Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi
(absolut ataupun relatif) hormon insulin. Komplikasi akut pada Diabetes Melitus merupakan keadaan
darurat yang dapat mengancam jiwa bila tidak mendapat perawatan dan pengobatan yang cepat dan
adekuat.
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) merupakan kegawatan di bidang endokrinologi yang paling
sering dihadapi oleh para dokter dalam praktek sehari-hari. Walaupun KAD paling sering ditemukan pada
penderita diabetes melitus tergantung insulin (DM Tipe 1 = Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM),
penderita diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM Tipe 2 = Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM), pada keadaan tertentu juga beresiko untuk mendapatkan KAD. 1

PEMBAHASAN

PATOFISIOLOGI
Gejala dan tanda KAD dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu akibat hiperglikemia dan akibat
ketosis (gambar 1). Defisiensi insulin menyebabkan berkurangnya penggunaan glukosa oleh jaringan tepi
dan bertambahnya glukoneogenesis di hati. Keduanya menyebabkan hiperglikemia. 2
Defisiensi insulin menyebabkan bertambahnya kadar glukagon dan perubahan rasio ini
menimbulkan peningkatan lipolisis di jaringan lemak serta ketogenesis di hati. Lipolisis terjadi karena
defisiensi insulin merangsang kegiatan lipase di jaringan lemak dengan akibat bertambahnya pasokan
asam lemak bebas ke hati. Di dalam mitokondria hati enzim karnitil asil transferase I terangsang untuk
mengubah asam lemak bebas ini menjadi benda keton, bukan mengoksidasinya menjadi CO2 atau
menimbunnya menjadi trigliserid. Proses ketosis ini menghasilkan asam betahidroksibutirat dan asam
asetoasetat yang menyebabkan asidosis. Aseton tidak berperan dalam kejadian ini walaupun penting
untuk diagnosis ketoasidosis. 2,3
Defisiensi insulin yang menyebabkan ketoasidosis, pada manusia ternyata defisiensi relatif,
karena pada waktu bersamaan juga terjadi penambahan hormon stres yang kerjanya berlawanan dengan
insulin. Glukagon, ketokolamin, kortisol, dan somatotropin masing-masing naik kadarnya menjadi 450%,
760%, 450% dan 250% dibandingkan dengan kadar normal 100%. 2
FAKTOR PENCETUS
KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin. Mengatasi
pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya. Berikut ini merupakan
faktor-faktor pencetus yang penting :
1.
Infeksi
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh
akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih dan
pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia
usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang

baik terhadap pengobatan KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis,
abses gigi, dan abses perirektal). 1
2.
Infark Miokard Akut (IMA)
Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin yang cukup untuk menstimulasi lipolisis,
hiperglikemia, ketogenesis dan glikogenolisis. 1
3.
Pengobatan insulin dihentikan
Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang
mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit. 1
4.
Stres
Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD, kemungkinan karena
kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
5.
Hipokalemia. 1
Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini
dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
6.

Obat

Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin. Obat-obatan
yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien diabetes antara
lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker, dilantin, dan kortisol.
Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pankreatitis subklinis
dan mempengaruhi sel . 1
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan
laboratorium. 1
A. Gejala Klinis :
1.
Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
2.
Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai
dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab dari
sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan adanya
keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam sampai terjadi
KAD.
3.
Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
4.
Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap
asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
5.
Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain
dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.
B. Pemeriksaan Laboratorium : 2,5
1.
Glukosa

Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat kehilangan
cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran darah ginjal berkurang
dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas (umumnya sampai 340
mOsm/kg).
2.
Keton
Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton. Kadar
keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L (nilai normal adalah
sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari kadar asetoasetat, namun
berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam terjadinya asidosis.
Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3:1 (KAD
ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
3.
Asidosis.
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15 mEq/l dan pH
arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan betahidroksibutirat dan
asetoasetat di dalam serum.
4.
Elektrolit.
Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia menyebabkan
masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini menyebabkan hiponatremia
walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan
menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium mencerminkan
perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi intravaskuler. Karena hal di atas
dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total
sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium
yang rendah pada awal pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar
kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun terjadi
perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari keadaan katabolik.
Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik.
5.
Lain-lain
Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit sering
meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat dipakai sebagai satusatunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat. Penyebabnya tidak diketahui,
mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti ada pankreatitis) atau kelenjar ludah.
Transaminase juga meningkat.

KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria
berikut ini : 1,4
1.
Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan
dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.

2.
Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut,
stroke, dan sebagainya.
3.

Laboratorium :

- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).


- asodosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).

DIAGNOSIS BANDING
Dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas maka KAD dapat di diagnosis banding dengan :
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. 4
Perbandingan Ketoasidosis Diabetikum dan Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik

Umur
Gula darah
Na serum
K serum
Bikarbonat
Ureum
Osmolaritas
Sensitivitas Insulin
Prognosis
Gejala Klinis :
- Pernafasan Kussmaul
- Bau aseton

Ketoasidosis Diabetikum
(KAD)

Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Nonketotik
(KHNK)

< 40 th
< 1000 mg/dl
< 140 mEq
/N
sangat
tapi < 60 mg/dl
tapi < 360 mOsm/kg
bisa resisten (jarang)
mortalitas 10%

> 40 th
> 1000 mg/dl
> 140 mEq
sering
N / sedikit
> 60 mg/dl
> 360 mOsm/kg
sangat sensitif
mortalitas 50%

ada
ada

tidak ada
tidak ada

PENATALAKSANAAN
Pengetahuan yang memadai dan perawatan yang baik dari dokter dan paramedis merupakan
aspek terpenting dari keberhasilan penatalaksanaan penderita dengan KAD.
Sasaran pengobatan KAD adalah :
1.
Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan.
2.

Menurunkan kadar glukosa darah.

3.

Memperbaiki asam keto di serum dan urin ke keadaan normal.

4.

Mengoreksi gangguan elektrolit.

Untuk mencapai sasaran di atas, hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan penderita KAD
adalah perawatan umum, rehidrasi cairan, pemberian insulin dan koreksi elektrolit. 2,3
A. TINDAKAN UMUM 5
Penderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan.
Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO 2 < 80 mgHg).
Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi
isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.
Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi.
Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur.
Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung
atau pada pasien usia lanjut.
EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma.
Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).
Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok,
atau dari bahan lain.
B. REHIDRASI CAIRAN
Dehidrasi dan hiperosmolaritas (bila ada) perlu diobati secepatnya dengan cairan. Pilihan antara
NaCl 0,9% atau NaCl 0,45% tergantung dari ada tidaknya hipotensi dan tinggi rendahnya kadar natrium.
Pada umumnya dibutuhkan 1-2 liter dalam jam pertama. Kemungkinan diperlukan juga pemasangan
CVP. Rehidrasi tahap selanjutnya sesuai dengan kebutuhan, sehingga jumlah cairan yang diberikan
dalam 15 jam sekitar 5 liter. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah,
keluaran urin dan pemantauan keseimbangan cairan. 5
C. PEMBERIAN INSULIN
Insulin baru diberikan pada jam kedua. 180 mU/kgBB diberikan sebagai bolus intravena, disusul
dengan drip insulin 90 mU/jam/kgBB dalam NaCl 0,9%. Bila kadar glukosa darah turun hingga kurang
dari 200 mg% kecepatan drip insulin dikurangi himgga 45 mU/jam/kgBB. Bila glukosa darah stabil sekitar
200-300 mg% selama 12 jam dilakukan drip insulin 1-2 U per jam di samping dilakukan sliding scale
setiap 6 jam. Setelah sliding scale tiap 6 jam dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari bila penderita
sudah makan, yaitu 3 kali sehari sebelum makan secara subkutan. 1,2

JENIS

PREPARAT

Insulin kerja pendek

Actrapid Human 40/Humulin


Actrapid Human 100

Insulin kerja menengah

Monotard Human 100


Insulatard
NPH

Insulin kerja panjang

PZI

Insulin campuran

Mixtard

AWITAN
PUNCAK KERJA LAMA KERJA
KERJA (JAM)
(JAM)
(JAM)
0,5 1

24

58

12

4 12

8 24

6 20

18 36

0,5 - 1

2 4 dan 6 - 12

8 - 24

Cara pemakaian insulin :


Insulin kerja cepat/pendek : diberikan 15-30 menit sebelum makan
Insulin analog
: diberikan sesaat sebelum makan
Insulin kerja menengah : 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan.

D. KOREKSI ELEKTROLIT 1,4


Kalium
Karena kalium serum menurun segera setelah insulin mulai bekerja, pemberian kalium harus
dimulai bila diketahui kalium serum dibawah 6 mEq/l. Ini tidak boleh terlambat lebih dari 1-2 jam.
Sebagai tahap awal diberikan kalium 50 mEq/l dalam 6 jam (dalam infus). Selanjutnya setelah 6 jam
kalium diberikan sesuai ketentuan berikut :
- kalium < 3 mEq/l, koreksi dengan 75 mEq/6 jam
- kalium 3-4,5 mEq/l, koreksi dengan 50 mEq/6 jam
- kalium 4,5-6 mEq/l, koreksi dengan 25 mEq/6 jam
- kalium > 6 mEq/l, koreksi dihentikan
Kemudian bila sudah sadar beri kalium oral selama seminggu.
Bikarbonat 1
Bikarbonat baru diperlukan bila pH < 7,0 dan besarnya disesuaikan dengan pH. Bila pH
meningkat maka kalium akan turun, oleh karena itu pemberian bikarbonat disertai dengan pemberian
kalium, dengan ketentuan sbb:
pH
Bikarbonat
Kalium
<7
100 mEq
26 mEq
7-7,1
50 mEq
13 mEq
>7,1
0
0
Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :
1.
Kadar glukosa darah tiap jam dengan alat glukometer.
2.

Kadar elektrolit setiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya tergantung keadaan.

3.
Analisa gas darah; bila pH < 7 waktu masuk, periksa setiap 6 jam sampai pH > 7,1,
selanjutnya setiap hari sampai stabil.
4.

Pengukuran tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan temperatur setiap jam.

5.

Keadaan hidrasi, balans cairan.

6.

Waspada terhadap kemungkinan DIC

Skema penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetikum 2


Jam
ke- :

Infus I
(NaCl 0,9%)

Infus II
(Insulin)

Koreksi K+

Koreksi HCO3Bila pH

1
2

2 kolf, jam
1 kolf, jam

2 kolf
1 kolf
2 kolf

3
4

Pada jam ke-2 :


Bolus 180 mU/kgBB,
dilanjutkan dengan
drip insulin 90
mU/jam/kgBB dalam
NaCl 0,9%

kolf
kolf

<7

Bila gula darah < 200


mg% kecepatan
dikurangi 45
mU/jam/kgBB

7-7,1

7,1

100
50
mEq
mEq
50 mEq / 6 jam (dalam HCO3- HCO3infus)
+
+

26
13
mEq K+ mEq K+
(*)

Bila gula darah stabil


dan seterusnya
sekitar 200-300 mg%
bergantung pada
selama 12 jam
kebutuhan
dilakukan drip insulin
1-2 unit/jam disamping
dilakukan sliding scale
Jumlah cairan yg
setiap 6 jam.
diberikan dlm 15 jam Insulin diberikan
sekitar 5 liter.
sesuai dengan kadar
Bila Na+ > 155 mEq/l glukosa sebagai
ganti NaCl n
berikut :
GD
Insulin sc
<200mg/dl
200-250
5U
250-300
10 U
300-350
15 U
>300
20 U

Bila kadar K+ :
<3 3-4,5 4,5-6

>6

75
50
25
mEq/ mEq/ mEq/
6 jam 6jam 6 jam

Bila stabil dilanjutkan


dengan sliding scale tiap
6 jam
Bila gula darah < 200 Setelah sliding scale
Bila sudah sadar beri
mg% ganti dextrose tiap 6 jam dapat
K+ oral selama
5%
diperhitungkan
seminggu
kebutuhan insulin sehari

Kontrol CVP

3x sehari
sebelum makan (bila
os sudah makan

*Bila pH K+ akan

oleh karena itu


pemberian HCO3disertai dengan
pemberian K+

KOMPLIKASI
Pada pengobatan KAD diperlukan pengawasan yang ketat, karena pengobatan KAD sendiri
dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang membahayakan diantaranya dapat timbul keadaan
hipoksemia dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress syndrom, ARDS). Patogenesis
terjadinya hal ini belum jelas. Kemungkinan akibat rehidrasi yang berlebih, gagal jantung kiri, atau
perubahan permeabilitas kapiler paru. 3
Selain itu masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia,
edema serebral, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan pemantauan yang ketat dengan
menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis yang baku. 3
DAFTAR PUSTAKA

1.

Bakta IM, Suastika IK. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta. 1999.

2.

Mansjoer A, Setiowulan W, Wardhani W I, Savitri R, Triyanti K, Suprohaita. Kapita Selekta


Kedokteran, Edisi ke III, Jilid I, Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta 2000.

3.

PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta. 2002

4.

Simandibrata M, Setiati S, Alwi A, Oemardi M, Gani RA, Mansjoer A. Pedoman Diagnosis dan
Terapi Di Bidang Penyakit Dalam, Pusat Informasi Dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta. 2004

5.

Sjaifoellah, Noer., Waspadji S, Rahman AM. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1, edisi III, Balai
Penerbit FKUI,Jakarta. 2006

Anda mungkin juga menyukai