Anda di halaman 1dari 4

1.

Etiologi
Brucellosis adalah penyakit ternak menular yang secara primer menyerang sapi,
kambing, babi dan sekunder berbagai jenis ternak lainnya serta manusia. Di Indonesia
penyakit ini disebut juga penyakit keluron menular atau Bang (Soejodono, 1999). Bakteri
penyebabnya sampai saat ini telah diidentifikasikan sebagai 6 (enam) spesies yaiu Brucella
melitensis, Brucella abortus, Brucella suis, Brucella neotomae, Brucella ovis, dan Brucella
canis (Soejodono, 1999). Bakteri Brucella berbentuk kokobasil (short rods) dengan panjang
0,6 1,5 m dan lebar 0,4 0,8 m, bersifat Gram negatif, non motil, tidak membentuk
spora,

tidak

berkapsul,

dan

bersifat

aerob.

Karena

tidak

menghasilkan

spora,

bakteri Brucella mudah dibunuh dibawah sinar matahari namun apabila lingkungan jauh dari
jangkauan sinar matahari maka bakteri ini dapat bertahan selama 6 bulan. Reservoir alamiah
dari B. abortus adalah sapi, B. suis adalah babi, B. melitensis adalah kambing/domba. Inang
alamiah dari B. canis adalah anjing dan B. ovis adalah domba.
Brucella memiliki 2 macam antigen, antigen M dan antigen a. Brucella melitensis
memiliki lebih banyak antigen M dibandingkan antigen A, sedangkan Brucella abortus dan
Brucella suis sebaliknya. Daya pengebalan akibat infeksi Brucella adalah rendah karena
antibodi tidak begitu berperan.
Manusia dapat terinfeksi secara langsung maupun tidak langsung melalui produk
hewan seperti keju dan susu mentah ataupun lewat inhalasi agen melalui udara. Model
transmisi dan alur penetrasi tergantung dari epidemiologi wilayah, hewan reservoir, dan
kelompok pekerja yang terpapar. Terjadinya transmisi secara kontak diawali pada wilayah
yang bersifat enzootik. Kelompok yang dianggap berisiko terkena adalah pekerja di RPH,
pedagang, dan dokter hewan. Infeksi biasanya terjadi saat penanganan fetus atau kontak
dengan sekresi vagina, ekskreta, dan karkas yang terinfeksi lalu mikroorganisme , serta
melalui kulit yang luka/abrasi. Pada umumnya masa inkubasi penyakit antara 1 3 minggu.
Penyakit ini bersifat septikemik dengan kematian yang tiba tiba atau gejala awalnya tidak
diketahui secara pasti yang disertai oleh demam. Gejala brucellosis bersifat akut yang
gejalanya meliputi demam undulan merupakan gejala khas karena suhu tubuh naik turun dan
bervariasi hingga 40C) , berkeringat, dan badan bau busuk di malam hari. Gejala umum
lainnya seperti susah tidur, impotent, sakit kepala, anoreksia, sembelit, dan arthralgia.

Brucellosis juga berpengaruh pada sistem saraf. Banyak pasien juga mengalami pembesaran
getah bening (splenomegali) dan hepatomegali. Komplikasi brucellosis dapat menimbulkan
masalah serius seperti encephalitis, meningen peripheral neuritis, spondilitis, supuratif
arthritis, dan endokarditis. Bentuk kronis brucellosis dapat muncul dan disertai reaksi
hipersensitivitas. Pada daerah enzootik, kasus brucellosis dapat bersifat asimptomatik.
Sumber utama infeksi pada sapi adalah cairan fetus, sisa sisa setelah melahirkan, dan
cairan vagina. Jalur masuk utama infeksi pada sapi adalah melalui oral lewat (pakan dan air
yang terkontaminasi), kulit yang luka, inhalasi, dan secara kongenital (fenomena laten)
seperti dari induk ke fetus atau melalui air susu induk. Namun pada jalur kongenital masih
harus dievaluasi lebih mendalam. Gejala utama pada sapi betina yang khas adalah keguguran
(abortus) pada umur kebuntingan bulan ke-5 sampai ke-9 atau kelahiran pedet prematur.
Abortus biasanya diikuti dengan retensi plasenta atau metritis yang akan menyebabkan
infertilitas permanen. Jika tidak terjadi abortus, maka kuman Brucella dapat disekresikan ke
plasenta, cairan fetus, leleran vagina, kelenjar getah bening, dan kelenjar susu. Sedangkan
pada sapi jantan biasanya terlihat dengan membesarnya salah satu atau kedua testis disertai
dengan penurunan libido dan infertilitas. Terkadang testis juga mengalami atrofi, vesiculitis
seminal, ampulitis, higroma, dan arthritis. Sementara pedet dapat terinfeksi secara vertikal
melalui air susu induk yang menderita mastitis.
2. Pencegahan dan Penanggulangan
a) Melakukan kontrol dan eradikasi terhadap hewan reservoir. Ternak yang didiagnosis
brucellosis harus segera dipisahkan dipisahkan dan jika ada kejadian abortus, fetus, dan
membran fetus harus segera dikirim ke laboratorium untuk diuji. Kemudain tempat
didesinfeksi dan semua material terkontaminasi harus dibakar. Usaha-usaha pencegahan
terutama ditujukan kepada vaksinasi dan tindakan sanitasi dan tata laksana. Tindakan
sanitasi yang bisa dilakukan yaitu (1) sisa-sisa abortusan yang bersifat infeksius
dihapushamakan. Fetus dan plasenta harus dibakar dan vagina apabila mengeluarkan
cairan harus diirigasi selama 1 minggu (2) bahan-bahan yang biasa dipakai didesinfeksi
dengan desinfektan, yaitu : phenol, kresol, amonium kwarterner, biocid dan lisol (3)
hindarkan perkawinan antara pejantan dengan betina yang mengalami kluron. Apabila
seekor ternak pejantan mengawini ternak betina tersebut, maka penis dan preputium
dicuci dengan cairan pencuci hama (4) anak-anak ternak yang lahir dari induk yang

menderita brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas brucellosis (5)
kandang-kandang ternak penderita dan peralatannya harus dicuci dan dihapushamakan
b)

serta ternak pengganti jangan segera dimasukkan.


Mengkonsumsi produk asal hewan yang higienis dan terjamin mutu seperti susu yang

dipasteurisasi
c) Menggunakan perlengkapan kerja sesuai standar keamanan dan bekerja dibawah
pengawasan dokter hewan pada kelompok rawan infeksi seperti peternak sapi, pekerja
RPH, dan dokter hewan itu sendiri.
d) Vaksinasi kepada kelompok rawan tertular seperti dokter hewan, pekerja kandang,
e)

pemerah susu, dan pekerja di RPH.


Vaksinasi pada daerah endemis (prevalensi <2%) serta melakukan pengujian dan
pemotongan (test and slaughter) pada daerah dengan prevalensi > 2%. Vaksin
menggunakan strain 19 atau strain 45/20. Vaksinasi tidak berlaku untuk sapi betina
bunting. Vaksinasi pada sapi betina diatas umur 4 bulan sedangkan vaksinasi tidak

f)

dilakukan pada sapi jantan karena dapat menurunkan fertilitas.


Pada daerah yang bebas brucellosis (seperti Bali dan Lombok) melakukan lalu lintas pada
ternak secara ketat.

Daftar Pustaka
Anonym. 2010. Penyakit Bakterial pada Ruminansia. http://directory.umm.ac.id/ Data
%20Elmu
/pdf/mininggu_14_PENYAKIT_BAKTERIAL_PADA_RUMINANSIA_baru.pdf (diakses
pada tanggal 26 Desember 2014)
Gul S. T. And A. Khan. 2007. Epidemiology And Epizootology Of Brucellosis: A Review.
Department of Veterinary Pathology, University of Agriculture, Faisalabad, Pakistan.
Pakistan Vet. J., 2007, 27(3): 145-151.
Noor, Susan Maphilindawati. Epidemiologi Dan Pengendalian Brucellosis Pada Sapi Perah Di
Pulau Jawa. Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata 30, Bogor 16114 (diakses pada
tanggal 26 Desember 2014)
http://id.wikipedia.org/wiki/Bruselosis (diakses pada tanggal 26 Desember 2014)

Anda mungkin juga menyukai