Anda di halaman 1dari 24

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diabetes Mellitus


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing
manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh atau bisa disebutkan sebagai suatu penyakit
dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.2
Menurut International Diabetes Federation (IDF), DM adalah penyakit kronis
yang digambarkan sebagai keadaan kadar glukosa darah yang meningkat
(hiperglikemia) yang berhubungan dengan kematian. Penyakit ini muncul ketika selsel beta di pankreas gagal menghasilkan hormon insulin yang cukup atau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif.19 Seseorang dapat
dikatakan DM bila didiagnosis dengan kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi
glukosa yaitu: kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena)
200 mg/dl, kadar
glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl, kadar glukosa plasma 200 mg/dl
pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada Test Toleransi Glukosa Oral
(TTGO).20

Universitas Sumatera Utara

2.2. Sejarah Diabetes Mellitus


Di Mesir pada tahun 1552 sebelum Masehi telah dikenal suatu penyakit
dengan gejala sering kencing dan dalam jumlah banyak yang disebut poliuria serta
penurunan berat badan yang cepat tanpa disertai rasa nyeri. Kemudian pada tahun 400
sebelum Masehi, penulis India Sushrutha memberi nama penyakit itu penyakit
kencing madu (honey urine disease).
Aretaeus pada tahun 250 sesudah Masehi merupakan orang yang pertama kali
memberi nama diabetes yang berarti mengalir terus dan mellitus yang berarti
manis. Disebut diabetes karena selalu minum dalam jumlah yang banyak
(polidipsia) yang kemudian mengalir terus berupa urine yang banyak (poliuria).
Disebut mellitus karena urine penderita ini mengandung glukosa.17
Pada tahun 1921, Frederick Banting dan Charles Best berhasil membuat
ekstrak pankreas yang setelah disuntikkan terbukti dapat menurunkan kadar glukosa
dalam darah. Dengan demikian, jelas bahwa diabetes mellitus (DM) adalah penyakit
menahun (kronis) yang disebabkan karena kekurangan insulin.21
Akhirnya, pada tahun 1945, Frank dan Fuchs mencoba tablet OHO (Obat
Hipoglikemik Oral) pada manusia, yang kemudian temuan OHO ini berkembang
pesat dengan berbagai jenis dan indikasi penggunaannya. 17

2.3. Patogenesis Diabetes Mellitus


Tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
rusak. Di samping itu, tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Pada manusia bahan tersebut diperoleh dari bahan makanan

Universitas Sumatera Utara

yang dimakan sehari-hari, yang terdiri dari kabohidrat (gula dan tepung-tepungan),
protein (asam amino), dan lemak (asam lemak).
Pengolahan bahan makanan itu dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu, makanan dipecah menjadi
bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino dan lemak menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan tersebut terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, dan hasil
akhirnya adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme itu, insulin memegang
peranan penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya
dapat digunakan sebagai bahan bakar.6
Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus dalam bentuk glukosa.
Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen hati dan otot oleh
insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan digunakan, dipecah lagi
menjadi glukosa oleh adrenalin. Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa
darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia/ kadar gula
darah tinggi.22
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai
anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk
kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin
tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan
tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah

Universitas Sumatera Utara

meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber
energi di dalam sel. Inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus tipe 1.
Pada diabetes tipe 2 jumlah insulin normal atau mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada
keadaan ini, jumlah insulin banyak tetapi reseptornya kurang maka glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit sehingga sel akan kekurangan glukosa dan glukosa di
dalam pembuluh darah meningkat.6

2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus


2.4.1. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI/IDDM/Tipe 1)
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh
kekurangan hormon insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak, dan
remaja.23 Pada umumnya, diabetes tipe 1 pertama kali didiagnosis pada orang yang
berumur dibawah 40 tahun, tetapi adakalanya penyakit ini terjadi pada orang yang
berumur di atas 40 tahun.24
Diabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan
sel pankreas sehingga menimbulkan defisiensi insulin absolut. Pada DM tipe 1
merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor genetik sebesar 30%.25
Sebagian besar individu dengan IDDM biasanya dengan berat badan normal
atau di bawah normal. Gejala klasik IDDM yang tidak diobati adalah poliuria

Universitas Sumatera Utara

(peningkatan pengeluaran urine), polidipsia (peningkatan cairan yang masuk),


polifagia (peningkatan makanan yang masuk), dan kehilangan berat badan.26
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan
pemberian

terapi

insulin

berkesinambungan.

Riwayat

yang

dilakukan

keluarga,

diet,

dan

secara

terus-menerus

faktor

lingkungan

dan
sangat

mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diabetes tipe 1


haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya
menggunakan alat test gula darah terutama pada anak-anak atau balita yang mana
mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang
berbagai penyakit.23

2.4.2. Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI/NIDDM/Tipe 2)


Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan gangguan insulin yang berbeda dengan
diabetes tipe 1. Kasus diabetes tipe 2 terdapat lebih dari 90% kasus di seluruh dunia
dibandingkan diabetes tipe 1.27
Diabetes tipe 2 disebut juga maturity onset biasanya menyerang orang berusia
sekitar 40 tahun dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan
semestinya, dikenal juga dengan istilah Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).28 Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam
produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon)
sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah.23

Universitas Sumatera Utara

Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini. Sekitar 80% pasien diabetes
tipe 2 mengalami obesitas karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin.29
Penyakit diabetes tipe 2 ini dapat dikendalikan dengan diet, olah raga, atau obat
antidiabetes.28

2.5. Gejala-Gejala Diabetes Mellitus


Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi

insulin.

Pasien-pasien

dengan

defisiensi

insulin

tidak

dapat

mempertahankan kadar glukosa darahnya yang normal setelah makan karbohidrat.


Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
timbullah glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urine maka pasien mengalami penurunan berat badan. Rasa
lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan
kalori. Pasien akan mengeluh lelah dan mengantuk.29 Di samping itu kadang-kadang
ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal,
penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.30

2.6. Diagnosis Diabetes Mellitus


Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah dan
tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan
diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa

Universitas Sumatera Utara

darah dilakukan di laboratorium terpercaya (yang melakukan program pemantauan


kendali mutu secara teratur).6
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara
lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.31 Apabila ada keluhan khas DM, hasil
pemeriksaan kadar glukosa plasma sewaktu

glukosa plasma puasa

200 mg/dl (1,1 mmol/L) dan kadar

126 mg/dl (7,0 mmol/L) dapat dijadikan sebagai kriteria

penegakan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel berikut ini:20
Tabel 2.1 Kriteria Penegakan Diagnosis DM

Kadar glukosa darah


sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah
puasa (mg/dl)

Plasma vena
Darah kapiler
Plasma vena
Darah kapiler

Bukan DM
< 100
< 90
< 100
< 90

Belum Pasti DM
100-199
90-199
100-125
90-99

DM
200
200
126
100

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia, PERKENI 2011

Pemeriksaan HbA1C dapat juga dijadikan sebagai salah satu kriteria diagnosis
DM. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mengevaluasi pengendalian gula darah.
Ketika kadar gula darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka kadar gula
darah akan berikatan dengan haemoglobin. Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah
dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi
dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi pula. Kadar HbA1C normal
antara 4% sampai dengan 6,5%.20

Universitas Sumatera Utara

2.7. Epidemiologi Diabetes Mellitus


2.7.1. Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara maju, penyakit DM cenderung diderita oleh penduduk berusia di
atas 64 tahun sedangkan pada negara berkembang, penyakit DM cenderung diderita
oleh penduduk berusia 45-64 tahun.32 DM tipe 1 umumnya terjadi pada anak-anak
dan remaja ataupun usia muda.33 DM tipe 1 pada umumnya terjadi sebelum penderita
berumur 40 tahun sedangkan DM tipe 2 pada umumnya terjadi setelah berumur 40
tahun.21 Penderita DM yang memiliki usia yang sama dengan yang bukan penderita
DM paling sedikit 2 kali lebih sering terkena serangan jantung dengan mereka yang
tidak menderita diabetes.29
Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) terdapat 1,9 juta kasus
baru diabetes pada orang berusia 20 tahun dan lebih tua pada tahun 2010.34
Berdasarkan penelitian Marpaung (2006) di RSUD Pematang Siantar tahun 20032004 menyatakan bahwa proporsi penderita DM yang berusia 45 tahun 80,8% dan
proporsi penderita DM yang berusia < 45 tahun 19,2%.35
Berdasarkan penelitian Roza (2008) di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2006, proporsi penderita DM berusia < 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi
akut 5,0% dan yang menderita komplikasi kronik 12,6% sedangkan proporsi
penderita DM berusia 40 tahun yaitu yang menderita komplikasi akut 7,6% dan
yang menderita komplikasi kronik yaitu 74,8%. Proporsi laki-laki yang menderita
DM yaitu yang mengalami komplikasi akut 6,9% dan yang mengalami komplikasi
kronik 39,0% sedangkan proporsi perempuan yang menderita DM yaitu yang

Universitas Sumatera Utara

mengalami komplikasi akut 5,7% dan yang mengalami komplikasi kronik yaitu
48,4%.18
b. Menurut Tempat
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik tahun 2003 melaporkan bahwa
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 333 juta jiwa dengan
prevalensi DM yaitu 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural.
Berdasarkan laporan hasil Riskesdas tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan
menunjukkan prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia di atas 15 tahun
yaitu 5,7%.20
Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi
di Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kotakota besar, antara lain Jakarta (12,8%), Surabaya (1,8%), Makassar (12,5%), dan
Manado (6,7%). Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan,
antara lain Tasikmalaya (1,8%) dan Tanah Toraja (0,9%). Adanya perbedaan
prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup
mempengaruhi kejadian DM.36
c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000 terdapat 2,9 juta kematian akibat penyakit DM di dunia,
dimana 1,4 juta kematian terjadi pada pria dan 1,5 juta kematian pada wanita. Dari
semua jumlah kematian ini, 1 juta kematian terjadi di negara maju dan 1,9 juta
kematian terjadi di negara berkembang.37 Pada tahun 2003, WHO menyatakan 194
juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita
Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 7,3%.38

Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Determinan
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Anggota
keluarga Diabetes memiliki kemungkinan besar terserang penyakit ini dibandingkan
dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes.39
Diabetes tipe 2 lebih terkait dengan faktor genetik bila dibandingkan dengan
diabetes tipe 1. Pada umumnya, anak dengan ayah penderita diabetes tipe 1 memiliki
kemungkinan terkena diabetes adalah 1:7.40
b. Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama di atas 40 tahun
karena risiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia. DM tipe 1
biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia < 40 tahun, sedangkan DM tipe 2
biasa terjadi pada usia 40 tahun. 38
Menurut penelitian Andayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita
DM tipe 2 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur di atas 40 tahun dan
jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun dengan proporsi
48%.41 Berdasarkan penelitian Amelya (2008) di Rumah Sakit Tembakau Deli
Medan tahun 2002-2006, proporsi penderita DM yang berusia 20-40 tahun yaitu
4,9% dan proporsi penderita DM yang berusia > 40 tahun yaitu 65,1%.42
c. Pola makan dan obesitas
Diabetes tipe 2 sangat erat kaitannya dengan obesitas. Obesitas timbul karena
jumlah kalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada kalori yang
dibakar. Keadaan ini akan mengakibatkan penumpukan jaringan lemak yang

Universitas Sumatera Utara

berlebihan dalam tubuh sehingga terjadilah obesitas. Obesitas akan menyebabkan


resistensi insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja dengan baik dan kadar gula
darah meningkat. Hal ini akan memicu gangguan ginjal, penyakit jantung, stroke, dan
sebagainya. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m2 akan 30 kali
lebih mudah terkena DM daripada seseorang dengan IMT normal (22 kg/m2). Bila
IMT 35 kg/m 2, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat. Apabila
seseorang yang obesitas menderita diabetes maka akan lebih mudah terkena
komplikasi.38
d. Kurangnya aktifitas fisik/ olah raga
Olah raga/ aktivitas fisik adalah merupakan salah satu cara untuk menolong
mencegah terjadinya penyakit karena pola hidup seperti diabetes, serangan jantung,
dan stroke atau perdarahan di otak.
Setiap berolah raga sebaiknya memeriksakan kadar glukosa darah karena
kadar glukosa darah dapat turun akibat pembakaran. Hal ini terjadi karena cadangan
glukosa pada otot dan hati dikeluarkan untuk dibakar. Pada aktivitas itu, kebutuhan
terhadap hormon insulin menjadi berkurang sehingga dapat mencegah diabetes.38
e. Infeksi
Beberapa orang ahli diabetes percaya bahwa DM mempunyai beberapa sebab.
Penyebab lain yang dicurigai adalah berbagai jenis virus. Virus yang dapat memicu
DM adalah rubella, mumps, dan human coxsackievirus. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta pankreas, virus ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel.
Virus ini dapat juga menyerang melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan
hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. Pada kasus DM tipe 1 yang sering

Universitas Sumatera Utara

dijumpai pada anak-anak, seringkali didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek
yang berulang-ulang, yang disebabkan oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM
akibat bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun para ahli kesehatan menduga
bakteri cukup berperan menyebabkan DM.33

2.8

Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi-komplikasi DM dapat dibagi 2 kategori mayor, yaitu kompliksi

metabolik akut dan komplikasi metabolik kronik jangka panjang.29


2.8.1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan
gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul
akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi
(hiperglikemia).38
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan komplikasi potensial.43 Keadaan ini merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes yang menjalani terapi insulin
dan terkadang pada mereka yang menjalani terapi sulfonilurea.44
Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,
gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam otak
(tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul, dan koma). Serangan hipoglikemia
sangat berbahaya dan apabila sering terjadi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.29

Universitas Sumatera Utara

Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl.


Kadar glukosa yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan
energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat menjadi rusak. Hipoglikemia ini
lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per
minggu sedangkan pada penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang
terjadi.31
b. Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang
sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Hiperglikemia
menyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik, dan dehidrasi berat. Pasien dapat
menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka
mortalitas dapat tinggi hingga 50%.29 Hiperglikemia ditandai dengan poliuria,
polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue), dan pandangan kabur.31
Hiperglikemia ini antara lainnya adalah:
b.1 Ketoasidosis Diabetes (DKA)
Ketoasidosis Diabetes (DKA) sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1
(IDDM). Penyakit tersebut biasanya dipercepat oleh suatu penyakit akut, misalnya
penyakit infeksi, trauma, gangguan kardiovaskuler, stress emosi, dan sebagainya.21
Ketoasidosis Diabetes (DKA) adalah keadaan gawat darurat akibat
hiperglikemia dimana banyak asam terbentuk dalam darah. Ketoasidosis Diabetes
terjadi akibat sel otot tidak mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan
darurat ini tubuh akan memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun
dalam peredaran darah yang disebut keton. Ketoasidosis Diabetes sering terjadi akibat

Universitas Sumatera Utara

penyuntikan insulin berhenti atau kurang karena lupa menyuntik atau tidak
menaikkan dosis padahal ada makanan ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik.
Keluhan dan gejala DKA timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam darah,
antara lain napas cepat dan dalam, napas berbau keton, nafsu makan turun, mual,
muntah, demam, nyeri perut, berat badan menurun, mengantuk, kesadaran menurun
sampai koma.38
b.2 Hiperosmolar Non Ketotik
Hiperosmolar Non Ketotik adalah komplikasi akut DM tipe 2.43 Hiperosmolar
Non Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga
darah menjadi kental. Kadar glukosa darah penderita bisa sampai di atas 600 mg/dl.
Glukosa ini akan menarik air keluar sel, selanjutnya keluar dari tubuh melalui
kencing yang akan mengakibatkan kekurangan cairan tubuh atau dehidrasi.
Gejala Hiperosmolar Non Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya
pada Hiperosmolar Non Ketotik tidak dijumpai napas yang cepat dan dalam serta
berbau keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing,
lemah, kaki dan tungkainya kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang, sampai
koma.38
b.3. Asidosis Laktat
Asidosis Laktat merupakan komplikasi yang sangat jarang akibat terapi
dengan metformin. Pasien datang dengan gejala-gejala asidemia (malaise, anoreksia,
muntah). Kadar glukosa darah biasanya normal, tidak ditemukan benda keton dalam
urine, dan analisis gas darah menunjukkan adanya asidosis (berat) dengan kelebihan

Universitas Sumatera Utara

basa yang tinggi. Terapi yang digunakan dapat bersifat suportif dan menghentikan
penggunaan metformin.44

2.8.2. Komplikasi Metabolik Kronik


Komplikasi kronik adalah komplikasi akibat diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik dan berlangsung sejak lama. Keadaan ini kemudian memunculkan
kerusakan pembuluh darah yang selanjutnya berdampak terhadap organ-organ tubuh
lain, seperti jantung, stroke, ginjal, mata, dan lainnya.38
a. Kerusakan Saraf (Neuropathy)
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik
penderita DM tipe 1 maupun tipe 2 bisa terkena neuropati.33 Neuropati diabetik
terjadi pada 60-70% penderita DM.43
Neuropati Diabetik adalah kerusakan saraf yang terjadi karena kadar glukosa
darah yang tinggi dalam jangka waktu yang lama yang melemahkan dan merusak
dinding pembuluh darah kapiler. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat mengirim.38
Gejala-gejala neuropati yang sering muncul adalah kesemutan, rasa panas,
kram, rasa tebal, dan nyeri. Bila kerusakan itu banyak terjadi pada urat saraf maka
disebut polineuropati diabetik. Ini akan menyebabkan otot-otot kaki penderita akan
mengecil/ atrofi. Semua kelainan saraf akibat DM dapat diatasi bila cepat ditangani.
Karena penderita sering lengah biasanya kelainan urat saraf sudah parah sehingga
memperlambat kesembuhan. Pencegahan dan perawatan sedini mungkin merupakan
cara yang paling baik untuk mengatasinya.17

Universitas Sumatera Utara

b. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)


Komplikasi pada ginjal bukan akibat kebanyakan obat melainkan karena
kontrol kadar gula darah yang buruk. Kerusakan ginjal timbul karena kadar glukosa
darah yang tinggi umumnya di atas 200 mg/dl dan tekanan darah tinggi.38 Bila terjadi
kerusakan ginjal yaitu pembuluh kapiler ginjal rusak/ bocor maka protein yang
seharusnya dipertahankan ginjal bocor keluar dan terdapat di dalam urine.33
Dibandingkan dengan ginjal orang normal, diabetes memiliki kecenderungan
tujuh belas kali lebih mudah mengalami gangguan fungsi ginjal. Hal ini disebabkan
oleh faktor infeksi yang sering timbul pada penderita diabetes dan faktor penyempitan
pembuluh darah kapiler di dalam ginjal.17
c. Kerusakan Mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan.
Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2% penderita DM menjadi buta dan
10% mengalami cacat penglihatan.38
Komplikasi klinis yang terjadi adalah timbulnya kerusakan retina mata
(retinopati), yang dapat menyebabkan kebutaan. Gangguan mata ini sering kali
berhubungan dengan tingginya kadar gula darah, lama diabetes, dan hipertensi.45
Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler yang menyebabkan
pembuluh darah mudah bocor (perdarahan) dan pembuluh darah tertutup (iskemia
retina dan pembuluh darah baru).44
Gangguan mata ringan biasanya tanpa keluhan. Kerusakan yang lebih berat
akan menimbulkan keluhan, antara lain tampak bayangan jaring atau sarang laba-laba

Universitas Sumatera Utara

pada penglihatan mata, bayangan abu-abu, mata kabur, sulit membaca, mata terasa
nyeri, sampai pada kebutaan.38
Selain menyebabkan retinopati, DM juga menyebabkan lensa mata menjadi
keruh (tampak putih) yang disebut katarak dan dapat menyebabkan glukoma
(meningkatnya tekanan bola mata).17
d. Penyakit Jantung
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak
di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Jika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai
darah yang kurang. Selain menyebabkan kurangnya suplai darah ke otot jantung,
penyempitan pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat,
sehingga dapat mengakibatkan kematian mendadak. Dibandingkan dengan orang
normal, diabetes dua kali lebih mudah menderita serangan jantung.17
e. Hipertensi
Hipertensi lebih banyak terjadi pada diabetes tipe 2 daripada tipe 1. Usia yang
lebih tua lebih banyak terkena hipertensi daripada usia muda. Penderita DM
cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang yang tidak menderita
DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat memicu terjadinya
serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara 35%-75%
komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan pengapuran atau
penebalan dinding pembuluh darah.38

Universitas Sumatera Utara

f. Gangguan Saluran Pencernaan


Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara
lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan
menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan lambung menjadi menggelembung sehingga
proses pengosongan lambung terganggu dan makanan lebih lama tertinggal di dalam
lambung. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut mudah terasa penuh,
kembung, makanan tidak lekas turun, kadang-kadang timbul rasa sakit di ulu hati atau
makanan terhenti dalam dada.17
g. Stroke
Diabetes sering disertai dengan hipertensi, kolesterol terutama LDL yang
tinggi, obesitas, merokok, kurang olahraga, hidup santai, dan sebagainya. Hal ini
akan memicu terbentuknya radikal bebas yang mendorong atau mempercepat proses
aterosklerosis. Proses ini bisa menimbulkan pemyumbatan darah otak yang
menyebabkan stroke. Diabetes juga mempermudah komplikasi perdarahan pada
pembuluh darah otak. Stroke akibat perdarahan umumnya lebih berbahaya daripada
stroke akibat penyumbatan.38
h. Ulkus/ Gangren Diabetik
Diantara komplikasi kronik DM, kelainan makrovaskuler memberikan
gambaran kelainan pada tungkai bawah berupa ulkus maupun gangren selanjutnya
disebut Kaki Diabetik. Kaki Diabetik merupakan komplikasi menahun yang paling
ditakuti dan mengesalkan bagi penderita DM, baik ditinjau dari lamanya perawatan,
biaya tinggi yang diperlukan untuk pengobatan.

Universitas Sumatera Utara

Kaki Diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati yang terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob. Gejala yang sering dikeluhkan yaitu sering kesemutan, nyeri pada
kaki seperti rasa terbakar, tidak berasa, kerusakan jaringan (nekrosis), penurunan
denyut nadi, kaki menjadi atrofi, dingin, dan menebal, serta kulit menjadi kering.
Penderita Diabetes Mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida
plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan
hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang
terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri
menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh
darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman,
dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
berkembang menjadi Kaki Diabetik.16

2.9. Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus


Diantara penyakit degenaratif, DM termasuk salah satu penyakit yang sangat
potensial untuk dapat dicegah. Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat
(prevalensinya menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan
serta perawatan penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. Jika
telah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah
normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya

Universitas Sumatera Utara

pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan
masyarakat.6
Perawatan kesehatan preventif untuk penyakit DM bisa dengan pencegahan
primordial, pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.43

2.9.1. Pencegahan Primordial


Pencegahan primordial yaitu pencegahan kepada orang-orang yang masih
sehat agar tidak memiliki faktor risiko untuk terjadinya DM.6 Pencegahan primordial
ditujukan kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku positif mendukung
kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari risiko DM. Misalnya,
berperilaku hidup sehat, tidak merokok, memakan makanan yang bergizi dan
seimbang, diet, membatasi diri dengan makanan tertentu ataupun kegiatan jasmani
yang memadai.3

2.9.2. Pencegahan Primer


Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Pada pencegahan primer ini harus mengenal faktorfaktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi/
menghilangkan faktor-faktor tersebut.46
Usaha pencegahan primer ini dilakukan secara menyeluruh pada masyarakat
tetapi diutamakan dan ditekankan untuk dilaksanakan dengan baik pada mereka yang
berisiko tinggi yang berpotensi menderita DM. Tindakan yang perlu dilakukan untuk
usaha pencegahan primer ini meliputi penyuluhan mengenai perlunya pengaturan

Universitas Sumatera Utara

gaya

hidup

sehat

sedini

mungkin

dengan

memberikan

pedoman,

yaitu

mempertahankan pola makan sehari-hari yang sehat dan seimbang seperti


meningkatkan konsumsi sayuran dan buah, membatasi makanan tinggi lemak dan
karbohidrat sederhana, dan mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur
dan tinggi badan. Selain itu yang dapat dilakukan adalah melakukan kegiatan jasmani
yang cukup dan sesuai dengan umur dan kemampuan.6

2.9.3. Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder yaitu mencegah agar tidak terjadi komplikasi walaupun
sudah terjadi penyakit.6 Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan dan
menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal. Pengobatan sejak awal harus segera dilakukan untuk mencegah kemungkinan
terjadinya komplikasi menahun. Edukasi mengenai diabetes mellitus dan pengelolaannya
akan meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.23

a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai
DM. Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes adalah penyakit yang
berhubungan dengan gaya hidup. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga
diberikan kepada anggota keluarganya, tim kesehatan/ perawatan, dan orang-orang
yang beraktivitas bersama-sama dengan penderita DM setiap hari.6
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ini ditujukan kepada mereka yang
baru terdiagnosis diabetes. Kelompok penderita diabetes ini masih sangat perlu diberi
pengertian mengenai penyakit diabetes supaya mereka dapat mengendalikan

Universitas Sumatera Utara

penyakitnya dalam mengontrol gula darah, mengatur makanan, dan melakukan


aktifitas olah raga sesuai dengan keadaan dirinya sehingga pada akhirnya penderita
akan merasa nyaman karena bisa mengendalikan gula darahnya.
Materi yang dapat diberikan dalam penyuluhan adalah definisi diabetes
mellitus, penatalaksanaan diabetes secara umum, obat-obat untuk mengontrol glukosa
darah (tablet dan insulin), perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan
penukar, manfaat kegiatan jasmani (olah raga). Selanjunya dapat diberikan materi
penyuluhan lanjutan, yaitu mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes,
pengetahuan mengenai komplikasi kronik diabetes, penatalaksanaan diabetes selama
menderita penyakit lain, dan pemeliharaan kaki diabetes.47
b. Pengobatan
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani secara
teratur, namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan
obat hipoglikemik baik oral maupun insulin.
b.1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan
pasien DM tipe 2. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes.31
Berdasarkan cara kerjanya, Obat Hipoglikemik Oral dapat dibagi menjadi 5
golongan, yaitu golongan pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), golongan
peningkat sensitivitas terhadap insulin (tiazolidindion), golongan penghambat
glukoneogenesis (metformin), golongan penghambat absorpsi glukosa (glukosidase
alfa), dan golongan DPP-IV inhibitor.20

Universitas Sumatera Utara

Golongan sulfonilurea diberikan pada pasien yang tidak gemuk karena


meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, misalnya Glibenklamid dengan
nama obat paten Daonil atau Euglucon. Golongan glinid merupakan obat yang cara
kerjanya sama dengan sulfonilurea dengan penekanan pada sekresi insulin fase
pertama, misalnya Repaglinid dengan nama obat paten Novonorm. Golongan
tiazolidindion mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, misalnya Pioglitazon dengan nama obat paten
Actos. Golongan metformin berfungsi mengurangi produksi glukosa hati, misalnya
Glucophage. Golongan glukosidase alfa berfungsi mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus sehingga menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan, misalnya
Akarbose dengan nama obat paten Glucobay.20
b.2. Insulin
Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM tipe 1. Pada DM
tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi
dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM tipe 1 harus
mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam
tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita DM tipe 2 tidak
memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin
disamping terapi hipoglikemik oral.31

2.9.4. Pencegahan Tersier


Pencegahan tersier yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih
lanjut walaupun sudah terjadi komplikasi. Untuk mencegah terjadinya kecacatan

Universitas Sumatera Utara

harus dimulai dengan deteksi dini komplikasi DM agar komplikasi DM tersebut dapat
dikelola dengan baik.6
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan
menetap. Pada upaya pencegahan primer tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan
keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.20
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti
konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain seperti dari
bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis, gizi,
pediatri dan sebagainya sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan
tersier.46

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai