Anda di halaman 1dari 11

PERBANYAKAN TANAMAN TEBU

(Saccharum officinarum L.) MELALUI KULTUR KALUS


MENGGUNAKAN EKSPLAN PUCUK DAUN MARISTEM
RIA RIANTI
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Jember
Jember 68171
Riabiologi@yahoo.co.id

ABSTRAK
Peningkatan efisiensi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan
daya saing. Oleh karena itu kuliah kerja magang ini dilakukan agar dapat
mengetahui bagaimana cara melakukan perbanyakan tanaman tebu melalui kultur
kalus dan menggunakan teknik in vitro, dan dapat mengaplikasikan ilmu yang
didapat selama perkuliahan. Metode ini dapat menghasilkan bibit yang bebas
hama. Pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode in vitro yaitu
mikropropagasi menggunakan tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) varietas
POJ 3016. Hasil dari penelitian ini yaitu kalus yang tumbuh merupakan kalus
yang berwarna kuning, selnya lebih kompak dan bentuk kalus bagus. Kalus akan
terbentuk setelah dikulturkan pada media MS I dengan penambahan hormone 2,4
D dan penambahan air kelapa yang diinkubasi dalam kondisi gelap dan kalus yang
dihasilkan merupakan kalus yang viable. Hal ini dikarenakan eksplan pucukan
yang dikulturkan mampu berdiffreensiasi dengan baik pada media pengkalusan.
Kata kunci: Mikropropagasi, (Saccharum officinarum L.) varietas POJ 3016

PENDAHULUAN
Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap lagi. Setelah
banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan, teknik kultur jaringan
dewasa ini telah mengarah ke bidang agro-industri. Tanaman tebu (Saccharum
officinarum L.) adalah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang
merupakan tanaman asli tropika basah, namun masih dapat tumbuh baik dan
berkembang di daerah subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah
hingga ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl) (Esti dan Sarwedi, 2001).

Ada lima spesies dari genus saccharum yang bermanfaat (Wrigley, 1981) namun
yang biasanya di gunakan sebagai bahan dasar gula yaitu Saccharum officinarum.
Peningkatan efisiensi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan
daya saing. Selama pabrik gula mengandalkan pasok bahan baku tebu rakyat,
maka kepastian bahan mentah bagi pabrik gula menjadi berkurang. Hal ini
membutuhkan bibit dalam jumlah yang besar dan pertumbuhan yang seragam
dalam waktu yang singkat. Untuk itu diperlukan suatu metode perbanyakan yang
dapat memecahkan permasalahan bibit, salah satunya melalui metode in vitro
(Hidayah, 2010). Teknik kultur in vitro telah dikenal lama dan merupakan
alternatif yang efisien untuk perbanyakan tanaman secara cepat. Salah satu cara
perbanyakan in vitro yang banyak digunakan untuk penyediaan bibit tanaman tebu
adalah dengan perbanyakan tebu secara in vitro. Regenerasi tanaman melalui
maristem lateral mempunyai resiko kecil yang mengarah pada ketidakstabilan
genetik (Lestari, 2008). Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai
beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya,
dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan
tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar dalam waktu
yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan tumbuh bibit
lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
MATERI DAN BAHAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
PG.Djatiroto Lumajang. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Juli 2011
sampai tanggal 26 Agustus 2011.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi: Gelas ukur
(50,100,250 dan 500 ml) merek Duran, Labu Erlenmeyer, magnetic stirrer,
autoclave, pH meter, Timbangan analitik, tabung reaksi, botol kultur, alumunium
foil, Laminar Air Flow (LAF), scapel, pinset, bunsen dan botol selai.

Bahan yang dibutuhkan terdiri atas sebagai berikut: Pucukan Saccharum


officinarum L. varietas POJ 3016, media MS I dengan komposisi Larutan stok A
(NH4NO3 82,5 gr/1000 ml) 20 ml/L; Stok B (KNO 3 95,0 gr/1000 ml) 20 ml/L;
Stok C (CaCl2.2H2O 22,0 gr/250 ml) 5 ml/L; Stok D (H 3BO3 0,31 gr; KH2PO4
8,50 gr; CoCl2 0,0013 gr; Na2Mo4. 2H2O 0,0125 gr; KI 0,0415 gr dalam 250 ml);
Stok E (MgSO4. 7H2O 8,50 gr; ZnSO4. 7H2O 0,43 gr; CuSO4. 5H2O 0,0013 gr;
MnSO4. 7H2O 0,7525 gr dalam 250 ml) 5 ml/L; Stok F (Na 2EDTA 1,86 gr ;
FeSO4. 7H2O 1,39 dalam 250 ml) 5 ml/L; Stok G ( Sukrosa 50 gr/L, hormon 2,4D 0,003 gl/L, Pyridoxin 0,004 gr/L, aquadest steril, alkohol 70% dan air kelapa.
Strelisasi alat dan bahan
Alat dan bahan-bahan yang akan digunakan pada perbanyakan tanaman
tebu ini harus melewati tahap sterilisasi agar tidak terkontaminasi oleh jamur,
bakteri, dan mikroorganisme lainnya. Alat-alat yang akan disterilisasi yaitu tabung
reaksi menggunakan autoclave, sedangkan alat seksi dan LAF menggunakan
alkohol 96%. Bahan-bahan yang disterilisasi yaitu media MS I menggunakan
autoclave, eksplan disterilisasi menggunakan alkohol 96%.
Pembuatan media MS I padat
Membuat media MS I hal pertama yang harus dilakukan yaitu membuat
larutan stok dengan ketentuan seperti diatas. Setelah itu larutan stok tersebut
dicampur dengan 100ml air kelapa dan sukrosa sebanyak 30 gr/L di campur
dengan menggunakan aquadest hingga mencapai volume 1L. Agar larutan
homogeny selanjutnya dapat dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer dan
diukur pHnya hingga 5,8. pH tersebut tidak boleh lebih ataupu kurang karena
dapat mempengaruhi kepadatan dari media. Setelah homogeny dan pH sesuai
dengan ketentuan selanjutnya media dicairkan meggunakan autoclave, sesaat
setelah dicairkan dalam keadaan hangat media

di tuang kedalam tabung

raeksi/tabung kultur, selanjutnya disterisasi untuk mengurangi kontaminasi.


Sterilisasi pucukan tebu
Pucukan yang baru diambil di kebun, dibuang 2-3 helai daun luarnya
hingga daun kelihatan bersih. Kemudian pucukan dibawa kedalam LAF
disterilisasi menggunakan alkohol 96% dengan cara disemprotkan lalu dilewatkan
3

ke api (Bunsen) ulangi sampai 2-3 kali setiap membuang daun luarnya, hingga
tampak gulungan daun muda/pucukan. Bagian pucukan yang digunakan yaitu
bagian pangkal pucukan yang sebelumnya daerah maristem apikalnya dibuang.
Dipotong pucukan kira-kira tebalnya 0,5cm sebanyak 10 potong setiap pucukan.
Kemudian eksplan siap ditanam pada media MS I. Pada botol selai diisi 2 eksplan
sedangkan pada tabung diisi 1 eksplan. Selanjutnya diinkubasi gelap selama 1
bulan hingga 1 bulan.
d. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali untuk mengetahui eksplan
yang kontaminasi, browning dan pertumbuhan kalus yang ditanam pada media
MS I. Pengamatan dilakukan mulai tanggal 18 Juli s/d 22 Agustus 2011.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Klasifikasi
Tebu merupakan (Saccharum officinarum L.) tanaman perkebunan
semusim yang memikili zat gula pada batangnya. Klasifikasi tebu (Saccharum
officinarum L.) adalah sebagai berikut :
Kingdom: Plantae
Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Poales

Famili

: Poaceae

Marga

: Saccharum

Jenis

: Saccharum Officanarum L.
Tebu termasuk keluarga Poaceae dan berkembang di daerah beriklim

tropis. Tebu cocok pada daerah dataran rendah yang mempunyai ketinggian tanah
1 sampai 1300 meter di atas permukaan laut. Setiap jenis tebu memiliki ukuran
batang serta warna berlainan. Secara umum tanaman tebu dapat tersusun atas
beberapa bagian yaitu daun yang memanjang, batang beruas, dan berakar serabut.
Tebu memilki batang tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak. Pada
batangnya memilki lapisan lilin yang berwarna putih keabuan. Batang beruas-ruas
4

dengan panjang ruas 10-30 cm . daun berpangkal pada buku batangnya dengan
kedudukan berseling (Blackburn, 1984).
Morfologi Varietas POJ 3016
Eksplan diambil dari tanaman, baik tanaman yang tumbuh di lapang atau
tanaman hasil kultur jaringan in vitro. Calon tanaman induk sebaiknya adalah
tanaman yang diketahui varietasnya dan dari jenis yang unggul. Tanaman induk
dipilih yang sehat dan sedang dalam fase pertumbuhan cepat (bersemi). Sebelum
dilakukan pengambilan bagian tanaman yang akan dipergunakan sebagai eksplan,
tanaman induk yang tumbuh di lapang, perlu disemprot dengan fungisida dan
insektisida untuk mencegah serangan hama dan penyakit tanaman.
Sifat-sifat morfologis
1) Batang
- Bentuk batang : silindris dengan penampang bulat
- Warna batang : hijau
- Lapisan lilin : sedang
- Retakan batang : tidak ada
- Cincin tumbuh : melingkar datar di atas pucuk mata
- Teras dan lubang : masif
2) Daun
- Warna daun : hijau
- Ukuran daun : panjang melebar
- Lengkung daun : hampir daun
- Telinga daun : pertumbuhan lemah sampai sedang, kedudukan serong
- Bulu punggung : ada, lebat, condong membentuk jalur lebar
Ada 2 metode produksi tunas lateral yang dilakukan yaitu kultur pucuk
(shoot culture atau shoot-tip culture) dan kultur mata tunas (satu mata tunas:
single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture).
Keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa faktor,
antara lain:
a. Faktor tanaman: Genotipe tanaman: varietas, species tanaman induksi
b. Kondisi eksplan : jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis jaringan
c. Faktor lingkungan tumbuh: Suhu: 250C
5

d. Kelembaban : 80-99% (botol tertutup rapat) Cahaya : sumber cahaya


ruang kultur adalah lampu TL 1000 lux Media tanam : jenis media,
komposisi media, hormone
e. Faktor sterilitas / kondisi aseptik

Sterilitas bahan dan peralatan

laboratorium: penggunaan autoklaf Sterilitas ruang: penggunaan bahan


antiseptic (kloroform, alkohol) Sterilitas dalam pelaksanaan: penggunaan
entkas dan laminar air flow.
Perbanyakan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) pada media MS I
padat ada beberapa tahapan yang dilakukan:
1. Pembuatan Media
Pembuatan media dilakukan dengan cara pembuatan larutan stok terlebih
dahulu dengan beberapa komposisi larutan A-F dengan komposisi yang berbeda
(Lampiran A). Selanjutnya penambahan hormon, vitamin dan air kelapa.
Penggunaan hormon sintetik yaitu 2,4 D yang berperan dalam pembentukan kalus
(Hayati, 1992). Di dalam air kelapa terdapat salah satu hormon yaitu sitokinin
yang juga berperan dalam induksi kaluus. Kombinasi auksin dan sitokinin
memberikan pengaruh yang bervariasi pada kultur jaringan. Pada umumnya
konsentrasi auksin yang tinggi dan sitokinin yang rendah pada media membantu
pembentukan kalus. Di sisi lain, konsentrasi auksin yang rendah dan sitokinin
tinggi mampu menginduksi morfogenesis dari pucuk. Auksin atau sitokinin
dengan konsentrasi yang sengat rendah berperan dalam menginduksi primodia
akar.
2. Sterilisasi alat dan bahan
Alat-alat dan bahan yang akan digunakan dalam kultur jaringan tanaman
ini harus dalam keadaan steril. Ada yang menggunakan autoclave dan ada yang
menggunakan alkohol 96% untuk mensterilkan alat dan bahan yang akan
digunakan. Autoclave merupakan alat sterilisasi menggunakan suhu 121 oC dan
tekanan 2 atm. Cara kerja alat ini yaitu jika alat ini dipanaskan, maka akan terjadi
uap air yang tidak dapat keluar karena bejana tertutup rapat sehingga tekanan di
dalam autoclave naik. Kenaikan tekanan uap air ini akan menyebabkan air
mendidih diatas 100oC. Apabila tekanan uap tidak diatur, maka akan semakin

tinggi. Oleh karena itu tekanan diatur sampai 2 atm. Dengan suhu 121oC dan
tekanan 2 atm, maka mikrobia dan bakteri dapat mati.
Sebelum dilakukan penanaman eksplan di dalam LAF, LAF sebelumnya
disterilisasi menggunakan allkohol 96% agar steril. Selanjutnya sterilisasi eksplan
didalam LAF, karena udara yang dialirkan disaring melalui saringan dengan
ukuran 0,22-0,24 mikron. Bakteri dan jamur dapat ditahan oleh saringan ini,
sehingga udara yang masuk ke dalam LAF sudah steril dan juga dapat membuat
ruangan menjadi steril.
3. Isolasi eksplan dan penanaman eksplan
Perbanyakan tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) dilakukan
menggunakan pucukan. Tanaman tebu yang digunakan dalam kultur jaringan yaitu
yang berumur 5-7 bulan. Keuntungan menggunakan pucukan ini adalah mudah
mendapatkan

eksplan

dalam

jumlah

banyak.

Pucukan

ini

disterilisasi

menggunakan alkohol 96%, hal tersebut bertujuan untuk mensterilkan eksplan,


kerena eksplan yang digunakan langsung diiambil dari lapang. Setelah diambil
dari pucukan yang termuda dan dipotong kecil 0,5 cm kemudian dilukai.
Menurut Watson, et al (1988) apabila tumbuhan dilukai sebidang kecil selsel lunak atau kalus tumbuh menutupi lukanya dan seiring berjalannya waktu
senyawa-senyawa fenol akan tertimbun dalam sel-sel ini dan mengeraskan serta
menutup rapat jaringan lukanya secara efektif. Selanjutya eksplan ditanam pada
media MS I padat.
Hasil yang didapat setelah melakukan pengamatan pada kultul kalus yang
ditanam di tabung yaitu kultur kalus varietas POJ 3016 yang mengalami
kontaminasi sebanyak 2 tabung, browning sebanyak 4 tabung (bisa tumbuh kalus
tapi tidak sehat), tumbuh kalus dengan baik 4 tabung. Sedangkan pada botol selai
mengalami kontaminasi 3 dan 2 botol yang dapat tumbuh dengan baik.
Kontaminasi dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Kontaminasi pada kultur
ini yaitu kontaminasi jamur yang tumbuh tepat di sebelah eksplan. Kontaminasi
dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya karena kurangnya proses
sterilisasi pada eksplan maupun pada alat yang digunakan. Browning dapat terjadi
karena tebu memiliki kandungan senyawa fenolik apabila teroksidasi dengan O 2
membentuk senyawa kinon (Bariyus, 2008). Pada eksplan yang terjadi browning
7

masih bisa tumbuh kalus. Namun kalus yang tumbuh secara morfologi
pertumbuhannya tidak sebaik kalus yang tidak browning.

Gambar:A. Eksplan kalus berumur 1 minggu., B. Eksplan kalus berumur 2


minggu., C. Eksplan kalus berumur 3 minggu., D. Eksplan kalus berumur
4 minggu., E. Eksplan kalus berumur 5 minggu., F. Eksplan kalus yang
terkontaminasi.
Browning atau pencoklatan ini menyebabkan media menjadi berwarna
coklat yang berakibat pada kematian eksplan, sehingga terjadi penurunan jumlah
eksplan tanaman. Jika dilihat dari medianya yang menunjukkan warna kecoklatan
(Gambar F) itu disebabkan oleh senyawa fenolik yang dihasilkan oleh senyawa
kalus. Pencoklatan pada media ini juga dimungkinkan karena media yang
digunakan merupakan media padat. Menurut Safitri (2010) penambahan agar pada
media memungkinkan terjadinya khelasi yang berakibat terhadap difusi nutrient
atau persenyawaan dari media ke eksplan menjadi lebih rendah debandingkan
dengan media tanpa agar. Selain itu, pada media agar senyawa fenolik yang

terbentuk berakumulasi di sekitar eksplan sehingga menghalangi penyerapan


nutrien.
Eksplan kalus hasil pengkulturan dari tanaman tebu

(Saccharum

officinarum L.) var. POJ 3016 yang dikulturkan pada media MS I dengan
penambahan hormone-hormon tertentu. Menurut Khalil (2001), kondisi optimum
untuk induksi kalus embryonik ditentukan dengan perkembangan planlet. Ada dua
jenis kalus yang mampu dihasilkan yang pertama adalah kalus yang berwarna
putih kekuningan dan mudah rapuh yang biasanya kita sebut dengan kalus
embryonik. Kedua, kalus berwarna kuning dan selnya tersusun lebih kompak.
Untuk mendapatkan kalus ini dibutuhkan waktu selama 21 hari. Setiap minggu
dapat diamati perubahan morfologi dari pertumbuhan kalus (Gambar A-E). Kalus
yang tumbuh merupakan kalus yang berwarna kuning, selnya lebih kompak dan
bentuk kalus bagus. Kalus akan terbentuk setelah dikulturkan pada media MS I
dengan penambahan hormone 2,4 D dan penambahan air kelapa yang diinkubasi
dalam kondisi gelap. Observasi yang telah dilakukan oleh Nadar dan Heinz (1977)
penambahan hormone 2,4 D dan air kelapa mampu meningkatkan induksi dari
kalus embryionik. Kalus yang dihasilkan dari eksplan awal pucukan mampu
menghasilkan kalus yang viable. Hal ini dikarenakan eksplan pucukan yang
dikulturkan mampu berdiffreensiasi dengan baik pada media pengkalusan. Hanya
saja kendala yang dihadapi tidak semua eksplan pucukan mampu membentuk
kalus yang memiliki karateristik morfologi yang baik. Hal ini dikkarenakan
terkadang eksplan pucukan yang digunakan merupakan tanaman tebu yang sudah
terinfeksi dengan hama penggerek batang.

KESIMPULAN DAN SARAN


9

Kontaminasi dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya karena


kurangnya proses sterilisasi pada eksplan maupun pada alat yang digunakan.
Browning dapat terjadi karena tebu memiliki kandungan senyawa fenolik apabila
teroksidasi dengan O2 membentuk senyawa kinon. Ada dua jenis kalus yang
mampu dihasilkan yang pertama adalah kalus yang berwarna putih kekuningan
dan mudah rapuh yang biasanya kita sebut dengan kalus embryonik. Kedua, kalus
berwarna kuning dan selnya tersusun lebih kompak. Kalus yang tumbuh
merupakan kalus yang berwarna kuning, selnya lebih kompak dan bentuk kalus
bagus. Penambahan hormone 2,4 D dan air kelapa mampu meningkatkan induksi
dari kalus embryionik.
Dalam penelitian selanjutnya untuk mengatasi browning, perlu dilakukan
penambahan arang aktif pada media, penyimpanan diruang gelap pada awal
inisiasi, pengunaan senyawa antioksi dan menghindari penggunaan sukrosa yang
berlebihan (Bariyus, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Bariyus. 2008. Cara Mengatasi Browning Dalam Kultur Jaringan . http: //
kjtvedca.
blogspot.com/2008/11/cara-mengatasi-browning-dalamkultur.html [Diakses tanggal 16 Agustus 2011].
Blackburn, F. 1984. Sugar Cane. Logman Group Ltd., London.
Esti dan Sarwedi. 2001. Tanaman Penghasil Pati. Teknologi Tepat Guna
Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan
Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Kantor Deputi
10

Menegristek Bidang Pendayagunaan


Pengetahuan dan Teknologi.

dan

Pemasyarakatan

Ilmu

Hayati, Mardhiah. 1992. Pengaruh Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh NAA Dan
GA3 Terhadap Pertumbuhan Meristem Tanaman Nilam ('po,oatemon o a
b h BENTH.) Secara in vitro. Bogor:Institut Pertanian Bogor.
Hidayah, S. 2010. Kultur Jaringan Tanaman. Yogyakarta: UGM press.
Khalil, S.M. 2001. Regenaeation Via Somatic Embryogenesis and MicropojectileMediated Co-Transformation Of Sugarcane. Arab J. Biotech. 5:19-31
Lestari, Endang G. 2008. Kultur Jaringan. Bogor: Akademia.
Nadar, H.M. da D.J. Heinz. 1977. Root and Shoot Development from Surgancane
Callus Tissu. Crop Sci.17:814-816.
Safitri, H. 2010. Optimasi Media Tumbuh Pada Tunas Lateral Tebu (Saccharum
officinarum L) Secara In vitro. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember:
Universitas Jember.
Watson, J.D., J. Tooze., dan D.T.Kurtz. 1988. DNA Rekombinan. Jakarta:
Erlangga.
Wrigley, G. 1981. Tropical Agriculture. Logman. Londo.

11

Anda mungkin juga menyukai