen dalam kromosom tersebut secara dramatis. Saat ini kromosom Y pada manusia mengandung
kurang dari 200 gen, sedangkan kromosom X mengandung sekitar 1.100 gen. Beberapa gen di
kromosom Y memiliki peran penting, seperti dalam pembentukan sperma, tetapi kebanyakan
gen-gen tersebut tidak penting bagi pertahanan hidup (survivel) karena mereka menghilang yang
akhirnya membuat jumlah gen antara X dan Y yang dulu pernah identik menjadi sangat berbeda
(Media Indonesia, Evolusi Sebabkan Gen Kromoson Y Menipis, Selasa 21 Juli 2009)

Evolusi Determinasi Kelamin X/A dan Sistem Kromosom Kelamin XO


Sistem determinasi kelamin yang didasarkan pada keseimbangan X/A ditemukan pada
Drosophila, C.elegans, dan Rumex, mungkin ditemukan juga pada burung. Dikemukakan
Westergaard, terlihat bahwa system keseimbangan X/A berevolusi dari sistem kromosom Y
penentu kelamin jantan.
Spesies-spesies yang memiliki suatu gen seperti mF yang dibutuhkan untuk perkembangan
ke arah kelamin jantan, terpaksa mempertahankan suatu pola Y determinasi kelamin berupa
kromosom Y sebagai penentu kelamin jantan, kecuali hal tersebut diganti oleh mekanisme
genetik lain. Ekspresi f
produk f

dibutuhkan untuk perkembangan kelamin betina, dan tidak adanya

karena kehadiran suatu alela f

sterilitas betina yang dominan, mengarah kepada

perkembangan parsial atau lengkap kelamin jantan. Mutasi kehilangan fungsi pada Sx1, yang
mengarah pada kegagalan perkembangan carrier betina, dapat bersifat dominan penuh atau
sebagian tergantung pada latar belakang genetic yang konsisten dengan perilaku f s yang diduga.
Perkembangan parsial jantan, merupakan perkembangan keadaan kelamin tergabung ke
arah kelamin jantan. Tahap kedua dari evolusi menuju keadaan kelamin terpisah, mencakup
karakter jantan yang lebih bersifat parsial daripada penuh, diperlukan adanya faktor genetik lain
yang menekan karakter betina karena adanya f s, untuk menyempurnakan evolusi keadaan
kelamin terpisah (karena pengaruh alela-alela yang melakukan interaksi secara terpisah, dapat
juga terjadi karena alela-alela penekan karakter betina nonspesifik terpaut sangat dekat dengan
f s).
Pembentukan suatu kromosom proto Y yang membawa f

dan mF berakibat munculnya

individu-individu jantan parsial. Tahap selanjutnya yaitu evolusi suatu alela yang kehilangan
fungsi yang terdapat pada kromosom Y, ekspresi alela tersebut mengurangi ekspresi satu-satunya
copy f f pada individu jantan yang mengarah kepada peluang karakter jantan yang lebih tinggi.
Pada C. elegans individu yang berkromosom XX berkembang sebagai individu
hermaprodit dan individu yang berkromosom XO berkembang sebagai individu jantan. System
tersebut mungkin merupakan suatu akibat dari evolusi sekunder menuju hermaproditisme dari
sistem XX (betina), XO (jantan), yang terdapat pada kebanyakan spesies lain dari
Coenorhabditis.
Kenyataan tentang evolusi determinasi kelamin X/A yang berasal dari sistem determinasi
kelamin X/Y dapat dilihat pada marga Rumex. Kenyataan-kenyataan komparatif yang ada
5

menunjukkan bahwa sistem determinasi kelamin X/Y secara taksonomis jauh lebih luas daripada
sistem X/A.
Kebakaan yang Terpaut Kelamin
Kebakaan yang terpaut kelamin dikontrol oleh gen-gen yang terpaut pada kromosom
kelamin. Kajian tentang kebakaran yang terpaut kelamin, bukan bermaksud menyatakan bahwa
macam kebakaan ini mempengaruhi ekspresi kelamin.

Penemuan Morgan Tentang Pautan Kelamin pada Drosophila


Temuan pertama tentang kebakaan yang terpaut kelamin adalah pada Drosophila, seperti
yang dilaporkan T.H. Morgan pada tahun 1910, dan gen terkait denga kebakaan yang terpaut
kelamin itu terletak pada kromosom kelamin X, tepatnya pada lokus w. Atas dasar kenyataan
bahwa individu jantan hanya memiliki satu kromosom X dan sebuah kromosom Y yang tidak
memiliki sebagian besar gen pada kromosom X, dinyatakan bahwa alela mata putih tersebut pada
individu jantan tergolong hemizigot, oleh karena itu alela tersebut diekspresikan. Lebih lanjut
dikemukakan bahwa alela mutan mata putih yang ada pada kromosom X dari individu jantan
induk bermata putih, mula-mula diwariskan kepada turunan betina (kromosom Y diwariskan
kepada turunan jantan), semua turunan betina merupakan carrier alela mutan tersebut. Turunan
jantan F2 bersifat hemizigot, dan 50% dari seluruh turunan jantan F2 memperoleh kromosom X
yang membawahi alela mutan mata putih dari induk betina yang heterozigot.
Pola-pola Kebakaan dari Gen-gen yang Terpaut Kelamin
Sebagian besar gen yang terpaut kelamin pada hewan-hewan jantan heterogamete terletak
pada kromosom X. Beberapa hewan dapat memiliki sejumlah kecil gen pada kromosom Y yang
menghasilkan efek-efek fenotif. Informasi yang baru dikemukakan ini hanya berlaku untuk
kelompok makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY. Di kalangan makhluk
hidup yang mempunyai kromosom kelamin (Stansfield, 1983).

Di kalangan makhluk hidup yang mempunyai kromosom kelamin XX-XY, gen-gen yang
terdapat pada kromosom kelamin X, sebagian tidak ditemukan sama sekali pada kromosom Y
yang disebut terpaut kelamin lengkap, sebagian dapat berekombinasi dengan pindah silang
dengan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y, seperti layaknya gen-gen pada autosomautosom homolog.
Pewarisan sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola khas, yaitu
crisscross pattern of inheritance (pola pewarisan menyilang).
Seperti yang telah dikemukakan biasanya sifat-sifat yang ada pada individu jantan (resesif)
diwariskan melalui turunan betinanya (tidak terekspresikan) kepada turunan jantan generasi
berikutnya (F2) dan diekspresikan. Sifat-sifat yang ada pada individu betina (resesif) diwariskan
langsung kepada turunan jantan (diekspresikan)
Sebagaimana pada individu jantan, pada individu betina D. melanogaster sifat-sifat
(resesif) yang terpaut kromosom kelamin X (terekspresi) dapat juga diwariskan langsung kepada
turunan betina (diekspresikan). Pewarisan dan ekspresi sifat-sifat yang terpaut kromosom
kelamin X pada individu betina mengikuti pola yang sama, sebagaimana sifat-sifat yang
dikontrol oleh alela-alela yang terdapat pada autosom.
Sifat-sifat terpaut kromosom kelamin Y induk jantan D. melanogaster biasanya langsung
diwariskan pada turunan jantan, dan dapat juga diwariskan langsung kepada turunan betina,
sebagai akibat peristiwa gagal berpisah pada oogenesis. Pada manusia sifat-sifat (resesif) yang
terpaut kromosom kelamin X pada laki-laki diwariskan secara crisscross. Sifat-sifat yang terpaut
kromosom kelamin Y selalu hanya diwariskan dari ayah dan terekspresi pad semua anak laki-laki
(stansfield, 1983).
Gen-gen yang Terpaut Kelamin pada Drosophila melanogaster
Di kalangan D. melanogaster, gen-gen yang terpaut kromosom kelamin X antara lain
(ditunjukkan dalam bentuk mutan) yellow, white, vermilion, miniature, rudimentary (Ayala dkk,
1984). Gen-gen yang tergolong terpaut kelamin tidak sempurna pada D. melanogaster antara lain
bobbed bristles atau bb (tipe mutan), alela tersebut, terdapat pada kromosom X maupun
kromosom Y tepatnya pada lengan pendek (Gardner dkk., 1991). Saat ini pada kromosom Y
sudah ditemukan 7 gen holandrik yang bersangkut paut denga fertilitas jantan.

Gen yang Terpaut Kromosom Kelamin Z pada Unggah


Pola pewarisan terpaut kelamin ZZ-ZW (misalnya pada burung) pada dasarnya sama
dengan yang ditemukan di lingkungan Mammalia, terkecuali yang bersifat hemizigot adalah
individu betina, bukan individu jantan (Maxson dkk., 1985). Lebih lanjut, suatu alela dominan
terpaut Z yang disebut S, sudah ditemukan pada ayam.
Sifat-sifat yang Terpaut Kromosom Kelamin X pada Manusia
Pada manusia ditemukan gen Tfm yang terpaut kromosom kelamin X, sebagaimana yang
telah ditemukan gen Tfm+ mengendalikan pembentukan suatu protein pengikat testosterone. Pri
yang memiliki gen Tfm mengidap sindrom testicular feminization. Pada sindrom itu sel-sel
embrion sama sekali tidak peka terhadap efek maskulinisasi dari testosterone, karakteristik
kelamin sekunder luar janin berkembang lebih ke arah betina,tetapi secara internal yang
berkembang adalah testis, perkembangan uterus, tuba fallopi juga terhambat akibat sekresi
hormone jantan lain, sehingga terbentuklah suatu vagina buntu.
Pada sudah ditemukan lebih dari 200 sifat yang dinyatakan sebagai terpaut kromosom
kelamin X, antara lain: atrofi optic, glaucoma juvenile, myopia, defective iris, epidermal cyst,
distichiasis, white occipital lack of hair, mitral stenosis dan beberapa bentuk keterbelakangan
mental. Beberapa dari sifat tersebut memiliki bentuka-bentukan alternatif yang dikontrol oleh
gen-gen yang terletak pada autosom.
Beberapa criteria untuk identifikasi sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X atas dasar
telaah silsilah akan dikemukakan lebih lanjut (Gardner dkk., 1991).
1. Sifat tersebut lebih sering ditemukan pada laki-laki disbanding pada perempuan.
2. Sifat tersebut diwariskan dari seorang pria penderita kepada separuh cucu laki-laki melalui
anak perempuannya
3. Suatu alela yang terpaut X tidak pernah diwariskan langsung dari ayah kepada anak lakilaki
4. Semua wanita pemilik sifat tersebut (penderita) mempunyai seorang ayah yang juga
penderita serta seorang ibu carrier atau juga sebagai penderita.
Khusus untuk sifat-sifat terpaut kromosom kelamin X yang dominan seperti tipe darah
yang jarang Xga, pria-pria penderita diharapkan akan mewariskan sifat tersebut kepada semua
anak perempuan mereka, dan bukan kepada anak laki-laki.

Contoh-contoh cacat bawaan resesif yang sangat merugikan terpaut kromosom kelamin X
pada manusia antara lain (Gardner, dkk., 1991)
1. Lesch-Nyhan Syndrome
2. Duchene-type Muscular Dystrophy
3. Hunter syndrome
Pada penderita Lesch-Nyhan Syndrome, produksi asam urat berlebih. Pada penderita ini
mengalami defisiensi HPRT (Hypoxanthine-Guanine Phosporibosyl Transferase) yang berperan
pada biosintesis nukleotida. Bayi penderita terlihat normal saat kelahiran dan beberapa bulan
kemudian, tetapi dapat memperlihatkan gejala adanya asam urat berlebih dalam urin tampak
sebagai pasir orange.
Pada Duchene-type Muscular Dystrophy, janin berkelamin jantan dapat diidentifikasi
melalui studi kromosom. Kecacatan ini biasanya diidap pria sebelumumur belasan tahun, yang
ditandai dengan kemunduran otot yang berkembang cepat selama awal umur belasan tahun.
Cacat Hunter syndrome, ditandai dengan keterbelakangan mental, tampang kasar, hirsutism
(abnormal hairiness), serta suatu tampilan wajah khas yang meliputi tulang hidung lebar, serta
lidah menjulur panjang. Gejala-gejala itu muncul pada awal masa kanak-kanak.
Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Kelamin Y Manusia
Sifat-sifat yang terpaut kromosom kelamin X, deteksi sifat-sifat yang dikontrol oleh gengen holandrik (sifat ini selalu dan hanya diwariskan dari seorang ayah kepada semua anak lakilaki. Kromosom Y manusia memang hanya mengandung sedikit gen yang memperlihatkan efek
secata fenotip (Gardner, dkk.,1991).
Beberapa gen holandrik pada manusia, antara lain: h (hypertrichosis), hg (hystrixgravier),
dan untuk wt (untuk jari-jari berselaput). Gen h (resesif) menyebabkan hypertrichosis yaitu
tumbuhnya rambut di bagian tertentu di tepi daun telinga (Suryo, 1989). Belum ada kepastian
tentang latar belakang genetic hypertrichosis ini, namun ada telaah silsilah yang memperlihatkan
hypertrichosis memiliki latar belakang genetic autosomal.
Gen hg (resesif) menyebabkan pertumbuhan rambut panjang dan kaku di permukaan tubuh
(Suryo, 1989), sehingga menyerupai duri landak. Ada pendapat yang definitive menyatakan
bahwa gen yang bertanggung jawab terhadap kelainan tersebut tergolong gen autosomal dominan
yang sangat jarang (Stern, 1973).
Gen wt (resesif) menyebabkan tumbuhnya kulit di antara jari-jari (terutama jari kaki).
Tangan atau kaki orang tersebut mirip dengan kaki katak atau burung air (Suryo, 1989). Pernah

diduga bahwa kelainan tersebut berlatar belakang gen autosomal dominan, tetapi hasil
pengkajian lanjutan sangat meragukan dugaan tersebut.
Gen H-Y terletak pad lengan pendek dari kromosom kelamin Y (Gardner, dkk.,1991). Gen
H-Y adalah suatu gen histocompatibilitas. Gen H-Y ini bertanggung jawab terhadap
penentu/pengenal antigen pada jaringan individu jantan. Gen TDF (Testis Determining Factor)
bertanggung jawab terhadap perkembangan testis dan bahkan diduga berperan sebagai master
regulator.
Sifat-sifat yang Terpengaruh Kelamin
Sifat-sifat yang terpengaruh kelamin bukan merupakan bagian dari kebakaan yang terpaut
kelamin. Gen-gen yang mengontrol sifat-sifat yang terpengaruh kelamin dapat terletak pada
autosom ataupun pada bagian homolog dari kromosom kelamin (Stansfield, 1983). Tetapi
Maxson dkk (1985) menyatakan bahwa gen-gen yang terpengaruh kelamin terdapat hanya pada
autosom.
Domonansi alela-alela pada keadaan heterozigot dapat berbeda pada kedua kelamin. Selain
itu gen-gen yang terkait dengan dominansi yang dipengaruhi kelamin terletak pada autosom, dan
bukan pada kromnosom kelamin, namun pada penjelasan lanjutan, terlihat bahwa yang dimaksud
dengan bukan pada kromosom kelamin, adalah bukan pada nonhomolog dari kromosom
kelamin.

Sifat-sifat yang Terbatas Kelamin


Sifat-sifat yang terbatas kelamin bersangkut paut dengan ekspresi gen yang berbeda pada
tiap kelamin. Berkenaan dengan sifat-sifat yang terbatas kelamin tersebut, ada sumber yang
menyatakan bahwa beberapa gen autosomal hanya berekspresi pada salah satu kelamin
(Stansfield, 1983). Fenomena tersebut dinyatakan merupakan akibat perbedaan lingkungan
hormonal internal atau akibat ketidaksamaan anatomis. Dalam hubungan ini ada juga pendapat
yang lebih operasional yang menyatakan bahwa tampaknya hormon-hormon kelamin merupakan
faktor pembatas terhadap ekspresi beberapa gen.
Rasio Kelamin (Kajian pada Manusi)

10

Ekspresi kelamin pada manusia ditentukan gen pada kromosom Y, dank arena pria
menghasilkan gamet-gamet pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y dalam jumlah
yang hamper sama, maka atas dasar hukum pemisahan Mendel kedua kelamin seharusnya
memperlihatkan proporsi 1:1 (Maxson dkk, 1985). Tetapi pada manusia rasio kelamin berbedabeda pada berbagai kelompok umur.

Mekanisme Evolusi Kromosom


Evolusi terjadi sangat lama. Teorema Hardy-Weinberg menjelaskan suatu kumpulan gen
dalam suatu kesetimbangan yaitu suatu populasi yang tidak berevolusi. Konsep kesetimbangan
Hardy Weinberg menyatakan jika suatu populasi tidak berevolusi. Nilai kesetimbangan untuk
frekuensi alel dan genotif yang dihitung dengan persamaan Hardy-Weinberg memberikan dasar
untuk melacak struktur genetik suatu populasi selama beberapa generasi. Jika frekuensi alel atau
genotif menyimpang dari nilai yang diharapkan dari kesetimbangan Hardy-Weinberg maka
populasi itu dikatakan sedang berevolusi, karena perubahan dalam suatu kumpulan gen yang
seperti itu adalah evolusi dalam skala terkecil maka keadaan ini secara lebih spesifik disebut
mikroevolusi. Mikroevolusi tetap berlangsung sekalipun frekuensi alel berubah hanya untuk
sebuah lokus genetik tunggal. Beberapa penyebab mikroevolusi sebagai suatu penyimpangan
dari kesetimbangan Hardy-Weinberg adalah hanyutan genetik (genetic drift), aliran gen (gene
flow), mutasi, perkawinan tidak acak dan seleksi alam.

11

Anda mungkin juga menyukai