Anda di halaman 1dari 24

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat, Visi, dan Misi PT. Apac Inti Corpora


1. Sejarah Singkat PT. Apac Inti Corpora
Industri tekstil merupakan salah satu industri tertua di Indonesia. Awal
pergerakan industri tekstil adalah industri rumah tangga yang dikerjakan
sebagai usaha sampingan. Menurut Iskandar, industri tekstil sudah dikenal
sejak masa kerajaan Hindu walaupun masih skala rumah tangga, dimulai
dari menanam kapas kemudian memproses kapas tesebut dengan alat
penggilingan untuk menghilangkan biji kapas, memintal dengan atihan,
menenun dengan gedongan yang diduga sebagai alat tenun asli Indonesia.
Bahkan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, wanita-wanita Indonesia
umumya menenun sebagai pekerjaan sampingan dan untuk kepentingan
sendiri. (Iskandar, 2001: 136)
Sejak tahun 1921 Industri Tekstil Indonesia telah berkembang,
perkembangan ini ditandai dengan dibuatnya Alat Tenun Bukan Mesin
(ATBM) oleh Textiel Inrichting Bandung (TIB). Inovasi ATBM
merupakan langkah maju dalam teknologi pertenunan yang dapat
dijangkau masyarakat pada masa itu. Zaman keemasan ATBM berakhir
sekitar tahun 1936-an dan teknologi pertenunan berganti dengan Alat
Tenun Mesin (ATM).

24

Perkembangan selanjutnya terjadi ketika diberlakukannya Undang


Undang (UU) Penanaman Modal Asing 1967 dan UU Penanaman Modal
Dalam Negeri 1968. Masa pemerintahan Orde Baru, perkembangan
industri tekstil tidak hanya pada industri pertenunan akan tetapi telah
berkembang dari industri yang padat modal hingga industri yang padat
karya. Perkembangan yang cukup pesat mulai terjadi sekitar tahun 1980an yaitu industri tekstil nasional berorientasi ekspor ke luar negeri dan
memberikan kontribusi besar bagi devisa negara disamping minyak gas
dan bumi (Besuk Siahaan, 2000: 331-334).
Perkembangan industri tekstil berbassis padat karya didirikan
dibeberapa daerah di Indonesia termasuk di Kecamatan Bawen tepatnya
tahun1989 PT. Kanindotex berdiri dan mulai beroperasi pertama kali pada
8 Agustus 1990 dengan 3 (tiga) unit kerja Spinning yaitu Unit Kerja
Spinning 1, Unit Kerja Spinning 2, dan Unit Kerja Spinning 3 dengan
mata pintal masing-masing 60.000 bale/unit. Pada tahun 1994 PT.
Kanindotex berkembang dengan mendirikan lagi 3 unit kerja yaitu Unit
Kerja Spinning 4, Open End, dan Denim. Sehingga dalam waktu yang
relatif pendek antara empat hingga lima tahun PT. Kanindotex mampu
membangun 6 (enam) unit pabrik dengan merk dan tipe mesin yang
berbeda-beda.

25

PT. Kanindotex Group merupakan tiga badan usaha yang bergabung


menjadi group, antara lain:
a. PT. Kanindo Succes Textile merupakan perusahaan berbadan hukum
yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor 8 tanggal 8 Agustus
1989 Jo. No. 103 tanggal 10 Maret 1990 (SK. Men. Keh C-2-2589
HT.01.01 Th. 90) terdaftar di pengadilan negeri Jakarta Pusat No.
101/A/PT/HKM/1994.
b.

PT. Kanindo Prima Perkasa merupakan perusahaan berbadan hukum


yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor 126 tanggal 26 Juni
1990 Jo. No. 105 tanggal 11 Februari 1994, SK Men. Men. Keh. No.
C-2-4785 HT.01.01 tahun 1990 terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat, dan saham dimiliki oleh PT. Karunia Mandiri Dinamika.

c.

PT. Kanindo Mulia Utama merupakan perusahaan berbadan hukum


yang didirikan berdasarkan Akta Notaris No. 20 tanggal 8 Agustus
1990 Jo. No. 100 tanggal 11 Februari 1994, SK. Men, Keh. No. C-26229 HT. 01.01 taun 1991 tanggal 31 Oktober 1991 terdaftar di
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan saham dimiliki oleh PT. Kanindo
Succes Textile.
Pendirian perusahaan ini mempunyai beberapa alasan dan tujuan,

antara lain:
a. Untuk memenuhi kebutuhan sandang nasional.
b. Memenuhi program peningkatan ekspor non migas yang dicanangkan
pemerintah waktu itu.

26

c. Ikut serta dalam pemecahan masalah pengangguran karena perusahaan


ini berkualifikasi padat karya yang mampu banyak menyerap tenaga
kerja.
Perkembangan selanjutnya yaitu pada pertengan tahun 1994,
perusahaan ini mengalami penurunan produksi karena sebagian biaya
produksi digunakan untuk ekspansi pabrik Weaving 1, 2, 3, Spinning 5,
dan Spinning 6 sehingga menyebabkan operasional perusahaan saat itu
terganggu. Kemudian pada bulan September 1994 pemerintah menunjuk
Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI) untuk memperbaiki kenerja
perusahaan tersebut hingga Mei 1995. Dengan dipegangnya PT.
Kanindotex oleh GKBI maka seragam karyawanpun ikut berubah menjadi
motif batik.
Beberapa bulan kemudian PT. Kanindotex Group beralih manajemen
kembali oleh Badan Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional yang dipimpin
oleh Bambang Triatmojo. Pada tanggal 12 Oktober 1995 oleh Badan
Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional tersebut dilakukan akuisisi
terhadap tiga perusahaan PT. Kanindotex Group yaitu PT. Kanindo Prima
Perkasa, PT. Kanindo Succes Textile, dan PT. Kanindo Mulia yang
kemudian berganti nama menjadi PT. Apac Inti Corpora dan saham
dipegang oleh:
1) PT. Apac Citra Centertex, Tbk yang dimiliki oleh:
a. PT. Apac Century Corporation
b. PT. Krida Bumi Raya

27

c. PT. Inti Perkasa Wirasentosa


d. PT. Four Winds Dev. Inc
e. PT. Union Grand Holding
2) 480 Koperasi
Dengan menghasilkan produk utamanya yaitu benang, kain. Jean
(benang).
Pemilihan lokasi didirikannya PT. Apac Inti Corpora di Kecamatan
Bawen karena Kecamatan Bawen berada dalam lokasi strategis sebagai
kawasan industri dengan memiliki akses yang sangat menguntungkan
untuk menjalin hubungan dengan daerah-daerah di Propinsi Jawa Tengah
ataupun daerah-daerah di luar Propinsi Jawa Tengah, bahkan Kecamatan
Bawen juga memiliki akses yang cukup mudah dengan Jakarta sebagai ibu
kota negara sehingga akan memperlancar pula akses pengembangan
industri ke luar negeri. Kemudahan akses ini antara lain berupa:
a. Bawen terletak pada jalur utama Propinsi Jawa Tengah, yaitu jalur
Semarang-Bawen,

Bawen-Surakarta,

dan

BawenMagelang-

Yogyakarta. Jalur ini merupakan jalur yang menghubungkan Jawa


Tengah bagian utara (Semarang, Kudus, Pekalongan, Tegal) dan
bagian selatan sampai barat (Surakarta, Magelang, Purwokerto) dan
sekitarnya.
b. Bawen terletak pada jalur-jalur nasional. Kedekatan dengan Kota
Semarang juga

berpengaruh pada terbukanya wilayah Kabupaten

Semarang dengan jalur perekonomian maupun perdagangan yang lebih

28

luas, baik nasional maupun internasional. Jalur jalan raya maupun


kereta api antara dua kota-kota besar di Pulau Jawa bagian barat
(Jakarta, Bandung, Cirebon, Tegal, Pekalongan, dll) dan kota-kota
besar di Pulau Jawa bagian timur (Surabaya, Malang, Kudus).
c. Kedekatan Bawen dengan Kota Semarang, dapat memanfaatkan pula
akses yang dimiliki Kota Semarang itu sendiri. Di Kota Semarang
terdapat Pelabuhan Tanjung Emas yang merupakan pelabuhan laut
skala nasional yang dilabuhi pula kapal-kapal asing, sehingga
mempermudah pula hubungan dengan pulau-pulau lain di Indonesia,
atau negara lain. Di bidang transportasi udara, telah tersedia Bandara
Ahmad Yani di Kota Semarang sebagai bandar udara nasional dan
sedang dalam taraf peningkatan ke bandar udara internasional yang
menghubungkan kota-kota besar di Indonesian dan negara lain (F.X.
Gunarsa Irianta, 2008: 18).
2. Visi dan Misi PT. Apac Inti Corpora
Visi adalah gambaran masa depan perusahaan yang dituju dan
diinginkan oleh semua elemen yang terlibat dalam sebuah lembaga
ataupun perusahaan. Visi PT. Apac Inti Corpora adalah mempertahankan
dan mengembangkan reputasi perusahaan sebagai pelaku utama dalam
industri nasional dan internasional. Guna membangun kelangsungan usaha
dan membangun masa depan yang baik setiap insan PT. Apac Inti Corpora
wajib menghayati serta mengamalkan secara konsisten nilai-nilai yang
tercakup dalam budaya perusahaan yang dirangkum dalam suatu kesatuan

29

yang dirumuskan sebagai Panca Dharma Perusahaan, isi Panca Dharma


Perusahaan tersebut adalah:
1. Kreatifitas yang tinggi
2. Mengutamakan kerjasama
3. Siap dan tanggap terhadap perubahan
4. Dedikasi dan prestasi kerja yang tinggi
5. Menghargai pelanggan.
Adapun misi PT. Apac Inti Corpora adalah berfikir dan bekerja lebih
baik dan lebih baik. Misi tersebut dibudidayakan dengan nilai-nilai yang
merupakan refleksi total dari pola perilaku, karakteristik, keyakinan, dan
semua hal yang berkaitan dengan aktifitas setiap insan karyawan PT. Apac
Inti Corpora dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai
karyawan.
Dengan melaksanakan misi tersebut, perusahaan akan tumbuh sebagai
suatu bisnis yang sehat, efisiensi, dan profesional serta mampu menjamin
kepentingan kesejahteraan karyawan serta aktifitas dalam pembangunan
nasional.

30

B. Kehidupan dan Peran Ganda Perempuan : Karyawati Unit Kerja


Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora
1. Gambaran Umum Unit Kerja Spinnnig 2
Unit Kerja Spinning 2 merupakan unit kerja yang didirikan pada tahun
1989 bersama dengan 2 unit kerja lainnya yaitu Unit Kerja Spinning 1 dan
Unit Kerja Spinning 3. Unit Kerja Spiniing 2 lebih dahulu beroperasi jika
dibandingkan dengan unit kerja lainnya yaitu pada bulan Juli 1990 dengan
jumlah pekerja waktu itu 6 pekerja laki-laki dan 1 perempuan.
Tabel 4.1.
Jumlah Pekerja Aktif Unit Kerja Spinning 2
Jenis Kelamin
Tahun
Total
Laki-laki
Perempuan
Juli 1990
6
1
7
Agustus 1990
5
5
10
Desember 1990
11
18
29
Desember 1991
30
67
97
Desember 1995
58
140
198
Desember 2000
91
260
351
Desember 2005
94
280
274
Desember 2010
94
287
381
Februari 2013
94
287
381
Sumber: HRD dan Personalia Tahun 2013
Unit Kerja Spinning merupakan unit kerja yang mengolah serat kapas
menjadi benang (yarn).

Menurut

Hartono dan Watanabe, serat

digolongkan menjadi dua yaitu serat alam dan serat buatan. Serat alam
dibagi kembali menjadi dua bagian yaitu serat hewan seperti wol, sutera
dan serat tumbuhan seperti rayon, rami, dan goni. Serat buatan dibagi
menjadi serat sintetis, serat setengah sintetis, dan serat inorganik (Hartono
dan Watanabe, 1980 : 8).

31

Khusus di Spinning 2, benang diproduksi dari bahan baku campuran


antara serat kapas rayon dan serat sintetis. Proses pembuatan benang
disebut proses pemintalan yaitu proses mengolah sejumlah serat yang
relatif pendek yang disejajajarkan satu sama lain dan dibentuk menjadi
ukuran tertentu lalu hasilnya dipilin agar serat-seratnya tidak terlepas dan
dihasilkan benang (yarn) (Hartanto dan Watanbe, 1980 : 83).
Proses pemintalan benang pada Unit Kerja Spinning 2 melalui tahaptahap sebagai berikut:
1. Bahan baku rayon dan sintetis diproses ke mesin Blowing.
2. Blowing merupakan proses pembukaan, pembersihan, pencampuran,
dan hasilnya berupa lap.
3. Carding merupakan proses pembersihan penguraian serat, pemisahan
serat panjang dan serat pendek, dan merubah bentuk lap menjadi
bentuk slifer.
4. Drawing merupakan proses perangkapan, penarikan, dan peregangan
serat-serat, hasil dari tahap ini masih dalam bentuk slifer tetapi lebih
rata jika dibandingkan pada proses sebelumnya. Biasanya dalam proses
drawing dilakukan sebanyak dua kali.
5. Roving menggunakan mesin simplex merupakan proses penarikan,
pemberian pelintiran dan hasilnya berupa roving.
6. Ring Spinning (Ring Frame) merupakan proses penarikan, pemberian
pelintiran, penggulungan dan hasilnya berupa benang dalam bentuk
tube atau bobin ring frame.

32

7. Winding merupakan proses penggulungan benang menjadi bentuk


gulungan yang lebih besar sesuai permintaan konsumen. Proses ini
juga merupakan proses memperbaiki kualitas benang dengan
menghilangkan bagian-bagian yang lemah, jelek, dan tidak rata. (Hasil
wawancara dengan Bapak Achmad Khoirul-Manager Unit Kerja
Spinning 2 pada 13 pebruari 2013)
2. Peran Ganda Perempuan : Karyawati Unit Kerja Spinning 2
Sebelum industri manufaktur berkembang di Bawen kehidupan
masyarakat bergantung pada sektor agraris. Setiap hari mereka melakukan
aktifitas dengan lingkungan alam. Dimulai sejak pagi hari mereka pergi ke
hutan mencari rerumputan untuk makanan hewan ternak peliharaannya
yang kemudian dilanjutkan dengan pergi ke sawah sekedar melihat
perkembangan tanaman padi dan sayur. Sekitar pukul 12.00 mereka
istirahat sejenak dan sekitar setelah dzuhur hingga adzan ashar mereka
melanjutkan aktifitas pertanian yang sebelumnya belum selesai. Bagi
mereka tak ada hari tanpa pergi mencari rerumputan untuk makanan ternak
atau hanya sekedar ke sawah mangatur saluran irigasi yang mengaliri
lahan mereka.
Aktifitas masyarakat agraris lebih di dominasi oleh laki-laki.
Pembagian kerja masyarakat agraris (tradisional) kepada perempuan lebih
dipengaruhi adanya mitos dan kepercayaan yang telah berkembang dan
kemudian menjadi steriotip bahwa perempuan dipandang berkedudukan
lebih rendah dari pada laki-laki (patriarki). Perempuan biasanya

33

mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan ketelitian dan kesabaran


sedangkan

laki-laki

lebih

banyak

mengerjakan

pekerjaan

yang

membutuhkan kekuatan fisik misalnya: membajak, mencangkul, mengatur


saluran irigasi sawah, dan lain sebagainya, sedangkan wanita mengerjakan
pekerjaan menabur dan menanam benih (tandur), mempersiapkan sesajen
dalam berbagi aktifitas kepercayaan masyarakat Jawa, dan sisa waktu
setelah bekerja di lahan pertanian dihabiskan di dalam urusan rumah
tangga.
Perbedaaan pembagian kerja yang tidak seimbang ini berkembang dan
diterima oleh perempuan dan secara tidak langsung memposisikan
perempuan sebagai warga kelas dua yang keberadaannya dibawah lakilaki. Peran dan posisi perempuan yang tidak seimbang ini menjadi batas
pemisah dua jenis kelamin yang terjadi di masyarakat, perempuan
dianggap sebagai individu yang lemah yang hanya mampu bekiprah dalam
sektor domestik (rumah tangga) dan pria dianggap sebagai individu yang
berhak menduduki sektor publik.
Stereotip dan hukum hegemoni patriarki merupakan wujud tidak
adanya

pemberian

power kepada

perempuan untuk memberikan

sumbangan tenaga dan pikirnya dalam aktualitas dan pemberdayaan.


Pemberdayaan kepada perempuan sangatlah penting sebagai sarana
menentang ideologi patriarki. Setiap individu mempunyai pilihan dan
kontrol di semua aspek kehidupan sehari-hari, misalnya pekerjaan, akses

34

terhadap sumber daya, partisipasi dalam pembuatan keputusan sosial, dan


lain sebagainya (Pranarka dan Moelyarto, 1996: 62).
Stereotip terhadap perempuan dan hukum hegemoni patriarki
masyarakat Bawen sedikit demi sedikit berkurang ketika tumbuh dan
berkembang aktifitas industri di Bawen dan meningkatnya jumlah
keterlibatan tenaga kerja perempuan dalam industri-pabrik di kawasan
Industri Bawen. Hal ini tidak lepas dari dampak kebijakan pemerintah
dalam pembangunan nasional masa Orde Baru dalam hal intensifikasi
pertanian. Keinginan pemerintah dalam meningkatkan hasil pertanian
dengan memperkenalkan dan mengirim paket teknologi pertanian merubah
sistem pertanian dari tradisonal ke sistem pertanian modern yang
kemudian menyebabkan tersingkirnya sejumlah besar tenaga manusia
dalam penggarapan lahan pertanian tidak terkecuali yang dialami oleh
perempuan. Sebagai contoh pekerjaan menumbuk padi guna menjadi beras
yang biasanya dikerjakan oleh perempuan beralih menggunakan mesin
penggiling gabah dengan waktu singkat mampu menghasilkan beras dalam
jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan apa yang dikerjakan
perempuan. Untuk menampung berlebihnya jumlah tenaga kerja tersebut
kemudian pemerintah membuka dan mengembangkan sektor industri. Hal
tersebut yang kemudian menjadi pendorong beralihnya tenaga kerja
perempuan ke dalam dunia industri.

35

Pertumbuhan dan perkembangan teknologi dan industri secara cepat


berdampak pada kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang sudah
berlangsung selama puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang lalu.
Dengan tumbuh dan berkembangnya sebuah industri di suatu wilayah
maka secara otomatis akan berpengaruh pula pada kehidupan di wilayah
dimana industri itu dibangun, misalnya berubahnya struktur perekonomian
masyarakat dari agraris ke industri berarti juga berubah pula perilaku
kehidupan

masyarakatnya.

Misalnya

kehidupan

perempuan

pada

masyarakat agraris dengan rutinitas menjalankan aktifitasnya di sawah dan


di keluarga kemudian berubah ketika kaum perempuan mulai memasuki
dan berperan dalam dunia pekerjaan, dalam hal ini industri manufaktur.
Tenaga mereka terserap dalam kebutuhan perusahaan sebagai tenaga kerja
industri sehingga mereka memiliki peran ganda sekaligus yang harus
mereka jalani.
PT. Apac Inti Corpora sebagai industri manufaktur (pabrik) tekstil
pertama yang berdiri di Bawen merupakan salah satu pendorong terjadinya
perubahan struktur kehidupan masyarakat dan munculnya peran ganda
perempuan bagi masyarakat Bawen dan sekitarnya. Pada masa awal
berdiri PT. Apac Inti Corpora bulan Agustus 1990, penyerapan tenaga
kerja perempuan sebanyak 30 orang dan hingga bulan Februari 2013
tenaga kerja perempuan sebesar 3.326. Peningkatan keterlibatan
perempuan dalam industri juga terjadi di bagian Unit Kerja Spinning 2 PT.
Apac Inti Corpora. Jumlah pekerja meningkat secara signifikan pada tahun

36

1991 yang terdiri dari 30 laki-laki dan 67 perempuan jika dibandingkan


dengan jumlah pekerja pada masa awal berdirinya Spinning 2 dengan
jumlah 7 pekerja yang terdiri dari 6 pekerja laki-laki dan 1 pekerja
perempuan. Pada Februari 2013, partisipasi perempuan dalam industri
semakin meningkat dengan total jumlah pekerja sebanyak 381 terdiri dari
94 laki-laki dan lebih dari 3 kali lipat jumlah pekerja laki-laki tersebut
merupakan jumlah pekerja perempuan yakni 287 pekerja. Dari jumlah
pekerja tersebut sebanyak 96% atau 366 pekerja sudah berkeluarga.
Peningkatan jumlah tenaga perempuan mengindikasikan bahwa semenjak
industri-pabrik berkembang di Bawen jumlah perempuan yang terlibat
dalam sektor publik sebagai perempuan bekerja semakin meningkat.
Peran ganda perempuan oleh karyawati Unit Kerja Spinning 2 terdiri
dari dua peran utama. Peran pertama mereka ialah peran sebagai istri dan
ibu dalam kehidupan rumah tangga atau peran domestik. Perempuan
menjadi sumber untuk membahagiakan anggota keluarga lain. Sebagai istri
dan ibu yang melayani, mengasuh, mendidik, dan pengatur rumah tangga.
Sebagai contoh sebelum mereka berangkat bekerja mereka melakukan
aktifitasnya sebagai istri dan ibu dengan menyiapkan makanan bagi suami
dan

anaknya,

menyiapkan

pakaian

kerja

dan

pakaian

sekolah,

membersihkan rumah, dan aktifitas rumah tangga lainnya hingga setelah


pulang kerja mereka kembali menjalankan aktifitasnya sebagai istri dan
ibu. (Hasil wawancara dengan Ibu Sudarsih pada 21 Februari 2013).
Peran kedua mereka ialah sebagai perempuan yang mampu mengisi

37

sektor publik dengan mampu menghasilkan penghasilan dari kerja


kerasnya sendiri.
Begitu besar kewajiban yang harus diemban perempuan dalam
menjalankan perannya sebagai istri dan ibu yang bertanggungjawab dalam
mengatur kehidupan rumah tangga serta mereka harus menjalankan
aktifitasnya dalam dunia publik memunculkan permasalahan prioritas
diantara keduanya. Prioritas peran sebagai pengatur rumah tangga yang
baik atau prioritas perannya sebagai perempuan yang berkarya dalam
sektor publik.
Bentuk permasalahan dalam kehidupan peran ganda perempuan Unit
Kerja Spinning 2 dapat dilihat pada beberapa kasus berikut:
1. Prioritas antara tuntutan perusahaan dan Keluarga.
Visi dan Misi perusahaan secara tidak langsung menjadi tanggung
jawab yang harus diemban bagi setiap pekerja Unit Kerja Spinning 2.
Salah satunya tercermin dalam isi Panca Dharma Perusahaan yaitu
kreatifitas yang tinggi. Isi dari Panca Dharma Perusahaan
merupakan bentuk tanggung jawab yang tercermin dalam proses
kinerja mereka dalam produksi barang selama kurang lebih 8 jam
bekerja yang kemudian berakibat pada terkurasnya tenaga dan fikiran.
Pada kondisi lelah inilah kemudian berakibat pada kurang terlibatnya
perempuan dalam menjalankan fungsinya sebagai istri dan ibu dalam
kehidupan rumah tangga.

38

Menurut Ibu Watik Rahayu (38) operator produksi Ring Frame,


saat-saat kurang terlibat dengan keluarga adalah ketika pergantian shift
khususnya dari shift malam (22.00-06.00) ke shift siang (14.00-22).
Total 8 jam bekerja di shift malam antara pukul 22.00-06.00, sampai
rumah pukul 07.00 dan pada jam-jam tersebut anak-anaknya sudah
berangkat ke sekolah. Aktifitas ketika sampai di rumah adalah istirahat
untuk menyiapkan kondisi tubuh agar tidak mengantuk ketika harus
bekerja ke pabrik lagi pada siang harinya pukul 13.00 dari rumah.
Bebrapa contoh lain kurang terlibatnya perempuan dalam
fungsinya sebagai ibu dan istri dalam keluarga ialah perempuan dalam
perannya sebagai ibu tidak selalu ada ketika saat-saat tertentu misalnya
ketika anak sedang sakit, belajar, bersosialisasi dengan tetangga,
bahkan peran perempuan sebagai istri dalam pemenuhan kebutuhan
biologis. Upaya menangani permasalahan-permasalahan tersebut
dengan cara menjalin komunikasi dan saling mengerti antara suami
dan istri. (Hasil wawancara 21 Februari 2013).
Upaya perempuan dalam menangani permasalahan keluarga
dengan melakukan komunikasi dengan suami, upaya ini merupakan
wujud upaya yang tidak disadari bagi perempuan telah melakukan
kesetaraan hak antara perempuan dengan laki-laki sekaligus sebagai
upaya gugatan atas ideologi familialisme yang berkembang dalam
masyarakat. Sebagai istri dan ibu yang baik, perempuan tidak hanya
mampu memberikan keturunan tetapi seorang perempuan yang pandai

39

bersikap dalam menyikapai permasalahan keluarga dengan menjalin


komunikasi dengan suami yang kemudian menghasilkan keputusankeputusan yang baik bagi keluarganya (Irwan Abudllah, 2006: 6).
2. Pengasuhan Anak
Anak merupakan penerus bagi setiap generasi, perempuan
merupakan orang pertama dalam memberikan pendidikan. Dalam hal
mengasuh dan menjaga anak, perempuan peran ganda ini tidak lepas
tanggung jawab terhadap tugas naturalnya sebagai ibu. Dengan
melakukan diskusi dan kerjasama dengan suami mengenai siapa yang
mengasuh anak ketika salah satu dari mereka harus bekerja. Apalagi
ketika salah satu dari mereka harus mengikuti aturan perusahaan
dengan pola kerja Shift yang terdiri dari Shift pagi, Shift sore, dan Shift
malam maka kerjasama dan komunikasi dalam keluarga sangatlah
penting. Hal tersebut merupakan perwujudan dari kesetaraan dan
pendobrakan atas hegemoni patriarki dan ideologi familialisme oleh
perempuan tanpa harus meninggalkan kodratnya sebagai ibu.
Hal tersebut terjadi di keluarga Ibu Suparmi (39) warga Sekuro
yang telah bekerja di PT. Apac Inti Corpora sejak 8 September 1990.
Upaya mengatasi hal itu adalah dengan melakukan diskusi mengenai
siapakah yang akan mengasuh dan menjaga anaknya ketika mereka
tidak bisa melakukannya. Diskusi untuk mengambil sebuah keputusan
antara mempekerjakan pengasuh bayi (baby sister) atau anak akan
dititipkan ke pihak keluarga masing masing. Hal ini harus difikirkan

40

secara matang karena akan berdampak pada ekonomi keluarga dan


dampak yang lebih besarnya yaitu mengenai perkembangan anak itu
sendiri. Ketika ia dan suaminya berbenturan jam kerja maka sang anak
dititipkan ke orang tua dan adeknya yang saat itu belum menikah.
(Hasil wawancara tanggal 20 Februari 2013).
3. Hubungan dengan lingkungan sosial
Hubungan perempuan berperan ganda terhadap orang-orang di
sekitar lingkungan dengan pola kerja general shift tidak terlalu begitu
rumit karena pola jam kerja ini lebih teratur setiap harinya dari pukul
08.00 sampai dengan 16.15, sehingga setiap harinya mereka bisa
melaksanakan rutinitasnya dalam berinteraksi dengan tetangga dan
orang-orang terdekatnya lebih mudah. Berbeda jika dibandingkan
dengan pola kerja shift dengan jam kerja yang berubah setiap
minggunya. Pola kerja shift terdiri dari Shift pagi pukul 06.00-14.00,
Shift sore pukul 14.00-22.00, dan Shift malam pukul 22.00-06.00. Pola
kerja shift menuntut mereka harus pintar dalam mengelola waktu
dimana kerja, waktu dimana istirahat, dan waktu dimana harus
berinteraksi dengan lingkungan agar tidak muncul permasalahan
maupun gesekan dalam bertetangga dan berumahtangga. Kegiatankegiatan yang biasa dilakukan dalam hubungannya dengan masyarakat
di lingkungan misalnya sinoman, arisan, kerja bakti, PKK, rapat
warga, dan kegiata lainnya. Keterlibatan dalam aktifitas bersama

41

tetangga merupakan bentuk dalam menjaga keharmonisan dan


solidaritas antar warga.
C. Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Peran Ganda Perempuan
Kehidupan peran ganda perempuan Unit Kerja Spining 2 ini dipengaruhi
oleh 2 faktor utama yaitu faktor (eskternal) dan faktor dari dalam diri
perempuan itu sendiri (internal).
1. Faktor Eksternal
Dengan berubahnya lingkungan Bawen dari agraris ke industri dan
dengan dukungan letak bawen yang startegis menjadi kawasan industri
menyebabkan terbukanya kesempatan bekerja bagi masyarakat Bawen
tidak terkecuali kaum perempuan khususnya Unit Kerja Spining 2.
Berdasarkan data PT. Apac Inti Corpora terjadi penyerapan tenaga
kerja perempuan yang lebih signifikan dibandingkan laki-laki. Bulan
Agustus 1990 penyerapan tenaga kerja sebesar 76 terdiri dari laki-laki 46
dan perempuan 30, pada bulan Desember 1991 penyerapan tenaga kerja
meningkat sebesar 922 terdiri dari laki-laki 326 dan perempuan 596, tahun
1992 jumlah total tenaga kerja aktif sebesar 1526 terdiri dari laki-laki 635
dan perempuan 891, tahun 1993 jumlah total tenaga kerja aktif sebesar
2.261 terdiri dari laki-laki 918 dan perempuan 1.343. Angka tersebut
meningkat tajam pada data bulan Februari 2013 sebesar 5.167 terdiri dari
laki-laki 1841 dan perempuan 3.326.

42

Tabel 4.2.
Jumlah Pekerja PT. Apac Inti Corpora Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
L
P
Agustus 1990
46
30
Desember 1990
99
119
Desember 1991
326
596
Desember 1992
635
891
Desember 1993
918
1343
Desember 1994
994
1529
Desember 1995
1051
1624
Desember 1996
1161
1903
Desember 1997
1411
2244
Desember 1998
1455
2328
Desember 1999
1568
2632
Desember 2000
1747
3006
Desember 2001
1774
3094
Desember 2002
1782
3158
Desember 2003
1795
3214
Desember 2004
1817
3268
Desember 2005
1819
3269
Desember 2006
1820
3305
Desember 2007
1822
3312
Desember 2008
1825
3312
Desember 2009
1825
3312
Desember 2010
1828
3315
Desember 2011
1828
3319
Desember 2012
1838
3323
Februari 2013
1841
3326
Sumber: HRD dan Personalia Tahun 2013
Tahun

Total
76
218
922
1526
2261
2523
2675
3064
3655
3783
4200
4753
4868
4940
5009
5085
5088
5125
5134
5137
5137
5143
5147
5161
5167

Peningkatan keterlibatan perempuan dalam industri juga terjadi di


bagian Unit Kerja Spinning 2 PT. Apac Inti Corpora. Jumlah pekerja
meningkat secara signifikan pada tahun 1991 yang terdiri dari 30 laki-laki
dan 67 perempuan jika dibandingkan pada masa awal berdiri Spinning 2
dengan jumlah 7 pekerja yang terdiri dari 6 pekerja laki-laki dan 1 pekerja
perempuan. Pada Februari 2013, partisipasi perempuan dalam industri
43

semakin meningkat dengan total jumlah pekerja sebanyak 381 terdiri dari
94 laki-laki dan lebih dari 3 kali lipat jumlah pekerja laki-laki tersebut
merupakan jumlah pekerja perempuan yakni 287 pekerja. Dari jumlah
pekerja tersebut sebanyak 96% atau 366 pekerja sudah berkeluarga.
Dilihat dari perspektif gender, peningkatan jumlah tenaga kerja
perempuan tersebut mengisyaratkan kesadaran akan perempuan terhadap
peran pentingnya dalam menyumbangkan tenaga dan fikiran yang lebih
dari sekedar sektor domestik, mereka memiliki kesempatan untuk
menundukkan kemampuan domestik dan alam naturalnya sehingga mereka
mampu membudaya dalam sektor publik (Iwan Abdullah, 2006: 3).
Peningkatan jumlah tenaga kerja khususnya dari golongan perempuan
tersebut juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan memberi dampak
terhadap peran perempuan itu sendiri. Lingkungan industri memberi
dampak terhadap perempuan untuk mampu berdiri sejajar dengan laki-laki
sehingga fakta sosial ini mampu menggugat ideologi Familialisme dan
hegemoni patriarki yang terjadi masa pra industri berkembang di Bawen.
2. Faktor Internal
Selain faktor eksternal berupa dukungan alam dan berubahnya
lingkungan terdapat faktor internal dalam pendorong munculnya peran
ganda terhadap perempuan karyawati Unit Kerja Spinning 2 PT. Apac Inti
Corpora. Faktor internal ini muncul akibat adanya dorongan diri
perempuan sebagai bentuk kesadaran sepenuhnya sebagai manusia dan
dorongan dari suami. Faktor internal tersebut antara lain sebagai berikut:

44

a. Faktor Ekonomi: Menambah penghasilan keluarga.


Makanan, pendidikan, kesehatan, rumah, pakaian, dan perlengkapan
kehidupan lainnya merupakan kebutuhan bagi setiap manusia. Setiap
tahun harga-harga kebutuhan pokok semakin merangkak naik. Hal
tersebut yang mendorong Ibu Sudarsih (45 tahun) yang telah bekerja di
PT. Apac Inti Corpora sejak 17 tahun yang lalu untuk berpartisipasi
dalam sektor publik ini. Keputusan untuk memasuki sektor publik
dengan bekerja di industri manufaktur dengan tujuan untuk membantu
keuangan dalam menanggung beban ekonomi keluarga. Ibu Sudarsih
merasa kasihan jika suami harus bekerja sendiri sementara ia berdiam
diri di rumah. (Hasil Wawancara 21 Februari 2013). Faktor ekonomi
menjadi alasan utama karyawati Unit Kerja Spinning 2 untuk berperan
ganda.
b. Faktor Kemandirian (tidak bergantung sepenuhnya dengan suami).
Juka dilihat dari segi ekonomi, dengan bekerja perempuan mampu
menghasilkan uang dari hasil kerja kerasnya yang kemudian berakibat
pada munculnya sifat pada pribadi untuk tidak sepenuhnya bergantung
pada suami. Mereka lebih leluasa mengelola penggunaan uang untuk
keperluan keluarga dan keperluan pribadi tanpa harus meminta uang
tambahan kepada suami, misalnya dalam pemenuhan alat kebutuhan
pribadi bedak, lipstick, ataupun baju. Seorang perempuan mampu
membeli perlengkapan itu tanpa harus meminta atau mengambil uang

45

yang diberikan suaminya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah


kontrol dan adanya komunikasi dua arah antara suami dan istri.
c. Faktor pendidikan.
Faktor pendidikan mendorong seseorang untuk lebih berani memasuki
dunia kerja (publik) dengan bekal ijazah yang diperoleh di bangku
sekolah. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka perempuan akan
semakin percaya diri dalam memasuki dunia kerja. Pendidikan juga
berpengaruh terhadap cara mereka berfikir dan berpartisipasi dalam
kehidupan keluarga dan kehidupan kerja. (Hasil wawancara dengan
Ibu Rini-Administrasi Unit Kerja Spinning 2, 11 April 2013).
d. Untuk mengisi waktu luang.
Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga menyisakan bayak waktu luang
jika tidak dimanfaatkan dengan aktifitas-aktifitas lain. Menurut
informan, seorang perempuan akan jenuh jika 24 jam di setiap harinya
berkutat dengan urusan rumah tangga. Oleh karena itu perlu diskusi
dengan suami dan meminta persetujuan untuk bekerja tanpa
melupakan tugasnya sebagai istri dan ibu. Bekerja mempertemukan
perempuan dengan orang-orang yang awalnya tidak dia kenal

di

lingkunag kerja yang kemudian terjadi komunikasi dan pertukaran


informasi-informasi. Dengan bekerja maka mampu menambah
pengetahuan

mengenai

dunia

pemintalan,

bagaimana

proses

pembuatan sehelai benang yang dimulai dari proses blowing sampai


benang dalam bentuk pack. Hal ini juga sebagai bentuk pengembangan

46

diri sebagai manusia yang terus belajar. (Hasil wawancara dengan Ibu
Sudarsih pada 21 Februari 2013).

47

Anda mungkin juga menyukai