2012-061-050
Felisia
2012-061-051
Nataria Monica
2012-061-053
Kevin tandiawan
2012-061-055
2013-061-108
2013-061-109
Dosen Penguji :
KEPANITERAAN KLINIK
DEPPT KEDOKTERAN FORENSIK DAN STUDI MEDIKOLEGAL
Sesuai dengan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka penulis ingin
mengangkat suatu masalah, yaitu:
1. Apakah terdapat pelanggaran baik dari segi etika, disiplin,dan hukum pada
profesi kedokteran?
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan umum
1. Mengetahui adanya pelanggaran etika, disiplin, dan hukum dalam profesi
kedokteran
1.3.2. Tujuan khusus
1.Mengetahui dasar aturan dari segi etika, disiplin, dan hukum dalam profesi kedokteran.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bidang akademik atau ilmiah
Menambah pengetahuan akademis mengenai pentingnya mengetahui etika,
disiplin, dan hukum dalam profesi kedokteran.
2. Bagi masyarakat
Memberi informasi kepada masyarakat mengenai adanya etika, disiplin, dan
hukum dalam profesi kedokteran.
3. Bagi penulis
Sebagai sarana pengembangan minat dan bakat serta meningkatkan
kemampuan dalam membuat tulisan.
BAB II
PEMBAHASAN
DISIPLIN
ATURAN
PENERAPAN
ETIKA
KEDOKTERAN(KO
DEKI)
ATURAN HUKUM
KEDOKTERAN
ETIKA HUKUM
Bagan 1. Ilustrasi Aspek Etika, Disiplin, dan Hukum Dalam Profesi Kedokteran
2.1.1 Pelanggaran Etik Profesi Kedokteran
Etika kedokteran diatur dalam KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia).
KODEKI berisi 21 pasal yang mengatur mengenai profesi kedokteran, yaitu
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dan
atau janji dokter.
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri .
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun
Pasal 6
Pasal 7
Seorang dokter wajib hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
5
Pasal 8
secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa
kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 9
Seorang dokter wajib bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya pada saat menangani
pasien dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang
melakukan penipuan atau penggelapan.
Pasal 10
Seorang dokter wajib menghormati hak-hak- pasien, teman sejawatnya, dan tenaga
kesehatan lainnya, serta wajib menjaga kepercayaan pasien.
Pasal 11
melindungi hidup
makhluk insani.
Pasal 12
Pasal 13
Setiap dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat lintas sektoral di bidang
kesehatan, bidang lainnya dan masyarakat, wajib saling menghormati.
Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/keluarganya,
ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian untuk itu.
Pasal 15
Pasal 16
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 17
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 18
Pasal 19
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 20
Setiap dokter wajib selalu memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan
baik.
Pasal 21
Disiplin Kedokteran
Disiplin Kedokteran adalah aturan-aturan dan atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter
gigiUndang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Pasal 55 ayat
(1)).Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi
(Bab II Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor 17/KKI/KEP/VIII/2006 tentang
Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran).
Bentuk pelanggaran disiplin kedokteran, menurut Keputusan KonsilKedokteran
Indonesia nomor 17/KKI/KEP/VIII/2006 tentang Pedoman PenegakanDisiplin Profesi
Kedokteran :
9
gigi
lain
yang
memilikikompetensi sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai, atau tidak melakukan pemberitahuan
perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapatmembahayakan
pasien.
6. Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukanatau
tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehinggadapat
membahayakan pasien.
7. .Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuaidengan
kebutuhan pasien.
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadaikepada pasien atau
keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien
ataukeluarga dekat atau wali atau pengampunya.
10. Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik,sebagaimana
diatur dalam peraturan perundangundangan atau etika profesi.
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yangtidak
sesuai dengan ketentuan, sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan dan etika profesi.
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan
sendiri dan atau keluarganya .
13. Menjalankan praktik kedokteran
dengan
menerapkan
pengetahuan
atauketerampilan atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara
praktik kedokteran yang layak.
14. Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan menggunakanmanusia
sebagai subjek penelitian, tanpa memperoleh persetujuan etik (ethical
clearance)dari lembaga yang diakui pemerintah.
10
tindakan
intimidasi
atau
tindakan
Indonesia
atas
usul
Majelis
Kehormatan
Disiplin
Kedokteran
seorang
wakil
ketua,
dan
seorang
sekretaris.
Keanggotaan
MajelisKehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas 3 (tiga) orang dokter dan
3(tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter
danseorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjanahukum.
Berdasarkan pasal 60 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
ditetapkan oleh Menteri atas usul organisasi profesi. Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDI) dan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dibentuk oleh
Departemen Kesehatan. Rencana pembentukan MKDI dan KKI dilakukan melalui
pembahasan bersama organisasi profesi, asosiasi, institusi pendidikan kedokteran.
Dokter yang sudah menjalankan praktik tidak akan terlepas dari kemungkinan
pelanggaran/kelalaian medik. Untuk itu diperlukan proses pendisiplinan dokter praktik.
Proses pendisiplinan menganut kaidah-kaidah "hukum" disiplin profesikedokteran.
Hukuman maksimal dari proses penegakan disiplin adalah pencabutan registrasi dokter
yang melanggar/lalai.
Tugas dan Kewenangan Majelis Kehormatan Disiplin KedokteranIndonesia (MKDKI)
12
penyelenggaraan
praktik
kedokteran.
Penegakan
disiplin
yang
Konsil
Kedokteran
Indonesia
nomor
15/KKI/PER/VIII/2006
bukan keduanya;
memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi;
memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi;
menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi;
melaksanakan keputusan MKDKI
13
mendokumentasikan
pengaduan,
proses
pemeriksaan,
memperhatikan
peraturan
perundang-undangan
di
tindakandilakukan
waktu tindakan dilakukan
alasan pengaduan
alat bukti bila ada
pernyataan tentang kebenaran pengaduan.
Menurut pasal 2 ayat (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesianomor
14
pasal
nomor16/KKI/PER/VIII/2006
Peraturan
tentang
Tata
Konsil
Cara
Kedokteran
Penanganan
Kasus
Indonesia
Dugaan
15
pasal
Peraturan
Konsil
Kedokteran
Indonesia
nomor
Disiplin adalah merupakan keputusan MKDKI atau keputusan MKDKI-P yang mengikat
Konsil Kedokteran Indonesia,dokter atau dokter gigi yang diadukan, pengadu,
Departemen Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota serta institusi terkait.
Keputusan tersebut dapat berupa :
1. tidak terbukti bersalah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran
2. terbukti bersalah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran dan pemberian
sanksi disiplin.
3. Pengaduan yang telah diputuskan pada MKDKI atau MKDKI-P tidak
dapatdiadukan kembali.
Sanksi disiplin sebagaimana pernyataan diatas dapat berupa :
1. pemberian peringatan tertulis;
2. rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik dan/atau
kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud
dapat berupa:
1. rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetapatau
selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi yang dimaksud dapat berupa : a. pendidikan formal;
atau b. pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan
yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1(satu) tahun.
17
Hukum
Kedudukan dokter dewasa ini tetap dihormati sebagai ilmuwan yang
19
dalam
mana
dilakukan
kejahatan
dan
hakim
dapat
20
Seorang
wanita
yang
sengaja
menggugurkan
atau
mematikan
untuk
kepentingan
kesehatan
pasien,
untuk
pemenuhan
25
2.2
Contoh kasus yang berhubungan dengan pelanggaran etik, disiplin, dan hukum
26
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan gas
anastesi (N2O) yang dipasang pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O, ternyata
yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi katarak.
Pemberian CO2 pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-pusat
pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien jadi tidak
sadar dan akhirnya meninggal. Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun
berakibat fatal.
Dengan kata lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan
ternyata, di rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian
gas yang dipasang di mesin anastesi. Padahal seharusnya ada standar, siapa yang
harus memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnya, dan lain
sebagainya. Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah
standar yang tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan
formulir yang memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan
ditandatangani. Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil
kemungkinan terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa
yang bertanggung jawab.
Tinjauan Kasus
Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum
a.
Kitab-Undang-undang
Hukum
Pidana
(KUHP)
kelalaian
yang
mengakibatkan celaka atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Pasal 359,
misalnya menyebutkan, Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya
orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun.
27
kelalaian
telah
melakukan
perbuatan
melawan
hukum
yaitu
28
Pekerjaan profesi bagi setiap kalangan terutama dokter tampaknya harus sangat
berhati-hati untuk mengambil tindakan dan keputusan dalam menjalankan tugastugasnya karena sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tuduhan malpraktik
bukan hanya ditujukan terhadap tindakan kesengajaan (dolus) saja.Tetapi juga
akibat kelalaian (culpa) dalam menggunakan keahlian, sehingga mengakibatkan
kerugian, mencelakakan, atau bahkan hilangnya nyawa orang lain. Selanjutnya,
jika kelalaian dokter tersebut terbukti merupakan tindakan medik yang tidak
memenuhi SOP yang lazim dipakai, melanggar Undang-undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan, maka dokter tersebut dapat terjerat tuduhan malpraktik
dengan sanksi pidana.
b.
Kasus di atas juga dapat dikategorikan sebagai malpraktik perdata ketika Seorang
dokter orthopedy yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya
menderita luka atau mati. Tindakan malpraktik tersebut juga dapat berimplikasi
pada gugatan perdata oleh seseorang (pasien) terhadap dokter yang dengan sengaja
(dolus) telah menimbulkan kerugian kepada pihak korban, sehingga mewajibkan
pihak yang menimbulkan kerugian (dokter) untuk mengganti kerugian yang
dialami kepada korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab-UndangUndang Hukum Perdata (KUHPerdata), Tiap perbuatan melanggar hukum, yang
membawa kerugian pada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Seorang dokter yang telah terbukti melakukan kelalaian sehingga pasiennya
menderita luka atau mati, dapat digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1366 atau
1370 KUH Perdata
Pasal 1366 KUH Perdata
Kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian (culpa) diatur oleh Pasal 1366 yang
berbunyi: Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya.
29
Cukup jelas
c.
Etika punya arti yang berbeda-beda jika dilihat dari sudut pandang pengguna
yang berbeda dari istilah itu. Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian
formal tentang moralitas. Moralitas adalah hal-hal yang menyangkut moral, dan
moral adalah sitem tentang motifasi, perilaku dan perbuatan manusia yang
dianggap baik atau buruk. Franz Magnis Suseno menyebut etika sebagai ilmu
yang mencari orientasi bagi usaha manusia untuk menjawab pertanyaan yang
amat fundamental: bagaimana saya harus hidup dan bertindak?. Bagi seorang
sosiolog, etika adalah adat, kebiasaan dan perilaku orang-orang dari lingkungan
budaya tertentu. Bagi praktisi professional termasuk dokter dan tenaga kesehatan
lainnya, etika berarti kewajiban dan tanggungjawab memenuhi harapan profesi
dan masyarakat, serta bertindak dengan cara-cara yang professional, etika adalah
salah satu kaidah yang menjaga terjadinya interaksi antara pemberi dan penerima
jasa profesi secara wajar, jujur, adil, professional dan terhormat.
Selain melanggar UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, ditinjau dari Sudut
Pandang Etika (Kode Etik Kedokteran Indonesia /KODEKI), tindakan tersebut
juga dapat menjadi bentuk malpraktik etik karena dokter tersebut tidak
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi.
Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter harus senantiasa
berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi.
Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya
seebagai seorang proesional harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir,
hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter
hrus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani. Artinya
dalam setiap tindakan dokter harus betujuan untuk memelihara kesehatan dan
kebahagiaan manusia.
Peran pengawasan terhadap pelanggaran kode etik (KODEKI) sangatlah perlu
ditingkatkan untuk menghindari terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang
31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Pelanggaran etik, disiplin, dan hukum saling bersinggungan. Pelanggaran etik
dan disiplin tidak serta merta membuka kemungkinan adanya pelanggaran hukum,
namun pelanggaran hukum dapat membuka kemungkinan adanya pelanggaran etik dan
disiplin. Norma Etik seharusnya menjadi norma tertinggi yang dipatuhi oleh dokter.
3.2. Saran
Seiring dengan berjalannya pengetahuan dan berkembangnya teknologi yang
ada,,masyarakat kini menjadi lebih kritis terhadap tindakan dokter. Hal ini menyebabkan
profesi kedokteran sekarang ini juga terkait dengan masalah etik, disiplin, serta hukum.
33
Sebagai seorang dokter, berlaku juga kepadanya norma publik, sehingga dokter
selayaknya mengetahui norma-norma publik yang tentunya juga terkait dengan
profesinya. Diharapkan dokter mengerti mengenai masalah pelanggaran etik, disiplin
serta hukum profesi kedokteran yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
35