Anda di halaman 1dari 14

..........................................................................

| Do'a | Soal Jawab | Baituna | Firaq | Waqi'una |


| Fatawa | Tafsir | Ushul Tafsir | Hadist | Mabhats | Manhaj | Akidah | Fikih | Qawa'id Fiqhiyah |
Sirah Nabi | Tazkiyatun Nufus | Dalail Nubuwwah |
Hadist
Beranda
Daftar Agen
o

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Bali, Nusa Tenggara

Sulawesi, Maluku, Papua

Luar Negeri

Hubungi Kami

Download

Empat Orang Yang Dilaknat Allh Ta'ala

(*)

(Hadist: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X)


Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallhu'anhu, Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :

Allh melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allh.


Allh melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya.
Allh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain),
dan Allh melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan perkara baru
dalam agama (bidah).
TAKHRIJ HADITS
- HR Bukhari di Adabul Mufrad, bab (8) man laana Allh man laana walidaih, no. 17.
- Muslim, dalam Shahih Muslim, kitab al adhahi, no. 3657, 3658, 3659.
- An Nasa-i, dalam as Sunan, kitab adh dhahaya, no. 4346, dan
- Ahmad di berbagai tempat dalam Musnad-nya.

[1]

SYARAH HADITS
Di antara nikmat Allh Ta'ala yang terbesar dan anugerah-Nya yang paling agung, yaitu
dijadikannya kita sebagai kaum Muslimin dan kaum Mukminin yang hanya beribadah kepadaNya, dan yang hanya mengikuti Nabi-Nya Shallallhu 'Alaihi Wasallam, serta menjadi pemberi
kabar gembira dan pemberi peringatan. Islam adalah agama yang mulia, tegak di atas al-Quran
dan Sunnah.
Allh Ta'ala berfirman dalam al Quran :

Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran,


agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka.
(Qs. an-Nahl/16 : 44)
Al-Quran adalah dzikr, dan Sunnah adalah dzikr, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi
Shallallhu 'Alaihi Wasallam:
Ketahuilah, bahwa aku telah diberi al-Quran dan yang semisal dengannya.
Al-Quran adalah Kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam yang
merupakan mukjizat, dan membacanya terhitung sebagai suatu ibadah. Demikian pula Sunnah

(hadits) Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam adalah wahyu Allh Ta'ala, seperti yang telah Dia
firmankan :

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(QS an Najm/53 : 3-4)
Dan sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Amru bin Ash radhiyallhu'anhu, bahwasanya
dia pernah datang kepada Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam sambil bertanya :
Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya, Anda terkadang berkata dalam keadaan marah dan terkadang
dalam keadaan ridha. Apakah boleh kita menulis semua yang Anda katakan?
Maka Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam menjawab,
Tulis semuanya, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah yang keluar dariku
melainkan haq (benar),
sambil menunjuk ke arah mulut beliau yang suci.
Hadits Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam adalah tafsir bagi ayat-ayat yang global dalam alQuran dan pengkhusus bagi ayat-ayat yang umum, serta pengikat bagi ayat-ayat yang mutlak,
dan dia adalah wahyu Allh Taala. Di antara wahyu tersebut adalah diberinya Nabi Shallallhu
'Alaihi Wasallam jawaamiul kalim, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain (Shahih
Bukhari dan Muslim, Pent), beliau bersabda :
Aku diutus dengan jawaamiul kalim.
Arti jawaamiul kalim adalah ucapan singkat, tetapi padat maknanya. Di antara jawaamiul kalim
tersebut adalah hadits Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam yang merupakan pembahasan kita
sekarang yang tercantum dalam Shahih Muslim, dari seorang sahabat yang mulia dan seorang
khalifah yang mendapat petunjuk, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallhu'anhu, bahwasanya Nabi
Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :

Allh melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allh.


Allh melaknat orang yang mencaci-maki kedua orang- tuanya.
Allh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (orang lain),
dan Allh melaknat orang yang melindungi orang yang mengada-adakan
perkara baru dalam agama (bidah).
Hadits ini amat singkat, namun mengandung banyak perkara yang berharga, karena menjelaskan
hak-hak yang agung, yang menjadi landasan sosial masyarakat muslim. Jika kaum Muslimin
telah mengalami kemunduran, maka dengan mewujudkan hak-hak ini, mereka akan kembali
menjadi umat yang maju di tengah umat-umat yang lain. Di dalam hadits ini terdapat penjelasan
tentang hak ibadah, hak sunnah, hak nafs (jiwa), dan hak orang lain. Jika kita mau merenungi
keempat hak-hak di atas, maka kita akan mendapatkan hal tersebut telah mencakup semua hak
muslim, baik yang berkaitan dengan dirinya, orang lain, dan yang berkaitan dengan Rabb-nya
serta Nabi-Nya Shallallhu 'Alaihi Wasallam.
Hak ibadah adalah tauhid yang dijelaskan oleh Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam dalam sabda
beliau :
Allh melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allh.
Bagaimana seseorang bisa mengarahkan sembelihan kepada selain Allh? Sedangkan tindakan
tersebut termasuk ibadah. Dan ibadah adalah sebuah nama yang mencakup hal-hal yang dicintai
dan diridhai oleh Allh Ta'ala, baik yang berupa perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun
yang batin, sebagaimana yang telah Allh Ta'ala firmankan :

Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku (sesembelihanku),


hidupku dan matiku hanyalah untuk Allh, Tuhan semesta alam,
tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku,
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allh).
(QS al-Anam/6 : 162-163)
Menjaga hak tauhid dan ibadah, adalah kewajiban yang harus ditanamkan di dalam hati dan akal
pikiran, lalu diwujudkan dalam amal perbuatan dengan penuh keyakinan, tanpa ada sedikit pun
keraguan. Bagaimana tidak demikian, sedangkan kita tidaklah diciptakan, melainkan hanya
untuk beribadah kepada-Nya saja, sebagaimana firman Allh Ta'ala :

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia,


melainkan supaya mereka menyembahKu.
Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka,
dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.
Sesungguhnya Allh,
Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.
(QS adz Dzariyaat : 56-58)
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam sudah mengajarkan kepada sahabat-sahabat beliau yang
masih kecil, dan kepada yang dewasa tentang hak ibadah ini agar ditanamkan dalam hati, dan
tumbuh di dalam akal pikiran serta anggota badan.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallhu'anhu sepupu Nabi Shallallhu 'Alaihi
Wasallam- bahwasanya Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam berkata kepadanya :
Wahai, anak kecil. Aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa perkara. (Yaitu) jagalah Allh,
maka pasti Allh menjagamu. Jagalah Allh, pasti engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.
Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allh. Dan jika engkau memohon pertolongan,
mintalah kepada Allh.
Maka, tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Allh. Tidak ada yang berhak dimintai
pertolongan melainkan Allh. Tidak ada yang berhak dijadikan sumpah melainkan Allh. Dan
tidak ada yang berhak di-istighasah-i, melainkan Allh. Tidak ada yang berhak diserahi
sesembelihan dan nadzar, melainkan Allh.
Tidak boleh bernadzar kepada Nabi, wali maupun siapa saja, meskipun memiliki kedudukan
yang tinggi. Dengan ini, (seorang muslim) bisa menjaga hak ibadah dan tauhidnya.
Kemudian Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
Allh melaknat orang yang melindungi muhditsan.
Al-muhdits, adalah orang yang mengada-adakan hal baru dalam agama (bidah) dan yang
merubah Sunnah Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam. Dalam hal ini, terdapat pemeliharaan
terhadap hak Sunnah dan ittiba (mengikuti Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam).

Ketika kita mengikrarkan kalimat tauhid L ilaha illallh Muhammaddur Raslullh, maka,
ucapan ini mengandung hak-hak, kewajiban-kewajiban serta konsekuensi-konsekuensi. Dan
kalimat tersebut, bukan hanya sekedar huruf-huruf yang dirangkai, atau ucapan yang terlepas
begitu saja dari lisan. Tetapi, dengan kalimat inilah berdiri langit dan bumi. Tidak diciptakan
manusia, melainkan untuk mewujudkan kandungan kalimat tersebut. Dan tidaklah diturunkan
kitab-kitab Allh serta diutus para rasul, melainkan karenanya.
Kalimat L ilaha illallh, maknanya tidak ada yang berhak disembah dengan benar, kecuali
Allh. Dan kalimat Muhammaddur Raslullh, maknanya tidak ada yang berhak diikuti,
melainkan Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam. Sebaik-baik perkara adalah apa yang
disunnahkannya. Dan sejelek-jelek perkara adalah apa yang beliau tinggalkan (bidah, Pent).
Tidaklah beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam meninggal dunia, melainkan beliau telah
menjelaskan segala kebaikan kepada kita dan melarang dari segala kejelekan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban rahimahullh dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Dzar alGhifari radhiyallhu'anhu bahwasanya dia berkata :
Tidaklah Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam meninggal dunia, melainkan telah dijelaskan
semuanya kepada kita, sampai-sampai burung yang terbang di udara telah beliau jelaskan kepada
kita ilmunya.
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak Sunnah yaitu hak Nabi Shallallhu 'Alaihi
Wasallam. Tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam.
Beliaulah suri tauladan yang baik dan yang sempurna bagi kita; bagaimana tidak, sedangkan
Allh Ta'ala telah berfirman tentang beliau :

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Raslullh itu suri teladan yang baik bagimu,
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allh
dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allh.
(Qs. al-Ahzab/33 : 21)
Allh Ta'ala telah menjelaskan, bahwa satu-satunya jalan petunjuk, yang seorang hamba selalu
memohonnya lebih dari sepuluh kali sehari semalam di kala shalat fardhu, sunnah maupun
nafilah (yaitu, Tunjukilah kami jalan yang lurus), adalah dengan mengikuti sunnah Raslullh
Shallallhu 'Alaihi Wasallam.
Tidak ada jalan yang lurus melainkan dengan mengikuti Sunnah beliau Shallallhu 'Alaihi
Wasallam, sebagaimana yang telah Allh Ta'ala firmankan :

"Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk."


(QS an Nuur : 54)
Apabila kalian mengikuti Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam, maka kalian akan mendapat
hidayah yang selalu kalian minta kepada Rabb kalian dikala siang dan petang hari. Inilah hak
Allh Ta'ala, dan inilah hak Rasul-Nya Shallallhu 'Alaihi Wasallam serta hak agama-Nya.
Maka apakah kita telah menjalankan semua hak-hak ini? Di bagian yang lain dari hadits ini
terdapat peringatan adanya dua kewajiban lain. Yang pertama, yang merupakan urutan kedua dari
hadits di atas, yaitu sabda beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam :
Allh melaknat orang yang mencela kedua orang tuanya.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban dan kita mesti menjadi pemelihara
keduanya dengan baik. Mendo'akan mereka dan menjaga hak-hak mereka, tidak meremehkannya
serta tidak menjadi penyebab engkau mencaci kedua orang tuamu. Hak kedua orang tua,
terkadang bisa secara langsung disia-siakan oleh anak yang durhaka, yaitu dengan mencaci-maki
ayah atau ibunya karena mencari ridha sang istri, hawa nafsu maupun setannya. Dan sangat
disesalkan, hal ini terjadi (di tengah masyarakat kita, Pent).
Adapun yang kedua, secara tidak langsung, yaitu engkau berbuat sesuatu yang menyebabkan
orang lain mencaci-maki kedua orang tuamu. Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda
:
Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya,
Para sahabat bertanya,
Bagaimana seseorang bisa mencaci-maki kedua orang tuanya?,
Maka beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam menjawab :
Dia mencaci-maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya.
Dan ini (termasuk) di antara arah tujuan syariat, yaitu menutup segala pintu (kejelekan) serta
membendung kerusakan. Engkau tidak boleh berbuat suatu yang mengakibatkan kerusakan yang
besar di kemudian hari. Tetapi amat disayangkan, perkara ini secara global banyak disepelekan
oleh sebagian kaum Muslimin, bahkan oleh Islamiyyin (orang-orang yang bersemangat membela
Islam tanpa bekal ilmu yang benar, Pent). Kita melihat, mereka bersemangat dalam banyak
perkara dan banyak berbuat sesuatu, dan mereka mengira hal tersebut sebagai suatu bentuk
hidayah dan kebenaran, namun hakikatnya tidak seperti itu. Mereka melakukan dengan
semangat membara, yang mengakibatkan umat Islam menjadi santapan lezat bagi umat-umat
yang lain, dan menjadikan orang-orang kafir menguasai kaum Muslimin dan merampas harta
kekayaan mereka. Ini termasuk menutup segala pintu kejelekan.
[2]

Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam melarang kita mencaci-maki orang tua, maka bagaimana
jika kita melakukannya lebih dari itu? Yaitu mencaci-maki orang tua orang lain, lalu orang
tersebut mencaci-maki kedua orang tua kita? Ini termasuk dosa besar.
Jika kita melaksanakan ketaatan kepada mereka (kedua orang tua) maka ini termasuk menjaga
hak jiwa pribadi (nafs). Adapun meremehkan dan menyia-nyiakan mereka, maka akibat
buruknya akan menimpa dirinya sendiri.
Allh Ta'ala berfirman, yang artinya :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
(Qs. Al-Isra : 23)
Di dalam ayat ini Allh Ta'ala menyatukan antara ketaatan kepada kedua orang tua dengan
ibadah hanya kepada-Nya saja, karena didalamnya terdapat unsur pemeliharaan terhadap hak
jiwa sendiri, ayah dan anak. Adapun hak yang terakhir yang disebutkan dalam hadits ini adalah
yang berkaitan dengan hak orang lain.
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam menjelaskan dalam hadits ini empat hak yaitu :
1. Hak Allh
2. Hak Nabi
3. Hak nafs
4. Hak orang lain
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
Allh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah orang lain
Maksudnya adalah seseorang yang melanggar hak (tanah) orang lain baik itu tetangganya,
kerabat, saudaranya ataupun orang yang jauh darinya. Barangsiapa yang melanggar hak orang
lain meski kelihatannya sepele, niscaya akan terkena ancaman dalam hadits ini. Jika melanggar
hak tanah orang lain saja yang berkaitan dengan masalah dunia mengakibatkan terlaknat, maka
bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dengan hak yang lebih besar dari itu seperti
melanggar kehormatan atau kemuliaan orang lain dengan menggunjingnya, mengadu domba,
berdusta atas namanya ?
Renungkanlah sabda Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam :

Dosa riba yang paling besar adalah


seseorang melanggar kehormatan saudaranya muslim
Yaitu dengan menggunjingnya, berdusta atas namanya, berburuk sangka kepadanya atau dengan
mengadu domba antara dia dengan orang lain. Semua ini terlarang dan merupakan sebab
perampasan hak orang lain dan termasuk dosa besar.
Jika kita mengetahui sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam
:
Satu dirham (hasil) riba yang dimakan oleh seseorang yang tahu (hukum-nya, pent) lebih besar
dosanya di sisi Allh dari pada 36 kedustaan
Apabila ini tingkat paling rendah akibat harta riba, maka bagaimana dengan riba yang paling
besar ? Ini semua dalam rangka menjaga hak-hak orang lain baik kerabat maupun orang yang
jauh.
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam ketika berpesan kepada Muadz bin Jabal, beliau bersabda :
Dan pergauli manusia dengan akhlak yang baik
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam tidak mengatakan (pergaulilah) orang-orang mukmin atau
muslimin atau yang berpuasa saja atau orang-orang shalih atau shadiqin saja, tapi beliau malah
mengatakan (pergaulilah manusia) maksudnya semua manusia baik dia mukmin atau kafir,
shaleh atau thaleh. Karena dengan akhlak yang mulia disertai pemeliharaan terhadap hak pribadi
dan hak orang lain, kita dapat mengambil hati orang lain sehingga kita bisa menyerunya (kepada
kebenaran).
[3]

(*)

[1]

[2]

Naskah ini diangkat berdasarkan khutbah Jumat Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al
Atsari hafizhahullah di Masjid al-Akbar Surabaya, 18 Muharram 1427H bertepatan 17
Februari 2006. Narasi khutbah tersebut diterjemahkan oleh Abdurrahman Thayyib dan
Kholid Syamhudi, kemudian kami tulis kembali dalam bentuk naskah, dengan
penyesuaian seperlunya tanpa mengurangi substansi materi. Judul di atas adalah dari
Redaksi.
Semoga bermanfaat. (Redaksi)
Takhrij ini merupakan tambahan dari Redaksi.
Redaksi : Hal ini seperti yang dilakukan oleh harakiyyin yang selalu semangat dalam
mengobarkan api jihad melawan orang-orang kafir dengan melakukan peledakanpeledakan atau pembantaian warga sipil. Mereka kira, dengan semua itu dapat
memuliakan Islam dan kaum Muslimin, padahal jika mereka mau merenungi kembali,
justru mereka telah menyebabkan kaum Muslimin semakin ditindas dan mencoreng

nama Islam. Sungguh benar yang Allh Ta'ala firmankan tentang mereka ini :

[3]

Katakanlah: Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang


paling merugi perbuatannya?
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya
dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa
mereka berbuat sebaik-baiknya.
(Qs. al-Kahfi : 103-104)
Kemudian khutbah ini beliau tutup dengan doa. (Redaksi)

Lowongan
Kerja

Insya Allh

Segera Terbit
Edisi 01
Tahun XVI

Alhamdulillh

Telah Terbit
Edisi 12
Tahun XV
Cari artikel ...

Ingin Berlangganan
Majalah As-Sunnah?
Klik Disini

Kesempurnaan Islam & Konsekuensinya

Berpegang Dengan Kebenaran

Mungkinkah Kaum Muslimin


Akan Berjaya?

Kesamaan Dalih Para Penentang Dakwah Para Rasul

Paling Banyak Dibaca

Cara Menghitung Zakat Mal


Golongan yang Masuk Surga Tanpa Hisab Dan Adzab

Talak dan Rujuk

Perang Uhud

Ada Apa Dengan Bulan Sya'ban ?

Shalat Tarawih

Tafsir Surat Al-Bayyinah

Ke Atas

Anda mungkin juga menyukai