Jurnal Anes
Jurnal Anes
Jurnal Anes
ISSN 2089-970X
www.janesti.com
Pelindung:
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Ketua Program Studi Anestesiologi dan
Terapi Intensif FK UNDIP
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi
dan Terapi Intensif (PERDATIN) Jawa Tengah
Ketua Redaksi:
dr. Uripno Budiono, SpAn
Wakil Ketua Redaksi:
dr. Johan Arifin, SpAn, KAP
Anggota Redaksi:
dr. Abdul Lian Siregar, SpAn, KNA
dr. Hariyo Satoto, SpAn
dr. Witjaksono, MKes, SpAn, KAR
dr. Ery Leksana, SpAn, KIC, KAO
dr. Heru Dwi Jatmiko, SpAn, KAKV, KAP
dr. Jati Listianto Pujo, SpAn, KIC
dr. Doso Sutiyono, SpAn
dr. Widya Istanto N, SpAn, KAKV, KAR
dr. Yulia Wahyu Villyastuti, SpAn
dr. Himawan Sasongko, SpAn, MSi.Med
dr. Aria Dian Primatika, SpAn, MSi.Med
dr. Danu Soesilowati, SpAn
dr. Hari Hendriarto, SpAn, MSi.Med
Mitra Bestari:
Prof. dr.Soenarjo,SpAn, KMN, KAKV (Semarang)
Prof. dr.Marwoto, SpAn, KIC, KAO (Semarang)
Dr. dr. Sofyan Harahap, SpAn, KNA (Semarang)
Dr. dr. Hari Bagianto, SpAn, KIC (Malang)
Dr. dr. Syarif Sudirman, Sp.An (Surakarta)
Prof. Dr. dr. Made Wiryana, Sp.An, KIC (Denpasar)
Seksi Usaha:
dr. Mochamat, Sp.An
Administrasi:
Maryani, Yulia Sekar Ayu Milasari, SAP
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) diterbitkan 3
kali per tahun, setiap bulan Maret, Juli dan
November sejak tahun 2009. Harga Rp.200.000,per tahun.
Bagi pengirim artikel penelitian yang dimuat di JAI,
dikenakan kontribusi senilai Rp. 500.000,-.
Untuk berlangganan dan sirkulasi:
Ibu Nik Sumarni (081326271093)
Alamat Redaksi:
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK
UNDIP/ RS Dr. Kariadi,
Jl. Dr. Sutomo 16 Semarang.
Telp. 024-8444346.
Email: info@janesti.com
Website: www.janesti.com
Sejawat terhormat,
Jurnal Anestesiologi Indonesia (JAI) edisi ini memuat beberapa artikel penelitian.
Diantaranya adalah mengenai pengaruh terapi cairan terhadap asam basa tubuh, oral
hygiene pada penderita dengan ventilator mekanik, dan pengaruh penggunaan mesin
Cardiopulmonary Bypass terhadap jumlah leukosit.
Dua tinjauan pustaka, mengenai perkembangan sirkuit anestesi dan awareness dan recall
intraoperatif diharapkan menambah wawasan kita dalam bidang anestesi.
Seiring dengan semakin berkembangnya sistem informasi, maka Jurnal Anestesiologi
Indonesia membangun situs web www.janesti.com untuk memudahkan akses informasi
berkala ilmiah dan memberikan kesempatan yang luas agar situs web tersebut dapat di-link
atau dijadikan referensi ilmiah.
Semoga bermanfaat.
Salam,
DAFTAR ISI
PENELITIAN
Suriyadi, Mohamad Sofyan Harahap, Ery Leksana
Perbedaan Pengaruh Pemberian HES 6 % Dalam Larutan Berimbang Dengan HES 6 %
Dalam Larutan Nacl 0,9 % Terhadap Perubahan pH, Strong Ion Difference Dan Klorida
Pada Pasien Bedah Sesar Dengan Anestesi Spinal
Terdapat penurunan pH, penurunan SID dan peningkatan kadar klorida pada kelompok
HES 6% dalam larutan NaCl 0,9% dibandingkan HES 6% terdalam larutan berimbang
secara tidak bermakna.
Mochamat, Johan Arifin, Jati Listiyanto Pujo
Perbedaan Jumlah Bakteri Orofaring Pada Tindakan Oral Hygiene Menggunakan
Chlorhexidine Dan Povidone Iodine Pada Penderita Dengan Ventilator Mekanik
Penurunan jumlah bakteri orofaring pada tindakan oral hygiene dengan chlorhexidine
0,2% tidak berbeda bermakna dengan povidone iodine 1%.
M Mukhlis Rudi P, Hariyo Satoto, Uripno Budiono
Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan Nacl 0,9% Terhadap
Keseimbangan Asam-Basa Pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Anestesi Regional
Pemberian RL pada pasien sectio caesaria lebih menguntungkan dibandingkan NaCl,
karena NaCl sangat mempengaruhi pergeseran SID keseimbangan asam-basa Stewart .
Rapto Hardian, Hariyo Satoto, Soenarjo
Pengaruh Penggunaan Mesin Cardiopulmonary Bypass Terhadap Kadar Leukosit pada
Operasi Bedah Jantung
Terdapat peningkatan jumlah leukosit pada penggunaan mesin CPB terutama pada menit
ke 30. Pada menit ke 15 belum terdapat peningkatan jumlah leukosit yang bermakna
akibat pemakaian mesin CPB .
TINJAUAN PUSTAKA
Taufik Eko Nugroho, Himawan Sasongko, Soenarjo
Perkembangan Sirkuit Anestesi
Sirkuit anestesi atau dikenal dengan sistem pernafasan merupakan sistem yang berfungsi
menghantarkan oksigen dan gas anestesi dari mesin anestesi kepada pasien yang
dioperasi. Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-rebreathing
berdasarkan ada tidaknya udara ekspirasi yang dihirup kembali
Aunun Rofiq, Witjaksono, Widya Istanto
Awareness dan Recall Intraoperatif
Awareness introperatif dan recall postoperative bukanlah fenomena yang tidak
berhubungan sama sekali. Recall secara khas memberikan estimasi yang tidak
sebenarnya terhadap insidensi awareness intraoperatif dan hanya merepresentasikan
puncak dari fenomena gunung es
Hal
1
17
29
36
51
PENELITIAN
ABSTRACT
Background: Colloid administration as preload on caesarian section with spinal
anesthesia is more effective than crystalloid administration. Colloid solvent-based-on
administration has been improved due to the effect of acid-base balance.
Purpose: To analyze the effect of HES 6% in balance solution and HES 6% in NaCl 0,9%
solution on pH, SID and chloride change in caesarian section delivery with spinal
anesthesia.
Methode: This is second stage experimental clinical trial, double blind randomized with
consecutive sampling, divided into two groups (n=24), HES 6% in balance solution and
HES 6% in NaCl 0,9% solution. T-test or Wilcoxon Signed Rank Test was performed to
compare pH, SID and chloride level in each group whereas Independent t-test or Mann
Whitney U-test was used to compare both.
Result: There was no significant difference on pH, SID and chloride level after
administration of HES 6% in balance solution and HES 6% in NaCl 0,9% on caesarian
section.
Conclusion: There is increasing on chloride concentration not significantly after
administration of HES in NaCl 0,9% solution, while pH and SID decrease after the
administration of two solution.
Keyword: HES 6%, balance solution, NaCl 0,9% solution, pH, SID, chloride level
ABSTRAK
Latar belakang penelitian: Pemberian koloid sebagai preload pada bedah sesar dengan
anestesi spinal lebih efektif dibandingkan kristaloid. Kebijakan pemilihan koloid
berdasarkan jenis pelarutnya mulai dikembangkan terkait dengan dampak terhadap
keseimbangan asam-basa.
Tujuan: Melihat perbedaan pengaruh pemberian preload HES 6% dalam larutan NaCl
0,9% dengan HES 6% dalam larutan berimbang terhadap perubahan pH, SID dan kadar
klorida pada pasien bedah sesar dengan anestesi spinal
Metode: Merupakan uji klinik eksperimental tahap II yang dilakukan secara acak
tersamar ganda, menggunakan consecutive sampling, dibagi dua kelompok (n=24),
kelompok HES 6% dalam larutan berimbang dan HES 6% dalam larutan NaCl 0,9%. Uji
statistik t-test atau Wilcoxon signed rank test digunakan untuk membandingkan nilai
pHSID, dan kadar klorida pada masing-masing kelompok, sedangkan uji statistik
antarkelompok digunakan independent t-test atau Mann-Whitney U-test
Volume IV, Nomor 1, Tahun 2012
HASIL
Karakteristik umum subjek penelitian
terlihat pada tabel 1
Variabel
HES 6% dalam
larutan berimbang
HES 6 % dalam
Umur (tahun)
26,830 + 4,449
27,250 + 4,465
0,748*
22,40 (18,90-24,80)
22,35(18,60-24,80)
0,929*
Status ASA
ASA I
13 (27,1)
12 (25)
0,773**
ASA II
11 (22,9)
12 (25)
Uji
normalitas
Shapiro-Wilk
digambarkan pada tabel di atas, di mana
karakteristik umum umur dan BMI pada
masing-masing
kelompok
memiliki
distribusi yang normal (p>0,05), sehingga
uji
statistik
dilakukan
dengan
independent t-test. Karakteristik status
ASA dengan skala nominal digunakan uji
kai-kuadrat. Hasilnya didapatkan data
homogen (p>0,05) dari semua variabel
Variabel
Pre
Post
Pre
Post
pH
0,176*
0,417*
0,206*
0,526*
SID
0,053*
0,053*
0,023**
0,039**
Klorida
0,148*
0,482*
0,146
0,283*
*distribusi normal
**distribusi tidak normal
Berdasarkan
uji
normalitas
data
sebagaimana terlihat dalam tabel, bahwa
nilai pH dan klorida HES 6 % dalam
larutan berimbang maupun HES 6%
HES 6 % dalam
larutan NaCl 0,9 %
pH pre
7,40 + 0,025
7,40 + 0,030
0,759*
pH post
7,40 + 0,023
7,40 + 0,026
0,773*
0,831*
0,435*
SID pre
37,92 + 1,28
37,96 + 1,40
0,908***
SID post
37,88 + 1,23
37,54 + 1,14
0,329***
0,885*
0,199**
Klorida pre
102,96 + 2,88
102,5 + 2,04
0,528*
Klorida post
102,67 + 2,51
103,13 + 1,75
0,467*
0,480*
0,109*
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
PENELITIAN
Perbedaan Jumlah Bakteri Orofaring Pada Tindakan Oral Hygiene Menggunakan
Chlorhexidine Dan Povidone Iodine Pada Penderita Dengan Ventilator Mekanik
Mochamat*, Johan Arifin*, Jati Listiyanto Pujo*
*Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang
ABSTRACT
Background: Oral hygiene antiseptic is one of the manner can reduce incident
ventilator associated pneumonia (VAP). Chlorhexidine and povidone iodine can reduce
number of bacteria on decontamination oropharyngel process
Objectives: To find the difference in decrease in the number of oropharyngeal bacteria
on oral hygiene with chlorhexidine 0.2% and povidone 0.1% on patients with
mechanical ventilator
Methods: A randomized clinical control trial study on 30 patients with mechanical
ventilator. Patients were divided into 2 groups (n=15), group 1 using chlorhexidine 0,2%
and group 2 using povidone iodine 1%. Each group was given oral hygiene every 12
hours for 48 hours. Each group was taken secretions from the oropharynx before and
after treatment, for later examination in counting the number and type of
oropharyngeal bacteria. Statistical test using paired t-test, Wilcoxon, and Mann
Whitney (with degrees of significance <0.05)
Result: In this study, a decrease in the number of oropharyngeal bacteria of
chlorhexidine group 14076.625 (significant difference, p =0.000) while in
povidone iodine group amounted to 100.8097.209 (significant difference,
p=0.008). While the comparative difference test result obtained both groups did not
differ significantly (p-0.234).
Conclusion: The decrease number of oropharyngeal bacteria on oral hygiene with
chlorhexidine 0,2% was not different from povidone iodine 1%
Keywords: Chlorhexidine 0,2%, povidone iodine 1%, number of oropharyngeal
bacteria, oral hygiene, mechanical ventilator.
ABSTRAK
Latar belakang: Antiseptik oral hygiene merupakan salah satu cara yang dapat
menurunkan insiden ventilator associated pneumonia (VAP). Chlorhexidine dan
povidone iodine merupakan antiseptik yang mampu menurunkan jumlah bakteri pada
proses dekontaminasi orofaring.
Tujuan: Untuk mengetahui adanya perbedaan penurunan jumlah bakteri orofaring
pada tindakan oral hygiene dengan chlorhexidine 0.2% dan povidone iodine 1% pada
penderita dengan ventilator mekanik.
Metode : Merupakan penelitian Randomized clinical control trial pada 30 penderita
dengan ventilator mekanik. Penderita dibagi menjadi 2 kelompok (n=15), kelompok
1 menggunakan chlorhexidine 0,2% dan kelompok 2 menggunakan povidone iodine
1%. Masing-masing kelompok diberikan oral hygiene tiap 12 jam selama 48 jam. Tiap
kelompok diambil sekret dari orofaring sebelum dan setelah perlakuan, untuk kemudian
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian
dengan bentuk rancangan randomized
clinical control trial. Dalam rancangan
eksperimental, pengukuran atau observasi
dilakukan diawal & setelah perlakuan:
Kelompok 1 chlorhexidine 0,2% sebagai
oral hygiene pada penderita dengan
ventilator mekanik Kelompok 2 povidone
iodine 1% sebagai oral hygiene pada
penderita dengan ventilator mekanik
Ruang lingkup keilmuan : Anestesiologi
dan Terapi Intensif, Mikrobiologi Klinik
Ruang Lingkup tempat ICU RSUP Dr.
Kariadi Semarang Ruang lingkup waktu
Februari-April 2011 Populasi terjangkau
Semua penderita di ICU RSUP Dr.
Kariadi pada bulan Februari - April 2011
Semua penderita dengan ventilator
mekanik di ICU RSUP Dr. Kariadi yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
pada bulan Februari-April 2011. Sampel
yang ada dikelompokkan menjadi dua
kelompok
perlakuan.
Sampel
dikelompokkan dengan cara probability
sampling, dimana penderita pertama
dikelompokkan dalam kelompok 1,
penderita kedua dimasukkan kedalam
kelompok 2. Peneliti tidak mengetahui
penderita karena urutan penderita
berdasarkan undian terhadap 2 kelompok
secara acak.
Kelompok 1 menggunakan obat oral
hygiene chlorhexidine 0,2% Kelompok 2
menggunakan obat oral hygiene povidone
iodine 1% Penderita dengan ventilator
mekanik Laki-laki dan perempuan
dewasa. Kriteria eksklusi yakni penderita
yang Alergi atau terdapat kontraindikasi
terhadap obat yang digunakan dalam
penelitian, penderita dengan penyakit
keganasan, penderita dengan HIV,
penderita menggunakan kortikosteroid
dalam jangka lama.
11
Dari
perhitungan
jumlah
sampel
didapatkan jumlah sampel : N = 14,533
orang. Dalam penelitan ini akan
digunakan sampel sebesar 15 orang.
Total sampel adalah 30 orang dibagi
menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 = 15
orang Kelompok 2 = 15 orang
Chlorhexidine 0,2% sebagai oral hygiene
diberikan pada kelompok 1 diberikan
setelah terpasang ventilator mekanik,
dengan besar pemberian 25 ml setiap 12
jam Pemberian povidone iodine Povidone
iodine 1% sebagai obat antiseptik oral
diberikan pada sampel kelompok 2,
diberikan setelah terpasang ventilator
mekanik, dengan besar pemberian 25 ml
setiap 12 jam jumlah kolonisasi bakteri
dari sekret oral
Variabel terikat dengan skala numerik,
yang menunjukkan salah satu diagnosis
mikrobiologis VAP. Ditentukan dengan
penghitungan bakteri hasil kultur di
media McConkey dan nutrien agar dari
sampel sekret orofaring 12 jam setelah 4
kali perlakuan.
Seleksi penderita dilakukan saat dirawat
di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang pada
penderita yang mengunakan ventilator
mekanik, berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan
sebelumnya.
Keluarga
penderita diberikan penjelasan tentang
hal-hal yang akan dilakukan, serta
Variabel
Chlorhexidine
Povidone iodine
1.
Umur (tahun)
49,4716,128
48,2013,718
0,917*
2.
Jenis kelamin
15(26,7-23,3)
15(23,3-26,7)
0,133**
12
umum
umur
pada
kelompok
chlorhexidine memiliki distribusi yang
Jumlah
bakteri
Povidone iodine
Pre
Post
Pre
Post
(meanSD)
(meanSD)
(meanSD)
(meanSD)
3000,0
16076,625
294,6720,656
193,8797,592
Berdasarkan
uji
normalitas
data
sebagaimana terlihat pada tabel di atas,
Jumlah
bakteri
Chlorhexidine
Povidone iodine
Pre
Post
Pre
Post
0,676
0,676
0,000
0,009
Chlorhexidine
Povidone iodine
Pre
Post
3000,0
16076,625
294,6720,656
193,8797,592
0,000*
0,008**
13
14
2.
3.
4.
5.
6.
15
7.
16
8.
9);51(9):932-6.
Available
from
:
http//pubget.com/paper/15525622
Tantipong H, Morkchareonpong C, Jaiyindee
S, Thamlikitkul V. Randomized controlled
trial
and
meta-analysis
of
oral
decontamination with 2% chlorhexidine
solution for the prevention of ventilator
associated pneumonia. Infect control hosp
epidemiol (serial on internet) 2009 (cited
2010 Dec 10);30(l):101-2. Available from :
http//pubget.com/paper/1817936
PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan Nacl 0,9% Terhadap
Keseimbangan Asam-Basa Pada Pasien Sectio Caesaria Dengan Anestesi Regional
M Mukhlis Rudi P*, Hariyo Satoto**, Uripno Budiono**
* Bagian Anestesiologi FK Unsoed/ RSUD Margono Soekardjo, Purwokerto
**Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang
ABSTRACT
Back ground : Administration of crystalloid solution in patients prone for surgery,
especially sectio caesarian rarely completed with blood electrolyte examination previously
so could cause electrolyte imbalance and worse metabolic and healing process. Because of
fluid intervention during surgery, post operative electrolyte examination are important to
control electrolyte level and acid base balance.
Method : An experimental study with double blind randomize control trial method which
purposed to find the better solution, RL or NaCl 0,9% for SID acid base balance on Stewart
method. Patients prepared for sectio caesarian as require for regional anesthesia and
prevent nausea and vomit. At the operation theatre an intravenous line inserted while at the
same time blood venous sample was taken. Before inducing anesthesia patient received pre
medication and fluid loading to prevent regional anesthesia induce hypotension. During
surgery patient received crystalloid solution. At the end of surgery venous blood are
examined. The noted data for statistic count in this study is electrolyte level. Statistical t-test
are used in this study.
Result : Pre operative SID of RL (38,58 2,28) show alkalosis state, while SID of NaCl
(37,42 1,18) show acidosis. Post operative mean of RL SID (37,79 1,18) more stable
than alkalosis NaCl SID (39,67 3,10).
Conclusion : Administration of RL solution in caesarean section patients is more benefit
than sodium chloride (NaCl) 0,9% because of it lack effect on SID acid-base balance
shifting.
Keywords : Crystalloid solution, Stewart Acid base balance, caesarian section, regional
anesthesia.
ABSTRAK
Latar belakang: Pemberian cairan pada pasien yang akan operasi, khususnya sectio
caesaria (SC), sebelumnya jarang dilakukan pemeriksaan elektrolit, sehingga dapat
menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit yang akan memperberat proses metabolik
dan penyembuhannya. Pemeriksaan elektrolit setelah operasi sangat penting, karena
intervensi cairan selama operasi, dengan alasan untuk mengontrol elektrolit dan
keseimbangan asam-basa.
Metode: Penelitian ini termasuk eksperimental berupa uji klinik tahap 2 yang dilakukan
secara acak tersamar ganda dengan tujuan untuk mengetahui cairan mana yang lebih
baik, RL ataupun NaCl 0,9% terhadap strong ion difference (SID) keseimbangan asambasa yang didasarkan pada metode Stewart.
17
Pasien
yang
dipersiapkan
untuk
Hasil: Rerata sebelum operasi SID RL
menjalani operasi SC, sebagai salah satu
(38,582,28) menunjukkan alkalosis,
persyaratan untuk menjalani tindakan
sedangkan SID NaCl (37,424,35)
pembiusan dan mencegah mual muntah.
menunjukkan asidosis. Rerata setelah
Kemudian dilakukan pemasangan jalur
operasi
SID
RL
(37,791,18)
intravena serta pengambilan darah vena
menunjukkan kestabilan dibandingkan
di ruang bedah sentral dan diberikan
rerata SID NaCl (39,673,10) yang
premedikasi serta loading cairan
alkalosis.
sebelum dibius dengan tujuan untuk
Kesimpulan: Pemberian RL pada pasien
mencegah terjadinya hipotensi akibat
sectio caesaria lebih menguntungkan
obat regional anestesinya. Setelah itu,
dibandingkan NaCl, karena NaCl sangat
selama operasi pasien diberikan cairan
mempengaruhi
pergeseran
SID
kristaloid. Setelah operasi selesai,
keseimbangan asam-basa Stewart.
dilakukan pemeriksaan darah vena.
Data-data
yang
dicatat
untuk
Kata
kunci:
Cairan
kristaloid,
perhitungan statistik yang termasuk
keseimbangan
asam-basa
Stewart,
dalam tujuan penelitian ini adalah kadar
caesarian section, anestesi regional.
elektrolit.
Uji
statistik
dengan
menggunakan t-test.
_________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Pasien yang menjalani pembedahan
terbagi dalam beberapa klasifikasi
berdasarkan pada beberapa hal yaitu
hemodinamik dan perkiraan volume
darah (estimated blood volume/ EBV).
Selama ini volume perdarahan yang
terjadi diganti berdasarkan jumlah yang
keluar
tanpa
memperhatikan
keseimbangan
asam-basa
dengan
menggunakan cairan ringer laktat (RL)
ataupun
NaCl
0,9%.
Dengan
memperhatikan keseimbangan asambasa, akan sangat membantu dalam
mengelola pasien pasca operasi.
Penelitian ini khusus dilakukan pada
pasien yang menjalani operasi dengan
perkiraan perdarahan kurang dari 15%
EBV, karena dievaluasi berkaitan dengan
penggantian volume perdarahan. Pada
operasi dengan perdarahan lebih dari
15% EBV, dianjurkan penggantian cairan
dengan darah. Selama penggantian cairan
tersebut terjadi perubahan metabolik
18
Kelompok SID RL
(n=24)
(n=24)
1.Umur
26,542,963
26,583,55
0,965
2. Lama operasi
84,7913,947
84,7912,022
21
NaCl
pasca
operasi
menunjukan
distribusi agak miring ke kanan, ini
berarti kelompok SID RL dan SID NaCl
pasca operasi berdistribusi tidak normal.
Tabel 2. Rerata SID pada kelompok RL, NaCl Pra dan Pasca Operasi
Waktu Operasi
Kelompok
RL
SID
38,582,28
37,424,35
0,253
37,791,18
39,673,10
0,01*
Tabel 3. Rerata SID pada kelompok NaCl Pra dan Pasca Operasi
Waktu Operasi
Kelompok SID RL
37,42 4,35
37,92 4,14
0,218
38,58 2,28
37,96 0.91
0,074
23
24
25
Cairan pengganti
yang diberikan
didasarkan pada 5 aspek utama yang
penting untuk dipertimbangkan, antara
lain : 4
1. jenis cairan yang harus diberikan
2. jumlah cairan harus jelas
3. kriteria petunjuk terapi cairan harus
jelas
4. kemungkinan efek samping yang
harus dipertimbangkan
5. biaya
Hipovolemi
berhubungan
dengan
perubahan aliran yang tidak kuat untuk
memenuhi jalur nutrisi sirkulasi. Selama
hipovolemik yang berhubungan dengan
disfungsi
hemodinamik,
organisme
mencoba untuk mengkompensasi defisit
perfusi dengan meredistribusi aliran ke
organ vital (jantung dan otak) yang
mengakibatkan kurangnya perfusi pada
organ lain seperti usus, ginjal, otot, dan
kulit.
Aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem
renin-angiotensin-aldosteron merupakan
mekanisme
kompensatorik
untuk
menjaga perfusi perifer. Banyaknya
substansi vasoaktif yang beredar dan
mediator inflamasi merupakan kejadian
tambahan yang terjadi pada situasi
tersebut.
Bagaimanapun
juga,
kompensasi
aktivasi
neurohumoral
bermanfaat saat pertama kali, mekanisme
ini merusak dan mungkin mengakibatkan
hasil yang buruk pada pasien sakit kritis.
Jadi, perbaikan yang adekuat volume
intravaskuler tetap merupakan tindakan
yang penting dalam pengaturan pasien
bedah.4,5
Pemberian cairan mungkin bertahan
dalam kompartemen intravaskuler atau
seimbang dengan kompartemen cairan
interstisial/ intraseluler. Tujuan utama
penatalaksanaan cairan adalah jaminan
hemodinamik yang stabil oleh perbaikan
sirkulasi volume plasma.
26
SIMPULAN
1.
2.
4.
3.
27
5.
6.
28
7.
PENELITIAN
ABSTRACT
Background: Recently more cardiopulmonary bypass device is used on cardiac surgery
procedure. The utilization of cardiopulmonary bypass device is increasing total leukocyte
count which could be one sign the Systemic inflammatory response syndrome (SIRS).
Purpose: to understand the effect of cardiopulmonary bypass device utilization on
leukocyte count increase on cardiac surgery.
Method: this is a prospective cohort observational study on 22 patients that underwent
cardiac surgery using Cardiopulmonary bypass device. Periphery blood samples for the
leukocyte count was obtained pre-sternotomy (Leukocyte 1), pre-cannulation (Leukocyte
2), 15th minute (Leukocyte 3) during CPB and 30th minute (Leukocyte 4) during CPB.
Blood sample was count using automatic device. Paired t-test and Wilcoxon signed ranks
test is used for statistical analysis (confidence interval < 0.05).
Result: patient's data characteristic will be presented as tables. This research shows no
significant results on Leukocyte 2 and Leukocyte 3, p = 0.170 (p > 0.05 ). However, there
is a significant result on Leukocyte 1 and Leukocyte 2, Leukocyte 1 and Leukocyte 3,
Leukocyte 1 and Leukocyte 4, Leukocyte 2 and Leukocyte 4, and Leukocyte 3 and
Leukocyte 4, with p = 0.019, p = 0.026, p = 0.001, p = 0.003 and p = 0.007 (p < 0.05 ),
respectively.
Conclusion: there is an increase on leukocyte count during CPB device utilization
especially on 30th minute. On 15th minute there is no significant increase on leukocyte
count during CPB device utilization.
Keyword: Leukocyte, cardiopulmonary bypass.
ABSTRAK
Latar belakang : Prosedur bedah jantung menggunakan mesin cardiopulmonary bypass
semakin banyak dilakukan. Penggunaan mesin cardiopulmonary bypass dianggap
menyebabkan peningkatan jumlah leukosit yang merupakan salah satu tanda terjadinya
Systemic inflammatory response syndrome (SIRS).
Tujuan : untuk mengetahui pengaruh penggunaan mesin cardiopulmonary bypass
terhadap peningkatan jumlah leukosit pada operasi bedah jantung.
Metode : merupakan penelitian cohort observational prospective pada 22 pasien yang
menjalani operasi bedah jantung menggunakan Cardiopulmonary bypass. Pengambilan
sampel darah tepi untuk menghitung leukosit diambil pada saat pra sternotomy (Leukosit
1), pra kanulasi (Leukosit 2), menit ke 15 (Leukosit 3) selama CPB dan menit ke 30
(Leukosit 4) selama CPB. Sampel darah dihitung menggunakan mesin secara otomatis. Uji
statistik menggunakan Paired t-test dan Wilcoxon signed ranks test (dengan derajat
kemaknaan < 0,05).
29
30
31
Variabel
Umur
22
51.45
11.207
LVEF
22
53.64
9.328
GDS
22
132.09
22.862
Jenis
tindakan
CABG
18
81.8
DVR
9.1
MVR
9.1
Ya
18
81.8
Tidak
18.2
Frekuensi
Mean
Std.
Persentase
Pemasangan
Swan Ganz
Variabel
Mean
Std
Leukosit 1
6731,0
2198,99
0,177
Leukosit 2
7121,8
2489,98
0,142
Leukosit 3
7798,2
2976,01
0,210
Leukosit 4
8784,5
4306,23
0,000
32
Variabel
Leukosit 1 - Leukosit 2
0,019
Leukosit 1 - Leukosit 3
0,026
Leukosit 1 - Leukosit 4
0,001
Leukosit 2 - Leukosit 3
0,170
Leukosit 2 - Leukosit 4
0,003
Leukosit 3 - Leukosit 4
0,007
PEMBAHASAN
CPB mengaktifkan sistem pertahan tubuh
yang menyebabkan respon inflamasi pada
seluruh tubuh. Inflamasi ini diawali oleh
kerusakan dari beberapa komponen
darah. Kerusakan komponen darah dapat
terjadi karena pompa pada CPB,
peralatan cardiotomy suction, dan oleh
karena kanul arteri yang dipakai, namun
sebagian besar kerusakan berasal dari
berulangnya perjalanan darah melewati
sirkuit CPB. Komponen darah yang
paling banyak megalami kerusakan
adalah sel darah merah. Leukosit juga
sensitif terhadap kerusakan yang terjadi
yang berakibat terjadinya gangguan
fungsi leukosit itu sendiri. Pengaktifan
sistem kontak terjadi oleh karena darah
terpapar dengan sirkuit CPB yang
dikenali sebagai benda asing oleh tubuh.
Proses tersebut menyebabkan terjadinya
aktivasi leukosit, terbentuk mikroemboli,
gangguan pembekuan, dan berlanjut ke
Systemic Inflamatory Response Syndrome
(SIRS).12,13,14,15
Dari hasil uji pada leukosit 1 dengan
leukosit 3 didapatkan hasil yang
bermakna dengan p = 0,026 (p < 0,05).
Hal tersebut terjadi oleh karena
peningkatan leukosit karena pembedahan
ditambah dengan pemaparan darah
terhadap mesin CPB selama 15 menit
33
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
34
12.
13.
14.
ku%20Laporan%20Penelitian%202006/peny
akit%20jantung%20koroner.htm
Vallely M P, Bannon P G, Kritharides L. The
systemic inflammatory response syndrome
and off-pump cardiac surgery. 2000.
Available
from:
http://www.hsforum.com/stories/articleReade
r$1905
Wikipedia. Coronary artery bypass surgery.
June
2009.
Available
from:
http://en.wikipedia.org/wiki/Coronary_artery
_bypass_surgery
Hess P J. Systemic inflammatory response to
coronary artery bypass graft surgery.
September
2005.
Available
from:
http://www.medscape.comlviewarticle/51250
2_1
Biglioli P, Cannata A, Alamanni F, et al.
Biological effects of off-pump vs. on-pump
coronary artery surgery:
focus on
inflammation, hemostasis and oxidative
stress. Eur J Cardiothorac Surg 2003;24:260269
Levy J H, Tanaka K A. Inflammatory
response to cardiopulmonary bypass. Ann
Thorac Surg 2003;75:S715-S720
Bull DA, Neumayer LA, Stringham JC,et al .
Coronary artery bypass grafting with
cardiopulmonary bypass versus off-pump
cardiopulmonary bypass grafting: does
eliminating the pump reduce morbidity and
cost?. Ann Thorac Surg 2001;71:170-175
Leal-Noval SR, Amaya R, Herruzo A,
Hernandez A, Ordonez A, et al. Effects of a
leukocyte depleting arterial line filter on
perioperative
morbidity
in
patients
undergoing cardiac surgery: a controlled
randomized trial. Ann Thorac Surg
2005;80:1394-1400
Gu YJ, Vries AJ, Vosa P, et al. Leukocyte
depletion during cardiac operation: a new
approach through the venous bypass circuit.
Ann Thorac Surg 1999;67:604-609
Ascione R, Lloyd CT, Underwood MJ, Lotto
AA, Pitsis AA, Angelini GD. Inflammatory
response after coronary revascularization
with or without cardiopulmonary by pass.
Ann Thorac Surg 2000;69:1198-1204
Wehlin L, Vedinb J, Vaagea J, et al.
Activation of complement and leukocyte
receptors during on- and off pump coronary
artery bypass surgery. Eur J Cardiothorac
Surg 2004;25:35-42
Boyle EM, Pohlman TH, Johnson MC, et al.
Endothelial cell injury in cardiovascular
surgery: the systemic inflammatory response.
Ann Thorac Surg 1997;63:277-284.
35
TINJAUAN PUSTAKA
ABSTRACT
For an anesthesiologist, an understanding of the functioning of anesthesia delivery systems
is very important. Based on the facts of the American Society of Anesthesiologists Data
(ASA), Caplan found that despite the demands of the patient against the errors of the
anesthesia delivery systems are rare, but when it happens it will be a big problem, which
often result in death or permanent brain damage.1,2 Anesthesia circuit, known as the
respiratory system is a system that functions to deliver oxygen and anesthetic gases from
the anesthesia machine to a patient who was operated. Anesthesia circuit is a pipe / tube
that is an extension of the upper respiratory tract of patients. Rebreathing anesthesia
circuit and is classified as a non-rebreathing based on presence or absence of expiratory
air is inhaled again. This circuit is also classified as open, semi open, semi closed and
closed based on the presence or absence of (1) reservoir bag, (2) expiratory air we breathe
again (rebreathing exhaled gas), (3) components to absorb korbondioksia and expiratory
(CO2 absorber) (4) one-way valve.
ABSTRAK
Bagi seorang ahli anestesi, pemahaman terhadap fungsi dari sistem penghantaran anestesi
ini sangatlah penting. Berdasarkan fakta dari data American Society of Anesthesiologists
(ASA), Caplan menemukan bahwa meskipun tuntutan dari pasien terhadap kesalahan dari
sistem penghantaran anestesi jarang terjadi, akan tetapi ketika itu terjadi maka akan
menjadi suatu masalah yang besar, yang sering mengakibatkan kematian atau kerusakan
otak yang menetap.
Sirkuit anestesi atau dikenal dengan sistem pernafasan merupakan sistem yang berfungsi
menghantarkan oksigen dan gas anestesi dari mesin anestesi kepada pasien yang
dioperasi. Sirkuit anestesi merupakan suatu pipa/tabung yang merupakan perpanjangan
dari saluran pernafasan atas pasien.
Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai rebreathing dan non-rebreathing berdasarkan ada
tidaknya udara ekspirasi yang dihirup kembali. Sirkuit ini juga diklasifikasikan sebagai
open, semi open, semi closed dan closed berdasarkan ada tidaknya (1) reservoir bag, (2)
udara ekspirasi yang dihirup kembali (rebreathing exhaled gas), (3) komponen untuk
menyerap korbondioksia ekspirasi serta (CO2 absorber) (4) katup satu arah.
_________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Sistem penghantaran anestesi (Anesthesia
Delivery System) telah bekembang mulai
dari peralatan yang sederhana hingga
menjadi suatu sistem yang sangat
kompleks yang terdiri dari mesin
anestesi, sirkuit anestesi, vaporizer,
pembuangan gas serta monitor. Bagi
36
jaringan
dan selanjutnya
mampu
mengangkut karbondioksida dari tubuh.
Sistem pernafasan ini harus dapat
menjamin pasien mampu bernafas
dengan
nyaman,
tanpa
adanya
peningkatan usaha bernafas, tidak
menambah ruang rugi (dead space)
fisiologis serta dapat menghantarkan gas /
agen anestesi secara lancar pada sistem
pernafasan pasien. Sampai saat ini
berbagai teknik dan modifikasi sirkuit
anestesi telah dikembangkan dan masingmasing
mempunyai
efisiensi,
kenyamanan dan kerumitan sendirisendiri. 3,4
Sirkuit anestesi diklasifikasikan sebagai
rebreathing
dan
non-rebreathing
berdasarkan ada tidaknya udara ekspirasi
yang dihirup kembali. Sirkuit ini juga
diklasifikasikan sebagai open, semi open,
semi closed dan closed berdasarkan ada
tidaknya (1) reservoir bag, (2) udara
ekspirasi
yang
dihirup
kembali
(rebreathing exhaled gas), (3) komponen
untuk menyerap korbondioksia ekspirasi
(CO2 absorber) serta (4) katup satu arah
(Tabel
1).
Meskipun
dengan
pengklasifikasian
tersebut
kadang
menyebabkan kebingungan dibandingkan
pemahaman. 4,5
Reservoir Bag
Rebreathing
CO2 absorbent
Katup
Aliran FGF
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak diketahui
Tidak diketahui
Semiopen
Mapleson A, B, C, D
Mapleson E
Mapleson F
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Satu
Tidak
Satu
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Semiclosed
Sistem lingkar
Ya
Ya
Ya
Tiga
Sedang
Closed
Sistem Lingkar
Ya
Ya
Ya
Tiga
Rendah
37
SISTEM INSUFLASI
Istilah insuflasi menunjukkan peniupan
gas anestesi di wajah pasien. Meskipun
insuflasi dikategorikan sebagai breathing
system, mungkin istilah ini lebih baik bila
dianggap sebagai suatu teknik anestesi
tanpa
SISTEM OPEN-DROP
Meskipun anestesi tetes terbuka (open
drop) tidak digunakan lagi dalam
kedokteran modern, tapi ada makna
bersejarah yang akan dijelaskan di sini.
38
39
RANGKAIAN MAPLESON
40
Komponen-komponen Rangkaian
Mapleson
Tabung Pernafasan (Breathing Tubes)
Tabung pernafasan bergelombang
terbuat dari karet (dapat digunakan lagi)
atau
plastik
(sekali
pakai)
menghubungkan komponen-komponen
dari rangkaian Mapleson kepada pasien
(gambar 7). Diameter tabung yang besar
menentukan
kinerja
sirkuit
dan
merupakan
dasar
dari
klasifikasi
Mapleson (tabel 2).4
Sirkuit
Mapleson
cukup
ringan,
sederhana dan tidak memerlukan katup
searah. Efisiensinya ditentukan oleh gas
segar
yang
dibutuhkan
untuk
mengeliminasi CO2. Karena tidak ada
katup searah dan absorpsi CO2 maka
rebreathing dicegah dengan katup
pengurang tekanan. Selama pernapasan
spontan, udara alveoli yang mengandung
CO2 akan dikeluarkan melalui katup
(APL). Bila aliran gas segar melebihi
ventilasi semenit alveoli sebelum inhalasi
terjadi maka kelebihannya akan dibuang
melalui katup (Gambar 8).1,4,10, 11
41
42
ditampung
oleh
sebuah
saluran
pembuangan. Semua katup-katup APL
memungkinkan variabel ambang tekanan
untuk ventilasi. Katup APL harus
sepenuhnya terbuka selama ventilasi
spontan, sehingga tekanan pada sirkuit
yang tertinggal dapat diabaikan saat
inspirasi dan ekspirasi. Ventilasi bantuan
dan kontrol memerlukan tekanan positif
selama inspirasi untuk mengembangkan
paru. Penutupan sebagian dari katup APL
membatasi gas keluar, memungkinkan
tekanan positif pada sirkuit selama
kompresi reservoir bag.
Reservoir Bag (Breathing Bag)
Reservoir
bag
berfungsi
sebagai
penyimpan gas anestesi dan sebuah cara
untuk menghasilkan ventilasi tekanan
positif. Komponen ini dirancang untuk
meningkatkan compliancenya, ketika
volumenya meningkat. Tiga tahap yang
jelas berbeda dari pengisian reservoir bag
dapat dilihat (gambar 9). Setelah
reservoir bag untuk orang dewasa
mencapai kapasitas 3 L (tahap I), tekanan
naik dengan cepat ke puncak (tahap II).
Peningkatan volume lebih lanjut akan
menyebabkan tekanan berada pada posisi
plateu atau sedikit menurun (tahap III).
Efek ini membantu melindungi paru
pasien melawan tingginya tekanan udara
ketika katup APL tanpa sengaja bearada
dalam posisi tertutup, sementara gas
segar terus mengalir ke dalam sirkuit.
4,11,12
Karakteristik
Mapleson
Kinerja
Rangkaian
44
45
Sistem Mapleson E
Sistem Mapleson E merupakan T-pieces
yang sederhana dengan akhir cabang
ekspirasi
yang
terbuka
yang
menggantikan reservoir bag. Sistem ini
hanya untuk pernafasan spontan. Ukuran
dan bentuk dari tabung cabang ekspirasi
adalah penting. Tabung ini harus
memiliki diameter yang cukup untuk
menghasilkan resistensi yang rendah
pada aliran gas, akan tetapi diameter yang
terlalu
besar
akan
menghasilkan
campuran antara gas ekspirasi dan FGF
sehingga menyebabkan efisiensi yang
berkurang. Kapasitas tabung cabang
ekspirasi harus melebihi volume tidal
untuk
menghindari
kemungkinan
terhirupnya udara bebas. Kurangnya
kapasitas tabung cabang ekspirasi dapat
dikompensasi dengan meningkatkan FGF
(Gambar 16). 4,14
SISTEM
CIRCLE
LINGKAR
SISTEM
46
47
sistem
circle
48
ditempatkan
di
Y-piece,
karena
menyebabkan
kesulitan
untuk
mengkonfirmasi kondisi dan fungsi yang
tepat dari katup selama operasi.
49
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kontaminasi bakteri
8.
9.
10.
11.
13.
14.
DAFTAR PUSTAKA
1.
50
TINJAUAN PUSTAKA
Awareness dan Recall Intraoperatif
Aunun Rofiq*, Witjaksono*, Widya Istanto Nurcahyo*
*Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undip/ RSUP Dr. Kariadi, Semarang
ABSTRACT
ASA reports the latest on intraoperative awareness conducted by the ASA is centered
around the postoperative recall. As can be inferred from this chapter, introperatif
awareness and postoperative recall is not a phenomenon that is not related at all, thereby
allowing clinicians and researchers to use one of the two partially substitute for the other.
Recall that typically do not provide actual estimates of the incidence of intraoperative
awareness and simply represents the peak of the iceberg phenomenon. Monitor brain
function can not be predicted with less recall very well, but better than the traditional
autonomic parameters in knowing lost or the emergence of consciousness. Monitor brain
function represents the rapid developments in anesthesia practice management. The ability
to recognize intraoperative awareness and prevention by maintaining a depth of hypnosis
level, offers great potential to prevent postoperative recall.
ABSTRAK
Laporan ASA terbaru mengenai awareness intraoperatif yang dilakukan oleh ASA
dipusatkan seputar recall postoperative. Seperti dapat disimpulkan dari Bab ini,
awareness introperatif dan recall postoperative bukanlah
fenomena yang tidak
berhubungan sama sekali, sehingga membolehkan para klinisi dan peneliti untuk
menggunakan salah satu di antara keduanya sebagia substitusi bagi yang lain.
Recall secara khas memberikan estimasi yang tidak sebenarnya terhadap insidensi
awareness intraoperatif dan hanya merepresentasikan puncak dari fenomena gunung es.
Monitor fungsi otak tidak dapat memprediksi recall dengn sangat baik, tetapi lebih baik
dari parameter otonom yang tradisional dalam mengetahui hilang atau timbulnya
kesadaran. Monitor fungsi otak merepresentasikan perkembangan yang pesat dalam
manajemen praktek anestesi. Kemampuan untuk mengenali awareness intraoperatif dan
pencegahannya dengan mempertahankan kedalaman tingkat hypnosis, menawarkan
potensi yang besar untuk mencegah recall postoperative.
_________________________________________________________________________
PENDAHULUAN
Pernah nonton film Awake besutan
Joby Harold tahun 2007? Film itu
mengisahkan tentang seorang yang harus
menjalani operasi transplantasi jantung di
bawah pengaruh obat bius, tetapi tersadar
pada saat operasi berlangsung tanpa bisa
bergerak atau bicara. Serunya, dia bisa
Volume IV, Nomor 1, Tahun 2012
51
mengangkat
tentang
peristiwa
anesthesia
awareness,
yaitu
tersadarnya pasien pada saat operasi di
bawah pengaruh obat bius, sehingga ia
bisa menyadari apa yang terjadi selama
operasi.
Ada lagi suatu cerita, dimana seorang
wanita, 30 tahun, terdaftar di sebuah
rumah sakit untuk tindakan bedah
sterilisasi dengan anestesi general.
Setelah induksi yang baik dan lancar
pasien bangun dan mengeluh tidak dapat
bergerak. Pasien mendengar dokter
ginekolog, yang datang terlambat, dan
bertengkar dengan dokter anestesi, yang
berkata padanya, kemana saja engkau
dokter, pasienmu sudah siap sejak satu
jam yang lalu!!. Pasien tersebut
kemudian merasa ada sensasi nyeri
seperti ditusuk pisau di perutnya. Dia
panik, dan menjadi ketakutan terhadap
hal apa lagi yang akan terjadi padanya,
takut akan rasa sakit yang lebih berat.
Di dalam Recovery Room, pasien gelisah.
Staf yang menjaganya mengatakan bahwa
kegelisahannya merupakan efek samping
yang umum terjadi dari tindakan anestesi,
sehingga pasien sebaiknya tetap tenang.
Karena dia mengingat hal-hal yang
terjadi padanya selama operasi, dia
memutuskan untuk bertanya lebih jauh
tentang keadaan dirinya. Namun, sang
perawat kurang menanggapinya, sehingga
dia merasa diabaikan dan putus asa.
Maka kemudian, dia merasa kecewa,
marah,
dan
memutuskan
untuk
menghadap kepada dokter anestesi. Sang
dokter, juga pada awalnya tidak
membenarkan apa yang ia rasakan,
karena melihat tanda vital pada pasien ini
normal sepenuhnya. Namun, ketika sang
pasien dapat mengulangi dengan sama
persis kata-kata yang diucapkan dokter
anestesi tersebut saat operasi ketika
bertengkar dengan dokter ginekologi,
sang dokter anestesi pun mulai berubah
52
53
54
1.
2.
3.
4.
5.
55
57
58
59
60
61
Tanda Klinis
Gerakan Bertujuan
Metode yang bermanfaat adalah menilai
gerakan tangan pasien dalam merespon
perintah selama anestesi general atau
sedasi (lihat gambar 26-1). Gerakan yang
berulang
dan
konsisten
dapat
mengindikasikan sangat baik bahwa
pasien anda bangun. Jangan mengambil
tindakan untuk memberikan tambahan
muscle realaksan, tetapi nilailah dulu
status kesadaran pasien. Feedback yang
anda berikan akan dihargai ketika pasien
bangun (lihat bagian Apa yang Harus
Dilakukan?)
Pegang tangan pasien, dan hindari untuk
terus menulis. Mulailah menilai secara
periodik, dengan memanggil nama depan
pasien, sehingga pasien anda akan
mengetahui bahwa mereka dikenali.
Tanpa memanggil namanya, pasien
sebenarnya mendengar anda namun tidak
merespon karena ia berpikir anda sedang
bicara denagn orang lain. Setelah
memanggil namanya, minta pasien untuk
memegang tangan anda jika ia dapat
mendengar suara anda, dan tunggu sekitar
Respon 1x
Respon 2 sentuhan
melakukan
hal
tersebut
ketika
25
diwawancarai kemudian. Begitu pula,
pasien dengan sengaja bangun selama
prosedur neurosurgikal tertentu dan
hanya mengingat sedikit dari apa yang
terjadi.28 Penelitian ini menunjukkan
bahwa awareness tidak bermakna untuk
merefleksikan memori, dan ilustrasi yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa
awareness intraoperatif dan recall
postoperatif mempunyai hubungan yang
tidak erat. Wawancara postoperatif
cenderung
underestimate
terhadap
insidensi awareness, di mana akan
menghentikan
perubahan
perbaikan
selama
monitoring
intraoperatif.
Keterbatasan penggunaan wawancara
postoperatif dalam memonitoring dan
mendeteksi awareness tidak berarti
bahwa wawancara postoperatif ini harus
diabaikan. Sebaliknya, kita dapat
memperoleh sumber informasi yang tidak
terhingga dan mengidentifikasi pasien
yang mengalami awareness yang dapat
dipercaya. Labih jauh, wawancara
postoperatif
memberikan
pasien
kesempatan
untuk
meringankan
kekacauan pikiran dan mentalnya dengan
adanya dokter yang untuk kedua kalinya
bersedia mengatasi apapun yang ada
maupun hilang padanya.
64
65
66
sensasi
yang
sempurna,
yang
memberikan representasi system saraf.
Secara klinis, ini mendorong petugas
anestesi
untuk
berpedoman
pada
perubahan fisiologi sentral yang terjadi.
Ketika perbedaan pengukuran EEG
dibandingkan, BIS cenderung berbeda
dari SEF dan MF. Pada pembandingan
langsung dari ketiganya, kita akan
menemukan hanya BIS yang dapat
membedakan antara subjek yang
nonresponsif dengan yang merespon
secara
tegas
terhadap
perintah.25
Penelitian lainnya, dengan menggunakan
agen yang bervariasi, mendukung
supeioritas
BIS
sebagai
monitor
awareness.31-35
Penemuan juga ini
senada dengan dugaan bahwa BIS
memberikan informasi EEG yang lebih
banyak daripada variable lain, seperti
SEF dan MF, sehingga sebagai
konsekuensinya, BIS dapat diharapkan
sebagai parameter yang lebih akurat
untuk mendeteksi hilang atau timbulnya
kesadaran.
Berdasarkan data dari database, BIS
memberikan nilai probabilitas yang tidak
sempurna. Ini berarti bahwa perbedaan
output dari monitor otak intraindividu
dan interindividu diobservasi pada saat
kehilangan dan kembalinya kesadaran.
Walaupun
monitor
fungsi
otak
menampilkan hasil yang baik, tetap
muncul teka-teki dalam observasi yang
dilakukan (beberapa atribut atau artefak
atau kurang tepatnya interpretasi dari
tanda-tanda yang ada).36 Kesempurnaan
mungkin sulit, jika tidak impossible,
untuk mencapai standar biologis dari
consciousness, dan sedikit lebih luas,
yaitu awareness. Sangat berguna bila kita
mengenali parameter tambahan daripada
hanya bergantung pada satu parameter.
Walaupun BIS meningkatkan monitoring
terhadap sedasi, penelitian yang ada juga
telah menyoroti keterbatasan ini ketika ia
Volume IV, Nomor 1, Tahun 2012
67
68
awareness
Mengenai
69
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
70
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
71
51. Lennmarken
C,
Lindholm
M,
Greenwald SD, et al. Confirmation that
low intraoperative BISTM levels predict
increased
risk
of
post-operative
mortality.
Anesthesiology.
2003;99:A303.
52. Monk TG, Saini V, Weldon BC, et al.
Anesthetic management and one-year
mortality after noncardiac surgery.
Anesth Analg. 2005;100:4.
53. Ekman A, Lindholm ML, Lennmarken
C, et al. Reduction in the incidence of
awareness using BIS monitoring. Acta
Anaesthesiol Scand. 2004;48:20.
54. Flaishon R, Windsor A, Sigl J, et al.
Recovery of consciousness after
thiopental or propofol: Bispectral index
72
55.
56.
57.
58.