4 Golongan Yang Di Laknat Allah
4 Golongan Yang Di Laknat Allah
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Luar Negeri
Hubungi Kami
Download
(*)
[1]
SYARAH HADITS
Di antara nikmat Allh Ta'ala yang terbesar dan anugerah-Nya yang paling agung, yaitu
dijadikannya kita sebagai kaum Muslimin dan kaum Mukminin yang hanya beribadah kepadaNya, dan yang hanya mengikuti Nabi-Nya Shallallhu 'Alaihi Wasallam, serta menjadi pemberi
kabar gembira dan pemberi peringatan. Islam adalah agama yang mulia, tegak di atas al-Quran
dan Sunnah.
Allh Ta'ala berfirman dalam al Quran :
(hadits) Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam adalah wahyu Allh Ta'ala, seperti yang telah Dia
firmankan :
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
(QS an Najm/53 : 3-4)
Dan sebagaimana yang telah diriwayatkan dari Amru bin Ash radhiyallhu'anhu, bahwasanya
dia pernah datang kepada Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam sambil bertanya :
Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya, Anda terkadang berkata dalam keadaan marah dan terkadang
dalam keadaan ridha. Apakah boleh kita menulis semua yang Anda katakan?
Maka Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam menjawab,
Tulis semuanya, demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah yang keluar dariku
melainkan haq (benar),
sambil menunjuk ke arah mulut beliau yang suci.
Hadits Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam adalah tafsir bagi ayat-ayat yang global dalam alQuran dan pengkhusus bagi ayat-ayat yang umum, serta pengikat bagi ayat-ayat yang mutlak,
dan dia adalah wahyu Allh Taala. Di antara wahyu tersebut adalah diberinya Nabi Shallallhu
'Alaihi Wasallam jawaamiul kalim, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain (Shahih
Bukhari dan Muslim, Pent), beliau bersabda :
Aku diutus dengan jawaamiul kalim.
Arti jawaamiul kalim adalah ucapan singkat, tetapi padat maknanya. Di antara jawaamiul kalim
tersebut adalah hadits Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam yang merupakan pembahasan kita
sekarang yang tercantum dalam Shahih Muslim, dari seorang sahabat yang mulia dan seorang
khalifah yang mendapat petunjuk, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallhu'anhu, bahwasanya Nabi
Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
Ketika kita mengikrarkan kalimat tauhid L ilaha illallh Muhammaddur Raslullh, maka,
ucapan ini mengandung hak-hak, kewajiban-kewajiban serta konsekuensi-konsekuensi. Dan
kalimat tersebut, bukan hanya sekedar huruf-huruf yang dirangkai, atau ucapan yang terlepas
begitu saja dari lisan. Tetapi, dengan kalimat inilah berdiri langit dan bumi. Tidak diciptakan
manusia, melainkan untuk mewujudkan kandungan kalimat tersebut. Dan tidaklah diturunkan
kitab-kitab Allh serta diutus para rasul, melainkan karenanya.
Kalimat L ilaha illallh, maknanya tidak ada yang berhak disembah dengan benar, kecuali
Allh. Dan kalimat Muhammaddur Raslullh, maknanya tidak ada yang berhak diikuti,
melainkan Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam. Sebaik-baik perkara adalah apa yang
disunnahkannya. Dan sejelek-jelek perkara adalah apa yang beliau tinggalkan (bidah, Pent).
Tidaklah beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam meninggal dunia, melainkan beliau telah
menjelaskan segala kebaikan kepada kita dan melarang dari segala kejelekan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban rahimahullh dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Dzar alGhifari radhiyallhu'anhu bahwasanya dia berkata :
Tidaklah Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam meninggal dunia, melainkan telah dijelaskan
semuanya kepada kita, sampai-sampai burung yang terbang di udara telah beliau jelaskan kepada
kita ilmunya.
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak Sunnah yaitu hak Nabi Shallallhu 'Alaihi
Wasallam. Tidak ada yang berhak diikuti, melainkan Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam.
Beliaulah suri tauladan yang baik dan yang sempurna bagi kita; bagaimana tidak, sedangkan
Allh Ta'ala telah berfirman tentang beliau :
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Raslullh itu suri teladan yang baik bagimu,
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allh
dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia banyak menyebut Allh.
(Qs. al-Ahzab/33 : 21)
Allh Ta'ala telah menjelaskan, bahwa satu-satunya jalan petunjuk, yang seorang hamba selalu
memohonnya lebih dari sepuluh kali sehari semalam di kala shalat fardhu, sunnah maupun
nafilah (yaitu, Tunjukilah kami jalan yang lurus), adalah dengan mengikuti sunnah Raslullh
Shallallhu 'Alaihi Wasallam.
Tidak ada jalan yang lurus melainkan dengan mengikuti Sunnah beliau Shallallhu 'Alaihi
Wasallam, sebagaimana yang telah Allh Ta'ala firmankan :
Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam melarang kita mencaci-maki orang tua, maka bagaimana
jika kita melakukannya lebih dari itu? Yaitu mencaci-maki orang tua orang lain, lalu orang
tersebut mencaci-maki kedua orang tua kita? Ini termasuk dosa besar.
Jika kita melaksanakan ketaatan kepada mereka (kedua orang tua) maka ini termasuk menjaga
hak jiwa pribadi (nafs). Adapun meremehkan dan menyia-nyiakan mereka, maka akibat
buruknya akan menimpa dirinya sendiri.
Allh Ta'ala berfirman, yang artinya :
Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
(Qs. Al-Isra : 23)
Di dalam ayat ini Allh Ta'ala menyatukan antara ketaatan kepada kedua orang tua dengan
ibadah hanya kepada-Nya saja, karena didalamnya terdapat unsur pemeliharaan terhadap hak
jiwa sendiri, ayah dan anak. Adapun hak yang terakhir yang disebutkan dalam hadits ini adalah
yang berkaitan dengan hak orang lain.
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam menjelaskan dalam hadits ini empat hak yaitu :
1. Hak Allh
2. Hak Nabi
3. Hak nafs
4. Hak orang lain
Nabi Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda :
Allh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah orang lain
Maksudnya adalah seseorang yang melanggar hak (tanah) orang lain baik itu tetangganya,
kerabat, saudaranya ataupun orang yang jauh darinya. Barangsiapa yang melanggar hak orang
lain meski kelihatannya sepele, niscaya akan terkena ancaman dalam hadits ini. Jika melanggar
hak tanah orang lain saja yang berkaitan dengan masalah dunia mengakibatkan terlaknat, maka
bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dengan hak yang lebih besar dari itu seperti
melanggar kehormatan atau kemuliaan orang lain dengan menggunjingnya, mengadu domba,
berdusta atas namanya ?
Renungkanlah sabda Raslullh Shallallhu 'Alaihi Wasallam :
(*)
[1]
[2]
Naskah ini diangkat berdasarkan khutbah Jumat Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al
Atsari hafizhahullah di Masjid al-Akbar Surabaya, 18 Muharram 1427H bertepatan 17
Februari 2006. Narasi khutbah tersebut diterjemahkan oleh Abdurrahman Thayyib dan
Kholid Syamhudi, kemudian kami tulis kembali dalam bentuk naskah, dengan
penyesuaian seperlunya tanpa mengurangi substansi materi. Judul di atas adalah dari
Redaksi.
Semoga bermanfaat. (Redaksi)
Takhrij ini merupakan tambahan dari Redaksi.
Redaksi : Hal ini seperti yang dilakukan oleh harakiyyin yang selalu semangat dalam
mengobarkan api jihad melawan orang-orang kafir dengan melakukan peledakanpeledakan atau pembantaian warga sipil. Mereka kira, dengan semua itu dapat
memuliakan Islam dan kaum Muslimin, padahal jika mereka mau merenungi kembali,
justru mereka telah menyebabkan kaum Muslimin semakin ditindas dan mencoreng
nama Islam. Sungguh benar yang Allh Ta'ala firmankan tentang mereka ini :
[3]
Lowongan
Kerja
Insya Allh
Segera Terbit
Edisi 01
Tahun XVI
Alhamdulillh
Telah Terbit
Edisi 12
Tahun XV
Cari artikel ...
Ingin Berlangganan
Majalah As-Sunnah?
Klik Disini
Perang Uhud
Shalat Tarawih
Ke Atas