Anda di halaman 1dari 5

1

Analisis Algoritma Christakis untuk


Menemukan Hotspots dalam Jaringan
Small World
Gandhi Putra Katu, Ihan Martoyo
Jurusan Magister Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pelita Harapan

Abstrak Pada tahun 1967, Stanley Milgram menemukan


sebuah fenomena small-world dimana fenomena tersebut sering
disebut sebagai enam tingkat pemisahan. Salah satu
penelitian tentang fenomena ini dilakukan oleh Nicholas
Christakis bersama rekannya James Fowler. Christakis
mengatakan bahwa penyebaran epidemi dapat diprediksi lebih
awal dengan memilih nodus-nodus yang memiliki nilai
centrality yang besar di dalam kelompoknya. Besar nilai
centrality suatu nodus didapatkan jika nodus tersebut memiliki
jumlah teman yang lebih besar dan posisinya lebih terpusat
dibandingkan nodus lainnya di dalam kelompok tersebut.
Nodus dengan nilai centrality terbesar dapat disebut sebagai
nodus hotspot. Dalam kehidupan nyata akan sangat sulit untuk
bisa mengetahui kondisi pertemanan dalam sebuah kelompok.
Menurut Christakis untuk memudahkan hal tersebut maka
digunakan konsep paradoks. Setiap orang yang dipilih akan
diminta untuk dapat menominasikan kenalan-kenalannya.
Kenalan yang telah dipilih adalah yang memiliki teman yang
lebih banyak dan posisi yang lebih sentral di dalam jejaring
sosial. Tesis ini menganalisis algoritma Christakis mengenai
paradoks pertemanan dengan membuat simulasi model
jaringan small-world dengan OMNeT++. Jaringan ini
terbentuk dari parameter n (total node), k (jumlah koneksi
awal), dan p (nilai keacakan). Selain itu, algoritma tersebut
akan diiterasikan beberapa kali dan pada setiap iterasi yang
terjadi akan dilihat nilai centrality yang terbentuk. Dalam
percobaan yang dilakukan ditemukan bahwa iterasi maksimal
yang terjadi adalah sebanyak empat kali, dan kenaikan nilai
centrality yang paling signifikan terjadi pada iterasi kedua. Hal
ini berarti bahwa nodus hotspot sudah dapat ditemukan pada
iterasi yang kedua. Pemilihan nodus sampel secara acak
dengan koneksi awal yang lebih besar akan menyebabkan
iterasi yang dibutuhkan oleh algoritma ini dalam mencari
nodus hotspot semakin kecil.

kenalannya yang dianggap lebih dekat dengan si pialang saham.


Milgram kemudian mencatat jumlah perpindahan paket, dan
menemukan bahwa dari seluruh paket yang sampai ke tujuan, ratarata hanya dibutuhkan enam kali pengiriman atau lima orang yang
menjadi penghubung. Dari eksperimen ini Milgram mengambil
kesimpulan bahwa semua orang di dunia hanya terpisah sejauh
enam tingkat (six degrees of separation), sehingga dunia seolah
menjadi kecil (small-world) [1].
Meskipun small-world telah lama ditemukan, tetapi
minat penelitian terhadap fenomena ini masih ada sampai saat ini.
Sistem dinamik yang menggunakan struktur small-world
menunjukkan performa dan kecepatan transfer sinyal yang lebih
baik. Penyebaran suatu epidemi, misalnya penyakit menular, juga
terjadi lebih mudah pada jaringan small-world dibandingkan
jaringan reguler [2]. Penelitian semacam ini juga dilakukan oleh
seorang Profesor dari Universitas Harvard, Nicholas Christakis.
Menurut Christakis, untuk dapat mengetahui karakteristik sebuah
jaringan sosial bisa digunakan paradoks pertemanan di mana ratarata setiap individu akan memilih individu lain sebagai temannya
yang memiliki kenalan yang lebih tinggi dan lebih terpusat [3].
Hal ini juga berarti bahwa node yang harus ditangkap di dalam
jaringan sosial adalah node yang dikategorikan sebagai hotspot
(memiliki banyak koneksi dibandingkan node yang lainnya) karena
memiliki nilai centrality yang besar. Inilah yang disebut sebagai
algoritma Christakis.
Banyak sekali hal positif yang bisa didapatkan dengan
melakukan kolaborasi antara bidang keilmuan engineering dan
bidang keilmuan kesehatan masyarakat. Dengan memanfaatkan
algoritma Christakis dalam pencarian node hotspot di dalam
sebuah jaringan small-world, maka bisa dilakukan monitoring
terhadap suatu penyebaran epidemi.

II. LANDASAN TEORI


Kata Kunci small-world, Christakis, centrality, blindmethod

I. PENDAHULUAN

tudi ilmu jaringan telah dilakukan oleh para ilmuwan selama


beberapa tahun terakhir. Salah satu hasil penelitian yang
hingga kini masih banyak dilakukan adalah sebuah
penemuan fenomena small-world.
Pada tahun 1960-an, seorang psikolog bernama Stanley
Milgram mengadakan suatu eksperimen untuk menyelidiki
bagaimana umat manusia saling terhubung. Ia mengirimkan paket
kepada 160 orang yang tinggal di Omaha, Nebraska, di mana pada
paket tersebut tertulis nama seorang pialang saham yang tinggal di
Boston. Orang yang menerima paket diminta mencantumkan
namanya, kemudian mengirimkan paket tersebut kepada

A. Small-world Menurut Watts & Strogatz


Small World awalnya adalah sebuah konsep atau hipotesis yang
dicetuskan oleh Stanley Milgram melalui percobaan yang
dilakukan pada tahun 1967. Hingga saat ini ada banyak sekali
penelitian tentang hipotesis Milgram yang terkenal dengan Six
degrees of separation. Salah satu penelitian yang menarik minat
penulis untuk memahami small world lebih lanjut adalah penelitian
yang dilakukan oleh Duncan J. Watts dan Steven Strogatz atau
lebih dikenal dengan Watts Strogatz.
Dalam papernya [2], Watts dan Strogatz, beragumen lebih lanjut
tentang parameter small world. Beberapa konsep yang
dikemukakan adalah,
1. Jaringan small world merupakan gabungan dari jaringan yang
benar-benar terstruktur dan benar-benar acak.
2. Dua bentuk jaringan ini dapat direprentasikan dengan nama
order dan randomness. Order adalah one-dimensional lattice,

2
dengan setiap node terkoneksi dengan beberapa tetangga
terdekatnya sebanyak k. Sedangkan randomness adalah
kemungkinan sebesar p dari sebuah node untuk membentuk
suatu hubungan dengan node lain secara acak. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1a. Terlihat bahwa small world
terbentuk pada saat 0<p<1.
3. Kedua properti tersebut dapat dikuantisasi menjadi parameter
C dan L. C adalah clustering coefficient, yang menunjukkan
seberapa padat sebuah jaringan lokal. L melambangkan
average shortest path length, yaitu ukuran yang
merepresentasikan seberapa jauh jarak rata rata antara satu
node ke node lain.
4. Ketika nilai p = 0 , jaringan tersusun dengan sangat terencana,
maka jaringan tersebut besar (nilai L besar) dan highly
clustered (nilai C besar). Ketika nilai p = 1, jaringan tersusun
dengan sangat acak, maka jaringan tersebut kecil (nilai L kecil)
dan poorly clustered (nilai C kecil). Ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
5. Watts & Strogatz beragumen bahwa small world adalah model
jaringan yang memiliki cluster yang padat namun juga
memiliki nilai L yang kecil. Mereka membuat sebuah tabel
yang menunjukkan area di mana small world terjadi. Pada
Gambar 2.1b, didapati keadaan ketika nilai L kecil namun nilai
C tetap besar, adalah pada kondisi 0.01< p < 0.1.

Pada gambar 2 dapat dilihat nodus A dan nodus B yang sama-sama


memiliki 6 buah koneksi. Yang membedakan antara nodus A dan
nodus B adalah lokasi di dalam jaringan sosial. Menurut Christakis,
jika ada penularan virus yang mematikan, maka setiap nodus pasti
ingin berada di lokasi yang sama dengan nodus B sehingga tidak
cepat tertular virus. Tetapi jika ada gosip hangat yang sangat
menarik untuk diketahui publik, maka setiap nodus pasti akan lebih
memilih berada di lokasi nodus A yang bisa dikatakan memiliki
lokasi yang terpusat [3]. Dari pendapat ini dapat disimpulkan jika
kita memilih beberapa nodus secara acak dengan karakteristik yang
sama dengan nodus A dari sisi lokasi, maka informasi mengenai
penyebaran epidemi akan lebih mudah dan cepat didapatkan
dibanding jika kita memilih nodus acak yang memiliki
karakteristik seperti nodus B.
Yang menjadi masalah sekarang adalah pemetaan jaringan
sosial seperti gambar 2.2 tidak mudah untuk dilakukan. Sehingga
menurut Christakis dapat dilakukan dengan menggunakan
paradoks pertemanan. Paradoks pertemanan ini mengatakan bahwa
rata-rata setiap individu akan memilih individu lain sebagai
temannya yang memiliki kelas yang lebih tinggi dan lebih
memusat [3]. Dengan kata lain nodus yang harus ditangkap di
dalam jaringan sosial adalah nodus yang dikategorikan sebagai
hotspot (memiliki banyak koneksi dibandingkan nodus yang
lainnya).

Gambar 2 Ilustrasi jaringan sosial dari 105 siswa Harvard University [3]

Gambar 1 (a) Sistematik dari model Watts-Strogatz. (b) Grafik koefisien


clustering (C) dan average path length (L) sebagai fungsi dari nilai
randomness (p) untuk model Watts-Strogatz dengan n= 1000, dan k =
10.[1]

B. Hubungan antara Small World dan penyebaran


epidemi
Seorang peneliti dari Harvard University, Dr. Nicholas
Christakis, melakukan penelitian mengenai hubungan antara social
network dengan penyebaran epidemi. Selama lebih dari 10 tahun,
Christakis meneliti adanya jaringan sosial yang sudah ada sejak
beribu-ribu tahun yang lalu [3]. Bersama dengan rekan kerjanya,
James Fowler, Christakis bertanya bagaimana cara memperbaiki
dunia ini melalui pemahaman tentang social networks.
Pada umumnya, seorang peneliti akan mengumpulkan data-data
yang diambil dari Rumah Sakit atau Laboraturium sambil duduk
manis di depan komputer untuk dapat mengetahui penyebaran
epidemi dalam selang waktu 2 minggu kemudian. Menurut
Christakis, melalui jaringan sosial akan lebih mudah untuk
memberikan peringatan awal atau deteksi awal adanya epidemi [2].
Di dalam jaringan sosial ada istilah node atau nodus yang
mewakili setiap individu di dalam sebuah jaringan sosial. Setiap
nodus akan memiliki jumlah koneksi yang berbeda-beda dengan
nodus yang lainnya, ada yang hanya memiliki 1 koneksi, 2 koneksi
atau bahkan lebih.

Gambar 2 Contoh bentuk jaringan sosial yang diteliti oleh Christakis [3]

Melalui gambar 3 di atas, Christakis ingin menyatakan bahwa


nodus A disebut sebagai nodus hotspot jika dibandingkan dengan
nodus B dan nodus C karena beberapa hal di bawah ini :
Lokasi yang lebih sentral dibandingkan dengan nodus B dan
nodus C
Koneksi / teman yang dimiliki oleh nodus A lebih banyak
dibandingkan nodus B dan nodus C
Christakis juga menyatakan bahwa penyebaran epidemi akan lebih
cepat mengenai nodus A dibandingkan nodus B dan nodus C
dilihat dari posisi nodus A yang lebih sentral di dalam jaringan
sosial sehingga koneksi ke setiap nodus yang lain akan lebih
pendek [3].
Dari pernyataan Christakis, satu bagian yang oleh penulis
dijadikan sebagai sebuah algoritma yang nantinya akan digunakan
sebagai dasar dalam pencarian node hotspot. Algoritma tersebut
diberi nama Algoritma Christakis. Algoritma tersebut
menyatakan bahwa:
Understanding networks can lead to still other innovative, nonobvious strategies. Randomly immunizing a population to prevent
the spread of infection typically requires that 80 to 100 percent of
the population be immunized. To prevent measles epidemics, 95
percent of the population must be immunized. A more efficient
alternative is to target the hubs of the network, namely, those
people at the center of the network or those with the most contacts.
However, it is often not possible to discern network ties in advance
in a population when trying to figure out how best to immunize it.
A creative alternative is to immunize the acquaintances of
randomly selected individuals. This strategy allows us to exploit a
property of networks even if we cannot see the whole structure.
Acquaintances have more links and are more central to the
network than are the randomly chosen people who named them.
The reason is that people with many links are more likely to be
nominated as acquaintances than are people with few. In fact, the
same level of protection can be achieved by immunizing roughly 30
percent of the people identified by this method than would
otherwise be obtained if we immunized 99 percent of the
population at random! Similar ideas can be exploited for the
opposite problem, namely, how best to conduct surveillance for a

3
new bahavior or a new pathogen (or bioterror attack): do we
monitor people randomly or choose them according to their
network position? A choice informed by network science could be
seven hundred times more effective and efficient.[6, p.133-134]

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Pembentukan Jaringan
Pembentukan jaringan small world dengan menggunakan
OMNeT++ 4.0 yang sebelumnya telah ada. Berikut adalah
langkah-langkah pembentukan jaringan yang akan digunakan di
dalam penelitian:
1) Jaringan yang akan dibentuk tersusun atas beberapa
parameter, yaitu : jumlah nodus yang akan digunakan (n),
jumlah koneksi antar nodus yang nantinya akan terbentuk
(k), banyaknya jalan pintas (shortcut) yang terbentuk
secara acak (q) dan nilai probabilitas terjadinya keacakan
pada jaringan (p).
2) Penentuan nilai parameter mengikuti standar program
yang telah dibuat sebelumnya yaitu jumlah koneksi (k) =
4 dan jumlah nodus (n) = 1000. Nilai p adalah 0,05
sehingga masih memenuhi syarat jaringan small-world.
3) Nilai q ditentukan berdasarkan persamaan [5] :
Jumlah koneksi terputus = Jumlah koneksi jalan
pintas
p (jumlah koneksi awal) = q (jumlah pengecekan
koneksi baru)

( )( 1)
+ ( 1)
2
2

Gambar 4 Flow Chart Blind-Method

Metode yang kedua adalah Real Method. Metode ini akan


melakukan perhitungan iterasi yang akan dilakukan adalah
menghitung jarak suatu nodus yang dipilih secara acak atau
memiliki kriteria tertentu ke nodus hotspot.
Langkah-langkah perhitungan iterasi yang akan diterapkan pada
masing-masing node sampel dengan Real Method adalah :
1. Pilih sejumlah nodus sampel sesuai dengan kondisi yang ada.
2. Lihat path terpendek dari 4 hops ke depan untuk menuju ke
real hotspot.

p n k = q (n k + k) (n k 1)
=

B. Perhitungan Iterasi
Metode yang akan digunakan untuk melakukan proses analisis
adalah Blind Method dan Real Method. Blind Method atau disebut
juga metode buta adalah sebuah proses pencarian nodus hotspot
dari nodus-nodus sampel dengan menggunakan aturan-aturan
sebagai berikut :
1. Pilih sebuah nodus sampel secara acak sebagai parent
2. Cek setiap child level 2 yang dimiliki oleh nodus child level 1
dari nodus parent lalu bandingkan jumlah nodus child level 2
yang dimiliki nodus child level 1 dengan jumlah nodus child
level 1 yang dimiliki oleh nodus parent.
3. Jika jumlah nodus child level 2 yang dimiliki oleh nodus child
level 1 lebih banyak daripada jumlah nodus child level 1 yang
dimiliki oleh nodus parent maka nilai iterasi akan bertambah 1
dan pencarian akan dilanjutkan dengan mengulang kembali
langkah ke 2 hingga ke 3.
4. Jika jumlah nodus child level 1 yang dimiliki oleh nodus
parent ternyata lebih besar dibandingkan jumlah nodus child
level 2 yang dimiliki oleh nodus child level 1, maka pencarian
dihentikan.
Pada metode ini ada sebuah aturan baru yang ditambahkan pada
pencarian di iterasi pertama saja, yaitu : jika ternyata tidak
ditemukan jumlah nodus child level 2 yang dimiliki oleh nodus
child level 1 lebih besar dibandingkan dengan jumlah nodus child
level 1 yang dimiliki oleh nodus parent, maka nilai iterasi akan
tetap ditambahkan 1 dan proses pencarian tetap dilakukan jika
jumlah nodus child level 2 yang dimiliki nodus child level 1 sama
dengan jumlah nodus child level 1 yang dimiliki oleh nodus parent.
Blind method mengadaptasi kejadian real di dalam dunia
jejaring sosial manusia, di mana seseorang akan sulit untuk
mendeteksi jumlah teman yang dimiliki oleh teman dari orang
tersebut.

IV. ANALISIS DATA


Dalam percobaan yang dilakukan, jaringan small world yang
terbentuk dan telah diberi probabilitas sebesar 0,05 menghasilkan
nodus dengan jumlah koneksi yang bervariasi antara 2 koneksi
hingga 7 koneksi.
Saat pembentukan jaringan small world terbentuk 5 buah nodus
yang memiliki koneksi terbanyak dan disebut sebagai nodus
hotspot adalah : Node{13}, Node{296}, Node{325}, Node{517},
dan Node{529}.
Di dalam penelitian ini akan dilihat jarak suatu nodus ke salah
satu nodus hootspot. Semakin sedikit iterasi yang dibutuhkan untuk
dapat mencapai nodus hotspot, maka akan semakin cepat
penanganan ataupun penyebaran sebuah epidemi di dalam jaringan
sosial.
Ada 3 kondisi simulasi yang akan dilakukan :
1. Kondisi A : Akan dipilih 10 nodus awal sebagai sampel
dengan keteraturan tertentu, yaitu setiap selisih
100..
2. Kondisi B : Perbandingan rata-rata iterasi semua nodus
dengan masing-masing jumlah koneksinya
3. Kondisi C : Perbandingan rata-.rata iterasi dengan jumlah
sampel nodus tertentu.
4. Perhitungan nilai Centrality

A. Karakteristik Jaringan dengan Kondisi A


Akan dipilih 10 nodus dengan karakteristik kelipatan 100 yaitu
node{10}, node{110}, node{210}, node{310}, node{410},
node{510}, node{610}, node{710}, node{810}, dan node{910}.
Hasil perbandingan anatar blind method dan real method dapat
dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Perbandingan jumlah iterasi kondisi A antara blind method dan


real method

Hasil perhitungan iterasi dengan kondisi A di mana pemilihan


sampel nodus dengan spesifikasi tertentu dapat ditarik beberapa
pernyataan sementara bahwa :
1. Dengan menggunakan blind method, probabilitas sebuah nodus
untuk sampai kepada real hotspot tergantung status seseorang
di dalam jaringan. Hal ini sesuai dengan kondisi real social
network di mana ada keterbatasan pada setiap individu untuk
dapat memetakan pertemanannya. Ini terlihat dari hasil
perhitungan iterasi tabel 4.1 yang menunjukkan bahwa hanya
ada 1 sampel nodus yang dapat mencapai real hotspot, yaitu
node{10}.
2. Pencapaian sebuah nodus menuju ke real hotspot pada real
method melewati nodus tujuan dari blind method.

B. Karakteristik Jaringan dengan Kondisi B


Pada simulasi kondisi B ini akan dibandingkan rata-rata iterasi
yang dibutuhkan oleh nodus untuk dapat sampai ke hotspot
berdasarkan jumlah koneksi yang dimiliki oleh nodus parent.
Jumlah koneksi yang akan dibandingkan adalah semua nodus yang
memiliki jumlah koneksi 2, jumlah koneksi 3, jumlah koneksi 4,
jumlah koneksi 5 dan jumlah koneksi 6. Untuk nodus dengan
jumlah koneksi 7 tidak akan ikut dibandingkan karena hasilnya
pasti 0 untuk rata-rata iterasinya.
Jumlah Tangan
2
3
4
5
6

Total Node
15
134
591
219
36

Rata-rata Iterasi
1,866666667
1,447761194
1,531302876
1,219178082
0,611111111

Tabel 1. Rata-rata iterasi untuk kondisi B dengan blind method

Jumlah sampel
5
10
20
50
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000

Tabel 2. Rata-rata iterasi untuk kondisi C dengan blind method dengan


jumlah sampel tertentu

Gambar 7. Perbandingan jumlah iterasi kondisi B dengan menggunakan


blind method dengan jumlah sampel tertentu

Dari percobaan dengan kondisi C ini didapatkan bahwa


pemilihan sampel nodus berapapun jumlahnya akan membawa
nodus tersebut menuju ke nodus yang memiliki nilai centrality
lebih besar dibandingkan dirinya sendiri hanya dalam 2 iterasi
maksimum.

D. Perhitungan Nilai Centrality


Nilai centrality dapat dicari dengan menghitung rata-rata jumlah
koneksi yang dimiliki oleh nodus, baik centrality untuk nodus
parent (nodus sampel), centrality untuk nodus pada iterasi pertama,
centrality untuk nodus pada iterasi kedua, centrality untuk nodus
pada iterasi ketiga, dan centrality untuk nodus pada iterasi keempat
(iterasi paling akhir pada blind method). Setiap nilai centrality
yang didapatkan akan dibandingkan antara centrality parent,
centrality iterasi pertama, centrality iterasi kedua, centrality iterasi
ketiga, dan centrality iterasi keempat. Iterasi akan dihentikan jika
kenaikan nilai centrality pada iterasi berikutnya tidak lebih besar
dari 15%. Saat kenaikan nilai centrality pada sebuah iterasi tidak
mencapai 15% maka penulis menganggap bahwa kenaikan tersebut
tidak signifikan sehingga pencarian nilai centrality bisa dihentikan.
Perhitungan centrality untuk jumlah nodus parent = 1000 buah
dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Nodus
Parent

Gambar 6. Perbandingan jumlah iterasi kondisi B dengan menggunakan


blind method untuk semua nodus dengan jumlah koneksinya masingmasing

Pada simulasi kondisi C ini dapat ditarik sebuah pernyataan


bahwa dengan menggunakan blind method akan lebih mudah
mencapai ke posisi sentral jikalau nodus sampel yang dipilih
memiliki jumlah koneksi yang banyak.

C. Karakteristik Jaringan dengan Kondisi C


Pada simulasi kondisi C akan dibandingkan rata-rata iterasi yang
didapatkan dengan jumlah sampel nodus yang dipilih secara acak.
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Rata-rata Iterasi
0,8
1
1,25
1,06
1,11
1,2
1,26
1,29
1,35
1,42
1,47
1,5
1,57
1,71

Jumlah Nodus

Centrality

1000

4,142142

Iterasi 1

967

5,049638

Iterasi 2

379

5,91029

Iterasi 3

64

6,453125

Iterasi 4

Tabel 3. Tabel centrality dari 1000 nodus dengan menggunakan blind


method

Dari tabel 3 dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan


blind method akan didapatkan nilai centrality yang selalu
meningkat disetiap iterasi yang dihasilkan. Hal ini dapat terlihat
juga pada hasil analisis untuk jumlah sampel tertentu dengan 2
buah kondisi, yaitu :
1. Kondisi A : Nodus sampel dengan selisih 100
2. Kondisi B : Nodus sampel dengan jumlah koneksi awal
samadengan 2

5
D.1. Centrality dengan kondisi A
Nilai centrality yang didapatkan dengan kondisi A dapat
dilihat pada tabel 4 di bawah ini :
Nodus Sampel
10
110
210
310
410
510
610
710
810
910
Centrality

Parent

Iterasi 1

Iterasi 2

4
3
3
5
4
4
4
4
4
4
3,9

4
4
5
5
4
6
4
5
5
4
4,6

Iterasi 3

Iterasi 4

5
5

5
5,5

Tabel 4. Tabel centrality dari 10 sampel nodus berkelipatan 100 dengan


menggunakan blind method

semakin besar kemungkinana untuk bisa mencapai real hotspot


dan hal ini akan berdampak positif pada monitoring terjadinya
penyebaran epidemi dalam jaringan sosial.
5) Pada setiap analisis yang dilakukan didapatkan bahwa lonjakan
nilai centrality yang terbesar terjadi pada iterasi kedua dengan
penurunan jumlah sampel yang relatif besar. Hal ini berarti
bahwa nodus hotspot sudah dapat ditemukan pada iterasi yang
kedua. Hal ini sejalan dengan hasil rata-rata iterasi yang
dibutuhkan oleh 1000 buah nodus untuk mencapai nodus iterasi
terakhir pada blind method yang menghasilkan nilai 1,71 (jika
dibulatkan hasilnya adalah 2). Ini mengindikasikan bahwa
hanya dibutuhkan 2 buah iterasi untuk bisa mendapatkan posisi
yang lebih terpusat dengan jumlah teman yang banyak di
dalam sebuah jaringan sosial. Pada jaringan sosial yang nyata,
hal ini akan lebih mudah dilakukan karena hanya perlu
mengidentifikasi temannya teman kita untuk bisa menuju ke
nodus yang sifatnya lebih hotspot di dalam jaringan sosial.

D.2. Centrality dengan kondisi B


Nilai centrality yang didapatkan dengan kondisi B dapat
dilihat pada tabel 5 di bawah ini :
Nodus Sampel
53
72
287
300
421
422
449
479
489
497
626
660
696
889
952
Centrality

Parent
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Iterasi 1 Iterasi 2
4
3
4
6
4
4
5
4
5
4
6
5
4
4
5
4
5
4
4
5
4
5
5
7
4,2
5,22

Iterasi 3

Iterasi 4

REFERENSI
[1]

[2]
6

[3]
6
6

[4]
[5]
5,75

Tabel 5. Tabel centrality dari semua nodus dengan jumlah koneksi awal = 2
menggunakan blind method

Dari kedua buah kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa


dengan menggunakan blind method akan didapatkan nilai
centrality yang selalu meningkat di setiap iterasi yang dihasilkan.
Lompatan nilai centrality yang lebih dari 15% pada setiap kondisi
yang diteliti terjadi hingga iterasi kedua.

V. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan simulasi yang
dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Dengan menggunakan blind method, probabilitas sebuah nodus
untuk sampai kepada real hotspot tergantung status dan lokasi
seseorang di dalam jaringan. Hal ini sesuai dengan kondisi real
social network di mana ada keterbatasan pada setiap individu
untuk dapat memetakan pertemanannya. Hal ini dapat terlihat
dari persentase keberhasilan nodus untuk mencapai ke real
hotspot di dalam jaringan hanya 14,4% dari total 1000 nodus
yang ada di dalam jaringan Small World.
2) Jumlah koneksi yang minim akan membuat jumlah iterasi yang
dibutuhkan untuk mencapai nodus hotspot lebih besar jika
dibandingkan dengan nodus yang memiliki koneksi yang lebih
banyak. Hal ini akan sangat berguna saat penentuan sampel di
dalam jaringan sosial nyata.
3) Dengan menggunakan blind method akan didapatkan nilai
centrality yang selalu meningkat di setiap iterasi yang
dihasilkan. Lompatan nilai centrality yang lebih besar dari 15%
pada setiap hasil analisis terjadi hingga iterasi kedua.
4) Jumlah koneksi yang minim (jumlah koneksi = 2) pada sampel
nodus akan membuat nilai centrality yang diperoleh tidak akan
sebesar jikalau pemilihan sampel nodus dilakukan secara acak
dengan jumlah koneksi lebih besar dari 2. Dengan
didapatkannya nilai centrality yang semakin besar, maka

[6]
[7]

Watts,D.J. Networks, Dynamics, and the Small-world


Phenomenon, The American Journal of Sociology, vol.
105, no. 2, pp. 493527, Sep. 1999.
Watts, D.J.; Strogatz, S.H. 1998 . Collective dynamics
of small-world networks. Nature 303 (6684): 40910.New York:Nature
Nicholas Christakis, How Social Networks Predict
Epidemics, TED.com, Home page on-line. Available
from
http://www.ted.com/talks/lang/eng/nicholas_christakis_h
ow_social_networks_predict_epidemics.html ; Internet;
diakses tanggal 25 Agustus 2011.
Varga, Andrs. 2005 . OMNeT++ User Manual.
F. Winata, I. Martoyo, L. Handojo, Junita, K. Karyono,
"Small-World Network in OMNeT++", Proceeding of
The Third International Conference on Intelligent
Modelling and Simulation (ISMS), Kinabalu, Malaysia,
2012, pp.767-771.
Christakis, N. A., Fowler, J. H. 2009. Connected. New
York: Little, Brown and Company.
Nicholas Christakis, The Hidden Influence of Social
Network, TED.com, Home page on-line. Available from
http://www.ted.com/talks/nicholas_christakis_the_hidden
_influence_of_social_networks.html ; Internet; diakses
tanggal 25 Agustus 2011.

Anda mungkin juga menyukai