Omas Witarsa
Omas Witarsa
Adalah karyawan senior di Unit
Sumber Daya Informasi ( USDI) Institut
Teknologi Bandung, bertanggung
jawab pada pos Layanan Produksi
Multimedia TVST, yang berkawan
akrab dengan salah satu pakar sejarah
Kota Bandung, Ir. Haryoto Kunto.
Secara tidak sengaja menemukan Prasasti Curug Dago pada tahun
1988, dan dengan inisiatif pribadi menggali informasi, bertemu
dengan pakar sejarah, berdiskusi dengan perwakilan Kedutaan Besar
Thailand, hingga Curug Dago ditata menjadi kawasan wisata dan
diakui pernah menjadi tempat meditasi dua generasi Raja Thailand, di
masa pemerintahan Hindia Belanda.
Penulis Omas Witarsa Penyunting Galih Prasetya Utama Tata letak Galih
Prasetya Utama Desain Cover Galih Prasetya Utama Penerbit Galih Prasetya
Utama& Omas Witarsa Bandung 2015
CURUG DAGO
Curug Dago, Curug Yang Indah
Udara Segar, Deburmu datar
Curug Dago, Alam mu asri
Pengikat hati Dua sejoli
Curug Dago Tempat menanti
Meniti hari penuh misteri
Isi
Memburu Masa Lalu, Menyibak Cerita Lama
Abah Iyun
12
Prasasti Raja
14
22
31
35
38
41
Sudah menjadi tradisi, keberadaan air terjun di suatu lokasi, selalu dikaitkan
dengan cerita, dongeng, atau legenda yang menjadi silsilah, mengapa air
5
terjun disuatu daerah itu memiliki nama tertentu seperti nama daerah, nama
orang , tumbuh-tumbuhan, atau nama binatang .
Dari sekian banyak nama air terjun di Jawa Barat, ada satu yang berada di
daerah Bandung Utara, sekitar 5 kilometer dari pusat Kota Bandung yaitu
Curug Dago atau Air Terjun Dago ( Curug berarti air terjun dalam Bahasa
Sunda ). Letaknya bersebelahan dengan Taman Budaya Jawa Barat dan
Dago Tea House.
Air terjun Dago berada pada alur Sungai Cikapundung, yang mengalir
membelah dua perbukitan di Bandung Utara, yaitu Bukit Punclut ( daerah
perbukitan Ciumbuleuit) dan Bukit Dago.
tingginya kurang lebih 6 7 meter. Air terjun Dago tidak beda jauh dengan
air terjun sejenis lainnya, yang merupakan rekaman endapan lava dari
ledakan Gunung Sunda Purba, yang kemudian melahirkan anak gunung
bernama Tangkuban Perahu, nan legendaris itu.
Anak Gunung Sunda Purba meletus pada fase ke dua, kurang lebih 6,000
tahun yang lalu dan menghasilkan beberapa rekaman endapan lava berupa
air terjun, seperti Curug Omas di Maribaya, Curug Lalai, Curug Panganten
di Cimahi, dan Curug Cindulang.
dimabuk asmara. Begitu pula udaranya yang segar dan nyaman, membuat
kerasan tinggal sejenak bersuka ria di sana.
Lokasi Curug Dago (titik kuning) yang berada di aliran sungai Cikapundung
itu terkurung oleh hunian penduduk, tampak sebelah atas areal yang gundul
disekitar Sekolah Stanford International dan rumah penduduk, yang juga
mencemari Sungai Cikapundung, dari hulu sampai hilir, disepanjang kiri
8
dan kanan jalan Ir.Haji Juanda menuju ke arah Bandung Utara. Curug Dago
posisinya berada di dalam kota sehingga malah luput dari perhatian kita
semua, kawasan Curug Dago menjadi bagian kecil dari hutan kota yang ada
di kota Bandung.
Gambar 4. Citra satelit Curug Dago ( dok. Omas Witarsa, dari Google Map)
Maklum, isu tentang lingkungan saat itu sangat gencar dilakukan oleh
Menteri Lingkungan Hidup Dr. Emil Salim , dan mencari dongeng yang
hidup di masyarakat ataupun cerita sejarah yang biasanya dikaitkan dengan
nama Curug Dago sehingga air terjun ini memiliki nama Curug Dago.
Mulailah penelusuran dilakukan , sejauh mana kerusakan dialami oleh
9
Curug Dago setelah 5 tahun ini , namun perubahan tidak begitu mencolok,
kecuali airnya semakin kotor berbau dan volumenya menyusut drastis,
karena gundulnya hutan hutan yang berada di bukit Dago hingga ke
Tangkuban Perahu .
Abah Iyun
Kemudian kami mulai mencari sisi lain dari Curug Dago ini. Dari
narasumber Abah Iyun, kami berharap akan mendapat dongeng atau cerita
yang menarik tentang curug yang satu ini, namun hampir setengah jam
mendengarkan obrolan yang dituturkan oleh Abah Iyun, tidak ada yang
menarik, sehinga kami memutuskan untuk pulang.
Gambar 6. Abah Iyun dan Yayan Sopian ( dok. Omas Witarsa 1988)
Ketika akan pamitan Abah Iyun sempat berkata bahwa :....... Dulu Abah
sering diminta untuk mengatarkan Noni dan Sinyo Belanda ke kawasan
hutan lindung yang sekarang menjadi THR Ir.H.Juanda itu, bahkan ia pernah
11
Saya terkejut dengan ucapan Abah Iyun itu , ada rasa tidak percaya dengan
apa yang dikatakannya, dan saya mencoba bertanya kembali untuk
meyakinkan tentang apa yang dikatakannya itu.
Gambar 7. Limbah sampah rumah tangga di Curug Dago ( dok. Omas Witarsa 1988)
Kawasan Bandung Utara memang sejak lama dikenal sebagai tempat untuk
rekreasi, bahkan pada tahun 1917 pernah berdiri Perkumpulan bagi
Pelestarian Alam di Hindia Belanda atau Nederlandsch Indische
Vereeniging Tot Natuurbescherming .
12
Kawasan Dago atas dijadikan Cagar Alam dan Budaya dengan nama Soenda
Openlucht Museum atau Museum Alam Terbuka Sunda. Dan kawasan hutan
lindung itu dinamai Taman Wisata Curug Dago dan Daerah itu sekarang
dikenal dengan nama THR H. Juanda.
13
Prasasti Raja
Abah Iyun juga sering melihat orang-orang Belanda berkumpul disekitar
batu, disitulah Raja Siem menulis, tapi tulisannya sulit dimengerti karena
seperti tulisan berhuruf Sunda, yang digoreskan cukup dalam pada
permukaan batu kali. Nah! ini baru menarik, setengah tidak percaya, penulis
berusaha memperoleh data yang lebih jauh mengenai tulisan itu .
Kembali kami terdiam dalam keraguan, karena Abah Iyun merasa ragu ,
apakah batu itu masih ada disana atau tidak? Karena ia khawatir batu itu
terbawa air dan longsor waktu terjadi banjir bandang yang menumbangkan
pohon besar serta melongsorkan tebing batu disekitar Curug Dago itu.
Namun dengan tekad yang bulat , kami memutuskan untuk mencari , walau
dengan dibayangi rasa was-was bila batu itu telah hilang terbawa air bah.
Gambar 9. Penulis bersama narasumber Abah Iyun dan keluarga ( dok. Omas Witarsa, Desember
1988)
14
15
Gambar 11. Lokasi kedua prasasti relatif sukar diakses ( dok. Omas Witarsa 1989)
Gambar 12. Prasasti batu yang pertama ( dok. Omas Witarsa 1998)
16
Pada batu pertama yang memiliki bentuk agak segi tiga dengan ukuran kirakira 1 meter terdapat 2 tulisan, yang satu berbentuk bintang dengan huruf
huruf ada didalamnya , dengan kondisi tidak begitu jelas karena mulai rusak.
Sementara disisi yang lain ada beberapa baris hurup tergores dengan lebar
tulisan kira kira satu jengkal .
Gambar 13. Goresan di prasasti berupa inisial Raja Rama V dari Siam ( Thailand) ( dok. Omas
Witarsa Desember 1988)
Pada batu yang kedua ada satu tulisan yang berjajar dengan bentuk yang
agak besar karena tulisan itu digoreskan pada batu yang panjangnya sekitar 2
meter dan lebarnya rata-rata 1 meter. Jarak antara kedua batu itu sekitar 5
meter kearah mulut air terjun, dan berada diatas tonjolan tebing yang
tingginya sekitar 3-4 meter dari permukaan air Sungai Cikapundung ,
sehingga lokasi ini aman karena dipenuhi tumbuhan liar dan agak sulit
dicapai .
17
Gambar 14. Goresan berupa inisial Raja Rama VII dari Siam ( Thailand) ( dok. Omas Witarsa,
Desember 1988)
Pada batu pertama goresan berbentuk bintang kejora dengan beberapa abjad
yang sebagian telah rusak termakan usia, karena goresan-goresannya hampir
tersamar dan tidak terlihat jelas, nampaknya ini merupakan simbol tertentu
yang sulit dimengerti dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Pada batu kedua juga tergores inisial nama Raja Prajathipok Paraminthara (
Raja Rama VII). Medan yang sulit dijangkau itulah yang mambuat kedua
prasasti dua Raja Thailand yang legendaris itu tetap aman sampai kami atas
tuntunan dan atas bimbingan Tuhan YME, sehingga kami berhasil
mengungkapkannya kembali, setelah 87 tahun kemudian.
Putri Siridorm adalah anak kedua Raja Bumipol Adulyadej ( Raja Rama IX)
dari Kerajaan Siam (Thailand), pada 1984 berkunjung ke Indonesia, dan
mampir ke kota Bandung, namun tidak sempat mampir ke Curug dago
karena belum mengetahuinya.
19
Gambar 16. Dokumen Harian Mitra Desa, Desember 1988 tentang Curug Dago
20
Pencarian untuk mengungkap lebih dalam kami lakukan terus menerus dan
pada tanggal 4 Desember 1988 saya bersama Yayan sopian memasang
rambu penunjuk arah pada sebatang pohon , menunjuk kearah lokasi
inskripsi itu berada dengan tulisan, Batu Bertulis, inisial putra mahkota
Kerajaan Siam tahun 1901 sebagai acuan sementara.
Gambar 17. Letkol ( Pol). Bancha P dari Thailand ( dok. Omas Witarsa , Desember 1988)
21
Disana saya bertemu dengan Letnan Kolonel Polisi Bancha P, seorang siswa
dari Thailand, yang sedang mengikuti tugas belajar di Indonesia. Dengan
serius beliau menerima saya, atas izin komandan latihan menembak. Ketika
kepada beliau diperlihatkan foto inskripsi tersebut, ia sangat terkejut dan
membuatnya tercengang, dengan terbata-bata menanyakan dari mana anda
dapat ini, dan saya mengatakan dari Air Terjun Dago yang ada di Bandung,
lalu saya dipersilahkan menunggu sampai latihan menembak selesai.
Gambar 18. Salinan goresan pada prasasti I ( dok. Omas Witarsa 1988)
22
Pada batu pertama, yang terdiri dari 2 kelompok goresan; 1a dan 1b.
Pada goresan 1a (lihat gambar ). terdapat 3 huruf, yaitu: Co Po. Ro, yang
dirangkai sedemikian rupa, dan merupakan singkatan dari nama Raja
Chulcomklao Paraminthara atau Chulalonkorn II ( Raja Rama ke V dari
Dinasti Chakri ).
23
Dibawah rangkaian 3 huruf tadi tertulis dua angka, yaitu angka 3 dan 4
yang menunjukan usia beliau pada saat itu 34 tahun ( Raja Chulalonkorn II
lahir pada tahun 1868).
Gambar 20. Salinan inisial Raja Rama V ( Chulalongkorn II) dari prasasti yang pertama
Kemudian pada baris dibawahnya, ada 5 goresan yang terdiri dari 2 huruf
dan 3 angka. Hurufnya adalah R (Ra) dan hurup S ( Sok) , yang merupakan
singkatan dari Ratanakosin, kemudian kata Sok berarti Zaman atau
Tahun. Ratanakosin sendiri adalah nama lain dari Bangkok ibukota
Thailand yang didirikan pada tahun 1782 oleh Dinasti Chakri.
Pada 3 angka lainnya adalah angka 1, 2, dan angka 0. yang memiliki arti 120
tahun dan menunjukan bahwa usia Ibukota Ratanakosin 120 tahun.
Selengkapnya rangkaian tulisan ini dibaca menjadi Ratanakosin tahun 120.
atau tahum masehi 1901.
24
2.
3.
4.
Pada goresan kedua, terdapat bentuk bintang lima ( Orion star ), dari sisa
goresan yang terdapat di dalam gambar bitang tersebut masih terlihat dan
dikenali berupa goresan 3 angka yaitu angka 6, 7, dan angka 2. Kemudian
didalam lingkaran pada segi lima terdapat hurup latin didalamnya seperti V,
W, L, I, selebihnya perlu penelitian lebih lanjut.
Pada batu kedua hanya terdapat 2 baris rangkaian hurup dan angka, yaitu
hurup, Po, Po, Ro ,berarti singkatan dari Prajathipok Paraminthara
atau Paramendra ( Raja Rama VII dari Dinasti Chakri ).
25
Pada goresan dibawahnya tertulis 2 huruf dan 4 angka . Kedua huruf itu
adalah hurup B ( Bu) dan hurup S ( Sok ) . Bu adalah singkatan dari kata
Buda dan Sok memiliki arti tahun. Apabila dirangkaikan, menjadi Buda
Tahun.
Kemudian diikuti oleh 4 angka yang terdiri dari angka: 2, 4,7, 2, yang
apabila dirangkaikan akan terbaca menjadi Budha Tahun 2472.
Selengkapnya goresan pada batu kedua ini adalah, Po Po Ro . B.S 2472,
Atau inisial dari nama Prajathipok Paraminthara , Buda Tahun 2472. Apabila
dikonversikan ke dalam Tahun Masehi, maka akan jatuh pada tahun 1928.
26
Hasil pembacaan yang dilakukan Letkol Bancha P. ini sempat juga penulis
konfirmasi kepada Bhiksu Pravithamtur, dari Biara Menteng Jakarta, yang
melakukan kunjungan ke Bandung, pada hari jumat sore, 7 Januari 1989,
dalam rangka melakukan ziarah ke Makam Pasteur, dimana salah seorang
kerabat dari kerajaan Thailand, yang bernama Pangeran Paribatra,
dimakamkan.
Gambar 23. Pangeran Paribatra yang diasingkan ke Bandung ( dok. Kedubes Thailand)
Bandung menjadi pilihanya, dan tinggal di sebuah Vila Dahapati, yang ada
di Jalan Cipaganti, yang dulu disebut Taman Siem, atau Bunderan Siem (
sekarang taman di bunderan itu sudah berubah menjadi Pom Bensin ),
letaknya berseberangan dengan Vila Dahapati.
Gambar 24. Villa Dahapati, Jalan Cipaganti Bandung, tempat tinggal Pangeran Paribatra ( dok.
Omas Witarsa 1988)
28
Gambar 25. Rombongan biksu dari Thailand ( dok. Omas Witarsa 1988)
Dalam rombongan itu ikut serta Ibu Imtip Pattajoti Suharto, yang akhirnya
12 tahun kemudian, tepatnya tahun 2001, menerbitkan buku berbahasa
Inggris , Journeys to Java By a Siamese King , bekerja sama dengan
Kedutaan Besar Thailand dan dicetak di Indonesia, sebuah transkrip dari
catatan harian perjalanan Raja Rama V ke Hindia Belanda, yang ditulis
aslinya oleh Pangeran Damrong Rajanubhab.
29
Imtip Pattajoti adalah Warga Negara Thailand, yang menikah dengan Prof
.Dr Joko Suharto, seorang staf pengajar di Institut Teknologi Bandung, dan
tinggal di Bandung.
Gambar 26. Rombongan Biksu Thailand bersiap menuju Curug Dago ( dok. Omas Witarsa 1988)
30
Dalam cuaca agak mendung, kami menuruni jalan setapak dari arah
Komplek Perumahan ITB, tepatnya di seberang rumah Ir. Rachmad
Muhammad, seorang Staf Pengajar Teknik Fisika ITB.
Lebih kurang 100 meter menuju ke Air Terjun Dago yang terdengar sayupsayup debur airnya, kali ini agak keras, maklum musim penghujan sudah
tiba. Rombongan Biksu dan Kedutaan Thailand saya pertemukan dengan Aki
Iyun, sebagai narasumber, sehingga prasasti ini dapat terungkap kembali.
Gambar 27. Rombongan Biksu Thailand berjalan kaki di jalan setapak menuju Curug Dago ( dok.
Omas Witarsa 1988)
juga keramat, jadi tempat ini memiliki nilai spiritual yang tinggi, dan tempat
ini harus dirawat dan dilindungi dari tangan pengunjung yang tidak
bertanggung jawab.
Ketika hari mulai gelap oleh mendung, rombongan tidak sempat turun ke
lokasi karena jalan setapak begitu licin dan terjal serta curam.
Gambar 28. Biksu Thailand bercakap dengan Abah Iyun ( dok. Omas Witarsa 1988)
33
Rumours said that the Siamese Kings hotel room had been found emty at
night and it was mistakenly assumed that the King had gone to meditate at
the Dago waterfall (Haryoto K. 1989:14)
Dan Di Bab 3 halaman 130 Sbb:
6 June 1901.In the afternoon, His Majesty took a carriage ride to visit Curug
Dago,the Dago waterfall, which had been on the itinerary of the previous
trip. It took about half an hour to get there. The King made an inscription of
his initial Co.Po.Ro. and the year 120 of Bangkoks Era.
Dari penjelasan buku harian raja ini jelas bahwa Raja Chulalongkorn Tidak
melakukan Semedi atau Meditasi di Curug Dago , akan tetapi pergi
menonton ronggeng, dan wayang golek disekitar Stasion Kereta Api
Bandung
34
35
Pangeran Paribatra adalah ayah delapan anak dari istri kerajaannya, Mom
Chao (HSH Putri) Prasongsom Paribatra ( Chaiyan). Memiliki dua orang
anak, tetapi hanya satu, Chombhot Paribatra, yang hidup sampai dewasa.
Pangeran Paribatra juga memiliki anak dengan istri orang awam, Mom
Somphan Paribatra na Ayudhaya ( Palakawong), Pangeran
36
Sayang sekali kota Bandung yang molek ini, kelewat miskin bunga-bungaan
, Ungkap Pangeran Siam Lepada pengurus Perkumpulan Bandoeng Voruit
( Majalah Mooi Bandoeng Agustus 1937)
16 June . It rainned from 8 a.m. The owner of the hat factory come to show
more simple of his products. Which many peole in the Kings retinue
ordered.He also reported that the 200 hat had been finished as ordered and
already sent to the ship. On the occasion he presented the King with a hat
that could be folded to fit in a cigarette holder and three fine quality
cigarette holders. His Majesty placed more orders for the cigarette holders
of both fine and regular qualities. At dusk, the horses bought in Garut
arrived.
The King received many telegrams from Bangkok and replied to them.
Among the telegrams was the news concerning Prince Paribatras(14)
succes in his studies.
oleh Paneran Paribatra , istana itu dinamai Istana Kubus (kubis) , rumah
tinggal kuno yang berbentuk panggung dan dikenal dengan nama Suan
Pakkad Palace.
Istana yang dijuluki sebidang kubis ini, mengkombinasikan antara
kediaman keluarga kerajaan dan museum. Tempat ini mencerminkan
Thailand kuno yang saat ini sulit ditemukan di perkotaan.
kehidupan Lord Budha. Terdapat pula perabotan makan dari perak dari abad
ke-17 serta nampan berhiaskan mutiara yang sangat indah. Gambaran
tradisional thailand tidak hanya sampai disitu. Patung budha berbagai pose
dan ukuran dapat dilihat dari dalam rumah keempat. Dengan balkon yang
sangat indah, pengunjung bisa melihat taman hijau yang asri membentang di
hadapan.
Gambar 30. Suan Akkad Palace, istana milik Pangeran Paribatra ( dok. internet)
40
41
42
Gambar 32. Sosok kapal yang digunakan dalam perjalanan ke Hindia Belanda ( dok. Kedubes
Thailand)
43
Gambar 33. Foto rombongan Kerajaan Siam ke Hindia Belanda ( dok. Kedubes Thailand)
Sayang tidak ada namanya sebagai penulis pantun itu karena sampul buku
karya tulisnya sudah hilang saat naskah ini diteliti oleh Claudine Salmon dan
Denys Lombard.
Syair ini terdiri dari 42 halaman dan jumlahnya 140 buah pantun dan dibuat
pada tahun 1871 , Syair ini nampaknya segera ditulis setelah kunjungan Raja
Siam itu terjadi yang isinya menceritakan berbagai kegiatan yang dilakukan
Raja Siam selama di Betawi serta berbagai reaksi serta sambutan yang
44
Gambar 34. Rute perjalanan Siam- Hindia Belanda ( dok. Kedubes Thailand)
Namun pada masa itu sastra melayu memang sedang digemari oleh
masyarakat terbukti dengan banyaknya karya sastra berbentuk Pantun
seperti; Hikayat Aceh, Syair Burung Nuri ( Yumsari Yusuf),
45
Sair dari hal datengnya Poetra Makoeta Kerajaan Roes di Betawi dan
Pegihnya (Tan Teng Kie), Ang I Tong menulis, Inilah pantoen Pelawan
orang Panipi dan pantoen waktoe kedatangan Prins Frederik Hendrik di
Ambon dan pantoen Kapitan Ambon serta lagi terhoeboeng pantoen Sedikit
pada menjoekaken hati, Batavia, Albrecht, 1899, Boekoe Sjairnja jang
Maha Moelia Sri Padoeka Kanjeng Toewan Soesoehoenan di Solo dateng
ka Semarang pada tanggal 10 Juni 1903, Semarang, Hap Sing Kong Sie,
1903, Peringetan Aken kadatenganja Eskader Tiongkok dan Taij Djin Tang
ZSE ka Poelo Djawa, Darmo Kondo, T dll
Syair kedatangan Raja siam ke Betawi ditulis dari sudut pandang orang
kedua ,bukan dari orang pertama. .
Siam;
47
Gambar 35. Lukisan Pulau Onrust 1669 ( dok. Abraham Storck 1669)
Di kasila katantoean,
Pada toean-toean njang di laoetan ;
Djikaloe radja sampe di plaboean,
Naikin bandera tanda hormatan.
Upacara selamat datang berlangsung sekitar dua puluh menit, Yang Mulia
melaju dengan kereta yang ditarik oleh enam-kuda menuju ke hotel Riyswijk
milik pemerintah , di mana gubernur jenderal tinggal dan disambut oleh para
banyak pejabat Belanda, dan semua konsul asing beserta istri mereka untuk
menyambut Raja.
57
Pada sore hari, Yang Mulia pergi melihat-lihat. Pada malam harinya ,
gubernur jenderal dan sekitar 700 atau 800 pejabat dan konsul menjamu
Yang Mulia.
64
67
Rasa kecewa yang sangat dirasakan pada hari ke lima oleh kelompok yang
akan menyambut kedatangan Raja ke daerah Gambir , ketika Raja karena
suatu alasan yang tidak jelas, tidak dapat menghadiri permainan Rakyat
yang populer yang dipersiapkan untuk menghormati Raja di Gambir (ayat
108-117) :
69
Pada tanggal 1 April 1871 jam 11 siang Kapal Kerajaan Siam meninggalkan
pelabuhan Batavia untuk melakukan perjalanan berikutnya dengan tujuan
Kota Semarang .
70
Dalam kunjungan yang pertama ini dilakukan dengan formal sehingga tidak
bebas dan banyak sekali acara protokoler yang harus diikuti oleh Yang Mulia
Raja. Perjalanan dari Batavia menuju ke Semarang tidak melalui jalan darat
tetapi melalui laut, dan tidak singgah di Bandung .
74
Referensi
Kunto, Haryoto. 1980. Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung:
Granesia
Patrajotti, Imtip. 1995. Journey to Java By a Siamese King. Thailand
Embassy
75