Anda di halaman 1dari 6

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ENSEFALITIS

Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Ensefalitis dikutip dari Doengoes
(2000) seperti dibawah ini :
A. Pengkajian
1.

Aktivitas/istirahat
Gejala :

perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh


kondisinya.

Tanda

ataksia,

masalah

berjalan,

kelumpuhan,

Kelemahan secara umum, keterbatasan

gerakan

involunter.

dalam rentan gerak.

Hipotonia.
2.

Sirkulasi
Gejala :

adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa


penyakit jantung kogenital (abses otak).

Tanda :

tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat


( berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor. Takikardia, distritmia (pada fase akut), seperti distritmia
sinus (pada meningitis)

3. Eliminasi
Tanda

adanya inkontinensia dan/atau retensi. Makanan/cairan

Gejala :

kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (fase akut)

Tanda

anoreksia, muntah. Turgor kulit jelek, membran mukosa kering.

4.

Hygiene
Tanda

5.

ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( fase akut)

Neurosensory
Gejala :

sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya berat).


Parestesia, biasanya terasa kaku pada semua bagian persarafan yang
terkena,

kehilangan

sensasi

(kerusakan

pada

saraf

kranial).

Hiperalgesia/meningkatnya sensitivitas pada nyeri (meningitis).

Timbul kejang (meningitis bakteri atau abses otak). Gangguan dalam


pengelihatan, seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotofobia (pada meningitis). Ketulian atau malah hipersensitif
terhadap kebisingan. Adanya halusinasi penciuman atau sentuhan.
Tanda

status mental atau tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan


yang berat hingga koma, delusi dan halusinasi/ psikosis organik
(ensefalitis). Kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan
(dapat

merupakan

awal

gejala

berkembangnya

hidrocefalus

komunikan yang mengikuti meningitis mikrobakterial). Afasia atau


kesulitan berkomunikasi. Mata (ukuran/reaksi pupil); unisokor atau
tidak berespon terhadap cahaya ( peningktan TIK ), Nistagmus (bola
mata bergerak terus-menerus). Ptosis (kelopak mata atas jauh).
Karakteristik facial (wajah) : perubahan pada fungsi motorik dan
sensorik (saraf kranial V dan VII terkena). Kajang umum atau lokal
(pada abses otak), kejang lobus temporal. Otot mengalami
hipotonia/flaksid paralisis (pada fase akut meningitis, spaktik
(ensefalatis).

Hemiparese

atau

Hemiplagia

(meningitis

atau

ensefalitis. Tanda Brudzins positif dan/atau tanda kernig positif


merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (akut). Ragiditas nukal
(iritasi meningeal) Refleks tendon dalam : terganggu, babinski positif.
Refleks abdomial menurun atau tidak ada, refleks kremastetik hilang
pada laki-laki (meningitis).
6. Nyeri/keamanan
Gejala :

sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan


diperburuk oleh ketegangan; leher/punggung kaku; nyeri pada
gerakan okular; fotosensitivitas/sakit; tenggorokan nyeri.

Tanda :

tampak terus terjaga, perilaku distraki/gelisah; menangis, mengaduh,


mengeluh.

7. Pernafasan
Gejala :

adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak)

Tanda

peningkatan kerja pernafasan (episode awal) Perubahan mental

(letargi sampai koma), gelisah.


8.

Keamanan

Gejala :

adanya riwayat infeksi sluran nafas atas atau infeksi lain, meliputi :
mastoiditis, telinga tengah, sinus, abses gigi; infeksi pelvis, abdomen
maupun

kulit;

fungsi

lumbal,

pembedahan,

fraktur

pada

tengkorak/ceera kepala, anemia sel sabit. Imunisasi yang baru saja


berlangsung. Terpajan pada meningitis, terpajan oleh campak, chiken
pox, herpes simpleks, mononukleosis, gigitan binatang, benda asing
yang terbawa. Gangguan penelihatan atau pendengaran.
Tanda

suhu meningkat, diaforesis, atau menggigil. Adanya ras, purpura


menyeluruh, perdarahan subkutan. Kelemahan secara umum, tonus
otot flaksid atau spastik; paralisis atau paresis. Gangguan sensasi.

B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan diseminata
hemetogen dari patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respon inflamasi (akibat
obat), pemajanan orang lain terhadap patogen.
3. Resiko tinggi tehadap trauma yang berhubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
4. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi lapisan otak.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi; transmii interpersonal dan keikut sertaan
merasakan, ancaman kematian/perubahan dalam status kesehatan (keterlibatan otak),
pemisahan dari sistem pendukung (hospitalisasi).
C. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Tujuan :

mempertahankan tingkat kesadaran membaik dan fungsi motorik/sensorik.


a. pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.

b. pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan


keadaan normalnya seperti GCS
c. kaji adanya gemetar, kegelisahan yang meningkat, peka rangsang dan
adanya serangan kejam.
d. pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari hipertensi
sistolik yang terus menerus dan tekanan nadi yang melebar.
e. tinggikan

kepala

tempat

tidur

sekitar

15-45

derajat

sesuia

toleransi/indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada posisi netral.


f. berikan waktu istirahat antara aktivitas perawatan dan batasi lamanya
tindakan tersebut.
g. pantau gas darah arteri, berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
h. berikan

obat

sesuai

indikasi

seperti

steroid;

dexametasone,

methilprednison. Klorpomasin (thorazine). Asetaminofen (tylenol),


baik oral maupun rektal.
2.

Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan


diseminata hemetogen dari patogen, stasis cairan tubuh, penekanan respon inflamasi
(akibat obat), pemajanan orang lain terhadap patogen.
Tujuan :

tidak terjadi penyebaran infeksi baik sistemik maupun nasokomial.


a. Kaji tanda-tanda infeksi
b. Pertahankan tekhnik aseptik dan tekhnik cuci tangan yang tepat baik
pasien, pengunjung maupun staf.
c. Pantau TTV, suhu secara teratur. Catat munculnya tanda-tanda klinis
dari proses infeksi.
d. Teliti adanya keluhan nyeri dada, berkenbangnya nadi yang tidak
teratur/distritmia atau demam yang terus menerus.
e. Identifikasi kontak yang berisiko terhadap perkembangan proses
infeksi cerebral dan anjukan mereka untuk meminta pengobatan.
f. Berikan terapi antibiotik IV sesuai indikasi : penicillin G, amphicillin,
cloramfenicol, gentamicin, amfotericine B.

3.

Resiko tinggi tehadap trauma/cidera yang berhubungan dengan


adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan :

klien terhindar dari trauma/cidera yang disebabkan oleh kejang dan


penurunan kesadaran.
a. Pantau adanya kejang pada tangan, kaki, dan mulut atau otot wajah
yang lain.
b. Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan bantalan pada
penghalang tempat tidur.
c. Pertahankan tirah baring selama fase akut. Pindahkan/gerakkan dengan
bantuan sesuai membaiknya keadaan.
d. Berikan obat sesuai indikasi seperti fenitoin (dilantin), dizepam
(valium), fenobarbital (luminal).

4.

Nyeri akut berhubungan dengan iritasi lapisan otak.


Tujuan : nyeri dapat berkurang atau teratasi
a. Kaji tingkat nyeri.
b. Berikan lingkungan tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
c. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting.
d. Beri kompres dingin diatas mata.
e. Anjurkan relaksasi dan distraksi bila nyeri tiba.
f. Berikan posisi yang nyaman seperti kepala agak tinggi sedikit pada
meningitis.
g. Berikan latihan rentan gerak aktif/pasif secara tepat dan massase otak
daerah leher atau bahu.
h. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/ punggung jika
tidak ada demam.
i. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein.

5.

Ansietas

berhubungan

dengan

krisis

situasi;

transmisi

interpersonal dan keikut sertaan merasakan, ancaman kematian/perubahan dalam


status kesehatan (keterlibatan otak), pemisahan dari sistem pendukung (hospitalisasi).
Tujuan :

klien tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada


tingkat dapat teratasi.

a. Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasuen atau keluarga.
Catat adanya tanda-tanda verbal atau nonverbal.
b. Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejalanya.
c. Jawab setiap pertanyaan dengan penuh pengertian dan berikan
informasi tentang prognosa penyakit.
d. Jelaskan dan persiapkan untuk prosedur sebelum dilakukan tindakan
pembedahan.
e. Berikan kesempatan pasien untuk menungkapkan isi pikiran dan
perasaan takutnya.
f. Libatkan pasien tau keluarga dalam perawatan, perencanaan
kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
g. Beikan dukungan terhadap perencanaan gaya hidup yang nyata
setelah sakit dalam keterbatasannya tetapi sepenuhnya menggunakan
kemampuan atau kapasitas pasien.
h. Biarkan pasien atau keluarga mengetahui bahwa perilaku yang tidak
sesuai atau tidak seperti biasanya berhubungan dengan gangguan
serebral dan keterbatasan diri yang biasa.
i. Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
j. Beri penjelasan pada pasien atau keluarga jika tidak kerusakan otak
itu menjadi permanen maka kejang akan hilang bersamaan dengan
adanya proses penyembuhan.
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan adalah :
1.

Klien

akan

dapat

mempertahankan

tingkat

kesadaran

biasanya/membaik dan fungsi motorik atau sensorik.


2.

Klien dapat mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa adanya


penyebaran infeksi endogen atau ketterlibatan orang lain.

3.

Klien tidak mengalami kejang atau penyerta cidera lain.

4.

Klien dapat melaporkan nyeri hilang atau terkontrol

5.

Klien mengakui dan mendiskusikan rasa takut.

Anda mungkin juga menyukai