Anda di halaman 1dari 12

Plastik Biodegradable

1. Introduction

Dalam kehidupan sehari - hari kita sering menggunakan plastik, terutama pada saat berbelanja
untuk membawa berbagai macam barang bawaan. Sebagian besar pengguna plastik seperti
supermarket yang ada di Indonesia saat ini telah menggunakan bahan plastik yang dapat didaur
ulang kembali dan mampu diurai oleh mikroorgani metanah. Hal ini dilakukan untuk menjaga
lingkungan, karena pada umumnya bahan - bahan yang terbuat dari plastik tidak dapat didaur
ulang dan tidak mampu diurai mikroorganisme sehingga menyebabkan pencemaran pada tanah.
Bahan plastik yang mampu didau rulang ini disebut dengan biodegradable plastic (plastik
biodegradable).

Gambar 1.Plastik biodegradable dalam kehidupan sehari - hari[1]


2. Pembuatan Biodegradable Plastic
Plastik biodegradable terbuat dari bahan tanaman alami, termasuk minyak jagung, kulit jeruk, pati,
dan tanaman - tanaman lain. Plastik tradisional dibuat dengan pengisi kimia yang dapat berbahaya
bagi lingkungan ketika dilepaskan ketika plastik meleleh ke bawah. Denga nplastik biodegradable,
didapatkan substansi yang dibuat dari sumber alami yang tidak mengandung pengisi bahan kimia
dan tidak menimbulka nrisiko yang sama terhadap lingkungan.

Proses pembuatan plastik biodegradable dimulai dengan mencairnya semua bahan. Campuran itu
kemudian dituangkan kedalam cetakan berbagai bentuk seperti botol air plastik dan peralatan[1].

Gambar2. Siklus plastik biodegradable [4]


Gambar 2 menunjukkan diagram yang menggambarkan siklus polimer biodegradable.
Patidanselulosa, yang disebut biopolimer karena mereka diproduksi oleh tanaman, diekstraksi dan
dicampur dengan polimer sintetis untuk menghasilkan polimer biodegradable. Dengan
memvariasikan jumlah pati, selulosa, dan polimer sintetik dalam campuran, sifat plastik yang
berbeda dapat dicapai. Setelah diproses, BP dapat digunakan untuk banyak aplikasi seperti
kemasan busa, menangani sikat gigi, pita pereka tdukungan, film, dan nampan. Setelah mencapai
pusat sampah kota mereka dapat dikirim kekoleksi bio-limbah atau situs kompos di mana mereka
dapat benar terdegradasi oleh mikroorganisme untuk membentuk karbon dioksida, air, biomassa,
danhalhumic, yang semuanya berfungsi sebagai nutrisi bagi kehidupan tanaman. Dengan
penambahan sinarmatahari, tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan batch lain daripolimer
biodegradable, mengulangi siklus[4].

Cara lain untuk membuat BP adalah produksi poliester dengan fermentasi bakteri gula dan lipid
diekstrak dari tanaman.Polimer biodegradable dapat dimodifikasi dengan polimer sintetis atau
alami seperti pati dan selulosa untuk membuat produk lain seperti botol sampo, kemasan, serat,
kantong sampah, dan sendok garpu[4].
3. Mekanisme Degradasi
Degradasi polimer dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti sinar matahari, panas, umur dan
faktor alam. Oleh sebab itu dalam proses pembuatannya, polimer ditambah berbagai aditif guna
mengatasi proses degradasi oleh berbagai faktor tersebut. Gambar menunjukkan mekanisme
degradasi plastik di alam. Surface erosion pada polimer nanokomposit lebih besar dibandingkan
polimer sintetik berbentuk komposit sehingga lama waktu dan proses biodegradasi polimer
nanokomposit akan lebih baik, artinya filler berbentuk nanopartikel mempunyai surface erosion
yang lebih besar. Hasil dari mekanisme proses degradasi plastik akan dihasilkan gas CO2, H2O,
CH4 dan produk lainnya[5].

Gambar 3. Mekanisme proses degradasi plastik[5]


4. Jenis Plastik Biodegradable
Beberapa jenis plastik biodegradable di antaranya :
Poli (beta-hydroxybutyrate-co-hydroxyvalerate) atau PHBV. Di bawah kondisi yang tepat,
bakteri dapat mengurai bentuk polyester menjadi karbondioksida dan air dalam waktu enam bulan.
Asam polylactic atau PLA terbuat dari pati dan dapat terurai dalam kondisi tertentu. Poli-asam
amino yang berasal dari sel bakteri, polylaktida (PLA) yang merupakan modifikasi asam laktat
hasil perubahan zat tepung kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yag
dapat terdegradasi. Polihidroksialkanoat (PHA) yang terkandung dalam sel mikroorganisme jenis
tertentu merupakan bijih plastik alami (biopolymer). Bidang aplikasi PHA sangat luas, namun
produksi PHA masih terbatas karena harganya yang mahal[6].

Gambar 4. Resin jenis PLA[8]


Asam poly hydroxy alkanoic, atau PHA, yang dapat sepenuhnya dikomposkan[3].Untuk
menghasilkan lembaran bioplastik, PHA murni perlu ditambahkan dengan bahan-bahan tambahan
seperti pemlastik, penstabil, pewarna, anti-shock dan antistatic untuk mendapatkan hasil akhir
bioplastik yang diinginkan[6].

5. Standard Plastik Biodegradable


American Society for Testing and Material (ASTM) telah mengembangkan standar yang mengatur
bahan plastik yang dapat digambarkan sebagai biodegradable dan kompos. Konsumen dapat
memeriksa produsen piring untuk spesifikasi ini untuk memastikan bahwa label biodegradable
otentik. ASTM D6868 dan D6400 adalah dua standar yang mengontrol hukum pelabelan
biodegradabilitas untuk produk. Sertifikasi ini berarti bahwa materi tersebut telah diuji secara
menyeluruh dan degradasi di fasilitas kompos kota atau industri. Standar ini bekerja
berdampingan dengan standar Eropa, EN 13432, yang secara khusus menyatakan bahwa plastik
berlabel kompos harus mengurangi sampai 10 persen dari massa asli mereka setelah tiga bulan
dalam kompos semi-industrial. Ketiga standar lanjut menegaskan bahwa plastik terurai menjadi
humus yang tidak berbahaya bagi tanaman[3].
6. Kelebihan
Beberapa kelebihan penggunaan plastik biodegradable antara lain :
Mengurangi Permintaan Bahan Bakar Fosil.
Kebanyakan polimer sintetis yang dibuat dari turunan minyak bumi, sehingga mereka
meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil. Plastik seperti PLA, PHBV dan PHA yang dibuat dari
biomassa, sehingga mereka dapat mengurangi permintaan minyak mentah dan bahan bakar fosil
lainnya. Selain itu, dalam banyak kasus, siklus hidup emisi gas rumah kaca yang terkait dengan
plastik biodegradable mungkin lebih sedikit daripada yang berhubungan dengan plastik
tradisional[3].
Mengurangi Volume Sampah Kota
Plastik biodegradable memiliki potensi secara signifikan mengurangi volume sampah kota yang
dihasilkan di seluruh dunia. Karena dapat dikomposkan, plastik biodegradable dapat dikumpulkan
bersama-sama dengan sisa-sisa makanan atau limbah pekarangan dan dialihkan ketumpukan
kompos. Kompos yang dihasilkan dapat digunakan sebagai taman atau pupuk pertanian. Plastik
konvensional mungkin butuh berabad-abad dapat terurai dan seringkali sulit untuk mendaur ulang,
sedangkan plastik biodegradable dapat terurai secara cepat ke dalam perubahan kegunaan
tanah[3].
7. Kelemahan
Plastik biodegradable memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, mereka tidak membusuk kecuali
mereka dibuang dengan benar, yang berarti bahwa plastik biodegradable harus diperlakukan sama
seperti membentuknya. Penguraian alami plastik tidak akan terjadi jika hanya melemparkan ke
TPA dengan sampah lainnya sehingga warga yang bersangkuta juga perlu berhati-hati. Beberapa
ilmuwan juga menunjukkan bahwa gas rumah kaca yang terkunci di dalam plastik dan dilepaskan
ke atmosfer ketika terbentuk. Bagaimanapun juga segalasesuatu yang digunakan dalam produksi

plastik biodegradable alami. Dengan demikian, plastik ini tidak mengandung bahan kimia
berbahaya dan bahan seperti plastik konvensional[1].

Gambar 5. Pemisahan sampah plastik biodegradable atau plastik biasa[7]


Beberapa bahan biodegradable memang mengandung potongan - potongan kecil logam. Ada
kekhawatiran bahwa ketika plastik biodegradable terurai, logam tersebut akan dilepaskan ke
lingkungan. Namun, untuk saat ini tidak ada bukti menyebabkan adanya masalah yang
signifikan[1].
PolyLactic Acid (PLA) Produksi Aplikasi dan Prospek Pengembangannya di Indonesia
January 22, 2010 Rieko Kristian Chemical Engineering

5 Votes

Bioplastik atau plastik organik adalah salah satu jenis plastik yang terbuat dari sumber biomassa
terbarukan, seperti minyak nabati, pati jagung, pati kacang polong dan mikrobiota, jika
dibandingkan dengan plastik konvensional yang terbuat dari bahan baku petroleum. Bioplastik
pada umumnya bersifat dapat terdegradasi secara alami. Plastik biodegradable telah berkembang
lebih dari 10 tahun lalu, dan perkembangan kearah plastik komersial sangat lambat. Hal ini
disebabkan umumnya karena harga mahal dan sifat agak lain dari plastik konvensional. Namun
dengan isu menipisnya cadangan minyak bumi maka bioplastik akan segera menjadi kompetitif
dibanding plastik lainnya. Kelebihan lain dari plastik biodegradable adalah diproduksi dari sumber
terbarukan bukan dari minyak dan mempunyai sifat dapat terdegradasi secara alami.
Plastik biodegradable adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional,
namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas
karbondioksida setelah habis terpakai dan dibuang ke lingkungan. Karena sifatnya yang dapat
kembali ke alam, plastik biodegradable merupakan bahan plastik yang ramah terhadap lingkungan
(Pranamuda, 2001). Plastik biodegradable adalah polimer yang dapat berubah menjadi biomassa,
H2O, CO2 dan atau CH4 melalui tahapan depolimerisasi dan mineralisasi. Depolimerisasi terjadi
karena kerja enzim ekstraseluler (terdiri atas endo dan ekso enzim). Endo enzim memutus ikatan
internal pada rantai utama polimer secara acak, dan ekso enzim memutus unit monomer pada
rantai utama secara berurutan. Bagian-bagian oligomer yang terbentuk dipindahkan ke dalam sel
dan menjadi mineralisasi. Proses mineralisasi membentuk CO2, CH4, N2, air, garam-garam,
mineral dan biomassa. Definisi polimer biodegradable dan hasil akhir yang terbentuk dapat
beragam bergantung pada polimer, organisme, dan lingkungan (Kaplan et al, 1993 dalam Hartoto

et al, 2005).
Gambar 1. Siklus produksi dan degradasi biodegradable polymer (IBAW Publication, 2005)
Averous (2008), mengelompokkan polimer biodegradable ke dalam dua kelompok dan empat
keluarga berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-polymer yang terdiri dari polisakarida,
protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester (biodegradable polyesters) seperti poli asam laktat
(PLA), polyhydroxyalkanoate (PHA), aromatik and alifatik kopoliester. Biopolymer yang
tergolong agro-polymer adalah produk-produk biomassa yang diperoleh dari bahan-bahan
pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak. Biopoliester dibagi lagi berdasarkan
sumbernya. Kelompok Polyhydroxy-alkanoate (PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme
yang didapatkan dengan cara ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Poly(hydroxybutyrate) (PHB)
dan Poly(hydroxybutyrate co-hydroxyvalerate) (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang
diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesa secara konvensional monomer-monomer
yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida. Contoh polilaktida adalah poli
asam laktat. Kelompok terkahir diperoleh dari produk-produk petrokimia yang disintesa secara
konvensioonal dari monomer-monomer sintetis. Kelompok ini terdiri dari polycaprolactones
(PCL), polyesteramides, aliphatic co-polyesters dan aromatic co-polyesters.
Gambar 2. Klasifikasi polimer biodegradable (Averous, 2008)
Proses Produksi Poli Asam Laktat (PLA)
Salah satu jenis biodegradable polyester adalah Poli asam laktat (polylactic acid). Poli asam laktat
(PLA) ditemukan pada tahun 1932 oleh Carothers (DuPont) yang memproduksi PLA dengan berat
molekul rendah dengan memanaskan asam laktat pada kondisi vakum. Pada tahap selanjutnya,
DuPont dan Ethicon memfokuskan pembuatan aplikasi medical grade satures, implan dan
kemasan obat. Baru-baru ini, beberapa perusahaan seperti Shimadzu dan Mitsui Tuatsu di Jepang
telah memproduksi sejumlah PLA untuk aplikasi plastik. Poli asam laktat atau Poli laktida (PLA)
dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik yang bersifat
biodegradable, thermoplastic dan merupakan poliester alifatik yang terbuat dari bahan-bahan
terbarukan seperti pati jagung atau tanaman tebu. Walaupun PLA sudah dikenal sejak abad yang
lalu, namun baru diproduksi secara komersial dalam beberapa tahun terakhir dengan keunggulan
kemampuan untuk terdegradasi secara biologi (http://en.wikipedia.org/wiki/ Polylactic_acid).
Gambar 3. Rumus struktur poli asam laktat
Menurut Averous (2008), sintesa PLA adalah sebuah proses yang terdiri dari beberapa langkah,
dimulai dari produksi asam laktat sampai pada tahap polimerisasi. Poli asam laktat dapat
diprodukksi melalui tiga metode, yaitu: (1) Polikondensasi langsung (direct condensationpolymerization) asam laktat yang menghasilkan PLA dengan berat molekul rendah dan rapuh
sehingga sebagian besarnya tidak dapat digunakan kecuali jika ditambahkan chain coupling agent
untuk meningkatkan panjang rantai polimer; (2) Kondensasi dehidrasi azeotropik (Azeotropic
dehydration condensation) asam laktat dengan menggunakan pelarut azeotropik, yang dapat
menghasilkan PLA dengan berat molekul mencapai 15.400 dan rendemen sebesar 89% dan (3)
polimerisasi pembukaan cincin (ring opening polymerization, ROP), yang dilakukan melalui tiga
tahapan yaitu polikondensasi asam laktat, depolimerisasi sehingga membentuk dimer siklik

(lactide) dan dilanjutkan dengan polimerisasi pembukaan cincin, sehingga diperoleh PLA dengan
berat molekul tinggi. Polimerisasi pembukaan cincin menghasilkan PLA dengan berat molekul
2104 hingga 6.8105. Metoda ROP ini telah dipatenkan oleh Cargill (Amerika Serikat) pada
tahun 1992.
Gambar 4. Metoda sintesa PLA untuk mendapatkan berat molekul tinggi (Hartmann, 1998 dalam
Averous, 2008)
Produksi Asam Laktat
Langkah pertama dalam sintesa PLA adalah produksi asam laktat. Asam laktat (IUPAC: 2hydroxypropanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah salah bahan kimia yang
berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat pertama kali berhasil diisolasi oleh ahli
kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada tahun 1780. Asam laktat mempunyai rumus kimia
C3H6O3, termasuk keluarga asam hidroksi propionat dengan rumus molekul CH3CHOHCOOH.
Asam laktat dalam larutan akan kehilangan satu proton dari gugus asam dan menghasilkan ion
laktat CH3CH(OH)COO-. Asam laktat larut dalam air dan etanol serta bersifat higroskopik
(http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Gambar 5. Struktur molekul asam laktat
Asam laktat adalah cairan pekat tak berwarna, tak berbau, larut di dalam air dalam berbagai
perbandingan, alkohol dan eter tetapi tidak larut dalam kloroform. Senyawa ini termasuk asam
lemah dengan daya penguapan yang rendah. Asam ini memiliki sebuah atom asimetri. Di alam
terdapat dalam bentuk D-, L- dan DL-. Produk-produk komersial biasanya dalam bentuk DL(Tjokroadikoesoemo, 1986 dalam Aulana, 2005).
a
b
Gambar 6. (a) Asam laktat Levorotatory (D (-) Lactic Acid), (b) Asam laktat Dekstrorotary (L
(+) Lactic Acid)
Asam laktat dapat dihasilkan melalui proses fermentasi atau secara sintesis kimiawi. Reaksi dasar
proses kimiawi adalah mengubah laktonitril (asetaldehid sianohidrin) menjadi asam laktat.
Beberapa metode kimia yang memungkinkan sintesis asam laktat adalah degradasi gula dengan
alkali seperti kapur atau NaOH, interaksi asetaldehid dan karbonmonoksida pada suhu dan
tekanan yang dinaikkan, dan hidrolisa dari asam -kloropropionat (Mark et al, 1967 dalam
Aulana, 2005).
Fermentasi merupakan metoda yang paling banyak digunakan oleh industri untuk menghasilkan
asam laktat. Menurut Hofvendahl dan HahnHgerdal (2000), dari 80.000 ton dari asam laktat
yang dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun sekitar 90% dibuat dengan cara fermentasi bakteri
asam laktat dan sisanya dihasilkan melalui sintesis kimia yaitu hidrolisis laktonitril. Averous
(2008) juga menjelaskan hal senada dengan perkiraan produksi asam laktat dunia 200.000 ton
pertahun. Salah satu keunggulan metode fermentasi adalah asam laktat yang dihasilkan bisa diatur
hanya terdiri dari satu enantiomer berdasarkan bakteri yang digunakan (Hofvendahl dan Hahn

Hgerdal, 2000).
Proses fermentasi dapat digolongkan berdasarkan jenis bakteri yang digunakan; (1) metoda
heterofermentatif, menghasilkan kurang dari 1.8 mol asam laktat per mol heksosa dengan hasil
fermentasi lainnya dengan jumlah yang signifikan diantaranya asam asetat, etanol, gliserol,
manitol dan karbondioksida; (2) metoda homofermantatif yang hanya menghasilkan asam laktat,
atau menghasilkan produk samping dengan jumlah yang sangat kecil. Metoda homofermentatif ini
banyak digunakan di industri, dengan konversi yield glukosa menjadi asam laktat lebih dari 90%
(Hofvendahl dan HahnHgerdal, 2000).
Gambar 7. Potensi produk dan teknologi asam laktat (R. Datta et al, 1995).
Polimerisasi Asam Laktat
Langkah selanjutnya dari sintesa PLA adalah polimerisasi asam laktat. Polimerisasi asam laktat
sendiri terdiri dari tiga mtode, yaitu:
Polimerisasi PLA dengan metode Polikondensasi Langsung
Polimerisasi kondensasi adalah metoda paling murah untuk menghasilkan PLA, namun sangat
sulit untuk mendapatkan PLA dengan berat molekul yang tinggi (Averous, 2008). Polikondensasi
langsung (konvensional) ini dimungkinkan, menurut Hasibuan (2006), karena adanya gugus
hidroksil dan karboksil pada asam laktat. Namun, reaksi polikondensasi konvensional asam laktat
ini tidak cukup dapat meningkatkan bobot molekulnya dan pada metode ini dibutuhkan waktu
yang sangat lama karena sulitnya untuk mengeluarkan air dari produk yang memadat, sehingga
produk air yang dihasilkan justru akan menghidrolisis polimer yang terbentuk. Reaksi
polikondensasi konvensional hanya mampu menghasilkan PLA denggan bobot kurang dari
1,6104 (Hyon et al, 1998 dalam Hasibuan, 2006) yang cirinya seperti kaca yang getas (britle).
Pada perkembangannya, polikondensasi langsung ini selalu melibatkan pengurangan kadar air
hasil kondensasi dengan menggunakan pelarut pada tekanan vakum dan temperatur tinggi.
Berat molekul dapat ditingkatkan dengan penggunaan coupling atau esterification-promoting
agents yang berfungsi memperpanjang ikatan kimia, namun biaya produksi meningkat karena
proses yang cukup rumit dan panjang (multistep process). Chain-extending agents berfungsi untuk
mereaksikan gugus hidroksil (OH) atau karboksil yang berada di ujung molekul PLA sehingga
membentuk polimer telechelic. Penggunaan agen ini memberikan beberapa keuntungan karena
reaksi hanya melibatkan sedikit agen dan bisa diselesaikan tanpa perlu dipisahkan dengan proses
yang lain. Kemampuan untuk mengembangkan desain kopolimer dengan gugus fungsi yang
beraneka macam juga bisa diperluas. Kelemahannya adalah polimer mungkin masih mengandung
chain-extending agents yang tidak bereaksi, oligomer dan sisa-sisa pengotor logam yang berasal
dari katalis. Beberapa chain-extending agents juga dapat mengurangi sifat biodegradabilitas
polimer. Beberapa agen yang digunakan diantaranya anhydride, epoxide and isocyanate. Produkproduk seperti ini digunakan untuk pengembangan PLA yang cocok untuk bahan dasar
pencampuran (PLA-based blends). Kelemahan penggunaan isosianat sebagai chain extenders
adalah sifatnya yang beracun (eco-toxicity).

Keuntunggan penggunaan esterification-promoting adjuvents adalah produk akhir dengan


kemurnian yang tinggi dan bebas dari sisa-sisa katalis dan/atau oligomer. Kekurangannya adalah
biaya yang tinggi sehubungan dengan banyaknya tahap yang dilibatkan dan pemurnian tambahan
dari residu dan produk samping, karena produk samping yang dihasilkan harus dinetralkan atau
bahkan dihilangkan (Averous, 2008).
Polimerisasi PLA dengan metode Polikondensasi Azeotropik
Reaksi polikondensasi azeotropik merupakan modifikasi dari reaksi polikondensasi
konvensional yang dapat menghasilkan bobot molekul yang lebih tinggi (Ajioka et al, 1998 dalam
Hasibuan, 2006), dan tidak menggunakan chain-extenders atau adjuvents dan beberapa
kelemahannya (Averous, 2008). Mitsui Chemical (Jepang) telah mengkomersialkan proses ini
dimana asam laktat dan katalis didehidrasi secara azeotropik dalam sebuah refluxing, pemanasan
dengan temperatur tinggi, pelarut aprotic pada tekanan rendah untuk menghasilkan PLA dengan
berat molekul mencapai 300.000.
Reaksi polikondensasi azeotropik menggunakan pelarut seperti difenil eter, xilena, bifenil dan
klorobenzena untuk memudahkan pemisahan air dari produk pada atmosfer normal atau tekanan
rendah. Reaksi ini juga dapat menggunakan berbagai jenis katalis seperti asam protonat, logam,
oksida logam, logam halida dan garam asam organik dari logam. Logam memiliki orbital p dan d
yang bebas dan dapat menginisiasi terbentuknya kompleks koordinasi. Salah satu logam yang
yang dapat digunakan sebagai katalis reaksi polikondensasi azeotropik adalah logam timah.
Logam timah memiliki toksisitas yang rendah, merupakan katalis yang direkomendasikan FDA
dan dapat dipisahkan dari polimer setelah polimerisasi. Fungsinya adalah untuk mempercepat
reaksi pembentukan PLA. Polikondensasi azeotropik dalam larutan dapat mencegah terjadinya
reaksi pesaing, yaitu pembentukan laktida dan reaksi degradasi PLA yang terbentuk (Hasibuan,
2006).
Hasibuan (2006) dalam penelitiannya berhasil mengembangkan metode polikondensasi
konvensional menjadi polikondensasi azeotropik pada poli asam laktat, menghasilkan PLA dengan
bobot molekul sampai 22.000. Optimasi reaksi polimerisasi asam laktat dengan metode
polikondensasi azeotropik dicapai pada lama polimerisasi 30 jam dan konsentrasi katalis logam
timah 0.5%. Namun, untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang lebih besar perlu
dikembangkan proses polimerisasi dengan pelarut yang memiliki titik didih yang lebih tinggi dari
xilena, seperti pelarut difenil eter dan o-klorotoluen.
Polimerisasi PLA dengan metode Ring Opening Polymerization
Ring opening polymerization (ROP, reaksi polimerisasi pembukaan cincin) merupakan metoda
yang lebih baik untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi, dan sekarang telah
diadaptasi untuk proses komersial seiring dengan kemajuan teknologi fermentasi dekstrosa
jagung. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Carothers pada tahun 1932, namun belum bisa
menghasilkan PLA dengan bobot molekul yang tinggi sampai teknik pemurnian asam laktat
membaik, seperti yang dikembangkan oleh DuPont pada tahun 1954. Mekanisme-mekanisme
ROP bisa berupa reaksi ionik (anionik atau kationik) atau coordinationinsertion, bergantung

kepada sistem katalisnya (Averous, 2008).


Secara umum, proses ROP pada produksi PLA dimulai dari polimerisasi kondensasi asam laktat
untuk menghasilkan PLA dengan bobot molekul rendah (prepolimer), dilanjutkan dengan
depolimerisasi untuk menghasilkan dimer laktida yang berbentuk molekul siklik. Laktida
kemudian dengan bantuan katalis dipolimerisasi ROP untuk menghasilkan PLA dengan bobot
molekul yang tinggi.
Aplikasi PLA Sebagai Pengganti Plastik Konvensional
Poli asam laktat mempunyai potensi yang sangat besar dikembangkan sebagai pengganti plastik
konvensional. Poli asam laktat bersifat termoplastik, memiliki kekuatan tarik dan modulus polimer
yang tinggi, bobot molekul dapat mencapai 100.000 hingga 500.000, dan titik leleh antara 175200C (Oota, 1997 dalam Hartoto et al, 2005 dan physical properties PLA).
Pada umumnya PLA dipergunakan untuk menggantikan bahan yang transparan dengan densitas
dan harga tinggi. Bahan plastik yang digantikan dari jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg), PVC lentur
(1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan selofan film. Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7 usd/kg) dan HIPS (1.05 g/cc, 1
usd/kg), PLA dapat dikatakan kurang menguntungkan, namun mempunyai kelebihan lain yaitu
ramah lingkungan. PP dan HIPS berasal dari minyak bumi dan jika dibakar akan menimbulkan
efek pemanasan gobal.
Kelebihan PLA pada jenis BOPLA (bioriented PLA atau bentuk stretch dua arah) dimana twist dan
deadfold mirip seperti selofan dan PVC, karena itu BOPLA dipergunakan juga untuk film yang
tipis untuk pembungkus permen. BOPLA mempunyai barier yang bagus untuk menahan aroma,
bau, molekul solven dan lemak sebanding dengan PET atau nilon 6. Sebagai bahan polar PLA
mempunyaii tegangan 38 dynes/cm2 sehingga mudah untuk di-print dengan berbagai tinta tanpa
proses flame dan corona seperti halnya BOPP atau film yang lain. PLA merupakan peyekat
yang bagus dengan suhu gelas atau Tg 55-65 deg, inisiasi sealing bisa dimulai pada suhu 80 deg
sama dengan sealant dari 18% EVA. Gabungan antara kemudahan untuk di-seal dan tingginya
barier untuk aroma dan bau maka PLA dapat digunakan sebagai lapisan paling dalam untuk
pengemas makanan.
Keurangan PLA adalah densitas lebih tinggi (1.25 g/cc) disbanding PP dan PS dan mempunyai
polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan PP yang non polar dalam system
film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9 g/cc, denga harga 0.7 usd per kg dan HIPS
mempunyai densitas 1.05 g/cc dan harga 1 usd per kg. PLA juga mempunyai ketahanan panas,
moisture dan gas barier kurang bagus dibanding dengan PET. Hal lain yang paling penting adalah
harganya yang masih tinggi yaitu 2.6 usd per kg. usaha untuk menurunkan harga teruus dilakukan
oleh Cargill Dow hingga 2 usd per kg supaya kompetitif. Sifat barier terhadap uap air, oksigen dan
CO2 lebih rendah disbanding PET, PP atau PVC. Perbaikan sifat barier dapat dilakukan dengan
system laminasi dengan jenis film lain seperti PE, PVOH, Alufoil, Nanopartikel dan lainnya.
Menurut Botelho et al (2004), kelebihan PLA dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari

minyak bumi adalah:


Biodegradable, artinya PLA dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh mikroorganisme.
Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh sel atau
jaringan biologi.
Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan dari minyak
bumi.
100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan digunakan kembali untuk
aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk lain.
Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi PLA.
Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang medis, kemasan dan
tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai benang jahit pada saat operasi serta
bahan pembungkus kapsul. Selain itu pada dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam
upaya perbaikan jaringan tubuh manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong
plastik (retail bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan
bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga digunakan
dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus dan minuman lainnya.
Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan penggunaan lain dari jenis plastik
ini.Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di
Jepang, PLA bahkan sudah dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan compact disc (CD)
oleh Sanyo.
Prospek Perkembangan PLA di Indonesia
Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdable dewasa ini berkembang sangat
pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman, Prancis, Jepang, Korea, Amerika
Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di
Jerman pengembangan untuk mendapatkan polimer biodegradable pada polyhydroxybutiyrat
(PHB), Jepang (chitin dari kulit Crustaceae, zein dari jagung). Aktivitas penelitian lain yang
dilakukan adalah bagaimana mendapatkan kemasan thermoplastic degradable yang mempunyai
masa pakai (lifetimes) yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah. Pengembangan
lain yang sangat penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan penggunaan bahan pemlastis.
Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah harganya yang relatif tinggi
dibandingkan film kemasan PE. Biaya produksi yang tinggi berasal dari komponen bahan baku
(sumber karbon), proses fermentasi (isolasi dan purifikasi polimer) dan investasi modal. Upaya
untuk menekan harga tersebut adalah menggunakan substrat dari methanol, molasses dan
hemicellulose hydrolysate.
Di Indonesia , polimer biodegradable telah berkembang lebih dari 10 tahun lalu, namun penelitian
dan pengembangan teknologi kemasan plastik biodegradable masih sangat terbatas. Hal ini terjadi
karena selain kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu dan teknologi bahan,

juga dukungan dana penelitian yang terbatas. Dipahami bahwa penelitian dalam bidang ilmu
dasar memerlukan waktu lama dan dana yang besar. Sebenarnya prospek pengembangan
biopolimer untuk kemasan plastik biodegradable di Indonesia sangat potensial. Alasan ini
didukung oleh adanya sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat
diperoleh sepanjang tahun. Berbagai hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi
biopolimer adalah jagung, sagu, kacang kedele, kentang, tepung tapioka, ubi kayu (nabati) dan
chitin dari kulit udang (hewani) dan lain sebagainya. Kekayaan akan sumber bahan dasar seperti
tersebut di atas, justru sebaliknya menjadi persoalan potensial yang serius pada negara-negara
yang telah maju dan menguasai ilmu dan teknologi kemasan biodegrdable, khususnya di Jerman.
Negara tersebut dengan penguasaan IPTEK yang tinggi bidang teknologi kemasan, merasa
khawatir kekurangan sumber bahan dasar (raw materials) dan akan menjadi sangat tergantung
pada negara yang kaya akan sumber daya alam.
Pada tahun 2005, Liesbetini Hartono, dkk. melakukan penelitian, yaitu Rekayasa proses produksi
poli asam laktat (PLA) dari pati sagu sebagai bahan baku plastik biodegradable, dengan
menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi proses fermentasi untuk menghasilkan
asam laktat, dan dengan proses polimerisasi kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA. Pada
tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk. melakukan penelitian mengenai sintesa PLA dari Limbah
Pembuatan Indigenous Starch untuk Pembuatan Plastik Ramah Lingkungan, dimana pada
penelitian ini, variasi yang dipakai adalah jenis bakteri untuk fermentasi, dimana nantinya
diperoleh bakteri yang terbaik untuk menghasilkan Asam Laktat, yang dengan proses
polikondensasi azeotropik dapat dihasilkan PLA. Ery Susiany Retnoningtyas,dkk. melakukan
penelitian mengenai Pembuatan plastik biodegradable dari kulit pisang.
Masih dengan menggunakan variasi kondisi operasi fermentasi untuk menghasilkan PLA.
Kebanyakan penelitian yang dilakukan di Indonesia adalah dengan variasi bahan baku, untuk
memperoleh bahan alam apa yang paling sesuai untuk membuat PLA, dan juga proses fermentasi,
bukan dengan variasi katalis. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis PLA dengan bahan
baku yang berasal dari pati sagu, limbah indigenous pati, kulit pisang, pati singkong, pati jagung,
kulit udang, talas, dan lain sebagainya.
Jika ditinjau dari segi industri, di Indonesia hingga saat ini sulit sekali ditemukan produk berbahan
baku bioplastik selain edible, padahal pemerintah sejak PELITA VI telah memprioritaskan
program untuk memprroduksi bahan baku biopolymer melaui perkebunan dan pertanian. Namun
demikian program yang dicanangkan lebih dari dua dekade ini masih belum bisa terealisasikan
hingga sekarang ini. Untuk itu maka diperlukan keseriusan pemerintah dalam program pemakaian
bioplastik demi menjaga kelestarian lingkungan selain untuk menghemat minyak bumi yang
semakin tipis persediaanya. Masyarakat Indonesia juga harus menyadari akan pentingnya
pemakaian bioplastik sebagai suatu alternatif yang dapat memecahkan sebagian persoalan
lingkungan.
Kesimpulan:
Poli asam laktat adalah salah satu jenis plastik biodegradable yang terbuat dari bahan biomassa
terbarukan, berupa pati-patian yang dapat diperoleh dari jagung, kentang, kacang polong, bahkan

limbah tapioka.
Proses produksi asam laktat dimulai dari produksi asam laktat dengan cara fermentasi patipatian, dilanjutkan dengan polimerisasi.
Terdapat tiga jenis polimerisasi asam laktat, yaitu polikondensasi langsung, polikondensasi
azeotropik dan polimerisasi pembukaan cincin (ROP).
PLA memiliki sifat properties yang cukup baik jika digunakan sebagai aplikasi pengganti
plastik konvensional.
Aplikasi PLA yang telah dikembangkan saat ini diantaranya di bidang medis, pengemasan
makanan, edible
film, tekstil bahkan casing barang elektronik ringan.
Perkembangan plastik biodegradable di Indonesia, khususnya PLA masih dalam skala industry
tekendala masalah teknologi dan investasi, sementara tersedia bahan baku yang melimpah.
Saran:
Perlu dilanjutkan penelitian PLA terutama untuk mencari bahan baku ataupun metode sintesa
yang lebih ekonomis dan peningkatan sifat fisik, mekanik maupun kimia PLA agar dapat diterima
pasar dan masyarakat sebagai material pengganti plastik konvensional.
Perlu segera dibuat regulasi penggunaan plastik biodegradable seperti yang telah diberlakukan
di beberapa Negara Eropa dan Asia Timur dengan harapan dapat mengurangi penggunaan plastik
konvensional yang tidak bisa terdegradasi sendiri.

Anda mungkin juga menyukai