Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Studi ilmu jaringan telah dilakukan oleh para ilmuwan selama beberapa
tahun terakhir. Salah satu hasil penelitian yang hingga kini masih banyak
dilakukan adalah sebuah penemuan fenomena small-world.
Pada tahun 1960-an, seorang psikolog bernama Stanley Milgram membuat
sebuah percobaan dengan mengirimkan paket kepada 160 orang yang tinggal di
Omaha, Nebraska, di mana pada paket tersebut tertulis nama seorang pialang
saham yang tinggal di Boston. Orang yang menerima paket diminta
mencantumkan namanya, kemudian mengirimkan paket tersebut kepada
kenalannya yang dianggap lebih dekat dengan si pialang saham. Milgram
kemudian mencatat jumlah perpindahan paket, dan menemukan bahwa dari
seluruh paket yang sampai ke tujuan, rata-rata hanya dibutuhkan enam kali
pengiriman. Dari eksperimen ini Milgram mengambil kesimpulan bahwa semua
orang di dunia hanya terpisah sejauh enam tingkat (six degrees of separation),
sehingga dunia seolah menjadi kecil (small-world) [1].
Meskipun small-world telah lama ditemukan, tetapi minat penelitian
terhadap fenomena ini masih ada sampai saat ini. Sistem dinamik yang
menggunakan struktur small-world menunjukkan performa dan kecepatan transfer
sinyal yang lebih baik. Penyebaran suatu epidemi, misalnya penyakit menular,

juga terjadi lebih mudah pada jaringan small-world dibandingkan jaringan


reguler [2]. Penelitian semacam ini juga dilakukan oleh seorang Profesor dari
Universitas Harvard, Nicholas Christakis. Menurut Christakis, untuk dapat
mengetahui karakteristik sebuah jaringan sosial bisa digunakan paradoks
pertemanan di mana rata-rata setiap individu akan memilih individu lain sebagai
temannya yang memiliki kenalan yang lebih tinggi dan lebih terpusat [3]. Hal ini
juga berarti bahwa node yang harus ditangkap di dalam jaringan sosial adalah
node yang dikategorikan sebagai hotspot (memiliki banyak koneksi dibandingkan
node yang lainnya) karena memiliki nilai centrality yang besar. Inilah yang
disebut sebagai algoritma Christakis.
Banyak sekali hal positif yang bisa didapatkan dengan melakukan
kolaborasi antara bidang keilmuan engineering dan bidang keilmuan kesehatan
masyarakat. Dengan memanfaatkan algoritma Christakis dalam pencarian node
hotspot di dalam sebuah jaringan small-world, maka bisa dilakukan monitoring
terhadap suatu penyebaran epidemi.

1.2

Tujuan Pembahasan
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan algoritma Christakis

dalam sebuah jaringan small-world. Algoritma ini akan dijalankan dengan sebuah
metode pencarian yang bernama blind method yang dikembangkan oleh penulis..
Metode ini nantinya akan menggunakan konsep paradoks pertemanan seperti yang
telah diungkapkan oleh Christakis sebagai algoritma yang digunakan untuk
melihat karakteristik jaringan. Metode ini akan memilih sampel node parent

secara acak dan node yang terpilih ini nantinya akan mendefinisikan jumlah
koneksi yang dimiliki oleh node child. Child dari node parent yang memiliki
jumlah koneksi terbesarlah yang akan dipilih untuk melanjutkan pencarian hingga
tidak ditemukan kembali node dengan jumlah koneksi yang lebih besar di dalam
sebuah jaringan small-world. Pemilihan node sampel juga akan dimodifikasi
menurut beberapa kondisi berdasarkan nomor node, dan jumlah koneksi awal.
Penelitian juga akan melihat seberapa besar kemungkinan keberhasilan sebuah
node untuk mencapai ke node hotspot atau node dengan nilai centrality yang lebih
besar. Nilai centrality ini didapatkan dari perhitungan rata-rata jumlah koneksi
node dalam suatu jaringan pada setiap iterasi yang terbentuk.
Jaringan small-world akan dibentuk dengan menggunakan program
simulator OMNeT++ [4] yang sebelumnya telah dikembangkan [5]. Setelah
jaringan terbentuk, dilakukan pengujian terhadap hasil keluaran yang terbentuk
dengan memanfaatkan sebuah program yang dikembangkan menggunakan Eclipse
Indigo yang berbasiskan JAVA. Program ini nantinya akan memberikan keluaran
berupa koneksi-koneksi yang terjadi antar node yang terbentuk di jaringan smallworld. Koneksi-koneksi yang terbentuk ini nantinya akan diteliti dengan
menggunakan algoritma Christakis.

1.3

Batasan Masalah
Pada tesis ini, batasan penelitian yang digunakan adalah:

1)

Membentuk sebuah jaringan yang telah dikembangkan sebelumnya [5]


dengan jumlah node 1000, koneksi awal 4 dan probabilitas 0,05.

2)

Menjalankan algoritma Christakis dalam bentuk blind method yang


dilakukan dengan menggunakan program Eclipse Indigo yang berbasiskan
bahasa pemrograman JAVA.

3)

Analisis hasil keluaran blind method yang dilakukan dengan beberapa


buah kondisi dan nilai centrality dari tiap node.

1.4

Metode Penelitian
Metode Penelitian dilakukan dengan melakukan studi pustaka terlebih

dahulu untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dan sesudah itu dilakukan
pembentukan jaringan small-world, menjalankan algoritma Christakis dalam
bentuk blind method dan menganalisis hasil keluaran blind method.

1.5

Sistematika Penulisan
Tesis ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai

berikut: Bab I berisi latar belakang masalah, tujuan pembahasan, batasan masalah,
metode penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II berisi landasan teori untuk
pembahasan masalah, yaitu small-world menurut Watts-Strogatz; hubungan antara
Small-world dan penyebaran epidemi; dan simulator OMNeT++. Bab III berisi
metodologi yang digunakan dalam penelitian yang terdiri atas pembentukan
Jaringan small-world; perhitungan iterasi pencarian node hotspot; serta metode
pengambilan data. Bab IV berisi hasil analisis data yang terdiri atas jaringan
small-world; beberapa perhitungan iterasi dengan kondisi-kondisi yang berbeda;
serta analisis tentang nilai centrality dari penggunaan metode untuk perhitungan

iterasi. Bab V berisi kesimpulan penelitian serta saran yang dapat dipergunakan
untuk pengembangan lebih lanjut.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.

Small-world menurut Watts - Strogatz


Small-world awalnya adalah sebuah konsep atau hipotesis yang dicetuskan

oleh Stanley Milgram melalui percobaan yang dilakukan pada tahun 1967. Hingga
saat ini ada banyak sekali penelitian tentang hipotesis Milgram yang terkenal
dengan Six degrees of separation. Salah satu penelitian yang menarik minat
penulis untuk memahami small-world lebih lanjut adalah penelitian yang
dilakukan oleh Duncan J. Watts dan Steven Strogatz atau lebih dikenal dengan
Watts Strogatz.
Dalam papernya [2], Watts dan Strogatz, beragumen lebih lanjut tentang
parameter small-world. Beberapa konsep yang dikemukakan adalah,
1.

Jaringan small-world merupakan gabungan dari jaringan yang benar-benar


terstruktur dan benar-benar acak.

2.

Dua bentuk jaringan ini dapat direprentasikan dengan nama order dan
randomness. Order adalah one-dimensional lattice, dengan setiap node
terkoneksi dengan beberapa tetangga terdekatnya sebanyak k. Sedangkan
randomness adalah kemungkinan sebesar p dari sebuah node untuk
membentuk suatu hubungan dengan node lain secara acak. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1a. Terlihat bahwa small-world terbentuk pada saat
0<p<1.

3.

Kedua properti tersebut dapat dikuantisasi menjadi parameter C dan L. C


adalah clustering coefficient, yang menunjukkan seberapa padat sebuah
jaringan lokal. L melambangkan average shortest path length, yaitu ukuran
yang merepresentasikan seberapa jauh jarak rata rata antara satu node ke
node lain.

4.

Ketika nilai p = 0 , jaringan tersusun dengan sangat terencana, maka


jaringan tersebut besar (nilai L besar) dan highly clustered (nilai C besar).
Ketika nilai p = 1, jaringan tersusun dengan sangat acak, maka jaringan
tersebut kecil (nilai L kecil) dan poorly clustered (nilai C kecil). Ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1.

5.

Watts & Strogatz memberi argumen bahwa small-world adalah model


jaringan yang memiliki cluster yang padat namun juga memiliki nilai L
yang kecil. Mereka membuat sebuah Tabel yang menunjukkan area di mana
small-world terjadi. Pada Gambar 2.1b, didapati keadaan ketika nilai L kecil
namun nilai C tetap besar, adalah pada kondisi 0.01< p < 0.1.

Gambar 2. 1 (a) Sistematik dari model Watts-Strogatz. (b) Grafik koefisien clustering (C) dan

average path length (L) sebagai fungsi dari nilai randomness (p) untuk model Watts-Strogatz
dengan n= 1000, dan k = 10. [1]

2.2.

Hubungan antara Small-world dan penyebaran epidemi


Seorang peneliti dari Harvard University, Dr. Nicholas Christakis,

melakukan penelitian mengenai hubungan antara social network dengan


penyebaran epidemi. Selama lebih dari 10 tahun, Christakis meneliti adanya
jaringan sosial yang sudah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu [3]. Bersama
dengan rekan kerjanya, James Fowler, Christakis bertanya bagaimana cara
memperbaiki dunia ini melalui pemahaman tentang social networks.
Pada umumnya, seorang peneliti akan mengumpulkan data-data yang
diambil dari Rumah Sakit atau Laboraturium sambil duduk manis di depan
komputer untuk dapat mengetahui penyebaran epidemi dalam selang waktu 2
minggu kemudian. Menurut Christakis, melalui jaringan sosial akan lebih mudah
untuk memberikan peringatan awal atau deteksi awal adanya epidemi [3].
Di dalam jaringan sosial ada istilah node yang mewakili setiap individu di
dalam sebuah jaringan sosial. Setiap node akan memiliki jumlah koneksi yang
berbeda dengan node yang lainnya, ada yang hanya memiliki 1 koneksi, 2 koneksi
atau bahkan lebih.

Gambar 2. 2 Contoh bentuk jaringan sosial yang diteliti oleh Christakis [3]

Pada Gambar 2.2 dapat dilihat node A dan node B yang sama-sama memiliki 6
buah koneksi. Yang membedakan antara node A dan node B adalah lokasi di
dalam jaringan sosial. Menurut Christakis, jika ada penularan virus yang
mematikan, maka setiap node pasti ingin berada di lokasi yang sama dengan node
B sehingga tidak cepat tertular virus. Tetapi jika ada gosip hangat yang sangat
menarik untuk diketahui publik, maka setiap node pasti akan lebih memilih berada
di lokasi node A yang bisa dikatakan memiliki lokasi yang terpusat [3]. Dari
pendapat ini dapat disimpulkan jika kita memilih beberapa node secara acak
dengan karakteristik yang sama dengan node A dari sisi lokasi, maka informasi
mengenai penyebaran epidemi akan lebih mudah dan cepat didapatkan dibanding
jika kita memilih node acak yang memiliki karakteristik seperti node B.
Di dalam bukunya [6], Christakis menyatakan bahwa jejaring sosial
mempengaruhi hubungan antar node dengan 2 cara penting, yaitu :

10

Aspek struktural di jejaring dapat mempengaruhi penilaian orang akan


node lain. Seberapa banyak hubungan yang dimiliki oleh node? Apakah
node memiliki banyak atau sedikit teman?

Jejaring sosial dapat menyebarkan gagasan dan mengubah pendapat


mengenai apa yang menarik.

Yang menjadi masalah sekarang adalah pemetaan jaringan sosial seperti


Gambar 2.2 tidak mudah untuk dilakukan. Sehingga menurut Christakis dapat
dilakukan dengan menggunakan paradoks pertemanan. Paradoks pertemanan ini
mengatakan bahwa rata-rata setiap individu akan memilih individu lain sebagai
temannya yang memiliki kenalan yang lebih tinggi dan lebih terpusat [3]. Dengan
kata lain node yang harus ditangkap di dalam jaringan sosial adalah node yang
dikategorikan sebagai hotspot (memiliki banyak koneksi dibandingkan node yang
lainnya).

Gambar 2. 3 Ilustrasi jaringan sosial dari 105 siswa Harvard University [6]

11

Melalui Gambar 2.3 di atas, Christakis ingin menyatakan bahwa node A


disebut sebagai node hotspot jika dibandingkan dengan node B dan node C karena
beberapa hal di bawah ini :

Lokasi yang lebih sentral dibandingkan dengan node B dan node C

Koneksi / teman yang dimiliki oleh node A lebih banyak


dibandingkan node B dan node C

Christakis juga menyatakan bahwa penyebaran epidemi akan lebih cepat


mengenai node A dibandingkan node B dan node C dilihat dari posisi node A
yang lebih sentral di dalam jaringan sosial sehingga koneksi ke setiap node yang
lain akan lebih pendek [3].
Dalam

kehidupan

nyata,

memahami

jejaring

sosial

juga

dapat

memunculkan strategi lain yang inovatif dan tak langsung jelas. Mengimunisasi
orang secara acak dalam satu populasi untuk mencegah penyebaran infeksi
biasanya mensyaratkan bahwa 80 hingga 100 persen populasi diimunisasi. Untuk
mencegah wabah campak, 95 persen populasi harus diimunisasi. Alternatif yang
lebih ampuh adalah mengincar node-node jejaring, yaitu orang-orang di tengah
jejaring atau mereka yang punya paling banyak hubungan. Tapi seringkali sulit
mencari ikatan-ikatan jejaring terlebih dahulu dalam populasi ketika mencoba
mencari tahu cara terbaik imunisasi. Alternatif yang kreatif adalah mengimunisasi
kenalan orang-orang yang dipilih secara acak. Strategi itu memungkinkan kita
memanfaatkan sifat jejaring biarpun tidak bisa melihat keseluruhan struktur.
Kenalan memiliki lebih banyak hubungan dan akan lebih sentral di dalam jejaring
dibandingkan dengan orang-orang hasil pilihan acak. Alasannya adalah orang

12

yang memiliki banyak koneksi akan cenderung dinominasikan sebagai kenalan


daripada orang yang memiliki lebih sedikit koneksi. Berdasarkan hal tersebut, jika
menggunakan metode ini maka hanya dengan memilih 30 persen orang secara
acak dalam jejaring untuk diimunisasi akan menghasilkan tingkat perlindungan
yang sama dalam penyebaran infeksi seperti mengimunisasi 99 persen orang
secara acak dalam jejaring tersebut [6]. Dari pernyataan Christakis di atas, satu
bagian yang oleh penulis dijadikan sebagai sebuah algoritma yang nantinya akan
digunakan sebagai dasar dalam pencarian node hotspot. Algoritma tersebut diberi
nama Algoritma Christakis. Algoritma tersebut menyatakan bahwa:
Understanding networks can lead to still other innovative, non-obvious
strategies. Randomly immunizing a population to prevent the spread of
infection typically requires that 80 to 100 percent of the population be
immunized. To prevent measles epidemics, 95 percent of the population
must be immunized. A more efficient alternative is to target the hubs of the
network, namely, those people at the center of the network or those with the
most contacts. However, it is often not possible to discern network ties in
advance in a population when trying to figure out how best to immunize it. A
creative alternative is to immunize the acquaintances of randomly selected
individuals. This strategy allows us to exploit a property of networks even if
we cannot see the whole structure. Acquaintances have more links and are
more central to the network than are the randomly chosen people who
named them. The reason is that people with many links are more likely to be
nominated as acquaintances than are people with few. In fact, the same

13

level of protection can be achieved by immunizing roughly 30 percent of the


people identified by this method than would otherwise be obtained if we
immunized 99 percent of the population at random! Similar ideas can be
exploited for the opposite problem, namely, how best to conduct
surveillance for a new bahavior or a new pathogen (or bioterror attack): do
we monitor people randomly or choose them according to their network
position? A choice informed by network science could be seven hundred
times more effective and efficient.[6, p.133-134]
Hal lain yang dapat dilihat dalam kaitannya dengan jejaring sosial adalah
obesitas (kegemukan). Dengan semakin banyaknya faktor-faktor di dalam
kehidupan ini yang dapat membuat orang menjadi kegemukan, misalnya: faktor
makanan, pola hidup tidak sehat dan masih banyak lagi, harus dipikirkan strategi
yang

tepat

untuk

mengurangi

kegemukan

dalam

masyarakat.

Dengan

memanfaatkan konsep jejaring sosial, didapatkan sebuah strategi yang baik untuk
dapat mengurangi kegemukan, yaitu dengan mengundang teman-teman untuk
makan malam lalu meminta mereka untuk memperkenalkan teman-teman mereka
dan mengajak orang-orang tersebut untuk join di klub lari. Jika hal tersebut dapat
dilakukan, akan tercipta sebuah kekuatan sosial yang dapat mendesak orang-orang
tersebut untuk menurunkan berat badan dan kita akan dikelilingi oleh orang-orang
yang memperbaiki perilaku terkait kesehatan mereka [6].
2.3

Simulator OMNeT++
GUI (Graphical User Interface) merupakan nilai yang memberikan daya

tarik tambahan bagi para pengguna karena fasilitas ini memberikan kemudahan

14

dalam penggunaannya nanti. OMNeT ++ adalah simulation environment yang


bersifat open-source, component-based, modular dan open-architecture dengan
dukungan GUI yang baik dan embeddable simulation kernel
OMNeT++

merupakan

simulator

kejadian

diskrit

(discrete-event

simulator) yang dibuat oleh Andrs Varga dari Technical University of Budapest,
Department of Telecommunications (BME-HIT). Program OMNeT++ dalam
penelitian ini adalah versi 4.0. Awalnya OMNeT++ dibuat untuk sistem operasi
Unix. Namun, karena sistem operasi dalam penelitian adalah Windows,
diperlukan tambahan emulator Cygwin atau MinGW (penelitian ini menggunakan
MinGW).
Pemrograman simulasi untuk OMNeT++ memanfaatkan bahasa NED
(Network Editor), yaitu bahasa pemrograman untuk mendeskripsikan topologi
jaringan. Dengan NED, deskripsi jaringan dapat berisi komponen penyusun
jaringan yang bersifat moduler. Pengembangan model dilakukan dengan objek
dan bahasa pemrograman C++. Pada simulator ini dimungkinkan pula
penggunaan Java.
Pemrograman antar muka OMNeT++ dilakukan menggunakan Eclipse.
Basis antar muka grafis juga tersedia untuk memprogram NED. Pengguna Eclipse
dapat memilih pemrograman secara tekstual atau grafis (dapat berpindah antara
basis teks dan grafis). OMNeT++ juga menyediakan contoh algoritma tertentu
untuk pengiriman data antar node.

15

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Pembentukan Jaringan Small-world


Pembentukan jaringan small-world dengan menggunakan OMNeT++ 4.0

yang sebelumnya telah ada. Topologi dasar jaringan dalam simulasi adalah model
Watts dan Strogatz seperti dijelaskan pada BAB II. Berikut adalah langkahlangkah pembentukan jaringan yang akan digunakan di dalam penelitian:
1) Jaringan yang akan dibentuk tersusun atas beberapa parameter, yaitu :
jumlah node yang akan digunakan (n), jumlah koneksi antar node yang
nantinya akan terbentuk (k), banyaknya jalan pintas (shortcut) yang
terbentuk secara acak (q) dan nilai probabilitas terjadinya keacakan pada
jaringan (p).
2) Penelitian Watts dan Strogatz menemukan bahwa nilai keacakan yang
paling memenuhi syarat untuk membentuk sebuah jaringan small-world
adalah berkisar di antara 0,01 hingga 0,1. Dari hasil inilah akhirnya
ditentukan nilai keacakan yang akan digunakan untuk pembentukan
jaringan small-world adalah di 0,05.
3) Penentuan nilai parameter lainnya mengikuti standar program yang telah
dibuat sebelumnya yaitu jumlah koneksi (k) = 4 dan jumlah node (n) =
1000.
4) Penentuan besarnya nilai q berbanding lurus dengan p. Semakin besar q,
semakin banyak jalan pintas yang terbentuk. Pembuatan koneksi jalan

16

pintas dilakukan secara acak dengan cara melakukan pengecekan dari


satu node ke node

lainnya yang sebelumnya memiliki koneksi yang

teratur. Koneksi jalan pintas yang terbentuk jumlahnya haruslah sama


dengan koneksi yang telah diputus. Misalkan untuk kondisi n = 1000, k =
4, maka akan terbentuk

= 2000 koneksi. Dengan nilai p = 0,1, maka

akan ada 10% koneksi jaringan teratur yang diputus yaitu sebanyak 10% x
2000 koneksi = 200 koneksi. Untuk mendapatkan koneksi jalan pintas
sebanyak 200 koneksi, maka terbentuklah persamaan [5] :
Jumlah koneksi terputus = Jumlah koneksi jalan pintas
p (jumlah koneksi awal) = q (jumlah pengecekan koneksi baru)

( )(
2

1)

+ (
2

1)

p n k = q (n k + k) (n k 1)
=

Pada Gambar 3.1 ditunjukkan bentuk jaringan Watts dan Strogatz dengan
50 buah node dan setiap node memiliki tepat 4 buah koneksi sedangkan
nilai parameter p adalah 0. Jaringan yang terbentuk ini adalah jaringan
yang sangat teratur karena belum ada koneksi yang diputus dan
pembentukan koneksi jalan pintas.

17

Gambar 3. 1 Jaringan Watts Strogatz dengan n = 50, k = 4 dan p = 0

Gambar 3.2 ingin menunjukkan bentuk jaringan small-world yang berhasil


dibentuk dengan dilakukan perubahan pada nilai p = 0,05. Dari sana dapat
diketahui bahwa terjadi beberapa pemutusan koneksi untuk kemudian
dibuat koneksi jalan pintas ke node lainnya. Misalkan yang terjadi pada
node{20} di mana semula node tersebut memiliki koneksi ke node{18},
node{19}, node{21} dan node{22}, dan setelah diberi nilai probabilitas
sebesar 0,05 terjadi pemutusan koneksi pada node{22}, sedangkan pada
node{30} di mana semula node tersebut hanya memiliki koneksi ke
node{28}, node{29}, node{31} dan node{32} ternyata mendapatkan

18

tambahan 2 buah koneksi ke node lain yaitu node{14} dan node{41}


sehingga total koneksi yang dimiliki oleh node ini adalah 6 buah koneksi.

Gambar 3. 2 Jaringan small-world dengan n = 50, k = 4, p = 0,1

Alur cara kerja program OMNeT++ 4.0 yang digunakan untuk membentuk
jaringan small-world dapat dilihat pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 [5].

19

Lanjutan

Lihat pada Gambar 3.4

Gambar 3. 3 Diagram alir pembentukan jaringan small-world dengan 3 blok iterasi


pertama [5]

20

Gambar 3. 4 Diagram alir pembentukan jaringan small-world dengan 2 blok iterasi kedua [5]

Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 menjelaskan bagaimana alur terbentuknya


jaringan small-world dengan menggunakan topologi Watts-Strogatz. Terbentuk 5
buah blok iterasi pembentukan jaringan. Gambar 3.3 mewakili pembentukan
jaringan dengan koneksi yang teratur. Blok pertama membentuk koneksi sebuah
node dengan sejumlah k/2 node terdekat yang memiliki nomor lebih besar dari

21

node tersebut. Koneksi yang terbentuk pada blok pertama dan kedua
memperlengkapi koneksi yang terbentuk pada blok pertama untuk pembentukan
jaringan dengan koneksi yang teratur yaitu tiap node tepat memiliki 4 buah
koneksi awal. Pembetukan random connection terjadi pada blok ke-empat dan kelima seperti yang tampak pada Gambar 3.4. Pada dua blok terakhir ini terciptalah
koneksi jalan pintas sesuai dengan nilai randomness (p) yang telah di masukkan.
Blok iterasi kelima melengkapi koneksi yang tidak tercakup dalam blok keempat.
Pada blok iterasi pertama sampai dengan ketiga, diberikan batas (1-p) untuk
menentukan terputusnya koneksi. Contoh untuk p = 0,1, koneksi akan terbentuk
apabila bilangan acak uniform lebih kecil dari 0,9. Blok iterasi keempat dan
kelima menggunakan batas q = k * p / (n-k-1) = 4,02.10-4, maka koneksi jalan
pintas terbentuk apabila nilai bilangan acak lebih kecil dari nilai q. [5]

3.2

Perhitungan Iterasi Penyebaran Epidemi


Seperti telah dijelaskan di Sub Bab 2.2 mengenai hubungan antara Small-

world dan penyebaran epidemi bahwa untuk dapat dilakukan pendeteksian dini
penyebaran epidemi haruslah diketahui node yang berperan sebagai hotspot di
dalam suatu jejaring sosial. Jikalau dikaitkan dengan jaringan small-world yang
sebelumnya telah terbentuk, maka node hotspot itu sendiri dapat diartikan sebagai
node yang memiliki jumlah koneksi terbanyak.

22

Gambar 3. 5 Jaringan small-world dengan n = 20, k = 4 dan p = 0,2

Pada Gambar 3.5 dapat dilihat bahwa ada sebuah node yang dapat
dikatakan sebagai node hotspot. Node tersebut adalah node{6} yang memiliki 8
buah koneksi.
Metode yang akan digunakan untuk melakukan proses analisis adalah
Blind Method dan Real Method. Blind Method atau disebut juga metode buta
adalah sebuah proses pencarian node hotspot dari node-node sampel yang
diciptakan oleh penulis berdasarkan algoritma Christakis dengan menggunakan
aturan-aturan tertentu agar menyerupai kondisi asli jaringan sosial manusia.
Aturan yang digunakan dalam metode ini sesuai dengan konsep paradoks
pertemanan yang disampaikan oleh Christakis [3]. Aturan tersebut tampak dalam

23

Gambar 3.6 dalam bentuk flow chart. Penjelasan dari Gambar 3.6 adalah sebagai
berikut :
1. Pilih sebuah node sampel secara acak sebagai parent
2. Cek setiap child level 2 yang dimiliki oleh node child level 1 dari node
parent lalu bandingkan jumlah node child level 2 yang dimiliki node
child level 1 dengan jumlah node child level 1 yang dimiliki oleh node
parent.
3. Pada pencarian di iterasi pertama, jika jumlah node child level 2 yang
dimiliki oleh node child level 1 lebih banyak atau sama dengan jumlah
node child level 1 yang dimiliki oleh node parent maka nilai iterasi
akan bertambah 1 dan pencarian akan dilanjutkan dengan mengulang
kembali langkah ke 2. Pada iterasi kedua dan seterusnya, jumlah
node child level 2 yang dimiliki oleh node child level 1 haruslah lebih
banyak daripada jumlah node child level 1 yang dimiliki oleh node
parent.
4. Jika jumlah node child level 1 yang dimiliki oleh node parent ternyata
lebih besar dibandingkan jumlah node child level 2 yang dimiliki oleh
node child level 1, maka pencarian dihentikan.
Blind method mengadaptasi kejadian real di dalam dunia jejaring sosial
manusia, di mana seseorang akan sulit untuk mendeteksi jumlah teman yang
dimiliki oleh teman dari orang tersebut.

24

Gambar 3. 6 Flow Chart Blind-Method

Pencarian hotspot dengan blind method menggunakan sebuah program


yang dibuat oleh penulis yang bernama TreeNode yang dikembangkan dengan
menggunakan bahasa pemrograman JAVA. Program ini digunakan agar pencarian

25

hotspot dapat berlangsung dengan cepat. Langkah-langkah yang harus dilakukan


untuk menggunakan program pembantu adalah sebagai berikut :
1. Jalankan file TreeNode.BAK
2. Pilihlah menu 3, yaitu Pencarian Hotspot Node lalu tekan enter
(Gambar 3.7).
3. Pada tampilan kedua akan keluar permintaan Masukkan ID yang
diinginkan. Ketikkan ID node yang ingin dicari hotspotnya lalu tekan
enter (Gambar 3.8).
4. Terjadi proses pencarian node hotspot dan printout hasil pencarian ke
file out.txt (Gambar 3.9).
5. Bukalah file out.txt yang ada di dalam folder yang sama dengan file
TreeNode.BAK (Gambar 3.10).

Gambar 3. 7 Tampilan awal program pencarian hotspot

26

Gambar 3. 8 Input ID dari node yang ingin dicari

Gambar 3. 9 Proses pencarian dan printout Node hotspot

27

Gambar 3. 10 Hasil printout Node Hotspot

Metode yang kedua adalah real method. Metode ini akan melakukan
perhitungan iterasi yang akan dilakukan adalah menghitung jarak suatu node yang
dipilih secara acak atau memiliki kriteria tertentu ke node hotspot. Misalkan
dipilih sebuah node secara acak, yaitu node{17} dan akan dilakukan perhitungan
jumlah iterasi untuk mencapai ke node hotspot yaitu node{6}. Berikut adalah
langkah-langkah perhitungannya :
1.

Node{17} memiliki 5 buah koneksi terhadap node{15}, node{16},


node{1}, node{12} dan node{13}.

2.

Setiap node cabang dari node{17} haruslah dijabarkan kembali dan


jikalau ada kesamaan dengan node sebelumnya tidak perlu dijabarkan
kembali.
a. Node{15} memiliki 5 buah koneksi terhadap node{14},
node{16}, node{17}, node{8}, dan node{10}.
b. Node{16} memiliki 5 buah koneksi terhadap node{14},
node{15}, node{17}, node{18}, dan node{8}.
c. Node{1} memiliki 4 buah koneksi terhadap node{0},
node{2}, node{6}, node{17} .

28

d. Node{12} memiliki 4 buah koneksi terhadap node{11},


node{13}, node{14}, node{17}.
e. Node{13} memiliki 4 buah koneksi terhadap node{11},
node{12}, node{7}, node{17}.
Dari iterasi di atas didapatkan bahwa node{17} terpisah sejauh 2 node
menuju ke node hotspot yaitu node{6} melalui node{1}, sehingga dapat dituliskan
bahwa node{17} membutuhkan 2 iterasi untuk menuju ke hotspot.
Langkah-langkah tersebut akan dilakukan terus hingga semua node yang
dipilih secara acak atau sesuai dengan spesifikasi tertentu didapatkan jumlah
iterasi untuk menuju ke node hotspot. Langkah terakhir adalah mencari rata-rata
iterasi dari semua node yang telah dipilih secara acak ataupun memiliki spesifikasi
tertentu. Gambar 3.11 merupakan ilustrasi berupa bagan jumlah iterasi yang
dibutuhkan oleh real method untuk menemukan real hotspot di dalam jaringan
small-world.

Node{17}
Node{15}
Node{14}

Node{16}
Node{18}

Node{1}
Node{0}

Node{8}

Node{2}

Node{10}

Node{6}

Node{12}

Node{13}

Node{11}

Gambar 3.11 Bagan pencarian jumlah iterasi untuk mencapai hotspot

Node{7}

29

3.3

Metode Pengambilan Data


Pada program jaringan small-world yang sebelumnya telah terbentuk

ditambahkan beberapa script yang digunakan untuk menampilkan semua node


yang terbentuk beserta jumlah koneksi dan node tujuan dari setiap koneksi yang
ada.

Gambar 3. 12 Tampilan semua koneksi node

Pada Gambar 3.12 dapat dilihat bahwa ada 20 node yang terbentuk pada
jaringan small-world. Pada Gambar tersebut juga tampak semua koneksi tujuan
dari tiap node. Contohnya :
1. Node{1} memiliki koneksi ke node{0}, node{2}, node{6} dan
node{17}
2. Node{2} memiliki koneksi ke node{0}, node{1} dan node{3}

30

3. Node{6} memiliki koneksi ke node{4}, node{5}, node{7},


node{8}, node{1}, node{3}, node{18} dan node{19}
Hasil tersebut didapatkan dari penambahan pada script di OMNeT++ 4.0
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.13.

Gambar 3. 13 Script tambahan untuk menampilkan semua node

Hasil output jaringan small-world dengan menggunakan OMNeT++

yang

didapatkan akan dipindahkan ke dalam Microsoft Access 2007 sebagai database


yang nantinya akan digabungkan dengan program TreeNode untuk memudahkan
perhitungan iterasi sebuah node ke node hotspot. Nomor node yang dimasukkan
ke dalam Microsoft Access 2007 berbeda 1 dengan nomor node yang dihasilkan
oleh OMNeT++ dikarenakan Microsoft Access 2007 tidak bisa menuliskan ID
dimulai dari nomor 0. Hasil akhir program TreeNode yang dimasukkan ke dalam
Excel nantinya akan dikurangi 1 untuk semua nomor node-nya agar diperoleh
nomor node yang sama antara hasil analisis dan hasil output OMNeT++.
Langkah-langkah yang dilakukan untuk memindahkan hasil output jaringan smallworld ke dalam database dapat dilihat pada Lampiran C.

31

BAB IV
ANALISIS DATA

4.1

Jaringan Small-world
Jaringan small-world yang digunakan sebagai objek penelitian memiliki

parameter-parameter sebagai berikut :

Memiliki 1000 buah node

Jumlah koneksi antar node (k) adalah 4

Nilai probabilitas pembentuk jaringan small-world adalah 0,05

Jumlah message yang dikirimkan adalah 10.000.000

Kesemua parameter di atas dimasukkan ke dalam file Node.NED untuk


membentuk jaringan small-world.

Gambar 4. 1 Jaringan small-world menurut Watts-Strogatz [1]

Sesuai dengan Gambar 4.1 di atas dapat dilihat bahwa jaringan smallworld terbentuk saat nilai C tertinggi dan nilai L terendah dan kondisi tersebut
didapatkan pada saat nilai probabilitas (p) terletak di antara 0,01 hingga 0,1.

32

Berdasarkan teori tersebut maka digunakan nilai 0,05 yang masih terletak di
antara 0,01 dan 0,1 untuk variabel p yang digunakan di dalam penelitian.

Jumlah Nodus
591
J
u
m
l
a
h

600
500
400
300

N 200
o
d 100
e
0

219
134
0
1

36

15
2

5
7

Jumlah Koneksi

Gambar 4. 2 Pembagian node berdasarkan jumlah koneksi

Dalam percobaan yang dilakukan, jaringan small-world yang terbentuk


dan telah diberi probabilitas sebesar 0,05 menghasilkan node dengan jumlah
koneksi yang bervariasi antara 2 koneksi hingga 7 koneksi. Pada Gambar 4.2
tampak bahwa jumlah node dengan jumlah koneksi 4 adalah yang terbanyak
dibandingkan node dengan jumlah koneksi yang lainnya.
Percobaan ini nantinya akan mencari rata-rata iterasi yang dibutuhkan oleh
node di dalam jaringan small-world untuk mencapai node hotspot. Saat
pembentukan jaringan small-world terbentuk 5 buah node yang memiliki koneksi
terbanyak dan disebut sebagai node hotspot adalah : Node{13}, Node{296},
Node{325}, Node{517}, dan Node{529}.

33

Di dalam penelitian ini akan dilihat jarak suatu node ke salah satu node
hotspot. Semakin sedikit iterasi yang dibutuhkan untuk dapat mencapai node
hotspot, maka akan semakin cepat penanganan ataupun penyebaran sebuah
epidemi di dalam jaringan sosial.

4.2

Perhitungan Iterasi
Dalam suatu jaringan, idealnya perhitungan iterasi pencapaian suatu node

ke node hotspot haruslah dilakukan pada semua node. Meskipun demikian,


perhitungan iterasi dapat dilakukan hanya pada sejumlah tertentu node sampel
apabila nilai iterasi node sampel mendekati nilai iterasi keseluruhan node di dalam
jaringan.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar iterasi dari node sampel dapat
mengGambarkan iterasi dari keseluruhan jaringan adalah node yang dipilih
menjadi node sampel bukanlah node hotspot atau di luar node{13}, node{296},
node{325}, node{517}, dan node{529} karena otomatis iterasinya bernilai 0.
Perhitungan iterasi akan dilakukan dengan 2 buah metode yang sudah
dijelaskan di BAB 3, yaitu Blind method dan Real Method. Metode-metode
tersebut akan diterapkan pada kondisi-kondisi tertentu yang akan dilakukan dan
hasilnya akan dibandingkan. Kondisi-kondisi tersebut adalah :
1. Akan dipilih 10 node awal sebagai sampel dengan keteraturan tertentu,
yaitu setiap selisih 100.
2. Akan dipilih semua node dengan jumlah koneksi 2. Berdasarkan Gambar
4.2 terdapat 15 buah node dengan jumlah koneksi 2.

34

3. Perbandingan rata-rata iterasi semua node dengan masing-masing jumlah


koneksinya.
4. Perbandingan rata-.rata iterasi dengan jumlah sampel node tertentu.

Langkah-langkah perhitungan iterasi yang akan diterapkan pada masingmasing node sampel dengan blind method adalah :
1. Pilih sejumlah node sampel sesuai dengan kondisi yang ada.
2. Pada setiap node yang dipilih, lihat jumlah koneksi dari semua node yang
terkoneksi dengan node tersebut
3. Cek apakah jumlah koneksi dari semua node yang terkoneksi lebih besar
dibandingkan dengan koneksi dari node sampel. Tampilkan semua node
yang memiliki koneksi lebih besar dibandingkan node parent dan
lanjutkan dengan langkah nomor 5.
4. Jika tidak ditemukan lagi koneksi node yang lebih besar dari koneksi node
sampel maka pencarian dihentikan.
5. Lanjutkan iterasi mulai dari langkah no. 2 pada node yang tersisa

Langkah-langkah perhitungan iterasi yang akan diterapkan pada masingmasing node sampel dengan real method adalah :
1. Pilih sejumlah node sampel sesuai dengan kondisi yang ada.
2. Lihat path terpendek dari 4 hops ke depan untuk menuju ke real hotspot.

35

4.3

Simulasi dengan Sampel yang Memiliki Selisih 100 pada Nomor Node

Simulasi pencarian hotspot dengan kondisi yang pertama ini akan menggunakan
10 node sampel dengan karakteristik memiliki nomor dengan kelipatan 100.
Sampel node yang di pilih adalah

node {10} , node{110}, node{210},

node{310}, node{410}, node{510}, node{610}, node{710}, node{810}, dan


node{910}. Berdasarkan komposisi jumlah koneksi dari masing-masing node,
maka didapatkan :
3 buah koneksi 2 buah (node{110}, node{210})
4 buah koneksi 7 buah (node{10}, node{410}, node{510}, node{610},
node{710}, node{810}, node{910})
5 buah koneksi 5 1 buah (node{310})
Hasil perhitungan iterasi dengan jumlah sampel yang memiliki selisih 100 pada
nomor node-nya menggunakan blind method adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nomor Node
10
110
210
310
410
510
610
710
810
910

Jumlah Koneksi
Node Akhir Iterasi
Iterasi
4
13
2
3
108
1
3
208
1
5
480
1
4
964
3
4
512
1
4
921
3
4
709
1
4
809
1
4
913
2
Total Iterasi
16 iterasi
Rata-rata Iterasi
1,6 iterasi
Tabel 4. 1 Rata-rata iterasi dengan blind method untuk node sampel yang memiliki nomor
node dengan selisih 100

36

Hasil perhitungan iterasi untuk node sampel yang memiliki selisih 100 pada
nomor node-nya dengan menggunakan real method adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nomor Node
Jumlah Koneksi
Node Hotspot
Iterasi
10
4
13
3
110
3
529
5
210
3
529
5
310
5
296
2
410
4
13
5
510
4
517
3
610
4
529
7
710
4
296
5
810
4
529
4
910
4
517
4
Total Iterasi
42 iterasi
Rata-rata Iterasi
4,2 iterasi
Tabel 4. 2 Rata-rata iterasi dengan real method untuk node sampel yang memiliki nomor node
dengan selisih 100

Selisih Nomor Node Sampel = 100

50
45
I
t
e
r
a
s
i

40
35
30
25

Real

20

Blind

15
10
5
0
10

110

210

310

410

510

610

710

810

910

Nomor Node Sampel

Gambar 4. 3 Perbandingan jumlah iterasi node sampel dengan selisih 100 pada nomor node

antara blind method dan real method

Hasil perhitungan iterasi untuk menuju ke hotspot di mana pemilihan


sampel node dengan spesifikasi tertentu sesuai dengan Gambar 4.3 dapat ditarik
beberapa pernyataan sementara bahwa :

37

1.

Dengan menggunakan blind method, probabilitas sebuah node untuk


sampai kepada real hotspot tergantung status seseorang di dalam
jaringan. Hal ini sesuai dengan kondisi real social network di mana
ada keterbatasan pada setiap individu untuk dapat memetakan
pertemanannya. Ini terlihat dari hasil perhitungan iterasi Tabel 4.1
yang menunjukkan bahwa hanya ada 1 sampel node yang dapat
mencapai real hotspot, yaitu node{10}.

2.

Pencapaian sebuah node menuju ke real hotspot pada real method


melewati node tujuan dari blind method.

4.4

Simulasi dengan Sampel Seluruh Node yang Memiliki Koneksi Awal 2


Pada simulasi pencarian node hotspot dengan kondisi B menggunakan

sampel semua node yang memiliki tepat 2 buah koneksi, yaitu : node{52},
node{71},
node{478},

node{286},
node{488},

node{299},

node{420},

node{421},

node{448},

node{496},

node{625},

node{659},

node{695},

node{888}, dan node{951}. Simulasi ini bertujuan untuk melihat seberapa besar
iterasi yang dibutuhkan sebuah node untuk mencapai node hotspot dengan jumlah
koneksi awal yang sangat minim.
Hasil perhitungan untuk sampel node dengan koneksi awal 2 dengan
menggunakan blind method adalah sebagai berikut :

38

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nomor Node
52
71
286
299
420
421
448
478
488
496
625
659
695
888
951

Jumlah Koneksi
Node Akhir Iterasi
Iterasi
2
50
1
2
76
3
2
284
1
2
301
1
2
417
2
2
227
3
2
445
2
2
480
1
2
487
1
2
941
3
2
25
3
2
657
1
2
698
2
2
885
2
2
13
2
Total Iterasi
28 iterasi
Rata-rata Iterasi
1,866 iterasi
Tabel 4. 3 Rata-rata iterasi node sampel dengan koneksi awal 2 menggunakan blind method

Hasil perhitungan pada simulasi ke-dua dengan menggunakan real method


adalah sebagai berikut :
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Nomor Node
52
71
286
299
420
421
448
478
488
496
625
659
695
888
951

Jumlah Koneksi
Node Hotspot
Iterasi
2
296
8
2
325
7
2
296
5
2
296
2
2
13
4
2
13
4
2
517
5
2
296
5
2
517
6
2
529
9
2
296
6
2
13
10
2
529
9
2
517
8
2
13
2
Total Iterasi
90 iterasi
Rata-rata Iterasi
6 iterasi
Tabel 4. 4 Rata-rata iterasi node sampel dengan koneksi awal 2 menggunakan real method

39

Koneksi Node Sampel = 2

50
45
I
t
e
r
a
s
i

40
35
30
25

Blind

20

Real

15
10
5
0
0

200

400

600

800

1000

Nomor Node Sampel

Gambar 4. 4 Perbandingan jumlah iterasi node sampel dengan koneksi awal 2 antara blind

method dan real method

dengan melihat Gambar 4.4 dapat di tarik sebuah pernyataan bahwa


dengan menggunakan real method dan blind method jumlah koneksi yang minim
akan membuat jumlah iterasi yang dibutuhkan untuk mencapai node hotspot lebih
besar jika dibandingkan dengan node yang memiliki koneksi yang lebih banyak.
Dalam percobaan ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar koneksi yang
dimiliki oleh sampel node, maka kemungkinan untuk dapat mencapai ke hotspot
akan semakin besar karena letaknya yang lebih terpusat di dalam jejaring sosial.

4.5

Pencarian Rata-Rata Jumlah Iterasi Berdasarkan Jumlah Koneksi


Awal
Pada simulasi ke-tiga ini akan dibandingkan rata-rata iterasi yang

dibutuhkan oleh node untuk dapat sampai ke hotspot berdasarkan jumlah koneksi
yang dimiliki oleh node parent. Jumlah koneksi yang akan dibandingkan adalah
semua node yang memiliki jumlah koneksi 2, jumlah koneksi 3, jumlah koneksi 4,

40

jumlah koneksi 5 dan jumlah koneksi 6. Untuk node dengan jumlah koneksi 7
tidak akan ikut dibandingkan karena hasilnya pasti 0 untuk rata-rata iterasinya.
Simulasi ini hanya akan dilakukan dengan blind method karena
keterbatasan kemampuan tools pembantu yang digunakan untuk dapat mencari
rata-rata iterasi dengan real method. Hasil perhitungan rata-rata iterasi dengan
blind method dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini :

Jumlah Koneksi
2
3
4
5
6

Jumlah Node
15
134
591
219
36

Rata-rata Iterasi
1,866666667
1,447761194
1,531302876
1,219178082
0,611111111

Tabel 4. 5 Rata-rata iterasi berdasarkan jumlah koneksi awal dengan blind method

Rata-rata Iterasi
2
1,8
R
a
t
a
R
a
t
a

1,6
I
t
e
r
a
s
i

1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
2

4
Jumlah Koneksi Awal

Gambar 4. 5 Perbandingan jumlah iterasi berdasarkan jumlah koneksi awal

41

Dengan melihat Gambar 4.5, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa dengan
menggunakan blind method akan lebih mudah mencapai ke posisi sentral jikalau
sampel node yang dipilih memiliki jumlah koneksi yang banyak.

4.6

Perbandingan Rata-Rata Iterasi dengan Jumlah Sampel Tertentu


Pada simulasi ke-empat ini akan dibandingkan rata-rata iterasi yang

didapatkan dengan jumlah sampel node yang dipilih secara acak. Pemilihan
sampel hanya dilakukan sekali saja untuk tiap jumlah sampel dan hasilnya
langsung dimasukkan ke dalam Tabel 4.6.
Jumlah sampel

Rata-rata Iterasi

0,8

10

20

1,25

50

1,06

100

1,11

200

1,2

300

1,26

400

1,29

500

1,35

600

1,42

700

1,47

800

1,5

900

1,57

1000

1,71

Tabel 4. 6 Rata-rata iterasi dengan jumlah sampel yang ditentukan

42

Rata-rata Iterasi dengan Jumlah Sampel Acak


R
a
t
a
R
a
t
a

2
I
t 1,5
e
1
r
a 0,5
s
i 0
0

100

200

300

400
500
600
Jumlah Sampel Acak

700

800

900

1000

Gambar 4. 6 Perbandingan rata-rata iterasi dengan jumlah node acak dengan menggunakan

blind method

Gambar 4.6 menunjukkan hasil rata-rata iterasi pencapaian ke node


hotspot dengan memilih jumlah node sampel secara acak tanpa memperhatikan
sebuah aturan tertentu. Pemilihan sampel node yang digunakan dalam simulasi keempat ini hanya dilakukan sekali saja. Hal ini dilakukan agar mendekati dengan
kondisi real di dalam jejaring sosial manusia di mana kita tidak tahu secara pasti
jumlah teman seseorang. Dari hasil pemilihan secara acak didapatkan bahwa jika
kita bisa mendapatkan node sampel yang memiliki posisi mendekati sentral atau
memiliki banyak teman di dalam sebuah jejaring sosial, maka hanya dengan
jumlah sampel yang sedikit (sekitar 1 persen), akan didapatkan rata-rata iterasi
yang kecil untuk mencapai ke hotspot.

4.7

Jumlah node yang berhasil menuju real hotspot


Dengan menggunakan blind method tidak semua node berhasil menuju ke

salah satu dari 5 real hotspot yang telah dibahas. Ini lebih disebabkan oleh aturan

43

yang telah ditetapkan yang telah dibahas di BAB 3, di mana jika node tidak dapat
menemukan node child yang memiliki jumlah koneksi lebih besar dari dirinya
maka program akan berhenti atau kondisi hotspot = true terpenuhi. Untuk
nomor node yang berhasil menuju ke real hotspot dapat dilihat pada lampiran.
Jumlah node yang berhasil menuju ke real hotspot dapat dilihat pada Tabel 4.7
berikut,
Jumlah iterasi
0
1
2
3
4
Total

Jumlah node
5
35
69
30
5
144

Tabel 4. 7 Jumlah node yang berhasil menuju ke real hotspot

Jumlah node yang berhasil ke real hotspot


J
u
m
l
a
h

80
70
60
50
40
30

20
N
o 10
d 0
0
e

Jumlah Iterasi

Gambar 4. 7 Jumlah node yang berhasil menuju ke real hotspot dengan blind method

44

Gambar 4.7 tersusun atas sumbu x yang mewakili jumlah iterasi yang
dibutuhkan oleh node untuk mencapai ke real hotspot, dan sumbu y yang
mewakili banyaknya node yang berhasil menuju je real hotspot. Dari hasil yang
telah didapatkan dapat terlihat bahwa hanya sekitar 14.4% (144 buah) node yang
berhasil menuju ke node real hotspot dengan menggunakan blind method.
Dengan menggunakan real method semua node pasti akan mencapai ke
real hotspot dikarenakan semua node di dalam jejaring sosial yang terbentuk
saling berhubungan. Dengan adanya keterbatasan program TreeNode yang
digunakan maka hanya dapat dilihat semua node yang membutuhkan maksimum 4
buah iterasi untuk dapat sampai ke real hotspot. Data hasil perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 4.8 berikut,

Jumlah iterasi Jumlah Node


0

35

85

116

158

601

Tabel 4. 8 Jumlah node yang berhasil menuju ke real hotspot dengan menggunakan real

method

45

Jumlah Node Real Hotspot


160
150
140
130
120
110
100
90
80
70
60
50
N 40
30
20
o
10
0
d
0
e

J
u
m
l
a
h

Jumlah Iterasi
Gambar 4. 8 Jumlah node yang berhasil menuju ke real hotspot dengan real method

Dari Gambar 4.8 di atas dapat terlihat bahwa dengan real method pasti
akan didapatkan jumlah node yang lebih banyak kemungkinannya untuk sampai
ke real hotspot jika dibandingkan dengan blind method. Hal ini sesuai dengan
penjelasan yang terdapat di Sub Bab 4.2. Yang membedakan dengan blind method
adalah real method tidak mewakili kondisi jejaring sosial dalam kehidupan nyata
sehingga tidak bisa digunakan sebagai cara untuk menghitung iterasi rata-rata,
sedangkan blind method mewakili kondisi nyata di dalam jejaring sosial manusia
di mana setiapnode di dalamnya tidak tahu menahu tentang koneksi yang dimiliki
oleh node lainnya.

4.8

Centrality
Pada Sub Bab 4.7 dapat terlihat bahwa dengan menggunakan blind method

maka kemungkinan node yang dapat mencapai real hotspot adalah 14.4 % dari

46

1000 buah node yang terbentuk di dalam sebuah jaringan. Secara kasat mata
tampak sangat kecil kemungkinannya untuk dapat mencapai real hotspot, tetapi
Christakis menyatakan dengan cara yang berbeda yaitu melalui centrality.
Menurut Christakis, centrality sebuah node ditentukan melalui letak node di
dalam struktur jaringan sosial [3]. Seperti yang telah dijelaskan pada Bab 3, node
dikatakan memiliki centrality yang tinggi jika letaknya semakin terpusat ke
jaringan dan memiliki jumlah teman yang lebih banyak.
Nilai centrality dapat dicari dengan menghitung rata-rata jumlah koneksi
yang dimiliki oleh node, baik centrality untuk node parent (node sampel),
centrality untuk node pada iterasi pertama, centrality untuk node pada iterasi
kedua, centrality untuk node pada iterasi ketiga, dan centrality untuk node pada
iterasi keempat (iterasi paling akhir pada blind method). Setiap nilai centrality
yang didapatkan akan dibandingkan antara centrality parent, centrality iterasi
pertama, centrality iterasi kedua, centrality iterasi ketiga, dan centrality iterasi
keempat. Iterasi akan dihentikan jika kenaikan nilai centrality pada iterasi
berikutnya tidak lebih besar dari 15%. Saat kenaikan nilai centrality pada sebuah
iterasi tidak mencapai 15% maka penulis menganggap bahwa kenaikan tersebut
tidak signifikan sehingga pencarian nilai centrality bisa dihentikan. Perhitungan
centrality untuk jumlah node parent = 1000 buah dapat dilihat pada Tabel 4.9
berikut,

47

Node

Jumlah Node

Centrality

Parent

1000

4,142142

Iterasi 1

967

5,049638

Iterasi 2

379

5,91029

Iterasi 3

64

6,453125

Iterasi 4

Tabel 4. 9 Tabel centrality dari 1000 node dengan menggunakan blind method

Dalam Tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa kenaikan nilai centrality yang
signifikan terjadi pada iterasi pertama dan kedua. Hal ini dapat dilihat pada
kenaikan nilai centrality di iterasi ke-tiga dan ke-empat yang tidak mencapai 15%.
Perhitungan nilai centrality juga akan diterapkan pada beberapa kondisi
analisis yang telah diterapkan di dalam beberapa Sub Bab di Bab 4. Hasil
perhitungan nilai centrality dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 berikut,

Pemilihan Node Sampel dengan Selisih Nomor Node adalah 100

10

Jumlah Koneksi
pada Parent
4

Jumlah Koneksi
Iterasi 1
4

110

210

310

410

510

610

710

810

910

Centrality

3,9

4,6

5,5

Nomor Node Sampel

Jumlah Koneksi
Iterasi 2
7

5
5

Tabel 4. 10 Tabel centrality kondisi A dengan menggunakan blind method

48

Sampel Node dengan Jumlah Koneksi Awal adalah 2

Nomor Node Sampel


53
72
287
300
421
422
449
479
489
497
626
660
696
889
952
Centrality

Jumlah Koneksi
pada Parent
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

Jumlah Koneksi
Iterasi 1
4
3
6
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4,2

Jumlah Koneksi
Iterasi 2

Jumah Koneksi
Iterasi 3

5
5
6

5
5

6
6

5
5
7
5,22

5,75

Tabel 4. 11 Tabel centrality kondisi B dengan menggunakan blind method

Dari Tabel 4.10 dan 4.11 dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
blind method akan didapatkan nilai centrality yang selalu meningkat di setiap
iterasi yang dihasilkan. Lompatan nilai centrality yang lebih dari 15% pada setiap
kondisi yang diteliti terjadi hingga iterasi kedua.
Perbedaan yang mendasar yang dapat dilihat dari kedua kondisi di atas
adalah penentuan sampel, di mana kondisi A menentukan sampel secara acak
dengan aturan selisih 100 pada tiap nodenya, sedangkan kondisi B menentukan
sampel semua node di dalam jaringan yang memiliki jumlah koneksi 2. Dari nilai
centrality yang didapatkan dari kedua jenis kondisi ini juga dapat disimpulkan
bahwa dengan menggunakan sampel yang beragam jumlah koneksi dan lebih
besar dari 2 (jumlah minimal koneksi yang dihasilkan di jaringan) di parent-nya
akan menghasilkan nilai centrality yang lebih besar jika dibandingkan dengan

49

sampel yang memiliki jumlah koneksi paling minimal. Hasil ini berbanding lurus
dengan paradoks pertemanan yang disampaikan oleh Christakis di Bab 3 [3].

50

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan simulasi yang dilakukan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:


1)

Dengan menggunakan blind method, probabilitas sebuah node untuk sampai


kepada real hotspot tergantung status dan lokasi seseorang di dalam
jaringan. Hal ini sesuai dengan kondisi real social network di mana ada
keterbatasan pada setiap individu untuk dapat memetakan pertemanannya.
Hal ini dapat terlihat dari persentase keberhasilan node untuk mencapai ke
real hotspot di dalam jaringan hanya 14,4% dari total 1000 node yang ada di
dalam jaringan Small-world.

2)

Jumlah koneksi yang minim akan membuat jumlah iterasi yang dibutuhkan
untuk mencapai node hotspot lebih besar jika dibandingkan dengan node
yang memiliki koneksi yang lebih banyak. Hal ini akan sangat berguna saat
penentuan sampel di dalam jaringan sosial nyata.

3)

Dengan menggunakan blind method akan didapatkan nilai centrality yang


selalu meningkat di setiap iterasi yang dihasilkan. Lompatan nilai centrality
yang lebih besar dari 15% pada setiap hasil analisis terjadi hingga iterasi
kedua.

51

4)

Jumlah koneksi yang minim (jumlah koneksi = 2) pada sampel node akan
membuat nilai centrality yang diperoleh tidak akan sebesar jikalau
pemilihan sampel node dilakukan secara acak dengan jumlah koneksi lebih
besar dari 2. Dengan didapatkannya nilai centrality yang semakin besar,
maka semakin besar kemungkinan untuk bisa mencapai real hotspot dan hal
ini akan berdampak positif pada monitoring terjadinya penyebaran epidemi
dalam jaringan sosial.

5)

Lonjakan nilai centrality terjadi pada 2 iterasi pertama, sedangkan iterasi


berikutnya kenaikan nilai centrality sudah tidak lebih besar dari 15%. Ini
mengindikasikan bahwa dengan 2 buah iterasi sebuah node sudah bisa
mendapatkan posisi yang lebih terpusat dengan jumlah teman yang banyak
di dalam sebuah jaringan sosial. Pada jaringan sosial yang nyata, hal ini
akan lebih mudah dilakukan karena hanya perlu mengidentifikasi temannya
teman kita untuk bisa menuju ke node yang sifatnya lebih hotspot di dalam
jaringan sosial.

Manfaat dari penelitian ini akan terlihat jika dikolaborasikan dengan bidangbidang keilmuan yang lain seperti :

Kesehatan : untuk melakukan monitoring terjadinya penyebaran epidemi


dalam bentuk virus penyakit

Ekonomi / Bisnis : untuk marketing (pemasaran) suatu produk ke daerah


pedalaman.

52

Sosial : untuk melakukan monitoring pola hidup di sebuah komunitas


masyarakat

5.2

Saran
Analisis blind method ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut untuk

meneliti karakteristik jaringan sosial nyata yang ada dalam kehidupan manusia.
Program analisis ini dikembangkan dengan menggunakan 2 buah software, yaitu
JAVA dan Microsoft Excel.

Berikut ini merupakan saran-saran yang dapat

diberikan untuk pengembangan penelitian selanjutnya:


1)

Menambahkan algoritma untuk pencarian centrality secara otomatis dengan


menggunakan program JAVA yang ada.

2)

Membuat macro di dalam Microsoft Excel yang bisa digunakan sebagai


generator untuk membentuk jaringan small-world secara otomatis dengan
inputan berupa jumlah node, jumlah koneksi, dan probabilitas.

53

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Watts,D.J. Networks, Dynamics, and the Small-world Phenomenon, The


American Journal of Sociology, vol. 105, no. 2, pp. 493527, Sep. 1999.

[2]

Watts, D.J.; Strogatz, S.H. 1998 . Collective dynamics of small-world


networks. Nature 303 (6684): 409-10.New York:Nature

[3]

Nicholas Christakis, How Social Networks Predict Epidemics, TED.com,


Home page on-line. Available from
http://www.ted.com/talks/lang/eng/nicholas_christakis_how_social_netwo
rks_predict_epidemics.html ; Internet; diakses tanggal 25 Agustus 2011.

[4]

Varga, Andrs. 2005 . OMNeT++ User Manual.

[5]

F. Winata, I. Martoyo, L. Handojo, Junita, K. Karyono, "Small-World


Network in OMNeT++", Proceeding of The Third International
Conference on Intelligent Modelling and Simulation (ISMS), Kinabalu,
Malaysia, 2012, pp.767-771.

[6]

Christakis, N. A., Fowler, J. H. 2009. Connected. New York: Little, Brown


and Company.

[7]

Nicholas Christakis, The Hidden Influence of Social Network, TED.com,


Home page on-line. Available from
http://www.ted.com/talks/nicholas_christakis_the_hidden_influence_of_so
cial_networks.html ; Internet; diakses tanggal 25 Agustus 2011.

Anda mungkin juga menyukai