Pengurangan Risiko Bencanadcdfdsfhdsfdjfkjsdfsdafkjdskjf
Pengurangan Risiko Bencanadcdfdsfhdsfdjfkjsdfsdafkjdskjf
Inspirasi
Sangat menarik mengkaji pentingnya langkah-langkah pengurangan risikio bencana dalam
kehidupan kita sebagai seorang warga negara dan sebagai seorang muslim. Sering kita dengar
kalimat pasrah terhadap bencana yang menimpa, misalnya: Memang malang tak dapat ditolak untung
tak dapat diraih. Memang sudah musibah mau apa lagi?
Saat kita membaca Islam dalam literatur (bukan dalam praktek sehari-hari), ada sebuah kisah
yang cukup menarik. Pada suatu hari Rasulullah Muhammad SAW bertemu seorang laki-laki suku
badui yang meninggalkan untanya tanpa mengikatnya. Rasulullah SAW lalu bertanya: Mengapa
engkau tak mengikat untamu? Dia akan lari dan menimbulkan musibah bagimu. Sang badui
menjawab: Aku bertawakkal pada Allah, aku serahkan semua urusanku pada-Nya. Rasulullah SAW
tidak serta merta menyetujui ketawakkalan laki-laki itu, bahkan Beliau SAW bersabda: Ikatlah dahulu
untamu, lalu bertawakkallah pada Allah (Hadits Riwayat Tirmidzi).
Islam memang agama yang komprehensif. Memandang bencana dalam kacamata Islam
adalah menerapkan tawakkal pada tempatnya. Prinsip Tie your camel first, then put your trust in
Allah inilah yang patut kita terapkan dalam Pengurangan Risiko Bencana.
Tujuan PRB
PRB tentu saja bertujuan untuk mengurangi risiko kerugian yang terjadi akibat bencana. Oleh karena
itu langkah-langkah PRB perlu diintegrasikan ke dalam pembangunan. Sejak akhir dekade 1990-an
banyak kalangan kian menyadari perlunya mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam
pembangunan yakni memasukkan pertimbangan-pertimbangan risiko bencana alam ke dalam
kerangka strategis jangka menengah dan struktur-struktur kelembagaan, ke dalam kebijakan dan
strategi negara dan sektoral serta ke dalam perancangan proyek di negara-negara rawan bahaya.
Upaya pengarusutamaan risiko bencana harus mencakup analisis bagaimana potensi bahaya dapat
mempengaruhi kinerja kebijakan, program dan proyek, dan analisis bagaimana kebijakan, program dan
proyek tersebut berdampak pada kerentanan terhadap bahaya alam. Analisis ini harus ditindaklanjuti
dengan mengambil tindakan yang perlu untuk mengurangi kerentanan, dengan menempatkan
pengurangan risiko sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembangunan dan bukan sebagai
tujuan itu sendiri.
Perubahan dari cara pandang lama yang telah mengakar bahwa bencana adalah sesuatu yang tidak
dapat diprediksi sebelumnya, tak terhindarkan dan harus ditangani oleh para ahli tanggap darurat,
sedikit banyak mencerminkan meningkatnya pemahaman akan bencana sebagai masalah
pembangunan yang masih harus diatasi. Program pembangunan tidak dengan sendirinya mengurangi
kerentanan terhadap bahaya alam. Sebaliknya, program pembangunan tanpa disadari dapat
melahirkan bentuk-bentuk kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang telah ada, terkadang
dengan konsekuensi yang tragis. Peningkatan pemahaman ini berjalan seiring dengan meningkatnya
kesadaran akan pentingnya penanggulangan kemiskinan. Telah lama diakui umum bahwa salah satu
dimensi kemiskinan yang mendasar adalah keterpaparan terhadap risiko dan kemungkinan hilangnya
pendapatan, termasuk yang diakibatkan oleh bahaya alam. Pemahaman akan hal ini telah mendorong
adanya perhatian yang lebih besar pada analisis bentuk-bentuk dan penyebab mendasar kerentanan
dan kegiatan-kegiatan terkait yang dapat memperkuat ketangguhan dalam menghadapi bahaya
(Benson & Twigg, 2007).
Melalaikan PRB juga merugikan pelayanan di Karibia. Pada tahun 1989, setelah kehancuran hebat
yang diakibatkan oleh Badai Hugo, dengan dana bantuan dibangun sebuah rumah sakit di kaki gunung
berapi di Pulau Montserrat yang termasuk gugusan kepulauan Karibia. Pada pertengahan tahun 1995
rumah sakit tersebut hancur diterjang aliran lava setelah gunung berapi tersebut aktif kembali.
Di daerah kita sendiri, setelah kehancuran yang ditimbulkan oleh tsunami Samudera Hindia pada tahun
2004, beberapa perumahan di Aceh dibangun di daerah rawan banjir, sehingga banyak keluarga yang
menjadi rentan terhadap bahaya banjir di masa mendatang (Benson & Twigg, 2007).
Langkah-langkah PRB
1. Meningkatkan kesadaran dan penilaian terhadap risiko termasuk peningkatan kemampuan
analisis terhadap bahaya, analisis kerentanan dan analisis kapasitas;
2. Memberikan pengetahuan dalam proses pembangunan termasuk dalam bidang pendidikan,
penelitian, pelatihan dan informasi;
3. Menguatkan komitmen masyarakat umum dan kerangka kelembagaan, termasuk organisasi ,
lembaga legislatif, pemegang kebijakan dan pemerintah
4. Penerapan tindakan PRB dalam manajemen lingkungan, penggunaan lahan dan perencanaan
kota, perlindungan fasilitas kritis, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemitraan dan
jaringan, dan instrumen keuangan;
5. Memberdayakan sistem peringatan dini (early warning system/ EWS) termasuk peramalan,
penyebarluasan peringatan, tindakan-tindakan kesiapan dan kapasitas reaksi (anonimous,
2009).
Dalam aspek kesehatan ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan, Menkes menginstruksikan kepada
100 RS di Indonesia agar:
1. Semua dokter, perawat dan petugas kesehatan di RS wajib mengenali potensi bahaya di
wilayahnya, seperti banjir, gempa, dsb.
2. Melakukan perencanaan yang matang termasuk infrastruktur yang kuat, pintu/tangga darurat,
aliran, jalur dan tempat evakuasi.
3. Meningkatkan kewaspadaan, seperti melakukan latihan simulasi bencana minimal sebulan
sekali.
4. Ada Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas dan sistem kewaspadaan dini.
5. SOP response, bila terjadi bencana, bagaimana kesiapan RS menerima pasien, pengiriman
tim bantuan ke daerah bencana, dan mekanisme rujukan bila RS tidak bisa menangani pasien
korban bencana.
6. Kesiapan sistem informasi internal dan eksternal bila terjadi, baik itu petugas maupun
peralatan telekomunikasinya (Anonimous, KAMPANYE 1 JUTA SEKOLAH DAN RUMAH
SAKIT AMAN, 2009).
Kesimpulan
PRB merupakan aktivitas yang mencakup analisa risiko sampai tindakan kesiapsiagaan untuk
mengurangi kerusakan akibat bencana.
PRB di bidang kesehatan mencakup tindakan yang amat luas dan melibatkan seluruh institusi
kesehatan baik pemerintah maupun non pemerintah.
Daftar Pustaka
anonimous. (2009, november 30). Disaster Risk Reduction programming. Dipetik december 9, 2010,
dari OCHA Disaster Response Preparedness Toolkit:
http://ocha.unog.ch/drptoolkit/PDisasterRiskReduction.html
Anonimous. (2009, 12 9). KAMPANYE 1 JUTA SEKOLAH DAN RUMAH SAKIT AMAN. (Pusat
Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.) Dipetik 12 9, 2010, dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1158-kampanye-1juta-sekolah-dan-rumah-sakit-aman.html
Anonimous. (2004, march 31). United Nation International Strategy for Disaster Reduction. Dipetik
december 9, 2010, dari UNISDR: http://www.unisdr.org/eng/library/lib-terminology-eng
%20home.htm
Benson, C., & Twigg, J. (2007). Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana:
Catatan Panduan bagi Lembaga-Lembaga yang bergerak dalam bidang Pembangunan. 1 . (T.
P. Indonesia, Penerj.) Jakarta, Indonesia.
Gah, A. R. (2010, 12 9). InaTews, Konsep dan Implementasi PRB Tsunami di Indonesia. Dipetik 12 9,
2010, dari Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana Indonesia:
http://www.planasprb.net/berita/inatews-konsep-dan-implementasi-prb-tsunami-di-indonesia