Anda di halaman 1dari 157

STUDI FIQHIYAH MADZHAB SYAFII

TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS


INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIKA
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Oleh
Muhammad Rizqi Romdhon
430208037

TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Hukum
Program Pasca Sarjana Magister Hukum
Konsentrasi Hukum Bisnis

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER HUKUM


SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG
TASIKMALAYA
2014

SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama

: Muhammad Rizqi Romdhon

Nomor Pokok Mahasiswa : 430208037


Konsentrasi

: Hukum Bisnis

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa,


1.

Tesis yang saya susun adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar Magister Hukum di Sekolah Tinggi Hukum
Galunggung maupun di perguruan tinggi yang lain.

2.

Tesis yang saya susun adalah murni gagasan, rumusan, dan hasil
penelitian saya sendiri tanpa pihak lain kecuali arahan dari pihak
pembimbing.

3.

Dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
disusun, diajukan, dan dipublikasikan orang lain kecuali secara tegas
disebutkan sumbernya dengan menunjuk dan menyebutkan nama
pengarang seperti yang tercantum dalam Daftar Pustaka.

Pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari


terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang diperoleh karena Tesis
ini serta sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku.

Tasikmalaya,

Oktober 2014

Yang membuat pernyataan

Muhammad Rizqi Romdhon


NPM. 430208037

iv

ABSTRAK

Dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan hubungan


dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan dalam hal ekonomi secara
cepat dengan demikian transaksi jual beli pun bisa dilakukan melalui transaksi
elektronik yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Padahal Islam adalah agama
yang mengatur segala hal dalam kehidupan manusia dalam syariah Islam pun
terdapat aturan terkait dengan jual beli. Namun syariat Islam agak terlambat dalam
memperluas penafsiran asas dan normanya dalam persoalan kebendaan yang tidak
berwujud. Berbanding terbalik dengan dunia hukum telah memperluas penafsiran
asas dan normanya atas segala persoalan kebendaan yang tidak berwujud yang
ditetapkan di Indonesia dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pandangan serta
menganalisis fatwa-fatwa madzhab Asy-Syafii tentang praktik jual beli berbasis
informasi dan transaksi elektronik. Penelitian ini disokong oleh data-data sekunder
sebagai sumber data, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
atau data tersier. Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep (conceptual
approach). Dimana konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak
atau pendekatan bagi analisi penelitian hukum.
Kesimpulan penelitian ini bahwa transaksi elektronik berbasis Undangundang Informasi dan Transaksi Elektronik sah dengan syarat menurut madzhab
Asy-Syafii dan direkomendasikan Undang-undang tersebut dibagi dua menjadi
Undang-undang Cybercrime dan Undang-undang E-Commerce.
Keyword: transaksi elektronik, e-commerce, madzhab asy-syafii, jual beli

ABSTRACT
With the development of information technology has led to the world
becoming borderless relationships and lead to changes in economic terms quickly
with such sale and purchase transactions can be done through an electronic
transaction that is not limited by time and place. Islam is a religion that regulates
all things in human life. Islamic law was contained in the rules relating to the sale
and purchase. But Islamic law is rather late in expanding the interpretation of the
principles and norms in matters of material that is not tangible. Inversely related
to the legal world has expanded interpretation of the principles and norms on all
material issues that intangible set in Indonesia in Law of Information and
Electronic Transactions.
The purpose of this study is to describe and analyze the views fatwas AshShafi'i schools about the practice of buying and selling based information and
electronics transactions. This research was supported by secondary data as a
source of data, which consists of primary legal materials, legal materials secondary
or tertiary Data. This study uses the concept approach (conceptual approach).
Where the concepts in the science of law can be used as a point of departure or
approach to legal research analysis.
The conclusion of this study that the electronic transaction-based on Law of
Information and Electronic Transactions valid on the condition according to AshShafi'i schools and recommended that the Act had to be divided into two law:
Cybercrime Law and the Law of E-Commerce.
Keyword: electronic transactions, e-commerce, Ash-Shafi'i schools, buying
and selling

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadlirat Allah Swt. yang sudah
melimpahkan rahmat serta taufik-Nya kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya shalawat dan salam hendaknya
dilimpahkan Allah terhadap junjungan Rasulullah Muhammad Saw. yang telah
mengembangkan risalah sebagai pedoman hidup yang paling sempurna dan hak
untuk keselamatan bagi manusia dan rahmat bagi alam semesta.
Tesis yang berjudul Studi Fiqhiyyah Madzhab Syafii Terhadap Praktik
Jual Beli Berbasis Informasi dan Transaksi Elektronika Menurut Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini
merupakan karya ilmiah akhir bagi penulis dalam rangka menyelesaikan
pendidikan pada Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung
(STHG) Tasikmalaya.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Hukum Galunggung H. Yeng DS. Partawinata, SH.,
MH. atas kesempatan menjadi mahasiswa Magister pada Program Pasca
Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung
(STHG) Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H, M.S atas kesempatan dan
fasilitas

yang

diberikan

kepada

penulis

menyelesaikan pendidikan Program Magister.

untuk

mengikuti

dan

vii

3. Kepada pembimbing yang terdiri dari Dr. H. Tatang Astarudin, S.H, M.Si
dan Aris Dwi Muladi, S.H, M.A atas bimbingan dan saran yang mereka
berikan.
4. Kepada Komisi Pembanding atas bimbingan dan saran yang diberikan.
5. Kepada semua Dosen pada Program Pasca Sarjana atas segala ilmu yang
diberikan kepada penulis.
6. Kepada rekan-rekan mahasiswa serta pegawai dan karyawan atas bantuan
dan kerjasama sehingga penulis bisa melaksanakan pendidikan dengan
mudah dan baik.
7. Kepada orang tua penulis KH. Ubaidillah Ruhiat, BA. dan Hj. Neneng
Nurlaela, M.Pd.I yang memberikan perhatian, motivasi, semangat, saran
dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
8. Kepada istri tercinta dan anak-anakku yang menjadi motivasi dan
dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.
9. Kepada adik-adikku yang telah memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna kepada pembaca diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif
demi kesempurnaan seluruh tesis ini dapat berguna untuk semua terutama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan hukum bisnis islam. Amin.

Tasikmalaya,

Oktober 2014

Penulis

Muhammad Rizqi Romdhon

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......

ii

PERNYATAAN .........................................................................................

iii

ABSTRAK ..................................................................................................

iv

ABSTRACT ...............................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................

vi

DAFTAR ISI ......

viii

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

BAB I

PENDAHULUAN .....................................................................

1.1 Latar Belakang Penelitian ...........................................................

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...................................................

1.4 Kegunaan Penelitian ...................................................................

1.5 Tinjauan Pustaka ........................................................................

1.6 Metode Penelitian .......................................................................

23

BAB II

AJARAN ISLAM DAN KONSEPSI FIQIH TENTANG


JUAL BELI ................................................................................

26

2.1 Ajaran Islam tentang Jual Beli ...................................................

26

2.1.1 Pandangan Al-Quran terhadap Jual Beli ...........................

26

2.1.2 Pandangan Hadits terhadap Jual Beli ................................

31

2.2 Konsepsi Fiqih tentang Jual Beli ...............................................

38

ix

BAB III PANDANGAN MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG


PRAKTIK JUAL BELI PADA UMUMNYA ..........................

56

3.1 Madzhab Asy-Syafii ..................................................................

56

3.1.1 Biografi Singkat Pendiri Madzhab Asy-Syafii ..................

56

3.1.2 Madzhab Asy-Syafii .........................................................

63

3.2 Hukum Jual Beli dan Riba dalam Madzhab Asy-Syafii .............

69

3.2.1 Hukum Jual Beli.................................................................

69

3.2.2 Hukum Riba.......................................................................

84

BAB IV ANALISIS FIQIH MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG


PRAKTIK JUAL BELI BERBASIS INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK ...............................................

88

4.1 Praktik Jual beli Berbasis Informasi dan Transaksi Elektronik


Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.............................................

88

4.2 Pandangan Madzhab Asy-Syafii Terhadap Praktik Jual beli


Berbasis Informasi dan Transaksi Elektronik ..............................
BAB V

93

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 119

5.1 Kesimpulan

119

5.2 Saran

120

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

122

RIWAYAT HIDUP ...................................................................................

127

LAMPIRAN ...............................................................................................

129

DAFTAR LAMPIRAN

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Islam merupakan agama yang mengatur segala hal dalam kehidupan
manusia, Islam merupakan way of life bagi penganutnya.1 Seperti yang dijelaskan
dalam ayat berikut ini:

)3 : (




Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu2
Sebagai salah satu kesempurnaannya, syariah Islam senantiasa berubah
sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia3, sebagaimana disebutkan
dalam surat Al-Maidah Ayat 48:






)84 : (
Maka, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
Muhammad Syafii Antonio, 2010, Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan Atas, Bogor, STIE
Tazkia, hlm. 6.
2
Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah
Intelektual hlm. 107.
3
Muhammad Syafii Antonio, Loc. Cit.
1

yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang4
Salah satu kehidupan manusia yang diatur oleh Syariah Islam adalah
aturan terkait dengan jual beli. Jual beli merupakan hal yang diperbolehkan dalam
Islam


)272 : (



Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba5
Sebab dihalalkannya jual beli adalah dikarenakan dalam jual beli
terlaksananya perputaran perdagangan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
diharamkannya riba dikarenakan dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta
orang lain tanpa ada imbalan yang sesuai.6
Dengan berkembangnya zaman, perkembangan jual beli pun semakin
canggih. Dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan dalam hal
ekonomi secara cepat dengan demikian transaksi jual beli pun bisa dilakukan
melalui transaksi elektronik yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat.
Kemajuan teknologi informasi ini selain memberikan kemudahan dalam
bertransaksi, namun juga bisa menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Pada permasalahan yang lebih luas lagi dikarenakan transaksi elektronik untuk

Aam Amirudin, Op. Cit , hlm. 116.


Idem., hlm. 47.
6
Wahbah Az-Zuhaili, et. al., 2009, Al-Mausuah Al-Quraniyyah Al-Muyassarah, Damascus, Dar
Al-Fikr, hlm. 84.
5

kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik telah menjadi bagian dari


perniagaan nasional dan internasional.
Jaringan komputer dan internet telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Teknologi ini mampu menyambungkan hampir semua piranti
elektornik yang ada di dunia sehingga bisa saling berkomunikasi dan bertukar
informasi.
Menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh forrester research, di
Indonesia, volume pendapatan yang diperoleh dari transaksi e-commerce kurang
memadai jika dibandingkan dengan total transaksi dunia. Transaksi e-commerce
Indonesia hanya mencapai USD 100 milyar atau hanya 0,026%, sekalipun jumlah
ini diprediksi akan meningkat secara drastis.7
Bahkan menurut Roy Suryo prediksi transaksi e-commerce Indonesia pada
tahun 1996 berjumlah 20 million US Dollar, tahun 2000 jumlah transaksi 100
million US Dollar, tahun 2001 berjumlah 200 million US Dolar, dan tahun 2003
diperkirakan berjumlah 1200 million US Dollar. Sedangkan AC Nielsen Survey
menyatakan produk-produk yang ditawarkan melalui internet, produk yang paling
diminati oleh orang Indonesia, yaitu buku, software/hardware komputer,
elektronik, peralatan kantor/tulis, peralatan olahraga dan pakaian.8
Kenyataan ini menunjukan bahwa konvergensi di bidang teknologi
berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan kemajuan dalam bidang
teknologi informasi.

Dikdik M Arief, et. al., 2009, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, PT
Refika Aditama, hlm. 148.
8
Idem., hlm. 165-166.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum telah memperluas penafsiran asas


dan normanya atas segala persoalan kebendaan yang tidak berwujud. Namun tidak
dengan dunia hukum Islam atau Syariat Islam yang agak terlambat dalam
memperluas penafsiran asas dan normanya dalam persoalan kebendaan yang tidak
berwujud.
Maka berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, penulis tertarik
untuk mengangkat, meneliti dan membahas permasalahan di atas menjadi sebuah
penelitian tesis yang berjudul STUDI FIQHIYAH MADZHAB ASY-SYAFII
TERHADAP

PRAKTIK

JUAL

BELI

BERBASIS

INFORMASI

DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11


TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

1.2 Rumusan Masalah


Melihat pada latar belakang masalah di atas, maka dapatlah dirumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1)

Apakah praktik jual beli berbasis informasi dan transaksi elektronik


sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik menurut padangan fiqih madzhab AsySyafii sudah sesuai dengan Syariah?

2)

Bagaimana pandangan fiqih madzhab Asy-Syafii tentang praktik jual beli


berbasis informasi dan transaksi elektronik?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dan Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Untuk menjelaskan pandangan madzhab Asy-Syafii tentang praktik jual beli
berbasis informasi dan transaksi elektronik.
2) Untuk menganalisis fatwa mengenai praktik jual beli berbasis informasi dan
transaksi elektronik menurut pandangan madzhab Asy-Syafii.

1.4 Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1) Manfaat praktis : Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam
menyusun fatwa praktik jual beli yang berbasis informasi dan transaksi
elektronika agar sesuai dengan Syariah. Mengingat Madzhab Syafii sangat
mewarnai fiqih Indonesia, maka penelitian ini diharapkan secara praktis juga
dapat membantu pembentukan fiqih Indonesia khususnya dalam jual beli
yang berbasis informasi dan transaksi elektronik.
2) Manfaat akademis : Dapat membantu merekonstruksi fiqih muamalah serta
mengembangkan fiqih kontemporer di bidang muamalah. Khususnya juga
fiqih jual beli yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman
sekarang. Sehingga dapat dirumuskan konsep fiqih muamalah yang selaras
dengan madzhab Asy-Syafii.

1.5 Tinjauan Pustaka


Untuk mengetahui seperti apa jual beli dalam Islam, maka penulis akan
membandingkan beberapa pendapat terkait hukum jual beli yang diwakili oleh
pendiri madzhab yaitu Imam Asy-Syafii 9 , pengikut madzhab Asy-Syafii yaitu
Imam Al-Ghazali10 dan Imam An-Nawawi11, Imam Ath-Thahawi12 yang berasal
dari madzhab Al-Hanafi sebagi pembanding serta Wahbah Az-Zuhaili dan
Musthafa Al-Bigha et. al. sebagai ulama fiqih kontemporer. Serta penulis
menyampaikan pula pengertian dari Jual beli dan Transaksi Elektronik
berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Dalam karya utamanya yang berjudul Al-Umm Imam Asy-Syafii
mendefinisikan jual beli yang sah secara hukum Islam adalah sebagai berikut:


,
9

Al-Imam Asy-Syafii, 150-204 H, 767-820 M, Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman
bin Syafi Al-Hasyimi Al-Qursy Al-Muthallabi, Abu Abdillah : Salah seorang Imam yang empat
golongan Sunni. Dan kepadanya disandarkan Madzhab Asy-Syafiiyah seluruhnya, Dilahirkan di
Gazza Palestina, lalu pindah ke Makkah pada waktu umur dua tahun.Mendatangi Baghdad dua
kali, lalu menuju Mesir pada tahun 199 H dan meninggal dunia di Mesir. (Al-Alam Qamus
Tarajim, juz 6, hlm. 26)
10
Al-Ghazali, 450-505 H, 1058-1111 M, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali,
Ath-Thusi, Abu Hamid, Hujjatul Islam, Filosof, Sufi, mempunyai 200 buku. Dilahirkan dan wafat
di Ath-Thabiran, Dataran Thus Khurasan, lalu pergi ke Naisapur, Baghdad, Hijaz, Syam, Mesir,
lalu kembali ke kampung halamannya. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 7, hlm. 22)
11
An-Nawawi, 631-676 H, 1233-1277 M, Yahya bin Syarf bin Muri bin Hasan Al-Khuzami AlHurani, An-Nawawi, Asy-Syafii, Abu Zakaria, Muhyiddin : Ulama Fiqh dan Hadits. Dilahirkan
dan wafat di Nawa Desa Huran Syria, dan kepadanya di nisbatkan., belajar di Damaskus, dan lama
tinggal disana. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 8, hlm. 149)
12
Ath-Thahawi, 239-321 H, 853-933 M, Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Salmah Al-Azdi
Ath-Thahawi, Abu Jafar: Ulama Fiqh dan merupakan pendiri madzhab Al-Hanafi di Mesir,
Dilahirkan dan dibesarkan di Thaha di dataran tinggi Mesir, awal mula mempelajari madzhab AsySyafii, lalu pindah ke dalam madzhab Al-Hanafi. Pindah ke Syam tahun 268 H dan bertemu
Ahmad bin Thulun yang merupakan teman dekatnya, wafat di Kairo, dan merupakan keponakan
Al-Mazni. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 206)

,
13

Apabila ada kerelaan antara penjual dan pembeli dalam hal jual beli yang
diperbolehkan oleh agama, kecuali jual beli dalam hal yang dilarang oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan jual beli yang yang dilarang oleh
Rasulullah termasuk jual beli haram dan dilarang pelaksanaannya. Dan jual beli
yang menjauhi larangan Rasul adalah diperbolehkan seperti yang telah
disebutkan tentang kebolehan jual beli dalam Al-Quran
Dari definisi di atas maka jual beli menurut Imam Asy-Syafii harus
memiliki unsur kerelaan dan harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah. Jual beli yang tidak memiliki unsur tersebut maka termasuk jual beli
yang dilarang oleh Islam. Dan beliau menambahkan pula:


14

Dan yang bisa disebut dengan Jual beli adalah tidak terjadinya jual beli kecuali
bersatunya antara penjual dan pembeli. Serta berjual beli dengan kerelaan pada
diri masing-masing atas apa yang diperjual belikannya.

13

Muhammad bin Idris asy-Syafii, ______, Al-Umm, Ar-Riyadl, Baitul Afkar Ad-Dauliyyah,
hlm. 438.
14
Ibid.

Imam Asy-Syafii berpendapat bahwa jual beli harus berkumpulnya antara


penjual dan pembeli di satu tempat. Sedangkan Imam Al-Ghazali mendefinisikan
jual beli adalah sebagai berikut:
15

Terjadinya Jual beli merupakan sebab untuk memiliki


Juga beliau berpendapat bahwa jual beli harus ada hal berikut:
16

Adanya penjual, pembeli serta akad jual beli.


Dengan jual beli menurut Imam Al-Ghazali kita dapat mempunyai hak
memiliki atas suatu barang dan bisa memanfaatkannya sepenuh hati kita, namun
dalam jual beli tersebut haruslah ada penjual, pembeli dan akad jual beli. Imam
Al-Ghazali tidak mensyaratkan adanya pertemuan antara penjual dan pembeli
ketika akad jual beli.
Dalam ijab dan kabul Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa intinya adalah
saling ridha atas jual belinya beliau berkata:
17

Sesungguhnya asal ijab dan kabul adalah saling ridho (antara penjual dan
pembeli).

Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, ______, Al-Wasith fil Madzahib, ______, Dar AsSalam, juz 3, hlm. 1.
16
Idem., hlm. 3.
17
Idem., hlm. 8.
15

Untuk membedakan antara ijab kabul dalam nikah dan jual beli, beliau
berpendapat:

,
18

Dalam nikah terdapat unsur ibadah yang disyariatkan dalam pengucapan ijab
kabul, sedangkan dalam jual beli merupakan keterikatan karena persaksian dan
yang lainnya, yang jelas menurutku adalah terjadinya transaksi.
Dalam nikah ijab kabul dimaksudkan sebagai ikrar yang bernilai ibadah,
sedangkan dalam jual beli ijab kabul merupakan keterikatan dengan persaksian
dari transaksi yang terjadi.
Beliau berpendapat pula yang boleh melakukan Jual beli adalah orang
yang mempunyai kemampuan untuk Jual beli, beliau berkata:
19

Jual beli anak kecil dan orang gila, baik dengan izin ataupun tanpa izin
walinya, baik dengan jual beli secara jujur atau curang tetap saja jual belinya
batal.
Anak kecil dan orang gila Jual belinya tidak sah, walaupun mereka berjual
beli dengan izin dari walinya. Walaupun anak kecil atau orang gila tersebut
berjual beli dengan benar tidak curang tetap saja jual belinya tidak sah.

18
19

Idem., hlm. 10.


Idem., hlm. 12.

11

Imam

An-Nawawi

ketika

menafsirkan

tentang

ayat

yang

memperbolehkannya jual beli, beliau berpendapat bahwa yang dinamakan


penjualan haruslah melewati masa Khiar, sebagaimana pendapat beliau :
20

Sesungguhnya yang dijual karena penjualan yang sah menjadi milik pembeli
setelah selesainya masa khiar
Dalam jual beli Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa jual beli haruslah
ada tiga hal ini, yaitu:
21

Rukun Jual beli ada tiga, yaitu dua orang yang berakad, kalimat ijab kabul dan
yang diakadkan.
Adanya penjual dan pembeli, adanya kalimat ijab dan kabul dan adanya
barang yang diperdagangkan. Menurut Imam An-Nawawi seorang penjual dan
pembeli ataupun orang yang akan melakukan akad apa saja haruslah memenuhi
syarat dibawah ini:


22

20

Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, ______, Al-Majmu, ______, Dar Al-Fikr, juz 9, hlm. 148.
Idem., hlm. 149.
22
Ibid.
21

11

Dan syarat orang yang berakad haruslah mencapai usia balig, berakal, tidak
terpaksa, bisa melihat, tidak ditawan. Dan disyaratkan islamnya seorang pembeli
apabila penjualnya seorang hamba sahaya muslim.
Dapat diambil pelajaran, bahwa anak kecil, orang gila, orang yang
dipaksa, orang buta dan tawanan tidak berhak untuk melakukan akad; dikarenakan
kekurangan dalam syarat yang bisa mempertanggungjawabkan akan akad yang
akan dilakukannya. Imam An-Nawawi menambahkan syarat keislaman bagi
pembeli yang akan membeli barang dari seorang hamba sahaya yang muslim.
Sedangkan orang mabuk bisa disahkan akadnya, seperti fatwa Imam AnNawawi berikut ini:
23

Orang Mabuk menurut madzhab Asy-Syafii sah jual belinya dan sah akad
lainnya juga.
Untuk anak kecil Imam An-Nawawi menganggap bahwa jual belinya
tidaklah sah baik untuk dirinya ataupun orang lain. Beliau menjelaskanya:
24

Anak kecil tidaklah sah jual belinya, sewanya dan akad lainnya; baik bagi
dirinya ataupun orang lain.
Selain itu pula Imam An-Nawawi mensyaratkan barang yang dijual itu
haruslah barang suci bukan barang haram, bisa bermanfaat tidak memberikan

23
24

Idem., hlm. 155.


Ibid.

12

madlarat, bisa diketahui bukan barang yang gaib, bisa dihitung atau diukur bukan
barang khayalan, dan bisa dimiliki, seperti yang beliau katakan:


25

Dan syarat barang yang dijual adalah: harus suci, bermanfaat, dapat diketahui,
dapat diukur ketika diserahkan, dapat dimiliki oleh orang yang berakad.
Dan masih menurut beliau, orang yang akan melakukan dagang atau Jual
beli haruslah mengerti tentang hukum-hukum dagang dan akad lainnya:


26

Sesungguhnya orang yang bermaksud untuk berdagang wajib baginya


mengetahui

hukum-hukumnya,

mengetahui

syarat-syaratnya,

mengetahui

kesahihan dan kecacadan suatu akad, dan hukum-hukum lainnya.


Sedangkan Imam Ath-Thahawi yang beraliran madzhab Al-Hanafi
mendefinisikan jual beli sebagai berikut:


27

25
26

Idem., hlm. 153.


Idem., hlm. 154.

13

Apabila dua orang melakukan akad Jual beli yang diperbolehkan dan tidak
mensyaratkan suatu apapun dalam Jual belinya, maka jual belinya tidak akan
batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama dalam
satu tempat.
Jual beli dalam madzhab Al-Hanafi hendaklah dilaksanakan dalam satu
tempat yang terjadi pertemuan antara penjual dan pembelinya. Dan dalam jual beli
tersebut antara penjual dan pembeli tidak mensyaratkan apapun dalam jual belinya.
Beliau juga menjelaskan bahwa jual beli yang tidak sesuai ketentuan,
maka jual beli tersebut tidak sah dilakukan:

,
28

. ,

Barangsiapa yang membeli sesuatu dengan cara pembelian yang tidak sah,
maka barang tersebut tidak dapat diambil dan tetap menjadi milik dari
penjualnya. Dan apabila barang tersebut diterima karena jual beli seperti tadi,
maka barang tersebut menjadi milik pembeli namun kepemilikannya adalah
kepemilikan yang cacat.
Imam Ath-Thahawi berpendapat dalam praktek jual beli hendaklah
mengikuti ketentuan syariat yang berlaku dan tidak boleh berlaku curang dalam
jual beli. Apabila dalam jual beli ditemukan kecurangan maka kepemilikannya
tidaklah sah walaupun barang tersebut sudah di tangan pembeli.
Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi, ______, Mukhtashar Ath-Thahawi, Hiderabad, Lajnah
Ihya Al-Maarif An-Numaniyyah, hal 74.
28
Idem., hlm. 86.
27

18

Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu


menjelaskan bahwa jual beli dalam pengertian bahasa adalah :
29

"Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya.


Menurut beliau jual beli dalam pengertian bahasa sama saja dengan saling
menukar antar barang atau barter. Sedangkan menurut istilah beliau menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan jual beli adalah :
30

Akad yang kompleks terdiri dari ijab dan kabul.


Wahbah Al-Zuhaili beranggapan bahwa yang dinamakan jual beli itu suatu
akad yang kompleks yang diharuskan terjadinya ijab atau kata penyerahan dan
juga kabul atau kata penerimaan. Tanpa adanya ijab dan kabul maka menurut
beliau tidaklah dinamakan dengan jual beli.
Dalam jual beli Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan bahwa mayoritas para
ulama sepakat Jual beli mempunyai tiga rukun, yaitu:
31

29

) ( ) ( ) (

Wahbah Az-Zuhaili, 2004, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damascus, Dar Al-Fikr, juz 5, hlm.
3304.
30
Idem., hlm. 3306.
31
Idem., hlm. 3309.

12

Yang melakukan akad (penjual dan pembeli), yang diakadkan (harga dan
barang yang dihargakan), dan bentuk akad (ijab dan kabul).
Menurut beliau mayoritas para ulama berpendapat bahwa dalam jual beli
haruslah terkumpul 3 unsur di atas, apabila satu saja tidak ditemukan, maka jual
beli tersebut dinyatakan tidak sah.
Musthafa Al-Bigha, Musthafa Al-Khin dan Ali Asy-Syarbaji dalam buku
Al-Fiqh Al-Manhaji menjelaskan hukum fiqih secara ringkas namun padat.
Menurut mereka yang dimaksud dengan jual beli dalam bahasa adalah:
32

Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta
benda atau bukan.
Dalam pengertian Jual beli menurut bahasa, Musthafa Al-Bigha sepakat
dengan pengertian yang dipaparkan oleh Wahbah Al-Zuhaili. Namun Musthafa
Al-Bigha menambahkan bahwa pengertian jual beli menurut bahasa bisa pula
pertukaran benda yang berharga ataupun bukan.
Sedangkan jual beli menurut istilah adalah:
33

Akad yang dimaksudkan atas pertukaran harta benda dengan harta benda
lainnya untuk dimilikidengan pasti.

Musthafa Al-Bugha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum AlInsaniyyah, juz 6, hlm. 2.
33
Ibid.
32

16

Al-Bigha mensyaratkan adanya pertukaran harta benda satu dengan harta


benda lainnya dalam suatu jual beli. Dan untuk bisa memiliki harta benda tersebut
harus pula terjadinya suatu akad. Tanpa adanya akad dan pertukaran harta benda
bukanlah merupakan suatu jual beli.
Mereka juga mensyaratkan hendaklah orang yang berakad jual beli ialah:
37

. ,36 ,35 ,34

haruslah orang berakal, tidak terpaksa serta berniat untuk melakukan akad,
terdiri dari dua belah pihak dan mempunyai kemampuan untuk melihat.
Orang yang akan melakukan akad Jual beli haruslah orang yang sudah
melalui masa akil balig dan berakal. Menurut Al-Bigha anak-anak dan orang yang
kurang akalnya tidaklah sah untuk melakukan jual beli. Dan juga bukanlah orang
yang dipaksa atau terpaksa membeli, maka jual belinya tidak menjadi sah. Selain
itu pula dalam Jual beli harus terdiri dari dua belah pihak, harus ada penjual dan
pembelinya. Dan terakhir Al-Bigha dan rekan-rekan mensyaratkan baik penjual
maupun pembeli haruslah mempunyai kemampuan untuk melihat.
Pengertian jual beli dalam bahasa Indonesia adalah jual beli persetujuan
saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan
pembeli sebagai pihak yang membayar barang yang dijual; menjual dan

34

Idem., juz 6, hlm. 7.


Idem., hlm. 8.
36
Ibid.
37
Idem., hlm. 9.
35

17

membeli.38 Jual beli mempunyai sinonim atau persamaan kata, yaitu dagang dan
niaga.
Yang dimaksud dengan dagang adalah pekerjaan yang berhubungan
dengan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan; jualbeli; niaga.39 Sedangkan yang dimaksud dengan niaga adalah kegiatan jual beli
dan sebagainya untuk memperoleh untung; dagang.40 Dan yang dimaksud dengan
transaksi adalah persetujuan jual beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.41
Jual beli di Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur dalam KitabUndang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Namun pengertian Jual beli secara umum telah dihapus dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa yang
dimaksud jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang dijanjikan.42
Dan disebutkan bahwa Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah
pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang
tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya
belum dibayar. 43 Serta dijelaskan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidak

38

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, hlm. 478.
39
Idem. , hlm. 229.
40
Idem., hal 782.
41
Idem., hal 1208.
42
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata, Bab V, Bagian I, Pasal 1457.
43
Idem,Pasal 1458.

14

pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut pasal 612,
613 dan 616.44
Jika barang yang dijual itu barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat
pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya
belum dilakukan, dan penjual berhak menuntut harganya. 45
Sedangkan yang dimaksud dengan Transaksi elektronik menurut Undangundang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

46

Dan pula penyelenggaran

transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Oleh
karena itu para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik
dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.47
Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik
mengikat para pihak.

48

Transaksi elektronik yang dilakukan para pihak

memberikan akibat hukum kepada para pihak. Penyelenggara transaksi elektronik


yang dilakukan para pihak wajib memperhatikan: itikad baik, prinsip kehati-hatian,
transparansi, akuntabilitas dan kewajaran.49

44

Idem., Pasal 1459.


Idem., Pasal 1460.
46
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab I, Pasal
1, Ayat 3.
47
Idem., Bab V, Pasal 17, Ayat 1 dan 2.
48
Idem., Bab V, Pasal 18, Ayat 1.
49
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 46, Ayat 1 dan 2.
45

19

Transaksi elektronik dianggap sah apabila: terdapat kesepakatan antara


pihak, dilakukan subjek hukum yang cakap atau berwenang mewakili sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan, terdapat hal tertentu, objek transaksi tidak
boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kesusilaan dan
ketertiban umum.50
Transaksi elektronik terjadi pada saat tercapainya kesepakatan para
pihak.51 Dalam penyelenggaraan Transaksi elektronik para pihak wajib menjamin:
pemberian data dan informasi yang benar; dan ketersediaan sarana dan layanan
serta penyelesaian pengaduan.52
Pada Undang-undang nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan ditetapkan
bahwa setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan
menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan/atau informasi
secara lengkap dan benar.53
Data dan/atau informasi yang dimaksud di atas paling sedikit memuat:
1) Identitas dan legalitas Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha
Distribusi.
2) Persyaratan teknis Barang yang ditawarkan.
3) Persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang ditawarkan.
4) Harga dan cara pembayaran Barang dan/atau Jasa.
5) Cara penyerahan Barang.54

50

Idem., Pasal 47, Ayat 2.


Idem., Pasal 50, Ayat 1.
52
Idem., Pasal 51, Ayat 1.
53
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, pasal 65, ayat 1.
54
Idem., ayat 4.
51

21

Sistem

perdagangan

dengan

memanfaatkan

sarana

internet

(interconnection networking) yang selanjutnya disebut dengan e-commerce 55


mempunyai lima pilar yang pendukung (frame e-commerce) yaitu:
1) People.
2) Public policy.
3) Marketing & advertising.
4) Support service.
5) Business partnership. 56
Pihak yang terlibat dalam e-commerce ada lima, yaitu:
1) User.
2) Merchant.
3) Provider.
4) Fasilitator.
5) Bank.
6) Customer. 57
Sedangkan Dikdik M. Arief dalam bukunya menyebutkan bahwa pihak
yang terlibat dalam e-commerce ada lima juga, yaitu:
1) Penjual (merchant).
2) Konsumer (card holder).
3) Issuer (perusahaan credit card yang menerbitkan kartu).

55

Dikdik M Arief, et. al., Op. Cit., hlm. 144.


Vekey, Jenis dan Tipe E-Commerce, http://vekey.blogspot.com/2012/05/jenis-dan-tipe-ecommerce.html, diakses tanggal 28 November 2013, jam 05.19 WIB.
57
Ibid.
56

21

4) Certification authorities (pihak ketiga yang netral yang memegang hak untuk
mengeluarkan sertifikasi kepada merchant, issuer dan dalam beberapa hal
diberikan kepada card holder). 58
Jenis e-commerce dapat dikelompokan mejadi dua bagian besar, yaitu:
1) Busines to Business.
2) Business to Consumer. 59
Secara lengkapnya jenis dan tipe e-commerce selain dua yang telah
disebutkan di atas adalah:
1) Consumer to Business.
2) Consumer to Consumer.
3) Business to Goverment.
4) Goverment to Consumer.
5) Goverment to Goverment. 60
Istilah-istilah yang biasa ditemukan pada e-commerce adalah sebagai
berikut:
1) Commerce Service Providers yaitu penyedia layanan e-commerce yang
menyediakan solusi e-commerce serta menyediakan fasilitas pendukung
mulai dari konsultan, merancang halaman web sampai detail program yang
akan dipasang oleh pelanggan dan bisa juga menyewakan ruang e-commerce
saja;

58

Dikdik M Arief, et. al., Op. Cit., hlm. 151-152.


Idem., hlm. 150.
60
Vekey, Op. Cit., http://vekey.blogspot.com/2012/05/jenis-dan-tipe-e-commerce.html, diakses
tanggal 28 November 2013, jam 05.19 WIB.
59

22

2) Electronic Cash yaitu pembayaran dengan mengetikkan sebuah nomor yang


unik

yang

diisukan

oleh

sebuah

bank,

dimana

nomor

tersebut

merepresentasikan sejumlah nilai tukar;


3) Electronic Check yaitu pembayaran dengan berbentuk cek, yang nilai dan
nomor ceknya diketik oleh custommer, dan tanda tangannya ditulis dengan
sandi rahasia kemudian dikirim secara elektronik kepada penjual (merchant);
4) Electronic Wallet yaitu pembayaran dengan menggunakan kartu kredit, yang
mana sebelumnya nomornya disimpan pada hardisk pelanggan dalam bentuk
encript;
5) Phonecash yaitu jenis transaksi dengan memberi perintah melalui phone
banking untuk mentransferkan sejumlah uang dari rekening pembeli kedalam
rekening penjual;
6) Telephone Billing System yaitu transaksi melalui telepon, yang mana
mengijinkan customer untuk membeli barang dengan pembayaran akan
disertakan ke rekening telepon;
7) Microtransaction yaitu nomor rekening khusus pebisnis yang dapat
pemberlakuan transfer sejumlah nilai uang dari transaksi yang menggunakan
credit card secara on-line.61
Selain itu pula beberapa tipe web e-commerce dapat dikelompokan
menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Web Statis yaitu situs yang berisi serangkaian file yang saling berhubungan,
dengan tampilan sederhana yang mana antar mukanya jarang dirubah.

61

Ibid.

23

Sifatnya sebagai pemberi informasi atau pemberitahuan biasa, tidak interaktif


dan tidak didukung oleh basis data;
2) Web Dinamis yaitu situs yang berisi informasi yang selalu baru dan terkini,
dimana tampilannya penuh dengan animasi, tersaji dalam bentuk katalog,
interaktif serta didukung oleh basis data.62

1.6 Metode Penelitian


Untuk membahas permasalahan yang telah dipaparkan, dari penelitian ini
pendekatan yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dimana hukum
dikonsepsikan sebagai sistem norma juga sebagai pedoman berperilaku manusia
atau masyarakat pada umumnya. Pada penelitian ini sistem norma dimaksud
adalah ajaran fiqih madzhab Asy-Syafii dan Undang-undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Eletronik.
Dilihat dari jenis penelitiannya, penelitian ini termasuk penelitian hukum
normatif. Penelitian normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan
meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 63 Penelitian ini dipilih karena
permasalahan yang akan dipecahkan berkaitan dengan permasalahan konsepsi
hukum sedangkan dilihat dari masalahnya, penelitian ini termasuk penelitian
murni yang kegiatannya mengkaji bahan-bahan kepustakaan sebagai landasan
dalam memecahkan permasalahan yang dirumuskan.
1) Metode Pengumpulan Data

62

Ibid.
Soerjono Soekanto, et. al., 2001, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 1314
63

28

Sebagaimana dikemukakan oleh Amirudin dan Zainal Asikin bahwa


penelitian hukum normatif disokong oleh data-data sekunder sebagai sumber
data, yang terdiri dari:
a.

Bahan hukum primer.

b.

Bahan hukum sekunder.

c.

Data tersier.64

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam
konteks penelitian normatif data sekunder tersebut dapat berupa bahan-bahan
hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan
hukum tersier.
Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer berupa Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik serta ketentuan fiqih madzhab Asy-Syafii sebagai
bagian dari sistem hukum jual beli.
Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi, yaitu kegiatan pengumpulan
data dengan teknik mengumpulkan, menginventarisir dan mengevaluasi
bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan
2) Analisis Data
Penelitian hukum normatif memerlukan pendekatan dalam setiap analisisnya.
Oleh karena itu penulis menggunakan pendekatan konsep (conceptual
approach) dan pendekatan doktrinal. Pendekatan konsep adalah dimana
konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan
64

Amirudin, et. al., 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 118.

22

bagi analisi penelitian hukum.

65

Sedangkan pendekatan doktrinal adalah

dimana objek kajian merupakan hukum positif dengan mengutamakan


penggunaan

data

sekunder

yang

dikumpulkan

dengan

cara

studi

kepustakaan.66 Atau dalam makna lain adalah setiap penelitian hukum yang
mengkonsepkannya sebagai norma.

67

Setelah data terkumpul, dilakukan

penganalisaan dengan menggunakan analisis deduktif sebagai pegangan


utama dan induktif sebagai tata kerja penunjang. Deduksi merupakan cara
menarik kesimpulan dari yang umum ke yang khusus. Adapun induksi adalah
proses berpikir untuk memperoleh kesimpulan yang beranjak dari yang
khusus ke yang umum dengan cara membuat suatu generalisasi dari berbagai
kasus yang ada. 68 Dalam penelitian ini penerapannya adalah pengumpulan
fatwa hukum jual beli menurut madzhab Asy-Syafii, perumusan konsep
hukum jual beli secara online menurut Madzhab Asy-Syafii dan pembahasan
konsep jual beli secara online menurut Undang-undang Informasi dan
Transaksi Elektronik menurut Madzhab Asy-Syafii.
.

65

Mukti Fajar, et. al., 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, hal. 186.
66
Kelik Wardiono, Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, hlm. 17.
67
Paulus Hadisuprapto, Ilmu Hukum (Pendekatan dan Kajiannya), dipresentasikan dalam Kuliah
Umum (Stadium Generale), Universitas Jambi, tanggal 23 Mei 2009, hlm. 1.
68
M. Hariwijaya, et. al., 2008, Pedoman Penulisan Ilmiah, Yogyakarta, Oryza, hlm. 93.

62

BAB II
AJARAN ISLAM DAN KONSEPSI FIQIH TENTANG JUAL BELI

2.1 Ajaran Islam tentang Jual Beli


2.1.1 Pandangan Al-Quran Terhadap Jual Beli
Al-Quran telah menetapkan bahwa jual beli merupakan praktek yang halal
dilakukan, sedangkan praktek riba merupakan transaksi yang termasuk dosa.
Allah berfirman:






)725 : (



Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba. Siapa
pun yang mendapat peringatan Tuhannya, lalu ia berhenti melakukan riba, maka
apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusan diserahkan
kepada Alla. Orang yang mengulangi perbuatan riba akan menjadi penghuni
neraka. Mereka kekal di dalamnya. 1
Selain menetapkan tentang hukum dalam jual beli, Al-Quran juga
menyebutkan bahwa praktek jual beli hendaklah didasari adanya keridlaan antara
pelaku jual beli itu sendiri. Karena apabila hilangnya unsur keridlaan dalam

Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah


Intelektual, hlm. 47.
1

62

praktek jual beli, maka hal tersebut menyebabkan timbuknya kebatilan dalam
transaksi tersebut. Allah berfirman:








)72 : (


"Hai, orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
cara haram, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu. 2
Dari dua ayat di atas, maka kita bisa melihat bahwa Al-Quran
menggunakan dua kata berbeda, yaitu kata

dan kata

untuk

menyebutkan transaksi dari jual beli. Selain itu pula Al-Quran menganjurkan agar
dalam transaksi jual beli hendaknya selalu tercata dan disertai saksi. Allah
berfirman:

)787 : (


Idem., hlm. 83.

62

Hal demikian lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan
lebih mendekatkanmu pada keyakinan. Kecuali, jika perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antaramu. Maka tidak ada dosa jika kamu tidak menuliskannya.
Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan jangan mempersulit penulis dan
saksi. Jika kamu mempersulitnya, sungguh itu perbuatan fasikmu. Bertakwalah
kepada Allah, Allah mengajarimu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.3
Al-Quran juga memberikan pedoman bahwa jual beli merupakan salah
satu cara untuk mendapatkan rezeki. Dengan syarat praktek jual beli tersebut
tidaklah menghalangi dalam praktek beribadah orang islam itu sendiri. Allah
berfirman:

*







)11-2 : (



Hai orang-orang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat,
segeralah kamu, mengingat Allah dan tinggalkan perdaganganmu. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui * Apabila salat telah dilaksanakan,
bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan banyaklah mengingat
Allah agar kamu beruntung * Apabila mereka melihat perdagangan atau
3

Idem., hlm. 48.

62

permainan, mereka segera menuju kepadanya dan meninggalkanmu (Muhammad)


yang sedang berkhutbah. Katakanlah apa yang ada di sisi Allah lebih baik
daripada permainan dan perdagangan dan Allah Pemberi Rezeki terbaik. 4






)72 : (


Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat
Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka tidak takut pada hari
ketika hati dan penglihatan menjadi guncang. 5

)72 : (



Katakanlah, Jika bapak-bapakmu,anak-anakmu, saudara-saudaramu, istriistrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang
kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kamu sukai lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya,

4
5

Idem., hlm. 554.


Idem., hlm. 355.

03

tunggulah sampai Allah memberi keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk


kepada orang-orang fasik. 6
Jual beli selain sarana untuk mencari rezeki, Al-Quran juga menyebutkan
bahwa apabila telah berhentinya praktek jual beli di dunia, maka hal tersebut
merupakan salah satu tanda berakhirnya dunia atau yang disebut dengan kiamat.
Allah berfirman:





)752 : (
Hai, orang-orang beriman, infakkan sebagian rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada lagi jual beli,
persahabatan, dan syafaat. Orang-orang kafir itu adalah orang-orang zalim. 7







)71 : (
Katakanlah, Muhammad kepada hamba-hamba-Ku yang beriman, hendaklah
mereka melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami
berikan, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan sebelum
datang hari Kiamat ketika tidak ada lagi jual beli dan perssahabatan. 8

Idem., hlm. 190.


Idem., hlm. 42.
8
Idem., hlm. 259.
7

03

2.1.2 Pandangan Hadits Terhadap Jual Beli


Jual beli dalam pandangan hadits Nabi termasuk pekerjaan yang
dianjurkan. Dalam beberapa hadist disebutkan bahwa praktek jual beli merupakan
suatu pekerjaan yang sangat mulia. Beliau berpendapat bahwa praktek
kewirausahaan dengan cara jual beli atau melakukan pekerjaan kreatif merupakan
pekerjaan yang sangat mulia. Beliau bersabda:

:




9


) ( .

:

Dari Jumai bin Umair dari pamannya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam pernah ditanya tentang pekerjaan yang paling utama? Nabi menjawab:
Jual Beli yang mabrur dan pekerjaan hasil tangannya sendiri. (HR Ahmad)
Sedangkan yang dimaksud dengan mabrur pada hadits di atas adalah jual
beli yang sesuai dengan hukum syara dalam keshahihan jual belinya. Baik dalam
etika jual beli, tidak ada hal yang tidak sesuai dengan syara seperti berbohong,
menipu, membodoh-bodohi, atau bersumpah palsu. 10
Bahkan beliau berfatwa apabila pelaku jual beli itu jujur dalam jual
belinya, maka mereka dimasukan dalam golongan yang pasti akan masuk surga.
Beliau bersabda:

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, No Hadits: 15522, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=121&hid=15522&pid=60579,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 13:46 WIB.
10
Nuruddin Al-Itr, 2000, Ilam Al-Anam Syarh Bulugh Al-Maram, Damascus, Dar Al-Farfur, juz
2, hlm. 585.

06

:





11


) ( .


Dari Abu Said, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, para shiddiqin dan para
syuhada. (HR At-Tirmidzi)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa selama praktek jual beli yang jujur
dan saling terbuka, maka berkah Allah akan turun kepada pelaku jual beli. Begitu
pula sebaliknya apabila dalam praktek jual beli penuh dengan kebohongan dan
penipuan, maka hilanglah berkah dalam praktek jual belinya. Beliau bersabda:





12

) ( .

Dari Hakim bin Hizam radliyallahu anhu, beliau berkata: Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam bersabda: penjual dan pembeli dalam masa khiyar
selama belum berpisah atau sampai berpisah. Apabila keduanya jujur dan
transparan, diberkahilah keduanya dalam jual belinya. Dan apabila saling
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jami At-Tirmidzi, No. Hadits: 1126, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=195&hid=1126&pid=122083,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 14:41 WIB.
12
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1947, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1947&pid=100285,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 14:10 WIB.
11

00

menyembunyikan dan berbohong, hilanglah berkah dalam jual beli mereka. (HR
Al-Bukhari)
Untuk itu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menetapkan
bahwa kriteria pedagang yang termasuk pekerjaan terbaik adalah: pedagang yang
transparan, terpercaya, selalu menepati janji, tidak melakukan kecurangan dalam
jual beli, serta memperlakukan konsumen dengan baik dan benar. Beliau
bersabda:


" :




13

) ( .

Dari Muadz bin Jabal berkata: Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
bersabda: Sesungguhnya pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan (menjadi)
para pedagang; pedagang yang apabila berkata tidak berbohong, jika diamanati
tidak berkhianat, jika berjanji tidak ingkar, jika membeli tidak menghina, jika
menjual tidak melebih-lebihkan, jika mereka dibutuhkan tidak memperlambatnya
dan jika membutuhkan mereka tidak menyusahkannya. (HR Al-Baihaqi)

Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, Syubul Iman, No. Hadits: 4504, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=682&hid=4504&pid=335587,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 15:18 WIB.
13

03

Dalam keterangan lain, Nabi berfatwa bahwa dilarangnya perbuatan tidak


jujur dan penipuan didalam jual beli, Nabi bersabda:





" :


14

) (

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam


melarang atas jual beli kerikil serta jual beli dengan penipuan. (HR. Muslim)
Terdapat banyak perbedaan pendapat dalam makna bay al-hishshah,
sebagian Ulama berpendapat yang dimaksud dalam penjualan tersebut adalah
seperti: saya menjual baju-baju ini kepadamu yang terkena kerikil yang saya
lempar ini lalu dilemparnya kerikil tersebut. Ulama lain berpendapat bahwa
melemparkan kerikil tersebut dianggap sebagai transaksi jual beli.15
Jual beli dengan melemparkan kerikil tersebut diharamkan karena terdapat
unsur penipuan dengan cara melemparkan kerikil dengan maksud untuk transaksi
barang tanpa mengucapkan shigat akad atau tanpa menunjukan bentuk dan sifat
barang yang akan djual.
Oleh karena itu dalam jual beli Nabi mensyaratkan haruslah barangnya
terukur dengan kata lain bisa dilihat bentuk dan sifatnya, untuk menghindari
penipuan yang bisa merugikan konsumen. Nabi bersabda:

14

Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits 2791,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=2791&pid=107171,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:29 WIB.
15
Nuruddin Al-Itr, Op. Cit., juz 2, hlm. 613.

03



:
: "


16

) (

Dari Ibn Abbas berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:


barangsiapa yang menjual makanan, maka jangan menjualnya sampai
menakarnya terlebih dahulu. (HR Muslim)
Jual Beli menurut Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam haruslah
saling menguntungkan antara penjual dan pembeli, maka diperbolehkannya khiyar
dalam transaksi jual beli. Nabi bersabda:

17


) ( .

Dari Umar dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sesungguhnya beliau


pernah bersabda: apabila dua orang laki-laki sedang melakukan jual beli, maka
salah satunya boleh melakukan khiyar selama mereka belum berpisah dalam satu
tempat. Atau salah satu dari mereka mengajukan khiyar, lalu melanjutkan
transaksi jual beli, maka terjadilah jual beli. (HR. Bukhari)
16

Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits 2817,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=2817&pid=107183,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:48 WIB.
17
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1980, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1980&pid=100337,
diakses tanggal 22 November 2013, jam 22:41 WIB.

02

Namun tidak semua jual beli diperbolehkan dalam Islam, ada beberapa
barang yang tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan karena sebab najis atau
bisa mendatangkan kepada kemusyrikan. Rasul bersabda:



: "


18

)(

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu, sesungguhnya dia pernah


mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda pada waktu hari
pembebasan Makkah: sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan
jual beli arak, bangkai, babi dan patung-patung. (HR. Bukhari)
Namun para ulama menjelaskan bahwa diperbolehkan mengambil manfaat
dari bangkai terkecuali bangkai manusia; baik memakannya atau mengambil kulit
dan lemak manusia.19
Selain barang di atas, barang yang dilarang dalam transaksi jual beli
adalah jual beli anjing, jual beli jasa pelacur dan jasa perdukunan. Nabi bersabda:

"








20

18


) (

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 2092, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=2092&pid=100471,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 05:55 WIB.
19
Nuruddin Al-Itr, Op. Cit., Juz 2, hlm. 588.

02

Dari Ibn Masud radliyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam


bersabda: terlarang atas harga anjing, tarif pelacuran dan upah dukun. (HR.
Bukhari)
Namun apabila pembelian anjing tersebut dimaksudkan untuk berburu atau
untuk menjaga kebun dan ternak, maka hal tersebut diperbolehkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wasallam. Beliau bersabda:

:

: "
21



) (



Dari Abu Hurairah radliyallahu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi


wasallam bersabda: barangsiapa yang memelihara anjing, maka akan
berkuranglah amalnya setiap hari sebesar satu karat. Kecuali anjing yang
digunakan untuk mejaga kebun dan ternak. (HR. Ibn Majah).

2.2 Konsepsi Fiqih tentang Jual Beli


Jual beli diatur oleh hukum syariah dalam bab yang dinamakan dengan
muamalat. Yang dimaksud dengan muamalat ialah tukar menukar barang atau
sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. 22 Sedangkan
pengertian jual beli sendiri adalah menukar suatu barang yang lain dengan cara
20

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 2093, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=2093&pid=100473,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:56 WIB.
21
Muhammad bin Yazid bin Majah Ar-Rabi Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, No. Hadits: 3203,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=173&hid=3203&pid=111409,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 21:07 WIB.
22
Sulaiman Rasjid, 2007, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo, hlm. 278.

02

yang tertentu (akad). 23 Seperti sudah dibahas dalam sub bab sebelumnya, bahwa
jual beli dalam Al-Quran menggunakan kata dan kata . kata dalam
bahasa Arab bisa bermakna lawan dari beli, tapi bisa juga bermakna jual dan beli
juga.24 Makna dari kata adalah:

25

Praktek tukar menukar harta yang berharga dengan harta yang berharga pula.
26

Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta
benda atau bukan.
Sedangkan makna dari kata adalah:

27

Praktek tukar menukar harta dengan harta.


Dalam hukum syariah kedua kata di atas digunakan sebagai terminologi
dari praktek jual beli yang kita kenal.

23

Ibid.
Ahmad Asy-Syarbasha, 1981, Al-Mujam Al-Iqtishadi Al-Islami, _______, Dar Al-Jail, hlm. 57.
25
Ibid.
26
Musthafa Al-Bigha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum AlInsaniyyah, juz 6, hlm. 3.
27
Idem., hlm. 71
24

02

Imam Ath-Thahawi yang beraliran madzhab Al-Hanafi mendefinisikan


jual beli sebagai berikut:


28

Apabila dua orang melakukan akad Jual beli yang diperbolehkan dan
tidak mensyaratkan suatu apapun dalam Jual belinya, maka jual belinya tidak
akan batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama
dalam satu tempat.
Imam An-Nawawi seorang ulama Madzhab Asy-Syafii mempersingkat
definisi jual beli menjadi:
29

Pertukaran harta dengan harta atau sejenisnya dengan maksud untuk dimiliki.
Ibn Qudamah Al-Maqdisi30 yang bermadzhab Al-Hanbali menambahkan
kata memiliki dalam definisi jual beli. Definisi lengkapnya adalah:
31

Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi, ______, Mukhtashar Ath-Thahawi, Hiderabad, Lajnah


Ihya Al-Maarif An-Numaniyyah, hal 74.
29
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, 2002, Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Muashirah, Beirut, AlMaktab Al-Islami, hlm. 19.
30
Ibn Qudamah, 541-620 H, 1146-1223 M, Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al- Jamili AlMaqdisi Ad-Damsyiqi Al-Hanbali, Abu Muhammad, Muwafiq Ad-Din, seorang ahli fiqih, salah
seorang pembesar Madzhab Al-Hanbali, mempunyai banyak karya tulis. Dilahirkan di Jamail
salah satu kampung di Nablus Palestina, belajar di Damaskus, berpindah ke Baghdad pada tahun
561 H, menetap disana selama 4 tahun, lalu pulang kembali ke Damaskus dan meninggal disana.
(Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 67)
28

33

Pertukaran harta dengan harta atau sejenisnya dengan maksud untuk dimiliki
dan memiliki.
Dikarenakan praktek jual beli masuk dalam pembahasan bab muamalah,
maka berlakulah sebab-sebab yang bisa menyebabkan batalnya transaksi jual beli
itu, yaitu:
1) Terdapat unsur riba;

32

Sesuai dengan ayat 275 dalam surat Al-Baqarah,

bahwa yang dinamakan riba itu haram hukumnya. Nabi Muhammad


shallallahu alaihi wasallam menekankan pula tentang keharaman dari riba,
beliau bersabda:



:







33

) ( .

Dari Abdullah, sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi


wasallam bersabda: riba itu terdiri dari 77 bab, dan syrik seperti itu juga.
(HR. Al-Bazzar)
Yang dimasud dengan riba adalah:
34

Penambahan atas pokok harta tanpa melalui praktek jual beli.


Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hlm. 21.
Idem., hlm. 153.
33
Ahmad bin Amr Al-Bazzar, Al-Bakhr Az-Zakhkhar Bimusnad Al-Bazzar, No. Hadits: 1731,
Islam
Web
Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=291&hid=1731&pid=135133,
diakses tanggal 30 Juli 2013, jam 17:25 WIB.
34
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Loc. Cit., hlm. 154.
31
32

33

Penambahan tersebut baik melalui pemaksaan, kecurangan, ataupun


pertukaran melalui cara haram.
2) Terdapat unsur perjudian; 35

)712 : (.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Jawablah bahwa pada
keduanya terdapat dosa besar dan ada beberapa manfaat bagi manusia.
Namun, dosanya lebih besar daripada manfaatnya.36
3) Penipuan; 37








38

) ( .

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu


alaihi wasallam pernah melarang jual beli yang tidak pasti dan tidak jelas.
(HR. Muslim)
4) Kebodohan pelaku; 39 Pihak yang akan melaksanakan jual beli hendaklah
orang yang dewasa dalam umur dan pikiran. Jual beli yang dilaksanakan oleh
anak kecil, orang idiot atau orang gila tidaklah sah menurut syariat Islam.
35

Idem., hlm. 153.


Aam Amiruddin, Op. Cit, hlm. 34.
37
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Loc. Cit. hlm. 153.
38
Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits: 2791, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=2791&pid=107171,
diakses tanggal 30 Juli 2013, jam 21:22 WIB.
36

36

5) Transaksi barang haram; 40




:

41

) ( .

Dari Jabir bin Abdullah radliyallahu anhu, sesungguhnya beliau


mendengar Rasullullah shallallahu alaihi wasallam bersabda pada saat
tahun pembebasan di Mekkah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkan jual beli khamr, bangkai, babi dan patung sesemabahan.
(HR Al-Bukhari)
6) Tolong menolong dalam kejahatan dan permusuhan; 42


)7 : (.

Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, serta


jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.43
7) Transaksi pada waktu yang diharamkan; 44

Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hlm. 153.


Ibid.
41
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 2092, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=2092&pid=100471,
diakses tanggal 30 Juli 2013, jam 22:12 WIB.
42
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Loc. Cit., hlm. 153.
43
Aam Amiruddin, Op. Cit, hlm. 106.
44
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Loc. Cit. hlm. 153.
39
40

30











)2 : (
Hai orang-orang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat,
segeralah kamu, mengingat Allah dan tinggalkan perdaganganmu. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.45
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa jual beli haram dilaksanakan ketika
dalam waktu-waktu ibadah. Khususnya ketika pelaksanaan shalat Jumat.
Semua kegiatan keduniawian harus dihentikan dengan melakukan shalat
Jumat.
8) Transaksi yang menimbulkan permusuhan dan kebencian; 46 Syariat melarang
jual beli yang bisa menimbulkan permusuhan. Seperti jual beli senjata kepada
musuh Islam, atau jual beli teknologi kepada musuh Islam. Rasul bersabda:


47


) ( .

Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi


wasallam bersabda: Tidak ada transaksi jual beli di atas jual beli lainnya.
(HR. Malik)
45

Aam Amiruddin, Op.. Cit., hlm. 554.


Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hlm. 153.
47
Malik bin Anas Al_Ashbahi, Al-Muwaththa, No. Hadits: 696, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=21&hid=696&pid=10405, diakses
tanggal 30 Juli 2013, jam 22:32 WIB.
46

33

9) Menciderai orang lain; 48







:

49

) ( .

Dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi


wasallam memutuskan bahwa tidak boleh melakukan hal berbahaya dan juga
membahayakan orang lain.
10) Terdapatnya salah satu syarat yang diharamkan yang bisa membatalkan akad
jual beli; 50 Seperti penjualan Al-Quran oleh orang kafir, atau penjualan
patung untuk sesembahan.
11) Hilangnya salah satu syarat sahnya; 51 Apabila salah satu pihak tidak bisa
memenuhi syarat jual beli, maka transaksi jual beli dinyatakan batal menurut
agama. Seperti penjual menjual barang yang tidak suci atau najis.
12) Dan pengambilan hartanya secara batil. 52


)72 : (



"Hai, orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan cara haram.53

Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hlm. 153.


Muhammad bin Yazid bin Majah Al-Qazwani, Sunan Ibn Majah, No. Hadits: 233, Islam Web
Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=173&hid=2333&pid=110627,
diakses tanggal 30 Juli 2013, jam 22:43 WIB.
50
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Loc. Cit., hlm. 153.
51
Ibid.
52
Ibid.
53
Aam Amiruddin, Op. Cit, hlm. 83.
48
49

33

Selain syarat dan rukun yang telah dijelaskan sebelumnya, Islam juga
mengatur sikap atau etika dalam melakukan transaksi jual beli, yaitu:
1) Toleran dalam penjualan atau pembelian;54 penjual tidak mempersulit dalam
harga, serta pembeli tidak berlebihan dalam penawarannya. Rasul bersabda:








55

) ( .
: "

Dari Jabir bin Abdillah radliyallahu anhuma, sesungguhnya Rasulullah


shallallahu alaihi wasallam bersabda: Allah menyayangi orang yang
toleran. Baik ketika menjual, membeli atau menagih hutang. (HR. AlBukhari)
2) Jujur dalam pergaulan; 56


57


) ( .


Dari Abu Said, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam


bersabda: Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, para
shiddiqin dan para syuhada. (HR At-Tirmidzi)
54

Musthafa Al-Bigha, et. al., Op. Cit., hlm. 40.


Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1944, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1944&pid=100279,
diakses tanggal 03 Desember 2013, jam 20:07 WIB.
56
Musthafa Al-Bigha, et. al., Loc. Cit., hlm. 40.
57
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jami At-Tirmidzi, No. Hadits: 1126, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=195&hid=1126&pid=122083,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 14:41 WIB.
55

32

3) Tidak banyak bersumpah walaupun jujur; 58

:




:

59


) ( .
"

Sesungguhnya Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata: saya pernah


mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: sumpah bisa
mengurangi penjualan dan menghilangkan barakah. (HR. Al-Bukhari)
4) Banyak bersedekah baik ketika di pasar ataupun ketika berjual beli; 60
5) Adanya catatan jual beli dan saksi. 61 Terutama dalam jual beli dengan
pembayaran diakhirkan.



)787 : (
Jangan kamu bosan menuliskannya hingga batas waktunya, baik utang kecil
maupun besar. Hal demikian lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan
kesaksian, dan lebih mendekatkanmu pada keyakinan.62

)787 : (
58

Musthafa Al-Bigha, et. al., Op. Cit., hlm. 41.


Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1955, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1955&pid=100291,
diakses tanggal 03 Desember 2013, jam 20:21 WIB.
60
Musthafa Al-Bigha, et. al., Loc. Cit., hlm. 42.
61
Ibid.
62
Aam Amiruddin, Op. Cit, hlm. 48.
59

32

Ambillah saksi apabila kamu berjual beli.63


Para ulama madzhab fiqh saling berbeda pendapat dalam pengertian jual
beli itu sendiri. Bahkan mereka pun berbeda-beda dalam pembagian bentuk atau
jenis dari jual beli. Berikut adalah pandangan jual beli menurut 4 (empat)
madzhab fiqh:
1) Jual Beli dalam pandangan Madzhab Hanafi
Para Fuqaha Madzhab Hanafi membagi jual beli menjadi beberapa jenis,
yaitu pembagian berdasarkan objek penjualannya, pembagian berdasarkan
harga barang yang dijual, pembagian berdasarkan peristiwa pada waktu jual
beli dan terakhir pembagian berdasarkan sifat dari harga penjualan. Berikut
rinicannya:
a.

Pembagian jenis jual beli berdasarkan objek penjualan terbagi menjadi 4


(empat) bagian, yaitu:
(1)

(muqayadhah), yaitu apabila objek penjualannya berupa

pertukaran barang yang satu dengan barang lainnya;


(2)


(sharf), yaitu apabila objek penjualannya berupa pertukaran
emas atau perak;

(3)

( salam), yaitu apabila objek penjualannya berupa harga yang


ditukarkan dengan barang;

63

Ibid.

32

(4)

( bay muthlaq), yaitu apabila objek penjualannya berupa


barang ditukarkan dengan harga.

b.

Pembagian jenis jual beli berdasarkan harga penjualan terbagi menjadi 4


(empat) bagian, yaitu:
(1)

( tauliyyah), yaitu apabila menjual barang sesuai harga pertama


kali membelinya tanpa penambahan ataupun pengurangan;

(2)

(murabahah), yaitu apabila menjual barang dengan

penambahan harga dari harga awal kali membelinya;


(3)

( wadhiah), yaitu apabila menjual barang kurang dari harga


awal;

(4)

(musawamah), apabila menjual barang tanpa melakukan

penambahan dan pengurangan pada harga awal.


c.

Pembagian jenis jual beli berdasarkan kejadian perkara terbagi menjadi 4


(empat) bagian, yaitu:
(1)

( nafidz), yaitu apabila hukum jual beli sesuai dengan kejadian


perkara;

32

(2)

(mauquf), yaitu apabila hukum jual beli terjadi ketika

pemberian kewenangan jual beli;


(3)

( fasid), yaitu apabila hukum jual beli terjadi setelah barang

ada pada pembeli;

(4)

( bathil), yaitu apabila hukum jual beli tidak terjadi dan tidak

ada kewenangan dalam jual beli.

d.

Pembagian jenis jual beli berdasarkan sifat harga terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu:
(1)

( hall), yaitu jual beli yang dilaksanakan pada waktu itu juga;

(2)

( mu`ajjal), yaitu jual beli yang ditempokan.64

2) Jual Beli dalam pandangan Madzhab Maliki


Jual beli dalam pandangan Madzhab Maliki terbagi menjadi dua bagian,
yaitu:
a.

(aam), yaitu transaksi penukaran barang (barter) tanpa kaidah

manfaat dan kesenangan. Jual beli yang bermakna aam ini terbagi lagi
menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:

64

Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hlm. 16-17.

33

(1)


(sharf), yaitu transaksi pertukaran antara emas dan perak;

(2)

( murathalah), yaitu transaksi pertukaran emas dan emas atau


perak dan perak dengan memakai alat berupa timbangan;

(3)

( mubadalah), yaitu transaksi pertukaran emas dan emas atau


perak dan perak dengan menghitung jumlah satuannya;

(4)

( salam), yaitu transaksi penyerahan harga tanpa barang yang


dibelinya.

Dari pengertian jual beli aam di atas, keluarlah 2 (dua) transaksi ini dari
definisi tersebut.
(1)

( ijarah),

karena ijarah merupakan transaksi dengan kaidah

manfaat. Pengertian ijarah adalah jual beli manfaat hewan yang


berakal;
(2)

b.

( kira), yaitu jual beli manfaat barang yang tidak berakal.

( akhas), yaitu transakasi pertukaran (barter) barang yang terukur,


salah satu barang barternya bukan merupakan emas atau perak, dan
ditentukan hal yang selain bendanya. Keluar dari definisi ini transaksi
berikut:

33

(1)

Sharf, murathalah, mubadalah; dikarenakan benda yang dijadikan


objek transaksi merupakan emas atau perak;

(2)

Salam, dikarenakan hal yang bukan barangnya adalah objek dari


akad salam tersebut;

Berdasarkan pada kesahihannya, jual beli terbagi menjadi 2 (dua) bagian


yaitu:
(1)


(sahih);

(2)

( fasid) atau dinamakan juga dengan


( bathil).

Berdasarkan pemutusan akadnya, jual beli terbagi menjadi:


(1)

(bay khiyar), jual beli yang berdasarkan pada

penambahan waktu jual beli yang ditentukan;


(2)

( bay batt), jual beli dengan membatalkan hak khiyar.

Sedangkan jual beli yang berdasarkan pada harga barangnya adalah:


(1)

( musawamah), yaitu jual beli berdasarkan harga awal;

(2)

( istimanah);

(3)

( murabahah);

36

(4)

( muzayadah), jual beli bagi yang mengajukan harga lebih;

(5)

( wadhiah) atau ( hathitah).65

3) Jual Beli dalam pandangan Madzhab Asy-Syafii


Jual beli dalam pandangan Madzhab Asy-Syafii terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu:
a.

Jual beli yang berdasarkan pada bertambah dan berkurangnya modal,


yaitu:
(1)

(murabahah); yaitu transaksi dimana terdapat keuntungan

pada harga barang daripada harga awal;

b.

(2)

( muhathah) atau
( mukhasarah);

(3)

( tauliyyah);

(4)

( musawamah).

( salam), yaitu jual beli yang mengakhirkan penyerahan barang yang


dibelinya. Oleh penduduk Hijaz dinamakan salam, sedangkan penduduk
Iraq menamakannya ( salaf);

65

Idem., hal. 17-19.

30

c.


(sharf), yaitu jual beli emas dan perak baik antara sejenis seperti
emas dan emas ataupun berbeda jenis seperti emas dengan perak;

d.

( bay khiyar), yaitu jual beli yang berdasarkan pada ( alluzum)66 dan
(al-jawaz)67;

e.

f.

Jual beli berdasarkan kesahihannya yaitu:


(1)


(shahih);

(2)

( fasid).


( bay al-ushul wa ats-tsimar), yaitu jual beli buahbuahan dan pepohonan.68

4) Jual Beli dalam pandangan Madzhab Hanbali


Madzhab Hanafi membagi bentuk dari jual beli menjadi beberapa jenis, yaitu:
a.

(bay khiyar), yaitu jual beli yang berdasarkan pada faskh

(pembatalan) akad atau perpanjangan akad tersebut;

66

Al-Luzum yaitu pembatalan akad khiyar atas jual beli.


Al-Jawwaz yaitu jual beli yang ditetapkan menjadi akad khiyar.
68
Said Ad-Din Muhammad Al-Kubi, Op. Cit., hal. 19-21.
67

33

b.

(bay al-makilat) atau ( al-mauzunah), yaitu jual beli

yang berdasarkan pada pertukaran jenis barang dengan jenis barang yang
sama atau dengan barang lainnya;
c.


( bay al-ushul wa ats-tsimar), yaitu jual beli yang
berdasarkan pada siklus, kebun dan pertanian:

d.


(sharf), yaitu jual beli yang berdasarkan pada pertukaran harga dan
harga, atau jual beli antara emas dengan perak atau sebaliknya;
Sedangkan jual beli emas dengan emas atau perak dengan perak
dinamakan ( murathalah).

e.

(salam), yaitu jual beli yang berdasarakan memberikan harga

terlebih dahulu dan mengakhirkan penyerahan barang. Bisa dinamakan


juga dengan ( salaf);

f.

Jual beli yang berdasarkan bertambah dan berkurangnya modal ada 3


(tiga), yaitu:
(1)

( tauliyyah), yaitu jual beli dengan harga barang seperti harga


awal tanpa ada penambahan atau pengurangan;

33

(2)

( murabahah), yaitu jual beli dengan penambahan keuntungan


dari modal awal. Pada tauliyyah dan murabahah disyaratkan agar
diebutkan kepada pembeli modal awalnya berapa;

(3)

69

69

( muwadhaah).

Idem., hal. 21-22.

65

BAB III
PANDANGAN MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG PRAKTIK JUAL
BELI PADA UMUMNYA

3.1 Madzhab Asy-Syafii


3.1.1 Biografi Singkat Pendiri Madzhab Asy-Syafii
Pendiri Madzhab Asy-Syafii adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafii alMuthalibi, garis keturunannya sampai kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam dari kakeknya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yaitu
Abdumanaf1. Imam Asy-Syafii dilahirkan di Gaza pada tahun 150 H, lalu dibawa
pindah oleh ibunya ke Makkah untuk mengaji pada Muslim bin Khalid az-Zanji2
seorang Mufti Makkah, dan para ulama Makkah lainnya.3
Ibunda dari Imam Asy-Syafii merupakan keturunan suku Al-Azd 4 dari
Yaman, bukanlah keturunan suku Quraisy 5 . Ibunya mempunyai peranan yang

Abdumanaf bin Qushay bin Kilab, dari Quraisy, dari Adnan: merupakan salah satu kakek Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam, pernah diberi nama Qamar Al-Bathha. Memegang
urusan kaum Quraisy setelah ayahnya meninggal. Disebutkan pula namanya adalah Mughirah,
sedangkan Abdumanaf adalah julukannya. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 166)
2
Az-Zanji, ...-179H, ...-795 M, Muslim bin Khalid bin Said Al-Qursyi Al-Makhzumi, dikenal
dengan Az-Zanji, termasuk golongan Tabiin, Ulama Besar Fiqih, Imam Makkah, berasal dari
Syam, digelari Az-Zanji karena berkulit kemerahan, atau karena telalu putih, kepadanya Imam
Syafii berguru sebelum berguru kepada Imam Malik, beliaulah yang mengijinkan Imam Syafii
muda berfatwa. (Al-Alam Qamus Tarajim, Hlm. 222, Juz 7)
3
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad, 2004, At-Taqrirat As-Sadidah fi Al-Masail Al-Mufidah, Surabaya,
Dar Al-Ulum Al-Islamiyyah, hlm. 31.
4
Al-Azd, Azd bin Al-Ghauts bin Nabt bin Malik bin Zaid bin Kahlan, dari bangsa Qahtaniyyah,
nenek moyang kaum yaman yang terdahulu. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 290)
5
Quraisy, Quraisy bin Badr bin Yakhlad bin An-Nadlr bin Kinanah, keturunan Adnan, kaum
terdahulu dari penduduk Makkah. Quraisy merupakan tokoh Bani Kinanah dalam
perdagangannya, Apabila qafilah datang maka orang berkata itulah rombongan Quraisy. Para Ahli
Nasab berbeda pendapat tentang Quraisy, ada yang menyebutkan Quraisy merupakan gelar bagi
An-Nadlr bin Kinanah, atau gelar bagi Fihr bin Malik bin An-Nadlr bin Kinanah, atau keturunan
1

65

sangat mulia dalam pembentukan dan pertumbuhan Imam Asy-Syafii. Ayahanda


Imam Asy-Syafii berasal dari suku Quraisy dan meninggal ketika Imam AsySyafii masih dalam buaian ibunya. Imam Asy-Syafii dan ibunya hidup dalam
kemiskinan ketika menetap di Makkah.6
Dalam usianya yang masih sangat muda, Imam Asy-Syafii sering
mengunjungi dan bergaul dengan suku Hudzail7 yang tinggal di dekat Makkah.
Beliau mempelajari bahasa Arab Fushah8 dari suku Arab asli penutur bahasa Arab
yang tidak tercampur dengan lahn9 dan bahasa asing lainnya. Karena pergaulan
dengan suku Hudzail, Imam Asy-Syafii memiliki kemampuan bahasa yang baik
sehingga bisa memahami Al-Quran dan Hadits Nabi dengan baik.10
Lalu beliau berpindah ke Madinah pada umur 12 tahun, beliau bisa
menghafal buku Al-Muwatha hanya dalam 9 hari, untuk mempersiapkan dirinya
agar bisa Imam Malik. 11 Lalu Imam Asy-Syafii belajar kepada Imam Malik
sampai beliau menjadi muridnya yang paling baik. Dan juga belajar kepada
ulama-ulama Madinah dan Makkah. Imam Asy-Syafii diperbolehkan oleh guruAn-Nadlr bin Kinanah dinamakan Quraisy karena berkumpul taqarrasysyi- pada masa Qusay bin
Kilab An-Nadlri Al-Kinani. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 5, hlm. 195)
6
Majdi bin Mansur bin Sayyid Asy-Syura, 1995, Tafsir Al-Imam Asy-Syafi, Beirut, Dar Al-Kutub
Al-Ilmiyyah, hlm. 4.
7
Hudzail, Hudzail bin Mudrikah bin Ilyas bin Madlr, keturunan Adnan, nenek moyang terdahulu,
Bani Hudzail didirikan dan berkembang oleh penduduk Wadi An-Nahlah di sebelah Makkah,. (AlAlam Qamus Tarajim, juz 8, hlm. 80)
8
Fusha merupakan kata dalam bahasa Arab yang bermakna bahasa Al-Quran dan bahasa sastra
Arab. Bisa juga bermakna bahasa yang bersih dan selamat dari kekurangan, tidak tercampur
bahasa pasar/slang ataupun bahasa asing . (Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, hlm.
1711)
9
Kesalahan dalam Irab (gramatikal arab) dan menyalahi standar bahasa yang benar . (Mujam AlLughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, hlm. 2002)
10
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, 2003, Madkhal ila Madzhab Asy-Syafii, Jordan, Dar AnNafa`is, hlm. 46.
11
Al-Imam Malik, 93-179 H, 712-795 M, Malik bin Anas bin Malik Al-Ashbahi Al-Humairi, Abu
Abdullah, Imam Madinah, salah satu dari empat Imam Ahlussunah wal Jamaah, kepadanyalah
dinisbatkan Madzhab Maliki, dilahirkan dan wafat di Madinah, keras dalam beragama, menjauhi
para pemimpin dan raja. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 5, hlm. 257)

65

gurunya untuk mengeluarkan fatwa pada umur 15 tahun. Selain itu pula beliau
menguasai ilmu sastra dan bahasa Arab.12
Lalu beliau berpindah ke daerah Yaman dan mengambil ilmu dari
Mutharrif bin Mazin13 dan para Ulama Yaman. Setelah itu beliau berpindah ke
Baghdad dan belajar kepada Waki bin Al-Jarrah 14 dan para Ulama Baghdad
lainnya. 15
Imam Asy-Syafii ditangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah di Baghdad
atas tuduhan turut serta dalam pemberontakan kaum Alawiyin16 terhadap dinasti
Abbasiyyah. Beliau diriwayatkan dihadapkan kepada Harun Ar-Rasyid17, namun
beliau dibebaskan dari segala tuduhannya. Atas tuduhan inilah menjadi sebab
berpindahnya beliau dari Yaman ke Baghdad.18
Pada tahun 189 H Imam Asy-Syafii berpindah ke Makkah lagi dari
Baghdad setelah wafatnya guru beliau yang bernama Muhammad bin Al-Hasan
Asy-Syibani. 19 Di Makkah inilah beliau memfatwakan sendiri beberapa masalah

12

Al-Kaf, Hasan bin Ahmad, Op. Cit.


Mutharrif bin Mazin, merupakan pengampu pengadilan di Shana, merupakan budak yang
dibebaskan Kinanah, wafat di Manbaj, diriwayatkan juga beliau merupakan budak yang
dibebaskan oleh Qais dan wafat di Riqqah pada masa Khalifah Harun.
(http://www.sahaba.rasoolona.com/Sahaby/12929/--/-)
14
Waki bin Al-Jarrah, 129-197 H, 746-812 M, Waki bin Al-Jarrah bin Malih Ar-Ruasi, Abu
Sufyan, seorang Hafidz dalam hadits, Muhaddits di Iraq, dilahirkan di Kuffah, orang tuanya
penjaga Baitul Mal. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 8, hlm. 117)
15
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Loc. Cit., hal 32.
16
Alawiyyin berasal dari kata Alawi, yaitu nisbat atas Imam Ali bin Abu Thalib karramallahu
wajhah. Alawi terbagi dua; Alawi karena keturunan Imam Ali, atau Alawi karena menjadi
pengikut keturunan Imam Ali. (http://alawiyoun.net/node/2331)
17
Harun Ar-Rasyid, 149-193H, 766-809M, Harun Ar-Rasyid bin Muhammad Al-Mahdi bin AlManshur Al-Abbasi, Abu Jafar: Khalifah ke-5 Dinasti Abbasiyyah di Iraq, yang termasyhur
diantara mereka. Dilahirkan di Ar-Ray sewaktu orang tuanya menjadi Amir di Khurasan, tumbuh
di Dar Al-Khilafah di Baghdad. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 8, hlm. 62)
18
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 71.
19
Asy-Syibani, 131-189H, 748-804H, Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syibani bin Farqad, Abu
Abdillah, Budak yang dimerdekakan Bani Syiban, penyebar Madzhab Al-Hanafi. Aslinya dari
Harsitah salah satu pedesaan di Damaskus, dilahirkan di Wasith, besar di Kufah. Belajar dari Abu
Hanifah sampai menguasai Madzhabnya dan terkenal karena hal tersebut. Pindah ke Baghdad dan
13

65

tanpa mengikuti fatwa gurunya Imam Malik. Walaupun pada beberapa hal fatwa
tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil fatwa Imam Malik.20 Selama tinggal di
Makkah

beliau

menyelenggarakan

pengajian

di

Masjidil

Haram

yang

menyebabkan tersebarnya kabar beliau serta masyhurnya beliau di seluruh negara


Islam pada waktu itu.21
Pada tahun 195 H setelah selama 6 (enam) tahun mengajar di Makkah,
Imam Asy-Syafii kembali lagi ke Baghdad. Dimulailah penulisan madzhab AsySyafii baik pokok dan cabangnya serta dikemukakan kepada masyarakat setelah
menyatakan keluar dari Madzhab Al-Maliki. Unsur penting dalam kepergian
beliau ke Baghdad ini adalah penulisan 2 (dua) buku yaitu Ar-Risalah (edisi awal)
tentang Ushul Fiqih dan Al-Hujjah dalam Fiqih.

22

Di Baghdad inilah beliau

menyusun Al-Hujjah yang berisi tentang madzhabnya yang lama.23


Pada tahun 197 H beliau kembali lagi ke Makkah, dan pada tahun 198 H
beliau kembali lagi ke Baghdad. Namun beliau tidak tinggal lama di Baghdad,
dikarenakan pada masa Khalifah Al-Ma`mun,24 kaum persia merupakan penduduk
mayoritas di Baghdad. Selain itu pula Khalifah dekat dengan golongan

diangkat menjadi Qadli oleh Ar-Rasyid di Riqqah lalu diturunkannya lagi. Menemani Ar-Rasyid
ke Khurasan namun meninggal di Ray. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 6, hlm. 80)
20
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 79.
21
Idem., hlm. 86
22
Idem., hlm. 87-88.
23
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hal 32.
24
Al-Ma`mun Al-Abbasi, 170-218H, 786-833M, Abdullah bin Harun Ar-Rasyid bin Muhammad
Al-Mahdi bin Abi Jafar Al-Manshur, Abu Al-Abbas, Khalifah ke 7 Dinasti Abbasiyyah di Iraq,
salah satu pemimpin yang agung baik dalam kehidupannya, ilmunya dan luas kerajaannya. Mulai
dari Afrika sampai Khurasan dan daerah antara tigris dan Eufrat serta Sind. Oleh Ahli Sejarah
bernama Ibn Dihyah Al-Ma`mun dijuluki sebagai Imam yang berilmu, ahli hadits, ahli Nahwu dan
bahasa. Menjadi Khalifah setelah melengserkan saudaranya Al-Amin, menyempurnakan usaha AlManshur kakeknya dalam penerjemahan buku ilmu pengetahuan dan filsafat. (Al-Alam Qamus
Tarajim, juz 4, hlm. 142)

56

Mutazilah25 bahkan Al-Ma`mun mendukung pendapat Mutazilah dan memusuhi


golongan di luar Mutazilah. Oleh sebab itu Imam Asy-Syafii -yang merupakan
seorang Ahli Fiqih kaum Quraisy dan Imam Ahlussunah pada masanya- menjauhi
Baghdad menuju Mesir untuk menyebarkan dan menuliskan Madzhabnya yang
baru.26
Setelah itu lalu beliau berpindah ke Mesir dan mengubah ijtihadnya dalam
banyak masalah. Beliau mengevaluasi madzhabnya yang lama dan mendirikan
madzhab baru. Disusunlah buku Al-Um serta Ar-Risalah (edisi baru) tentang
Ushul Fiqih yang menjadi pelopor kitab ilmu Ushul Fiqih.27
Imam Asy-Syafii dianggap sebagai seorang Mujtahid di abad ke 2 (dua)
Hijriah. Karena beliau menyatukan Ilmu Hadits dan Ilmu Akal serta menyusun
kaidah-kaidah Ushul Fiqih. Selain daripada itu juga beliau menguasai ilmu
tentang hadits beserta riwayat dan orang yang meriwayatkannya. Juga ilmu AlQuran, ilmu Sejarah, ilmu Sastra dan Bahasa Arab. Beliau wara, taqwa dan
zuhud atas kenikmatan dunia. Imam Asy-Syafii meninggal di Kairo pada tahun
204 H.28
Imam Asy-Syafii hidup pada masa awal dinasti Abbasiyyah dari mulai
kepemimpinan Abu Jafar Al-Mansur Abdullah bin Muhammad29 sampai dengan

25

Golongan filsafat muslim, merupakan madzhab pertama dalam ilmu Kalam, berpegang teguh
kepada rasio dan analogi ketika membahas masalah ilmu kalam, didirikan di Bashrah di akhir abad
pertama hijriah. Penamaannya diambil perbuatan mengucilkan diri ( )Imam mereka Washil
bin Atha dalam pengajian Hasan Al-Bashri sewaktu pembahasan pembalasan bagi pendosa besar.
(Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, hlm. 1495)
26
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 99.
27
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hal 32.
28
Ibid.
29
Al-Manshur Al-Abbasi, 95-158H, 714-775M, Abdullah bin Muhammad bin Ali bin AlAbbas, Abu Jafar, Al-Manshur, Khalifah kedua Dinasti Abbasiyyah, raja arab pertama yang
memperhatikan perkembangan ilmu, menguasi ilmu fiqih dan sastra, terdepan dalam filsafat dan

56

Abdullah Al-Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid. 30 Pada masa kepemimpinan mereka


terdapat keunggulan berupa iklim politik yang tenang secara temporal. 31 Iklim
politik yang tenang dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu yang melimpah beserta kebudayaannya disetiap tempat dan
masa.32
Dan pada masa tersebut dikenal para khalifah Abbasiyah sangat
memperhatikan perkembangan ilmu dan para Ulama salah satunya dengan hal di
bawah ini, yaitu:
1) Pemberian uang dan hadiah kepada ahli ilmu dan para seniman;
2) Pembangunan perpustakaan umum, terutama pembangunan Dar Al-Hikmah
di Baghdad ibukota dinasti Abbasiyyah yang merupakan universitas besar
bagi para pelajar pada masa tersebut;
3) Diselenggarakannya pertemuan antara para pemimpin dan para ilmuwan dari
berbagai jenis ilmu pengetahuan ataupun ilmu agama.33
Pada masa ini pula dikenal dalam sejarah sebagai masa penulisan ilmu dari
berbagai jenis ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Serta berkembangnya
usaha untuk menerjemahkan berbagai ilmu pengetahuan dan sastra dari bahasa

ilmu astronomi, mencintai ulama, dilahirkan di Humaimah di tanah Syarrah, memerintah setelah
wafat As-Siffah tahun 136H, pendiri kota Baghdad, pada masanya dimulai pembelajaran orang
Arab terhadap ilmu Helenisme dan Persia. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 117)
30
Secara lengkapnya, masa tersebut dimulai dari Khalifah Abu Jafar Al-mansur Abdullah bin
Muhammad memerintah dari tahun 136H-158H, Muhammad Al-Mahdi bin Abu Jafar Al-Mansur
158H-169H, Musa Al-Hadi bin Muhammad Al-Mahdi 169H-170H, Harun Ar-Rasyid bin
Muhammad Al-Mahdi 170H-193H, Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid 193H, 198H,
sampai dengan Khalifah Abdullah Al-Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid 198H-218H.
31
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 26.
32
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hlm. 29.
33
Idem., hlm. 29-30.

56

asing ke bahasa Arab. Berbeda pada masa dinasti Umayyah ilmu pengetahuan
didapat dari penuturan atau mendengar langsung dari para ulama.34
Oleh karena itu Muhammad Abu Zahrah pengarang biografi Imam AsySyafii mengatakan bahwa pada masa Imam Asy-Syafii merupakan masa
perdebatan ilmu fiqih yang membuahkan hasilnya, boleh dikatakan bahwa ilmu
fiqih islami dilahirkan dan berhutang atas perdebatan-perdebatan tersebut.35
Karya Imam Asy-Syafii terbagi menjadi dua, yaitu karya yang hilang
ditelan zaman dan karya yang masih bisa dibaca sampai sekarang. Karya yang
hilang adalah: Al-Hujjah tentang Fiqih, Ar-Risalah (edisi Iraq/edisi lama) tentang
ushul Fiqih, Al-Mabsuth tentang Fiqih, dan As-Sunan dengan riwayat Harmalah
At-Tujibi tentang hadits. 36 Sedangkan karya beliau yang ada sampai sekarang
adalah: Al-Um tentang Fiqih, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila tentang Fiqih,
Ikhtilaf Ali wa Abdillah Ibn Masud tentang Fiqih, Ikhtilaf Malik wa Asy-Syafii
tentang Fiqih, Ar-Rad ala Muhammad bin Al-Hasan tentang Fiqih, Sair AlAwzai tentang Fiqih, Ar-Risalah (edisi Mesir/edisi baru) tentang Ushul Fiqih,
Ibthal Al-Istihsan tentang Ushul Fiqih, Jima Al-Ilm tentang Ushul Fiqih, Bayan
Fara`idlillah tentang Fiqih, Shifat Nahy An-Nabi shallallahu alaihi wasallam
tentang Ushul Fiqih, dan Ikhtilaf Al-Hadits tentang hadits,.37

34

Idem., hlm. 30-31.


Idem., hlm. 33.
36
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 210-216.
37
Idem., hlm. 217-266.
35

56

3.1.2 Madzhab Asy-Syafii


Madzhab Asy-Syafii merupakan salah satu dari 4 (empat) Madzhab fiqih
di golongan Ahlussunnah wal Jamaah; yaitu Madzhab Al-Maliki, Mazhab AlHanafi Madzhab Asy-Syafii dan Madzhab Al-Hanbali. Sedangkan yang
dimaksud dengan madzhab adalah: kumpulan pendapat, pandangan ilmiah dan
pandangan filsafat yang saling berkaitan antara satu dan yang lainnya, yang
menjadi satu kesatuan yang terorganisir.38
Imam Asy-Syafii mengurutkan sumber ijtihad atau dalil-dalil hukum ke
dalam lima peringkat:
1) Al-Quran dan As-Sunnah. Keduanya menempati peringkat yang sama, karena
As-Sunnah adalah penjelasan bagi Al-Quran dan sekaligus menjadi perinci
(mufashshil) bagi ayat-ayat Al_Quran yang lebih bersifat umum (mujmal).
Hadits yang sejajar dengan Al-Quran adalah hadits yang shahih. Adapun
sunnah yang memiliki derajat ahad, tidak dapat menyamai kekuatan Al-Quran
dari kualitasnya sebagai nash yang mutawatir, karena hadits ahad memang
tidak mutawatir. Sebuah hadits juga tidak boleh bertentangan dengan AlQuran;
2) Ijma Ulama terhadap hukum-hukum yang tidak terdapat penjelasannya di
dalam Al-Quran atau hadits. Yang dimaksud dengan ijma disini adalah ijma
para ahli fiqih yang menguasai ilmu khusus (fiqih) dan sekaligus menguasai
beberapa ilmu umum. Jumhur ulama memberikan pengertian bahwa ijma

Ahmad Mukhtar Umar, 2008, Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, Cairo, Alam
Al-Kutub, hlm. 825.
38

56

adalah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Muhammad setelah


wafatnya sang nabi pada masa tertentu terhadap sebuah hukum syariat;
3) Pendapat para Shahabat Nabi dengan syarat tidak ada yang menentang
pendapat tersebut, dan juga tidak melanggar ucapan Shahabat lain;
4) Pendapat para Shahabat yang paling mendekati ketetapan Al-Quran, Hadits
atau qiyas (analogi) ketika terjadi perbedaan pendapat di antara mereka;
5) Qiyas terhadap sebuah perkara yang berketatapan hukum dalam Al-Quran,
Hadits atau Ijma (konsensus). Qiyas adalah menganalogikan sesuatu yang
tidak terdapat dalam nash untuk menghasilkan hukum syariat dengan sesuatu
yang hukumnya sudah terdapat dalam nash disebabkan adanya persamaan
antara kedua hal tersebut dari segi ilat (sebab) hukum.39
Imam Asy-Syafii menolak penggunaan istihsan40, maslahah mursalah41,
sad adz-dzarai 42 dan syariat kaum-kaum terdahulu untuk dijadikan rujukan
dalam pengambilan keputusan hukum syariat Islam.
Sejarah tentang perkembangan Madzhab Asy-Syafii bisa diringkas
menjadi 5 (lima) fase:
1) Pendirian Madzhab; fase ini berakhir dengan wafatnya Imam Asy-Syafii
yang meninggalkan karyanya berupa Al-Um.

Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Fiqih Imam Syafii, Jakarta, Al-Mahira, juz 1, hlm. 29-30.
Istihsan adalah memilih pendapat yang paling kuat dalilnya. (Al-Qamus Al-Qawwim fi
Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 57)
41
Mashlahah Mursalah adalah hal yang tidak disyariatkan tapi tidak dibatalkan pula oleh syariat.
(Al-Qamus Al-Qawwim fi Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 327)
42
Sad Adz-Dzarai adalah mencegah jalan menuju kerusakan dengan menghancurkan
penyebabnya. (Al-Qamus Al-Qawwim fi Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 218)
39
40

56

2) Regenerasi; para murid dan sahabat Imam Asy-Syafii mulai menyebarkan


Madzhab Asy-Syafii. Karya dalam Madzhab Asy-Syafii yang paling
masyhur dalam fase ini adalah Mukhtashar karya Imam Al-Muzanni43.
3) Penulisan cabang-cabang Fiqih dalam Madzhab serta perluasan pembahasan
Fiqih dalam berbagai masalah. Pada fase ini dikenal dua Metode Madzhab
Asy-Syafii, yaitu Metode Iraq dan Metode Khurasan.
Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa perbedaan antara dua metode adalah:
Metode Iraq lebih detail dan kuat dalam pembahasan Madzhab, sedangkan
Metode Khurasan lebih baik dalam hal sikap, pembahasan, pencabangan dan
penyusunan Madzhab.44
4) Editorisasi; dipelopori oleh 2 (dua) orang Syaikh Madzhab yaitu Ar-Rafii45
dan An-Nawawi dalam buku-bukunya. Mereka berdua melakukan editorisasi
atas berbagai permasalahan dalam Madzhab beserta dalil-dalinya, juga
melakukan pemilahan antar riwayat madzhab dan pendapat-pendapatnya
5) Kemapanan; Dipelopori oleh Ibn Hajar Al-Haitami 46 dan Asy-Syam ArRamli 47 dengan melakukan editorisasi hal yang belum dibahas oleh Imam
Rafii dan Imam An-Nawawi atas pendapat-pendapat dalam Madzhab beserta
Al-Muzanni, 175-264H, 791-878M, Ismail bin Yahya bin Ismail, Abu Ibrahim Al-Muzanni,
Murid Imam Asy-Syafii, penduduk Mesir, Zuhud, ulama mujtahid, kuat argumentasi, Imam
madzhab Asy-Syafii. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 329)
44
Ali Jumah, Prof., 2004, Al-Imam Asy-Syafii wa Madrasatuhu Al-Fiqhiyyah, Cairo, Dar alRisalah, hlm. 67.
45
Ar-Rafii, 557-623 H, 1162-1226 M, Abdul Karim bin Muhammad bin Abdul Karim, Abul
Qasim Ar-Rafii Al-Qazwaini, ahli Fiqih, Ulama besar Madzhab Syafii, mempunyai majlis Tafsir
dan Hadits di Kaspia, dan wafat disana. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 55)
46
Ibn Hajr Al-Haitsami, 909-974 H, 1504-1567 M, Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Hajr AlHaitsami As-Sadi Al-Anshari, Syihabbudin Syaikhul Islam, Abul Abbas, Ahli Fiqih peneliti asal
Mesir, dilahirkan di Kampung Abu Haitsam -Provinsi Barat di Mesir- kepada itulah beliau
dinisbatkan. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 234)
47
Ar-Ramli, ...-957 H, ...-1550 M, Ahmad bin Hamzah Ar-Ramli, Syihabuddin, Ahli Fiqih
Madzhab Syafii, berasal dari kampung Al-Manufiyah Mesir, wafat di Kairo. (Al-Alam Qamus
Tarajim, juz 1, hlm. 120)
43

55

riwayatnya, dan juga melakukan penemuan-penemuan hukum dari sisa


cabang-cabang madzhab dan masalah masalah lainnya. 48
An-Nawawi merumuskan kaidah pemilahan pendapat antara pendapat
Imam Asy-Syafii dalam Qaulnya yang Qadim atau Jadid, yaitu:
1) Apabila pendapat Imam bertentangan dengan Nash (Al-Quran dan Al-Hadits)
baik dalam Qaul Jadid49 ataupun Qaul Qadim50, maka Nash lebih utama;
2) Qaul Jadid lebih diutamakan apabila bertentangan dengan Qaul Qadim. Dan
apabila Qaul Jadid tidak bertentangan dengan Qaul Qadim, Qaul Qadim bisa
dijadikan fatwa;
3) Apabila Qaul Qadim dan Qaul Jadid sama-sama kuat dalam dalilnya, maka
diperbolehkan mengamalkan salah satu dari keduanya, atau mengamalkan
yang diunggulkan oleh Imam;
4) Apabila tidak ditemukan dalam Qaul Jadid dan Qaul Qadim, maka berijtihad
dengan memakai kaidah pengambilan hukum Imam dalam Madzhabnya yang
Jadid. 51
Sedangkan untuk pemilahan pendapat antara para penerus Imam AsySyafii, An-Nawawi merumuskan sebagai berikut:
1) Mengutamakan pendapat Ulama yang lebih shahih, lebih berilmu, dan lebih
wara;

48

Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hlm. 38.


Pendapat Imam Asy-Syafii sebelum perpindahannya menuju Mesir, baik berupa tulisan atau
fatwa. Baik telah direvisi atau belum. Dinamakan juga Madzhab Qadim (lama). Periwayat
Madzhab Qadim yang paling utama adalah Az-Zafarani, Al-Karabisi, Abu Tsaur. (Madkhal ila
Al-Madzhab Asy-Syafii, hlm. 505)
50
Pendapat Imam Asy-Syafii di Mesir. Baik berupa tulisan atau fatwa. Dinamakan juga Madzhab
Jadid (baru). Periwayat yang yang paling utama adalah Al-Buwaithi, Al-Mazni dan Ar-Rabi AlMaradi. (Madkhal ila Al-Madzhab Asy-Syafii, hlm. 506)
51
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 532.
49

55

2) Mengutamakan pendapat Ulama yang lebih kuat memiliki riwayat


keilmuannya;
3) Mengutamakan pendapat Ulama yang berkesesuaian dengan pendapat
mayoritas para ulama Madzhab Asy-Syafii lainnya;
4) Mengutamakan pendapat yang tertera sesuai bab pembahasannya daripada
pendapat yang tertera tetapi tidak sesuai dengan konteks bab yang sedang
dijelaskannya. 52
Kitab-kitab Madzhab Asy-Syafii yang paling terkenal adalah: Al-Um
karya Imam Asy-Syafii, Al-Hawi Al-Kabir karya Al-Mawardi53, Al-Muhadzdzab
karya Asy-Syairazi 54 , Al-Wasith karya Al-Ghazali, Al-Majmu karya AnNawawi, Minhaj Ath-Thalibin wa Umdah Al-Muftin karya An-Nawawi, Al-Iqna
fi Hilli Alfazh Matn Abi Syuja karya Asy-Syarbini55, Minhaj Ath-Thulab karya
Zakariyya Al-Anshari56, Hasyiyah Asy-Syarqawi ala Thuhfah Ath-Thulab karya
Zakariyya Al-Anshari, Hasyiyah Al-Bajuri karya Ibrahim Al-Bajuri57, Al-Mizan

52

Idem., hlm. 533.


Al-Mawardi, 364-450H, 974-1058, Ali bin Muhammad bin Habib, Abu Al-Hasan Al-Mawardi,
Qadli tinggi pada masanya, termasuk ulama peneliti, penulis aktif, dilahirkan di Bashrah, lalu
berpindah ke Baghdad. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 327)
54
Asy-Syirazi, 393-476H, 1003-1083M, Ibrahim bin Ali bin Yusuf Al-Fairuzabadi Asy-Syiraz,
Abu Ishaq, ulama pendebat. Dilahirkan di Fairuzabad di Persia lalu berpindah ke Syiraz dan
berguru kepada ulamanya. Lalu pindah ke Bashrah lalu Baghdad, merupakan rujukan muridmuridnya dan Mufti di zamannya. Dibangun baginya Al-Madrasah An-Nizhamiyyah oleh Menteri
Nizham Al-Mulk di pesisir sungai Tigris. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 51)
55
Al-Khatib Asy-Syarbini, ...-977H, ...-1570M, Muhammad bin Ahmad Asy-Syarbini,
Syamsuddin, ahli fiqih Asy-Syafii, ahli tafsir. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 6, hlm. 6)
56
Zakariyya Al-Anshari, 823-926H, 1420-1520H, Zakariyya bin Muhammad As-Sunaiki AlMishri Asy-Syafii, Abu Yahya: Syaikh Al-Islam. Qadli ahli tafsir, Hafidz hadits, dilahirkan di
Sunaikah (Timur Mesir), belajar di Kairo. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 3, hlm. 46)
57
Al-Bajuri, 1198-1277H, 1784-1860M, Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri, Syaikh
Al-Azhar. Ahli fiqih Asy-Syafii, dinisbatkan ke Al-Bajur, dilahirkan dan tumbuh disana, dan
belajar di Al-Azhar. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 71)
53

55

Al-Kubra karya Asy-Syarani58, Hasyiyah An-Nabawi ala Syarh Al-Khatib, AlAsybah wa An-Nazhair karya As-Suyuthi 59 , Raudlah Ath-Thalibin karya AnNawawi, Al-Fatawa Al-Kubra karya Ibn Hajar Al-Haitami dan Kifayah AlAkhyar karya Al-Hishni Ad-Dimasqi60.61
Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith menjelaskan bahwa keutamaan
Madzhab Asy-Syafii daripada Madzhab lainnya adalah:
1) Pendiri Madzhab memperhatikan dalil atau argumen madzhabnya berdasarkan
Al-Quran, Hadits dan pendapat Shahabat dengan berguru kepada Malik bin
Anas (Imam Malik);
2) Pendiri Madzhab memperhatikan jenis-jenis qiyas (analogi) dan asas-asas
pengambilan dalil seperti yang dikuasi oleh Abu Hanifah (Imam Al-Hanafi);
3) Madzhab penengah antara golongan hadits/tekstual (Madzhab Imam AlMalik) dan golongan rasio (Madzhab Imam Al-Hanafi);
4) Banyaknya mujtahid dari para ulama yang berkhidmah kepada Madzhab AsySyafii dengan menyebarkannya ke setiap penjuru dunia;
5) Banyaknya literatur yang telah disusun oleh ulama dalam penelitian Madzhab
dan penggalian dalilnya, serta melakukan penyederhanaan agar mudah
dipahami oleh murid-muridnya pada tiap abad setiap masa;
Asy-Syarani, 898-973H, 1493-1565M, Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali Al-Hanafi AsySyarani, Abu Muhammad, ulama sufi, dilahirkan di Qalqasyandah di Mesir, tumbuh di kampung
Abu Syarah yang dinisbatkan namanya, meninggal di Kairo. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4,
hlm. 180)
59
Al-Jalal As-Syuthi, 849-911H, 1445-1505M, Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin
Sabiq Ad-Din Al-Khudlairi As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Imam, Hafidz Ahli Hadits, Ahli Sejarah,
Ahli Sastra. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 3, hlm. 302)
60
Taqiyyuddin Al-Hishni, 752-829H, 1351-1426M, Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul
Mu`min bin Hariz bin Maalla Al-Husaini Al-Hishni, Taqiyyuddin, ahli fiqih, wara, penduduk
Damaskus, dan meninggal disana, dinisbatkan ke kampung Al-Hishn. (Al-Alam Qamus Tarajim,
juz 2, hlm. 69)
61
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 58-59.
58

55

6) Banyaknya penganut Madzhab Asy-Syafii di setiap tempat. Mereka tersebar


di Indonesia, Malaysia, Asia Kecil, Persia, Iraq, Syam (Levanth), Hijaz
(Makah, Madinah dan Jeddah), Yaman, Mesir dan pesisir Afrika Timur;
7) Pembaharu Islam pada setiap masa merupakan penganut Madzhab AsySyafii.62

3.2 Hukum Jual Beli dan Riba dalam Madzhab Asy-Syafii


3.2.1 Hukum Jual Beli
Jual beli menurut bahasa dalam pandangan ulama madzhab Asy-Syafii
adalah:
63

Pertukaran barang dengan barang lainnya.


Sedangkan menurut istilah, jual beli adalah
64

akad dengan maksud pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki secara
pasti.
Atau dalam pengertian lain jual beli adalah akad pertukaran harta yang
menyebabkan kepemilikan atas harta atau pemanfaatan harta untuk selamanya.65
Jual beli dalam madzhab Asy-Syafii ada tiga macam, yaitu:
62

Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hlm. 45.


Musthafa Al-Bigha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum Al-Insaniyyah,
juz 6, hlm. 6.
64
Ibid.
65
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 618.
63

56

1) Jual beli barang yang dapat disaksikan langsung, seperti jual beli pulpen,
tanah atau mobil. Hukumnya boleh berdasarkan kesepakatan ulama;
2) Jual beli sesuatu yang ditentukan sifat-sifatnya dalam tanggungan. Yang
disebut dengan akad salam (pemesanan), dihukumi boleh menurut ijma
ulama;
3) Jual beli barang yang tidak dapat disaksikan langsung, jual beli demikian
tidak sah. Karena barangnya masih bias antara ada dan tidak ada. 66
Jual beli merupakan kegiatan yang memerlukan akad, di dalam syariat
Islam akad haruslah mempunyai rukun agar akad tersebut bisa terlaksana. Setiap
rukun tentulah memerlukan syarat agar akad tersebut sah menurut fiqih.
Yang dimaksud dengan syarat adalah:
67

Hal yang wajib dikerjakan tetapi bukan merupakan bagian dari hal tersebut,
tetapi merupakan pembuka dari hal tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukun adalah:
68

hal yang wajib dikerjakan dan merupakan bagian dari hakikat hal tersebut".
Para ahli fiqih madzhab Asy-Syafii merumuskan rukun jual beli ada 3
(tiga) hal, yaitu:
1) Adanya penjual dan pembeli69
66

Ibid.
Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 1, hlm. 24.
68
Idem., juz 1, hlm. 24.
67

56

Jual beli bisa terjadi apabila para pihak yang berkepentingan terhadap
transaksi jual beli itu ada, yaitu adanya penjual dan pembeli. Tanpa pihak
tersebut tidak akan terlaksana jual beli. Syarat para pihak atau pelaku jual beli
adalah:
a. Dewasa dalam umur dan pikiran; yang dimaksud dengan dewasa dalam
umur dan pikiran adalah:
(1). Orang yang sudah akil baligh.
(2). Berakal
(3). Mempunyai kemampuan untuk menggunakan hartanya.70
Jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, dan orang yang dicekal
membelanjakan hartanya karena idiot, hukumnya tidak sah.71
b. Berkehendak untuk melakukan transaksi; menjual atau membeli
merupakan tujuan yang akan dikerjakannya, dan merupakan keinginannya
sendiri dan rela melaksanakannya. Oleh karena itu tidak sah jual beli
karena pemaksaan, karena tidak ada unsur kerelaan para pihak.72 Jika jual
belinya karena paksaan atas nama hukum, seperti perintah menjual seluruh
aset peminjam oleh hakim untuk melunasi hutangnya, tindakan itu adalah
sah.73
c. Bermacam-macam pihak akad; yaitu terdapat dua pihak yang melakukan
akad, penjual bukanlah sekaligus pembeli juga.74

69

Idem., juz 6, hlm. 7.


Ibid.
71
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 620.
72
Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 8.
73
Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 1, hlm. 620.
74
Musthafa Al-Bigha, Op.. Cit., juz 6, hlm. 8.
70

56

d. Bisa melihat; tidaklah sah jual beli orang buta, karena dalam jual beli
tersebut terdapat ketidaktahuan salah satu pihak. Oleh karena itu bisa
diwakilkan kepada orang lain untuk berjualan atau membeli suatu
barang.75
Selain itu pula ada persyaratan lain yang ditambahkan oleh para ulama dalam
hal pihak jual beli, yaitu:
a. Beragama islam bagi orang yang hendak membeli al-Qur`an, kitab-kitab
hadits, atsar para salaf. Menurut pendapat Ulama Azhar, pembelian
mushaf oleh orang kafir tidak sah;
b. Tidak ada unsur permusuhan dalam kasus pembelian senjata. Karena itu,
pembelian senjata oleh pihak musuh tidak sah. 76
2) Adanya shigat (ijab dan qabul); yang dimaksud dengan shigat adalah:


77

Ucapan dari kedua pihak yang menyatakan keinginan kedua pihak, kerelaan
serta keinginan dalam jual beli.
Shigat terbagi dua:
a.

75

Sharih atau jelas; yang dimaksud dengan sharih:

Idem., juz 6, hlm. 9.


Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 1, hal 621.
77
Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 9.
76

56

78

setiap kata yang menunjukan secara jelas maknanya tentang jual beli.
b.

Kinayah atau sindiran; yang dimaksud dengan kinayah adalah:


79

Kata yang bisa mengandung makna jual beli atau makna lainnya.
Jual beli tidaklah sah kecuali adanya pengucapan shigat. Namun beberapa ahli
fiqih madzhab membolehkan jual beli tanpa mengucapkan shigat apabila
dalam hal barang yang tidaklah mahal dan berharga.80
Syarat sah terjadinya shigat dalam jual beli adalah:
a. Tidak ada jeda yang lama antara pengucapan ijab lalu qabul;
b. Ucapan qabul haruslah sesuai dan sama dengan yang diucapkan dalam
kalimat ijab dalam setiap segi; seperti saya menjual barang ini seratus
ribu, maka jawabannya haruslah ya barang tersebut saya beli seratus
ribu. Apabila nama barang dan harga yang diucapkan dalam qabul
berbeda dengan kalimat ijab, maka jual belinya tidak sah.
c. Tidak mengaitkan dengan suatu persyaratan atau penetapan waktu.81
Pensyaratan ijab qabul secara verbal berkonsekuensi terhadap tidak sahnya
jual beli muathah. Yaitu kedua belah pihak menyepakati harga dan barang

78

Idem., juz 6, hlm. 10.


Ibid.
80
Ibid.
81
Idem., juz 6, hlm. 11.
79

56

yang diperjual belikan, dan saling menyerahkan tanpa ijab atau qabul. 82
Namun menurut Al-Ghazali, penjual boleh memiliki uang hasil jual beli
muathah jika nilainya sebanding dengan barang yang diserahkan. AnNawawi dan ulama lainnya memutuskan keabsahan jual beli muathah dalam
setiap transaksi yang menurut urf (adat) tergolong sebagai jual beli karena
tidak ada ketetapan yang mensyaratkan pelafalan akad. Ibnu Suraij 83 dan ArRuyani 84 memperbolehkan jual beli muathah secara khusus pada barang
remeh, seperti satu liter gandum dan seikat sayuran.85
3) Objek dalam akad jual beli; yaitu barang yang akan diperjual belikan dan
harganya. 86 Barang yang menjadi obek jual beli haruslah melalui syarat-syarat
yang telah ditetapkan agar tidak merugikan salah satu pihak. Syarat-syarat
objek yang akan diakad jual belikan adalah:
a. Ada sewaktu melakukan akad; tidak diperbolehkan untuk menjual barangbarang yang tidak ada. 87
Az-Zuhaili mengatakan bahwa salah satu syarat barang yang diperjual
belikan; barang cukup diketahui oleh kedua belah pihak, tidak harus
mengetahui dari segala segi, melainkan cukup dengan melihat wujud
barang yang kasat mata, atau menyebut kadar dan ciri-ciri barang yang

82

Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 630.


Ibn Suraij, 249-306 H, 863-918 M, Ahmad bin Umar bin Suraij Al-Baghdadi, Abu Al-Abbas,
Ahli Fiqih Madzhab Syafii pada masanya, dilahirkan dan wafat di Baghdad, mempunyai 400
karya tulis, digelari Baz Al-Asyhab elang bermata tajam, menjadi Qadli di Syiraz, merupakan
penyebar Madzhab Syafii di setiap penjuru. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 185)
84
Ar-Ruyani, ...-307 H, ...-920 M, Muhammad bin Harun Ar-Ruyani, Abu Bakar, merupakan
salahsatu Hafidz Hadits, menyusun Musnad dan beberapa karya dalam Fiqih, beliau dinisbatkan
kepada Ruyan sebuah kota di pinggiran Thabaristan . (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 7, hlm. 127)
85
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 631.
86
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 12.
87
Ibid.
83

56

dijual dalam tanggungan (pemesanan) agar masing-masing pihak tidak


terjebak dalam gharar.88
b. Berharga secara syariat; oleh karena itu barang yang akan diperjualbelikan
bukanlah barang najis dan kotor menurut syara, dan tidaklah sah objek dan
harga jual beli dari arak, bangkai, darah, sampah dan anjing.89
Selain itu pula, barang yang diperjual belikan haruslah barang yang
dianggap suci oleh syara. Jual beli anjing meskipun terlatih hukumnya
tidak sah. Begitu pula jual beli minuman keras. Ataupun barang yang
tercampur dengan najis yang tidak dapat disucikan, seperti jual beli cuka,
susu, cat dan adonan yang tercampur kotoran.90
Adapun barang yang dapat disucikan, seperti baju yang terkena najis atau
batu bata yang diolah dengan cairan najis, jual belinya sah karena ia dapat
disucikan.91
c. Bermanfaat secara syariat atau adat;92
Jual beli barang yang tidak berguna tidak sah, seperti jual beli serangga
atau binatang buas dan burung yang tidak bermanfaat, misalnya singa,
serigala, burung rajawali, dan gagak yang tidak halal dimakan. Juga tidak
sah jual beli dua biji gandum dan sejenisnya. Seperti jual beli satu biji
gandum merah dan sebiji anggur karena belum memenuhi asas manfaat.93

88

Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 1, hlm. 625.


Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 12.
90
Wahbah Az-Zuhaili, Op.. Cit., juz 1, hlm. 621.
91
Idem, juz 1, hlm. 622.
92
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 13.
93
Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 1, hal . 622.
89

55

Namun sebagian ulama memperbolehkan jual beli singa untuk berburu,


gajah untuk berperang, monyet untuk menjadi penjaga, semut untuk
mencari madu dan sebagainya. Karena hal tersebut bermanfaat secara adat
dan diperbolehkan menurut syara, dan juga tidak dilarang secara khusus
oleh syara seperti misalnya jual beli anjing. 94
d. Bisa diukur (dihitung) ketika diserahkan baik menurut syara atau panca
indera; apabila pihak tidak bisa menyerahkan barang atau uang sewaktu
jual beli maka akadnya dinyatakan batal.95
e. Yang berakad haruslah memiliki kuasa atau kepemilikan atas barang yang
diperjual belikan; oleh karena itu sah jual beli seorang wali atas harta yang
dikuasakan kepadanya apabila pemilik harta tidak mampu menjualnya.
Dan juga sah jual beli yang diwakilkan oleh pemiliknya.96
f. Harus diketahui oleh kedua pihak. Tidaklah sah jual beli barang ataupun
pembayaran atas barang yang tidak dikenal dan tidak diketahui oleh para
pihak.97
Hukum jual beli yang telah diterangkan sebelumnya merupakan hukum
bagi jual beli secara umum. Ada beberapa kondisi dan bentuk jual beli yang
berbeda dengan penjualan seperti pada umumnya. Hukum jual beli ini terbagi dua:
1) Jual beli yang diperbolehkan;
a. At-Tauliyyah; menjual barang tanpa menyebutkan harganya namun harga
barang tersebut sesuai dengan harga pembeliannya.98 Atau jual beli impas.

94

Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 13.


Ibid.
96
Idem., juz 6, hlm. 14.
97
Ibid.
95

55

b. Al-Isyrak;99 yaitu jual beli secara patungan.


c. Al-Murabbahah; menjual barang yang dibelinya dengan keuntungan lebih
dari harga pembeliannya. 100
d. Al-Muhaththah (Al-Wadliah); menjual barang yang dibelinya namun
dijual dibawah harga pembeliannya.101
Selain jenis-jenis jual beli di atas ada juga jenis jual beli lainnya yang
diperbolehkan pelaksanaannya; yaitu:
a. Al-Bay bi Ath-Taqsith
Al-Bay bi Ath-Taqsith adalah jual beli secara diangsur pembayarannya.
Penjualan ini sah dengan syarat tidak disebutkan dalam akadnya harga
pembelian tunai dengan harga pembelian secara angsurannya. Tetapi
apabila dua harga tersebut disebutkan sebelum transaksi maka jual belinya
sah.102
b. Aqd Al-Istishna
Aqd Al-Istishna adalah meminta seseorang untuk membuatkan sesuatu
bagi pemesannya.103 Transaksi ini menimbulkan perbedaan pendapat pada
para ulama:
(1). Apabila syarat akadnya sesuai dengan syarat akad salam (pemesanan),
maka transaksi ini sah.

98

Idem., juz 6, hlm. 27.


Ibid.
100
Idem., juz 6, hlm. 28.
101
Ibid.
102
Idem., juz 6, hlm. 33.
103
Idem., juz 6, hlm. 53.
99

55

(2). Apabila transaksinya dengan cara membayar uang muka terlebih


dahulu, dan membayar sisanya dengan angsuran, menurut madzhab
Asy-Syafii akad ini tidak sah.
(3). Madzhab Al-Hanafi membolehkan akad ini dengan tanpa syarat.104
c. Pembelian rumah dari peta.
Apabila penjualannya dilengkapi dengan spesifikasi rumah sesuai
kenyataannya serta dijelaskan juga berapa bahan yang digunakan dalam
pembangunan rumah tersebut, dan menyerahkan uang pembelian
sepenuhnya pada waktu akad. Maka sah jual beli tersebut menurut akad
salam (pemesanan).105
2) Jual beli yang dilarang.
a. Jual beli yang diharamkan dan bathil, yaitu:
(1) Menjual susu yang belum diperas, menjual bulu wol yang belum
dicukur dari dombanya atau menjual buah-buahan yang belum matang
di pohonnya.106
(2) Jual beli yang mengandung unsur judi; 107 seperti membeli barang
dalam keadaan gelap dengan hanya menyentuhnya tanpa mengetahui
barang tersebut seperti apa. Atau membeli barang dengan cara
melemparkan kerikil, yang terkena kerikil itulah yang akan dibeli.
Atau menjual barang yang tersentuh atau disentuh pelanggan walau
belum ada keinginan untuk membeli.

104

Idem., juz 6, hlm. 53-54.


Idem., juz 6, hlm. 54.
106
Idem., juz 6, hlm. 29.
107
Idem., juz 6, hlm. 32.
105

55

(3) Dua jual beli dalam satu akad jual beli; seperti saya menjual rumah ini
seharga sekian dengan timbal balik saya membeli mobil anda dengan
harga sekian. Sedangkan jual beli secara grosir diperbolehkan dengan
cara tidak menyebutkan dua harga dalam akadnya. 108
(4) Al-Urbun; yaitu menjual suatu barang dengan ketentuan apabila akad
tidak terlaksana maka pembeli memberikan hadiah kepada penjual,
dan apabila akad terlaksana pembeli tetap memberi penjual hadiah
dengan tambahan harga hadiah tersebut.109
(5) Menjual utang dengan utang; seperti A mempunyai utang pembelian
kepada B, C mempunyai utang pembelian kepada A. Lalu A
menjual utang pembelian B kepada C supaya utangnya terbayar.
Jual beli ini diharamkan karena tidak ada kemampuan untuk
menyerahkan objek penjualan.110
(6) Menjual barang yang belum menjadi milik penjual.111
b. Jual beli yang haram tapi sah jual belinya.
(1) Al-Musharah; yaitu seperti menjual ternak perah dan dengan sengaja
tidak memerahnya beberapa hari, supaya terkumpul air susunya,
sehingga pembeli terkecoh dengan derasnya air susu perahan sewaktu
membeli ternak tersebut, sehingga bisa menaikan harga jualnya. Tapi

108

Idem., juz 6, hlm. 33.


Idem., juz 6, hlm. 34.
110
Ibid.
111
Idem., juz 6, hlm. 35.
109

56

apabila pembeli mengetahui hal tersebut sebelumnya dan tetap


membeli maka hal tersebut tidak menjadi masalah.112
(2) An-Najsy; yaitu penjual bekerjasama dengan seseorang yang sengaja
menawar tanpa ada maksud membeli, namun bermaksud agar pembeli
pesaingnya membeli dengan harga lebih mahal.113
(3) Jual beli penduduk kota dengan penduduk kampung; yaitu penduduk
kota sengaja mencegat penduduk kampung untuk membeli barangnya
dengan maksud menjualnya lebih mahal di kota. Jual beli ini
diharamkan karena memberikan kesusahan kepada orang lain.114
(4) Pertemuan dua kafilah; yaitu penjual mencegat rombongan penjual
lainnya, lalu membeli barangnya dengan menakut-nakuti bahwa
barang yang dibawa mereka tidak berharga sehingga dapat dibeli
murah oleh penjual.115
(5) Al-Ihtikar; yaitu membeli kebutuhan pokok dari pasaran dan
menimbunnya dengan maksud menaikan harganya ketika orang lain
sangat membutuhkannya.116
(6) Jual beli atas jual beli saudaranya; seperti A mendatangi pembeli
yang masih dalam masa khiyar, dan ditawari barangnya yang lebih
berkualitas dengan harga sama, atau ditawari barang yang sama
dengan harga yang lebih murah.117

112

Idem., juz 6, hlm. 36.


Idem., juz 6, hlm. 37.
114
Ibid.
115
Idem., juz 6, hlm. 38.
116
Ibid.
117
Idem., juz 6, juz 6, hlm. 39.
113

56

(7) Melakukan jual beli dengan orang yang telah diketahui semua
hartanya didapatkan dengan cara haram. Namun apabila diketahui
bahwa hartanya hanya sebagian dari hasil haram, maka makruh
melakukan jual beli dengannya.118
Akad jual beli bisa dibatalkan dengan rukun dan syarat tertentu.
Pembatalan akad jual beli tersebut dalam madzhab Asy-Syafii dinamakan AlIqalah. Pengertian Iqalah adalah:
119

Kesepakatan antara pihak yang berakad untuk mencabut akad yang bisa
dibatalkan karena adanya khiyar.
Rukun pembatalan akad adalah shigat yang berupa ijab dan qabul para
pihak. Sedangkan syarat sah terjadinya pembatalan adalah kerelaan kedua belah
pihak dan tidak ada penambahan atau pengurangan sesuai dengan akad awal.120
Yang dimaksud dengan khiyar adalah hak menentukan pilihan antara meneruskan
atau membatalkan akad.121
Khiyar dalam madzhab Asy-Syafii terbagi menjadi tiga bagian:
1) Khiyar Majlis
Khiyar majlis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara bagi setiap pihak
yang bertransaksi semata karena ada aktivitas akad, selama para pihak masih
berada di tempat transaksi. Khiyar majlis berlaku dalam berbagai macam jual

118

Idem., juz 6, hlm. 40.


Idem., juz 6, hlm. 43.
120
Idem., juz 6, hlm. 44.
121
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hal 674.
119

56

beli. Ketika jual beli telah berlangsung, masing-masing pihak berhak


melakukan khiyar antara membatalkan atau meneruskan akad hingga mereka
berpisah.122 Batasan perpisahan mengacu kepada kebiasaan yang berlaku di
masyarakat.
Ada beberapa bentuk akad yang tidak mensyariatkan khiyar majlis, yaitu:
a.

Akad hiwalah.123

b.

Pembagian ifraz (dengan pengecualian) dan pembagian tadil (secara


merata), baik dilakukan secara paksa maupun sukarela.

122

c.

Akad nikah.

d.

Hibah.124

e.

Akad wakalah125, qiradh126, syirkah127, dan dhaman128.

f.

Akad syufah.129

g.

Akad ijarah.130

Idem., juz 1, hlm. 676.


Hawalah adalah pemindahan utang dari tanggungan satu ke tanggungan yang lain. Pemindahan
hutang ini mengecualikan penjualan utang ditukar dengan utang yang lain. Hukum ini disyariatkan
karena bersentuhan langsung dengan hajat orang banyak, sehingga serah terima di ruang perjanjian
pemindahan utang bukan menjadi sebuah persyaratan. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 149)
124
Hibah adalah pemberian hak milik (tamlik) berupa barang (ain) saat hidup tampa bertendensi
nilai tukar (iwadl) karena mengikuti sunah Rasul. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 323)
125
Wakalah adalah penyerahan perkara oleh seseorang terhadap orang lain dalam melaksanakan
perbuatan yang dapat diganti untuk dikerjakan semasa dia hidup. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2,
hlm. 205)
126
Qiradh atau mudharabah adalah penanaman sejumlah modal oleh pemilik kekayaan kepada
seseorang(pengusaha) untuk kepentingan bisnis di bidang perdagangan, dan laba yang diperoleh
menjadi milik bersama di antara mereka. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 189)
127
Syarikat adalah akad yang menuntut adanya kepastian suatu hak milik dua orang atau lebih
untuk suatu tujuan dengan sistem pembagian untung rugi secara merata. (Fiqih Imam Asy-Syafii,
juz 2, hlm. 177)
128
Dhaman atau tanggungan adalah bersedia memberikan hak sebagai penjamin pihak lain,
menghadirkan seseorang yang mempunyai kewajiban membayar hak tersebut, atau
mengembalikan harta benda yang dijadikan barang jaminan. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm.
157)
129
Syufah adalah kewenangan pengambilalihan barang yang dikuasai melalui tukar menukar.
(Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 271)
123

56

h.

Akad musaqah.131

i.

Mahar.132

j.

Dan jual beli ribawi.133

2) Khiyar Syarat
Menurut ijma ulama, khiyar ini berlaku bagi para pihak yang bertransaksi,
satu pihak kepada pihak lain, atau berlaku untuk orang lain yang tidak terlibat
transaksi selama tiga hari sesuai kesepakatan pihak lain dalam segala jenis
jual beli. Terkecuali bagi para pihak yang bertransaksi mengajukan syarat
serah terima di majelis akad, seperti jual beli ribawi dan akad pemesanan.134
Syarat-syarat berlakunya khiyar syarat adalah:
a.

Dalam waktu yang ditentukan; tidak boleh menentukan waktu yang tidak
jelas.

b.

Tidak boleh melebihi 3 (tiga) hari.

c.

Waktu pelaksanaan khiyar tidak boleh terputus dengan waktu


pelaksanaan akad.135

3) Khiyar Aib
Khiyar aib merupakan pembatalan jual beli dan pengambilan barang akibat
adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahuii, baik aib itu ada pada

130

Ijarah adalah akad yang ebrisi pemberian suatu manfaat berkompensasi dengan syarat-syarat
tertentu. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 37.
131
Musaqah adalah kerjasama perawatan tanaman seperti menyirami dan lain sebagainya dengan
perjanjian bagi hasil atas buah dan manfaat yang dihasilkan. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm.
289)
132
Mahar atau maskawin adalah harta yang wajib diberikan suami kepada seorang wanita karena
pernikahan, hubungan intim, dan pengabaian hubungan intim karena terpaksa. (Fiqih Imam AsySyafii, juz 2, hlm. 547)
133
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 678-679.
134
Idem., juz 1, hlm. 679-680.
135
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 19.

56

waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum
serah terima barang.136
Syarat-syarat berlakunya khiyar aib adalah:
a.

Cacat pada barangnya sudah lama; dan terjadi sebelum barang tersebut
dibawa oleh pembeli.

b.

Kecacatannya bisa mengurangi harga barang.

c.

Kecacatannya mengurangi fungsi barang yang diperjual belikan.137

Waktu pengembalian barang yang cacat menurut madzhab Asy-Syafii adalah


seketika pembeli menemukan cacat tersebut. Apabila masih ada keperluan
bisa dikembalikan esok harinya. Apabila mengakhir-akhirkan pengembalian
barang yang cacat, maka tidak berlaku lagi khiyarnya.138

3.2.2

Hukum Riba
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa jual beli merupakan kegiatan

transaksi tukar menukar barang yang diperbolehkan oleh agama. Sebaliknya riba
dalam syariat islam diharamkan secara tegas dan termasuk dosa besar. Hal ini
berdasarkan firman Allah:


)572 : (


Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba. 139
Riba menurut bahasa adalah:
136

Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit. juz 1, hlm. 682.


Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 23.
138
Ibid.
139
Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah
Intelektual, hlm. 47.
137

56

140

kelebihan, bertambah dan tumbuh.


Sedangkan pengertian riba menurut istilah adalah:


141

Transaksi dengan menggunakan barang tertentu yang tidak diketahui


kesamaannya dalam ukuran syariat pada saat akad, atau disertai penangguhan
serah terima dua barang yang dibarter atau salah satunya.
Ibnu Rifah mengatakan yang dimaksud dengan riba adalah nilai tambah
dalam transaksi emas, perak, dan seluruh jenis makanan. 142 Jenis-jenis barang
yang termasuk dalam barang riba ada enam macam, yaitu:
1) Emas.
2) Perak.
3) Gandum.
4) Barley atau jelai.
5) Kurma.
6) Garam.143

140

Idem., juz 6, hlm. 56.


Ibid.
142
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit. juz 2, hlm. 1.
143
Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 57.
141

55

Selain yang disebutkan di atas, setiap barang yang mirip karakteristiknya


dengan enam barang tadi maka termasuk juga barang ribawi. Seperti mata uang
karena merupakan alat tukar pengganti emas dan perak. Atau makanan pokok
seperti nasi, jagung, atau juga buah-buahan seperti kismis, buah tin, ataupun
makanan yang berguna bagi tubuh seperti jahe.144
Riba diharamkan dalam emas dan perak karena satu alasan, yaitu
keduanya merupakan jenis barang berharga, atau keduanya digunakan sebagai alat
tukar (mata uang). Riba juga diharamkan dalam harta yang dapat mengganti posisi
keduanya sebagaimana berlaku saat ini seperti uang kertas. 145 Riba hanya
diharamkan pada setiap makanan yang ditakar ataupun yang ditimbang. 146
Riba ada tiga macam, yaitu:
1.

Riba fadhl, jual beli dengan tambahan pada salah satu jenis barang yang
dipertukarkan, tidak yang lain. 147 Dalam pengertian lain riba fadl adalah
148

Jual beli harta ribawi dengan jenis yang sama disertai penambahan harga
pada salah satu barangnya.
2.

Riba yad, jual beli disertai penangguhan serah terima dua barang yang
dipertukarkan atau salah satunya. 149 Dalam pengertian lain riba yad adalah:
150

144

Idem., juz 6, hlm. 58.


Wahbah Az-Zuhaili, Op.. Cit. juz 2, hlm. 4.
146
Idem., juz 2, hlm. 5.
147
Idem., juz 2, hlm. 2.
148
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 58.
149
Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit. juz 2, hlm. 2.
145

55

Jual beli harta ribawi dengan harta ribawi lainnya dengan illat yang sama
serta ditempokan (penukarannya).
3.

Riba nasa`, jual beli yang ditangguhkan pada masa tertentu.151 Dan menurut
Al-Mutawali ada satu macam lagi, yaitu riba qardh yaitu utang piutang yang
mensyaratkan pemberian keuntungan kepada salah satu pihak.152

150

Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., 58


Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit. juz 2, hlm. 2.
152
Ibid.
151

88

BAB IV
ANALISIS FIQIH MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG PRAKTIK JUAL
BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

4.1 Praktik Jual beli Berbasis Informasi dan Transaksi Elektronik


Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik
Globalisasi di dunia informasi telah menempatkan Indonesia menjadi
bagian dari masyarakat informasi dunia, sehingga keadaan ini mengharuskan
dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Pemerintah Indonesia merespon hal tersebut dengan diberlakukannya
Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
beserta turunannya Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Peraturan ini ditetapkan dengan salah satu pertimbangannya adalah
pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan

perekonomian

nasional

untuk

mewujudkan

kesejahteraan

masyarakat.
Juga pemerintah merasa perlu mendukung pengembangan Teknologi
Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan
Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya.

88

Pelaksanaan Jual Beli secara Elektronik di Indonesia dilakukan oleh


berbagai jenis merchant atau situs elektronik, yaitu:
1) Mandiri
Pada jenis situs ini penjual melakukan pengaturan penjualan secara mandiri.
Baik itu penyediaan barang, penjualan barang, pengaturan cara pembayaran,
dan pengiriman barang. Para penjual mandiri ini biasanya menggunakan situs
sosial media seperti Facebook ataupun menggunakan Blackberry Messenger.
Metode penjualan ini sangat riskan kecuali penjualnya merupakan orang yang
sangat kita kenal dan kita percayai, karena tidak didukung oleh keamanan
dalam transaksi jual belinya.
2) Forum Jual Beli
Pada forum jual beli, para penjual dan pembeli berkumpul dalam satu forum
daring. Penjual menawarkan barangnya pada suatu post atau thread, lalu
pembeli bisa memilih barang dan menghubungi penjual apabila ada barang
yang menarik. Transaksi yang digunakan adalah tergantung kesepakatan
antara penjual dan pembeli. Biasanya para penjual dan pembeli memilih cara
Cash on Delivery (CoD) atau menggunakan jasa Rekber (Rekening
Bersama). 1 Namun bagi penjual atau pembeli awam sering sekali terkecoh
oleh penjualan ataupun pembelian fiktif karena kekurangtahuan mereka.
Forum Jual Beli yang pali terkenal adalah Forum Jual Beli Kaskus.

Rekening bersama (rekber) adalah perantara/pihak ketiga yang membantu keamanan dan
kenyamanan transaksi online. (Perjanjian Jual Beli secara Online melalui Rekening Bersama
pada Forum Jual Beli Kaskus, hlm. 64).

89

3) Situs yang dikelola Agen Elektronik


Salah satu situs jual beli daring adalah situs yang dikelola oleh Agen
Elektronik. Agen elektronik ini mempunyai peran bermacam-macam dalam
cara transaksi jual belinya. Namun secara umum terbagi menjadi tiga bagian;
yaitu:
a.

Agen Elektronik hanya mengatur penayangan barang yang akan dijual


saja. Cara transaksi ditentukan oleh kesepakatan antara penjual dan
pembeli. Salah satu situs jual beli daring jenis ini adalah Olx
(Tokobagus) dan Berniaga.

b.

Agen elektronik mengatur penayangan barang yang akan dijual, cara


transaksi jual beli dan cara pengiriman barang. Situs jenis ini biasanya
menggunakan Rekber milik sendiri atau biasa disebut dengan Escrow
Account. Salah satu situs jual beli daring jenis ini adalah Tokopedia dan
Bukalapak.

c.

Agen elektronik mengelola penyediaan barang, penayangan barang, cara


transaksi, sampai pengiriman barang. Situs semacam ini menggunakan
escrow account juga. Salah satu situs jual beli daring jenis ini adalah
Lazada dan Zalora.
Transaksi secara elektronik atau daring yang digunakan situs-situs jual beli

di atas bisa disimpulkan menjadi berikut; yaitu:


1) Cash on Delivery (CoD)
a.

Membayar ke penjual langsung

89

Penjual dan pembeli menentukan tempat yang di sepakati untuk


bertransaksi sehingga pembeli dapat memeriksa kondisi produk apakah
sesuai yang di gambarkan oleh penjual, dan penjual dapat menerima
pembayaran secara langsung.2
b.

Membayar melalui jasa kurir/delivery service


Penjual dan Pembeli sepakat untuk menggunakan jasa kurir/delivery
service untuk mengirimkan produk dari penjual dan pembeli membayar
uang pembelian barang melalui jasa kurir/delivery service.3

2) Debit on Delivery atau Credit on Delivery


Selain CoD, adapula transaksi dengan cara Debit on Delivery yaitu pembeli
bertransaksi dengan menggunakan kartu debit yang dikeluarkan bank,
pembeli dapat menggesek secara tunai kepada agen pengiriman setelah
menerima pesanan. Atau bisa pula menggunakan Kartu Kredit yang
dikeluarkan oleh bank dengan cara transaksi seperti Debit on Delivery. 4
3) Menggunakan Transfer Rekening Bank
Pembayaran atas pembelian barang dibayarkan dengan cara transfer uang
tunai antarbank. Pembeli melakukan transfer uang tunai melalui bank dan
juga melalui ATM.

Atau pembeli melakukan transfer antar bank

menggunakan metode internet banking yaitu cara transfer ke rekening bank


melalui internet.6

http://www.lamido.co.id/faq/ diakses tanggal 05 Desember 2013, jam 05:52 WIB.


Idem.
4
http://www.tororo.com/index.php?g=home&s=payment_method diakses tanggal 05 Desember
2013, jam 05:55 WIB.
5
Idem.
6
http://blanja.com/bantuan diakses tanggal 5 Desember 2013, jam 05:57 WIB.
3

89

4) Menggunakan Dompet Virtual


Dompet Virtual adalah tempat penyimpanan uang di dunia maya, cara
kerjanya sama seperti Kartu Debit. Selain itu juga Dompet virtual dapat
digunakan pengguna guna menyimpan dana hasil penjualan (remit) dan dana
hasil pengembalian (refund) transaksi.7 Dompet virtual ini bermacam-macam
jenisnya seperti Paypal, Kaspay dan lain-lain.
5) Menggunakan Escrow Account
Escrow Account atau Escrow Service adalah sebuah metode pembayaran
untuk penjual maupun pembeli melalui pihak ketiga, dimana pembeli akan
mentransferkan uang ke rekening agen elektronik, dan agen elektronik
mentrasferkan uang ke penjual. 8 Istilah ini dikenal juga dengan nama
Rekening Bersama atau Rekber. Rekber adalah suatu instansi yang berperan
sebagai perantara dalam terjadinya transaksi online.9
mekanisme Rekber adalah pembeli dan penjual sepakat memilih rekber
tertentu dan siapa yang akan membayar fee Rekber, lalu pembeli
mentrasferkan yang ke Rekber. Setelah itu Rekber memberikan notifikasi
kepada penjual bahwa pembeli telah mentrasferkan uangnya. Lalu penjual
mengirimkan barangnya melalui jasa kurir. Setelah barang sampai ditujuan,
pembeli menginformasikan kepada Rekber bahwa barang telah sampai.

https://guide.bukalapak.com/buyer/4 diakses tanggal 28 November 2013, jam 05:01 WIB.


http://www.lamido.co.id/faq/ diakses tanggal 05 Desember 2013, jam 05:52 WIB.
9
http://hermanbaguz.blogspot.com/2013/06/pengertian-rekber.html diakses tanggal 28 November
2013, jam 05:28 WIB.
8

89

Terakhir Rekber mentransferkan uang pembayaran pembeli kepada penjual.10


Mekanisme Escrow Account tidak jauh berbeda dengan cara Rekber.
4.2 Pandangan Madzhab Asy-Syafii Terhadap Praktik Jual beli Berbasis
Informasi dan Transaksi Elektronik
Jual Beli dalam Islam khususnya dalam pandangan Madzhab Asy-Syafii
diperbolehkan hukumnya secara Ijma. Dijelaskan dalam surat An-Nisa ayat 29:



(


)92 :
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu. 11
Jual beli dalam pandangan Madzhab Asy-Syafii terjadi karena ada rasa
kerelaan antar penjual dan pembeli. Dalam pasal 1457 KUH Perdata disebutkan
bahwa: Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan. Pengertian hampir sama hanya saja di
KUH Perdata pasal 1457 tidak disebutkan berdasarkan keridhaan atau kerelaan,
akan tetapi pada pasal 1323 dinyatakan bahwa perjanjian akan batal jika ada unsur
paksaan dengan redaksi sebagai berikut: Paksaan yang dilakukan terhadap orang
yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga

10

Muhammad Billah Yuhadian, 2012, Perjanjian Jual Beli Secara Online Melalui Rekening
Bersama pada Forum Jual Beli Kaskus, Makasar, Universitas Hasanuddin, hlm. 68-70.
11
Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah
Intelektual, hlm. 83.

89

apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa
perjanjian tersebut tidak telah dibuat. Juga disebutkan dalam pasal 1449 KUH
Perdata yang berbunyi: Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan,
kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya. 12
Peraturan transaksi elektronik di Indonesia mensyaratkan bahwa para
pelaku wajib mempunyai iktikad baik dalam melakukan transaksinya tersebut.13
Namun dalam Madzhab Asy-Syafii tidak mensyaratkan perbuatan hati dalam
syarat dan rukun jual beli. Prinsip itikad baik ini telah diformulasikan dalam fiqh
modern sebagai

Mabda` Husn An-Niyyah atau prinsip itikad baik dalam fiqh Islam
berhubungan langsung dengan akhlak atau tingkah laku yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kaidah-kaidah Syariat Islam.14 Jadi prinsip itikad baik
bukan hanya perbuatan batin saja, tetapi merupakan cerminan dan tingkah laku
dalam perbuatan yang sesuai dengan hukum-hukum Syariat. Prinsip itikad baik
terdapat pada semua hukum, baik hukum Ibadah atau Muamalah. Maka
berdasarkan hadits di bawah batalnya suatu akad apabila terdapat niat atau itikad
yang tidak baik di dalamnya. Seperti jual beli dengan maksud riba dan menikah
dengan niat untuk menjadi penyela bagi yang cerai dengan tiga talak.15

12

Arief Rakhman Aji, Jual Beli Menurut Fikih Muamalah dan KUH Perdata,
http://ajigoahead.blogspot.com/2013/01/jual-beli-menurut-fikih-muamalah-dan.html,
diakses
tanggal 8 Januari 2015, jam 04:42 WIB.
13
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab V, Pasal
17, Ayat 2.
14
Saad bin Said Adz-Dziyabi, 2014, Mabda` Husn An-Niyyah fi An-Nizham As-Suudi wa AlAnzhimah Al-Muqaranah, Khartoum, Majallah Asy-Syariah wa Al-Qanun wa Ad-Dirasat AlIslamiyyah, vol. 23, hlm. 17.
15
Idem., hlm. 20.

89

Hadits dimaksud adalah:


(.
16

Sesungguhnya sahnya perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya


perbuatan manusia tergantung niatnya. Barangsiapa hijrahnya menuju Allah dan
rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa
hijrahnya agar mendapatkan hal duniawi atau agar perempuan menikahinya,
maka hijrahnya hanya kepada hal tersebut. (HR. Al-Bukhari)
Dalam prinsip itikad baik dalam islam ini dinyatakan bahwa tertanggung
wajib menginformasikan kepada penanggung mengenai suatu fakta dan hal pokok
yang diketahuinya, serta hal-hal yang berkaitan dengan risiko terhadap
pertanggungan yang dilakukan. Keterangan yang tidak benar dan informasi yang
tidak disampaikan dapat mengakibatkan batalnya perjanjian. Hal terpenting dalam
prinsip ini adalah kejujuran peserta atas objek yang dipertanggungkan. Dalam
perjanjian islam, kejujuran dianggap sebagai hal pokok terwujudnya rasa saling
rela. Kerelaan (an taradlin) merupakan hal yang paling esensi dalam perjanjian
islam. Sebab dalam perdagangan islam dinyatakan bahwa perdagangan harus

Muhammad Abdullah Al-Jurdani, 2003, Syarh Al-Jurdani ala Al-Arbain An-Nawawi,


Khartoum, Dar As-Sudaniyyah lil Kutub, hlm. 19-21.
16

89

dilakukan dengan penuh kesepakatan dan kerelaan, sehingga jauh dari unsur
memakan harta pihak lain secara bathil.17
Menurut Maris Feriyadi (2007) asas itikad baik merupakan salah satu dari
5 (lima) asas dalam membuat perjanjian. Di dalam hukum perjanjian, itikad baik
itu mempunyai dua pengertian yaitu:
1) Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu Kejujuran seseorang dalam melakukan
suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang
pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini
diatur dalam Pasal 531 Buku II KUH Perdata.
2) Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu Pelaksanaan suatu perjanjian harus
didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu
kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.
Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah
satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa
kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan
memperhatikan norma-norma yang berlaku.18
Rukun Jual Beli dalam madzhab Asy-Syafii hanya mencakup 3 (tiga) hal
yaitu pihak yang mengadakan akad, shigat (ijab qabul) dan barang yang menjadi

17

Ivander Setiady, Asuransi Syariah, http://ivanderlaw.blogspot.com/2011/09/asuransisyariah.html, diakses tanggal 06 Januari 2014, jam 12:37 WIB.
18
M. Hariyanto, Asas-asas Perjanjian, http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/asas-asasperjanjian.html, diakses tanggal 6 Januari 2014, jam 12:28 WIB.

89

objek akad.19 Namun beberapa ahli fiqih madzhab membolehkan jual beli tanpa
mengucapkan shigat apabila dalam hal barang yang tidaklah mahal dan
berharga. 20 Menurut jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabiin jual beli
yang tidak dapat disaksikan langsung, jual belinya tidak sah.

21

Karena

mengandung unsur penipuan yang membahayakan salah satu pihak.22


Namun madzhab Asy-Syafii membolehkan jual beli tersebut dengan
syarat barang telah disaksikan terlebih dahulu. Ataupun hanya memperjual
belikan barang yang diketahui ciri-ciri dan sifatnya dan barang ada dalam jaminan
penjual. Jual beli ini diperbolehkan selama barang yang diperjual belikan sesuai
dengan ciri-ciri yang telah ditentukan.23 Atau telah diketahui jenis dan sifat dan
barang yang akan dibelinya.24
Dengan kemajuan informasi teknologi spesifikasi barang bisa dilihat
terlebih dahulu baik secara gambar dan video. Jika barang tidak sesuai dengan
ciri-ciri yang telah disepakati, pembeli boleh melakukan khiyar.25
Disyaratkan juga ketika melakukan transaksi elektronik hendaknya para
pelaku memperhatikan prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas dan
kewajaran.

26

Terkait masalah kehati-hatian, transparansi, akuntabilitas dan

kewajaran, para ulama Madzhab Syafii mensyaratkan bahwa jual beli hendaklah
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Fiqih Imam Syafii, Jakarta, Al-Mahira, juz 1, hlm. 619-620.
Musthafa Al-Bigha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum Al-Insaniyyah,
juz 6, hlm. 10.
21
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Loc. Cit., juz 1, hlm. 619.
22
Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, 2009, Fiqih Sunah Imam Syafii, Bandung, Padi Bandung,
hlm. 250.
23
Ibid.
24
Abdurrahman Al-Jaziri, 2003, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arbaah, Lebanon, Dar AlFikr, juz 2, hlm. 176.
25
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Loc. Cit., juz 1, hlm. 619.
26
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 46, Ayat 2.
19
20

88

barangnya dapat diserahkan.

27

Artinya barang tersebut haruslah ada dan bisa

dihitung atau barang yang diperjual belikan tersebut bisa diukur. Selain itu pula
pernyataan barang bisa diserahkan berarti barang yang dijual haruslah barang
yang bisa diperjual belikan sesuai kewajaran, tidak diperbolehkan misalnya
menjual salah satu dari tiang rumah yang ada atau menjual burung yang sedang
terbang di angkasa.
Sesuai rukun Jual Beli yang telah disebutkan di atas, transaksi jual beli
dalam Madzhab Asy-Syafii terjadi ketika 3 (tiga) rukun tersebut ada, maka
perbuatan jual beli tersebut terikat dalam akad jual beli. Hal ini berkesesuaian
dengan peraturan Indonesia yang menyebutkan bahwa Transaksi Elektronik yang
dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.28
Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim
Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. 29 Kesepakatan terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim telah diterima dan disetujui oleh
Penerima.

30

Persetujuan

tersebut

dinyatakan

dalam

penerimaan

secara

elektronik.31 Dalam madzhab Asy-Syafii ditegaskan pula bahwa Jual beli terjadi
karena ada rasa kerelaan antar penjual dan pembeli. Menurut Al-Ghazali, penjual
boleh memiliki uang hasil penjualan muathah jika nilainya sebanding dengan
harga yang diserahkan. An-Nawawi dan ulama lainnya memutuskan keabsahan

27

Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 623.


Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab V, Pasal
18, Ayat 1.
29
Idem., Pasal 20, Ayat 1 dan 2.
30
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 50, Ayat 1 s.d 3.
31
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab V, Pasal
20, Ayat 1 dan 2.
28

88

jual beli muathah dalam setiap transaksi yang menurut urf (adat) tergolong
sebagai jual beli karena tidak ada ketetapan yang mensyaratkan pelafazhan akad.32
An-Nawawi berpendapat juga bahwa jual beli muathah bisa dilaksanakan dalam
semua transaksi jual beli, baik jual beli barang murah ataupun bukan. Kecuali
dalam jual beli tanah dan ternak.33
Dan sebagaian ulama madzhab Asy-Syafii lainnya seperti Ibn Suraij dan
Ar-Ruyani mengkhususkan bahwa dibolehkannya jual beli muathah dalam
barang yang murah, seperti sekerat roti dan lainnya. 34 Penerimaan akad secara
tertulis lebih kuat daripada hanya dengan isyarat, malah lebih utama karena lebih
kuat dalam menunjukan keinginan dan kerelaan.35
Yang dimaksud dengan muathah adalah


36

Penjual menerima pembelian, pembeli menerima harga, tanpa berkata apapun


dua-duanya, atau salahsatunya yang mengucapkan akad.
Jual beli muathah dinamakan juga dengan jual beli murawidhah yang
mempunyai pengertian syara berikut ini:

32

Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 631.


Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi Al-Bantani, ______, Nihayatu Az-Zain fi Irsyad AlMubtadi`in, Jeddah, Al-Haramain, hlm. 223.
34
Wahbah Az-Zuhaili, 2004, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damascus, Dar Al-Fikr, juz 5, hlm.
3314.
35
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 10.
36
Ibid.
33

999


37

Para pihak sepakat atas harga dan barangnya dan saling memberikan tanpa
melalui ijab dan qabul, terkadang terdapat kata diantara salahsatu pihak.
Sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa para pihak jual beli dalam
pandangan madzhab Asy-Syafii disyaratkan dewasa dalam umur dan pikiran,
berkehendak untuk melakukan transaksi, bermacam-macam pihak akad, dan bisa
melihat. Apabila tidak bisa melihat bisa diwakilkan oleh seseorang yang mampu
melakukan jual beli. Dalam peraturan di Indonesia pun ditetapkan bahwa kontrak
elektronik dianggap sah apabila dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau
yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 38
Dalam KUH Perdata disyaratkan subyek jual beli adalah subyek yang
berupa manusia harus memenuhi syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan
hukum secara sah yaitu harus:
1) Dewasa (sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah pernah menikah)
pengertian tersebut berdasarkan pasal 330 KUH Perdata. Belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu, dan tidak
lebih dahulu telah kawin
2) Sehat pikirannya
37

Wahbah Az-Zuhaili, 2004, Op. Cit., juz 5, hlm. 3312.


Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 47, Ayat 2.
38

999

3) Tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah.
Tiga syarat di atas secara umum tercantum pada pasal 1320 KUH Perdata
mengenai salah satu syarat sah suatu perjanjian, yaitu kecakapan untuk membuat
suatu perikatan. 39 Selain itu pula, dalam Undang-undang ITE Pengirim atau
Penerima dapat melakukan Transaksi Elektroniknya sendiri, atau bisa pula
melakukan transaksi melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen
Elektronik. 40
Selain itu pula ditetapkan bahwa kontrak elektronik dianggap sah apabila
terdapat hal tertentu, objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.41
Sedangkan madzhab Asy-Syafii mensyaratkan bahwa objek yang
diperjualbelikan haruslah ada sewaktu melakukan akad, berharga secara syariat,
bermanfaat secara syariat atau adat, bisa diukur (dihitung) ketika diserahkan baik
menurut syara atau panca indera. Jual beli barang yang tidak diketahui atau tidak
dapat dilihat hukumnya tidak sah. Karena keberadaan barang tidak jelas. Agar
masing-masing pihak tidak terjebak dalam gharar maka cukup dengan melihat
wujud barang yang kasat mata, atau menyebut kadar dan ciri-ciri barang yang
dijual dalam tanggungan (pemesanan).42
Terkait objek yang diperjualbelikan, KUH Perdata menjelaskan bahwa:
1) Pasal 1320 KUH Perdata Barang harus suatu sebab yang halal.
39

Arief Rakhman Aji, Op. Cit., http://ajigoahead.blogspot.com/2013/01/jual-beli-menurut-fikihmuamalah-dan.html.


40
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab V, Pasal
21, Ayat 1.
41
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 47, Ayat 2.
42
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 625.

999

2) Pasal 1471 KUH Perdata Jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat
memberikan dasar untuk penggantian biaya kerugian dan bunga jika si
pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Hal
ini menunjukan bahwa obyek akad harus barang milik sendiri.
3) Pasal 1481 KUH Perdata Barangnya harus diserahkan dalam keadaan
dimana barang itu berada pada waktu pwnjualan. Maksudnya adalah barang
harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu akad.
4) Pasal 1328 KUH Perdata Penipuan merupakan suatu alasan untuk
pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu
pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa piha yang lain
tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut.
Artinya tidak tidak ada unsur penipuan. 43
Dari jenis-jenis transaksi eletronik yang sudah dijelaskan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa akad transaksi elektronik terbagi dua; yaitu
1) Pembayaran secara tunai
a.

Cash on Delivery (CoD) atau membayar ke penjual langsung


Setelah penjual dan pembeli sepakat atas harga suatu barang, maka
mereka sepakat untuk melakukan akad jual beli ditempat yang telah
ditentukan dan waktu yang telah ditentukan pula. Transaksi CoD ini
termasuk dalam jual beli yang terpenuhi rukun jual belinya.

43

Arief Rakhman Aji, Op. Cit., http://ajigoahead.blogspot.com/2013/01/jual-beli-menurut-fikihmuamalah-dan.html.

999

Kedua pihak bertemu dalam satu majlis dalam waktu yang sama, serta
barang yang diperjualbelikan bisa diperiksa kelayakannya, dan CoD ini
diakhiri dengan akad jual beli seperti lazimnya jual beli.
Jual beli ini termasuk dalam jual beli barang yang dapat disaksikan
langsung44. Dan hukumnya boleh berdasarkan kesepakatan para ulama45
dengan catatan syarat jual beli harus terpenuhi.
b.

CoD melalui kurir/delivery service


Alur transaksi CoD melalui kurir/delivery service sama seperti CoD
biasanya, namun skema ini penjual tidak bertemu dengan pembeli,
penjual diwakili oleh kurir/delivery service untuk menerima uang
pembayaran barang yang diterima oleh pembeli.
Dalam madzhab Asy-Syafii jual beli bisa diwakilkan kepada orang lain
untuk berjualan atau membeli suatu barang. 46 Setiap perkara boleh
dilakukan sendiri oleh seseorang boleh ia mewakilkan kepada orang lain
dan boleh menerima perwakilan dari orang.47
Maka oleh karena itu transaksi melalui kurir atau delivery service secara
hukum boleh dilakukan. Namun dengan catatan bahwa kurir atau
delivery service tersebut memiliki surat tugas atau surat kuasa dalam
melakukan penjualannya. Karena jual beli fudhuli (menjual harta milik
orang lain tanpa surat kuasa atau perwakilan) hukumnya adalah batal.48

44

Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., hlm. 618.


Idem., juz 1, hlm. 619. juz 1,
46
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm., hlm. 9.
47
Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Op. Cit., hlm. 269.
48
Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 1, hlm. 624.
45

999

Seorang wakil tidak boleh melakukan transaksi jual beli kecuali dengan
tiga syarat:
(1). Hendaklah ia menjual barang yang diamanatkan dengan harga yang
berlaku berdasarkan perhitungan uang yang beredar di daerahnya.
(2). Ia tidak menjual untuk dirinya sendiri.
(3). Ia tidak boleh mengatasnamakan orang yang mewakilkan kecuali
dengan izin.49
Transaksi melalui kurir ini dalam Fiqh Madzhab Asy-Syafii dinamakan
jual beli dengan wakalah (perwakilan). Wakalah menurut istilah adalah:
50

Penyerahan seseorang atas apa yang harus dikerjakannya yang


diperbolehkan diwakili kepada orang lain dengan shighat untuk
dikerjakan orang lain semasa hidup pemberi kuasa.
Wakalah diperbolehkan oleh syariat berdasarkan hadits:



51

49
50

) ( .

Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Op. Cit., hlm. 271.


Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 7, hlm. 140.

999

Dari Urwah sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam


memberinya satu dinar, agar membelikan bagi beliau seekor kambing.
Maka Urwah membelikan dua kambing untuk beliau, lalu Urwah
menjual salah seekor kambingnya seharga satu dinar. Dan Urwah
memberikan satu dinar dan seekor kambing kepada Rasulullah. Maka
beliau mendoakan Urwah dengan keberkahan dalam jual belinya.
Padahal jikalau Urwah membeli tanah maka dia akan sangat untung.
(HR. Bukhari)
Rukun dari wakalah adalah:
(1). Al-Muwakkal (orang yang mewakilkan). 52
Al-Muwakkal adalah orang yang ditolong oleh orang lain untuk
melakukan beberapa perbuatan sebagai gantinya pihak pertama.
Dengan syarat pemberi perwakilan merupakan orang yang cakap
dalam perbuatannya untuk memberikan perwakilan atas milik dan
kuasanya. 53
Tidak sah mewakili anak kecil, orang gila, orang yang tidak sadar
karena tidak cakap atas perbuatannya. Juga tidak sah mewakili orang
tunaakal untuk mewakili perbuatan muamalah hartanya karena tidak
memiliki hartanya secara langsung. Seorang ayah yang fasiq tidak

Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 9999, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=52&ID=2082&idfrom=6349&idt
o=6629&bookid=52&startno=140, diakses tanggal 12 Oktober 2014, jam 11:59 WIB.
52
Idem., juz 7, hlm. 143.
53
Ibid.
51

999

boleh mewakili perempuannya untuk menikah, begitu juga kerabat


laki-laki lainnya yang fasiq juga.54
Namun dikecualikan bagi tunanetra. Tunanetra sah untuk diwakili
karena merupakan hal yang darurat secara syara.55
(2). Al-Wakil (orang yang mewakili). 56
Wakil adalah orang yang mengerjakan perbuatan sebagai ganti orang
yang diwakili dengan izinnya. Terdapat persyaratan untuk menjadi
sorang wakil, yaitu:

Sah untuk melakukan perbuatan yang diizinkan olehnya.

Ditentukan orangnya.

Seorang yang adil.57

(3). Shighat akad wakalah, yaitu ijab kabul untuk akad wakalah. Dalam
shighat disyaratkan terdapat kata yang menunjukan kerelaan untuk
diwakili baik secara sharih (jelas) ataupun kinayah (sindiran). 58
(4). Al-Muwakkal fihi (perbuatan yang diwakilkan). Perbuatan yang
diwakilkan memiliki beberapa syarat; yaitu:

54

Pemberi kuasa merupakan orang yang boleh diwakilkan.

Harus diketahui bentuk perbuatannya.

Harus perbuatan yang boleh diwakilkan. 59

Idem., juz 7, hlm. 144.


Ibid.
56
Ibid.
57
Idem., juz 7, hlm. 144-145.
58
Idem., juz 7, hlm. 145-146.
59
Idem., juz 7, hlm. 146.
55

999

Madzhab Asy-Syafii memperbolehkan wakalah (perwakilan) dalam


setiap hak-hak urusan manusia. Yaitu segala hal yang berkaitan dengan
individunya bukan komunitasnya. Seperti mewakilkan jual beli,
pernikahan, perceraian, syirkah, perdamaian dan lainnya.60
Wakalah adalah akad yang tidak mengikat, artinya seorang wakil atau
orang yang mewakilkan tidak wajib meneruskan akad wakalah. Setiap
pihak boleh membatalkan akad tersebut kapan saja mereka inginkan, dan
akad itu menjadi gugur dengan meninggalnya salah satu pihak.61
Perwakilan atau wakalah menjadi batal apabila terjadi salah satu di
bawah ini:
(1). Salah satu pihak memutuskan kontrak wakalah.
(2). Salah satu pihak meninggal.
(3). Salah satu pihak menjadi gila.
(4). Al-Muwakkal (orang yang mewakilkan) kehilangan kepemilikan atas
kuasa atau barangnya.62
2) Pembayaran non tunai
Pembayaran non tunai dalam transaksi elektronik terbagi menjadi dua, yaitu
pembayaran di tempat dan pembayaran tidak ditempat. Untuk pembayaran
non tunai di tempat ada dua:
a.

60

Debit on Delivery

Idem., juz 7, hlm. 148.


Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Op. Cit., hlm. 270.
62
Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari, _______, Matn Qurratil Uyun bi Muhimmati Ad-Din fil
Fiqh ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, Jeddah, Al-Haramain, hlm. 253.
61

998

Debit on Delivery adalah transaksi elektronik seperti CoD, namun


pembayarannya menggunakan kartu Debit. Yang dimaksud dengan kartu
Debit adalah kartu yang hanya bisa digunakan untuk transaksi di ATM
dan transaksi debit di merchant tertentu.
Transaksi menggunakan kartu debit bisa dianggap seperti transaksi
dengan menggunakan uang tunai. Karena kartu debit merupakan uang
simpanan yang dimiliki oleh pengguna kartu tersebut. Tidak seperti kartu
kredit yang merupakan hutang bagi penggunanya.
Oleh karena itu penggunaan kartu debit dalam skema Debit on Delivery
berlaku akad jual beli seperti biasa atau akad jual beli mutlak.
Sebagaimana transaksi yang dilakukan dalam skema Cash on Delivery.
Namun apabila barang diantarkan oleh kurir/delivery service, maka akad
yang berlaku adalah jual beli secara diwakilkan, tentu saja dengan syarat
kurir/delivery service tersebut mempunyai surat kuasa atau surat
perwakilan dari penjual. Untuk transaksi pembayaran secara daring
menggunakan kartu Debit maka berlaku akad salam.
b.

Credit on Delivery
Transaksi Credit on Delivery adalah transaksi elektronik seperti transaksi
sebelumnya, namun pembayarannya menggunakan kartu Kredit. Kartu
Kredit adalah kartu yang dapat dipakai untuk transaksi kredit.
Dalam

menghukumi

transaksi

menggunakan

kartu

kredit

baik

pembayaran di tempat atau pembayaran tidak ditempat (secara daring)


para ulama terbagi menjadi 2 (dua) bagian.

998

(1). Penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli adalah tidak sah.
Hal ini difatwakan salahsatunya oleh Lembaga Fatwa Libya, dengan
alasan:

Terdapat ketentuan Riba yaitu pengguna kartu kredit harus


membayar kredit lebih besar dari nilai kredit yang dilakukannya.

Tidak konsistennya harga valuta asing yang berlaku dalam kartu


kredit terutama pemegang visa.

Tidak dikembalikannya uang pengguna kartu kredit, apabila


kartu kreditnya telah kadaluarsa.

Peraturan visa tidak ada jaminan akan sesuai dengan syariat


Islam.

Perubahan peraturan tidak pernah dikonsultasikan kepada


pengguna kartu.63

(2). Penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli adalah sah dengan
syarat. Hal ini difatwakan oleh Lembaga Fatwa Mesir dan Lembaga
Fatwa Jordania.
Lembaga Fatwa Jordania memfatwakan penggunaan kartu kredit
dalam transaksi jual beli boleh digunakan apabila kartu kredit itu
menggunakan skema seperti kartu debit dalam pembeliannya.64
Sedangkan Lembaga Fatwa Mesir menyatakan apabila harga beli
barang dengan menggunakan kartu kredit sudah disepakati
63

http://ifta.ly/web/index.php/2013-04-06-01-28-38/1833-visa-internet, diakses tanggal 08


Oktober 2014, jam 14:53 WIB.
64
http://www.aliftaa.jo/Question.aspx?QuestionId=2793#.VDTs-Gd07Qs, diakses tanggal 08
Oktober 2014, jam 14:53.

999

sebelumnya, maka hal tersebut tidak apa-apa dan masuk dalam Bab
Ash-Sharf (pertukaran). Tetapi apabila pengguna harus membayar
nilai yang lebih karena keterlambatan pembayaran kreditnya, maka
hal tersebut adalah riba karena itu adalah jual beli utang dengan
utang yang diharamkan.65
Pengertian dari Ash-Sharf adalah:
66

jual beli dengan setiap barangnya merupakan dari jenis barang


berharga yang sama.
Syarat sah akad sharf adalah:

Sebanding jenisnya.

Tanpa tempo dalam pertukaran barangnya

Saling bersamaan dalam penerimaan barang antara penjual dan


pembeli.

Tidak ada khiyar.67

Selain transaksi di atas, kartu kredit juga mempunyai keunggulan bisa


digunakan pembelian kredit 0% secara daring. Menurut madzhab AsySyafii, pembelian secara kredit atau bay bi at-taqsith diperbolehkan
dengan syarat dalam transaksi tidak disebutkan 2 harga (harga secara

65

http://www.dar-alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=3593, diakses tanggal 08 Oktober 2014, jam


14:56 WIB.
66
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 82.
67
Idem., juz 6, hlm. 82-85.

999

tunai dan harga secara kredit). Apabila disebutkan harga tunai dan harga
kreditnya, maka akad tersebut batal dan dianggap riba.68
Sedangkan pembayaran non tunai tidak ditempat ada dua bentuk:
a.

Menggunakan Transfer Rekening Bank


Skema transaksi elektronik dengan cara pembayaran melalui transfer
bank adalah pembeli setelah sepakat pembelian suatu barang dengan
penjual,

maka

pembeli

akan

melakukan

pembayaran.

Cara

pembayarannya ada dua:


(1). Pembeli membayarkan uangnya setelah barang sampai ke tangan
pembeli. Pada transaksi ini biasanya pembeli melakukan transfer
antar bank baik itu melalui ATM, SMS Banking atau internet
banking. Pengguna transaksi ini adalah para pihak yang sudah saling
percaya satu sama lainnya. Seperti jual beli melalui BBM atau
Facebook.
Transaksi seperti ini bisa menggunakan akad qardh atau akad utang
piutang. Dikarenakan pembeli menerima barang terlebih dahulu dan
membayarkan harga barangnya setelah barang diterima.
Pengertian dari qardh adalah:
69

68
69

Idem., juz 6, hlm. 32.


Idem., juz 6, hlm. 87.

999

Memiliki barang berharga milik orang lain dengan maksud


memberikan kepadanya barang penggantinya tanpa penambahan
apapun.
Qardh diperbolehkan secara syariat berdasarkan dalil berikut ini:


: (.

)999
Siapa saja yang meminjami Allah dengan pinjaman yang baik,
maka Allah melipatgandakan pembayarannya dengan yang lebih
banyak.70
Dalam akad qardh atau utang piutang berlaku rukun; yaitu:

Shigat qardh seperti aku memberikan barang ini kepadamu


dengan syarat kamu mengembalikan gantinya.71

Adanya para pihak yang terlibat dalam qardh, hendaklah para


pihak merupakan orang yang cakap dalam bertransaksi.72 Syarat
dari pihak yang melakukan qardh adalah: harus cakap,
merupakan pilihan bukan paksaan, pemberi utang merupakan
orang mampu73.

70

Aam Amiruddin, 2012, Op. Cit., hlm. 39.


Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 2, hlm. 20.
72
Ibid.
73
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 90.
71

999

Barang dipinjamkan. Barang yang akan dipinjamkan disyaratkan


merupakan barang yang bisa diserahterimakan dan dapat
dijadikan barang pesanan.74

Dalam pembayaran hutangnya, penghutang (Al-Muqtaridh) hanya


wajib membayar sesuai harga barang ketika akad qardh terjadi.
Tidak diperbolehkan pemberi hutang (Al-Muqridh) menagihnya
sesuai kenaikan harga pasar.75
Menurut madzhab Asy-Syafii apabila akad qardh digunakan dalam
transaksi jual beli, maka barang yang dihutangkan harus diketahui
ukurannya. Serta harus melalui ijab qabul, baik secara lisan ataupun
tulisan.76
(2). Pembeli

membayarkan

uangnya,

lalu

penjual

mengirimkan

barangnya kepada pembeli. Pada transaksi ini, pembeli melakukan


pembayaran selain dengan transfer antar bank, juga melakukan
pembayaran melalui rekening bersama.
Karena pembayaran dilakukan sebelum barang diterima, maka
transaksi ini berlaku hukum salam atau pemesanan barang.
Pengertian dari salam adalah:
77

74

Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 2, hlm. 20.


Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 6, hlm. 94.
76
Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit. juz 2, hlm. 271.
77
Idem., juz 6, hlm. 45.
75

999

jual beli barang dengan sifat-sifat (tertentu) dalam tanggungan


dengan kata salam atau salaf (pesan).
Atau dalam pengertian lain salam adalah penjualan barang yang
ditangguhkan dengan pembayaran secara tunai. 78 Akad pemesanan
dianggap sah apabila menggunakan kata salam atau salaf.79
Akad salam diperbolehkan oleh syariat berdasarkan hadits:

80

Diriwayatkan


) ( .

dari

Abdullah

bin

Abbas

berkata:

ketika

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam datang ke madinah, (beliau


melihat) penduduk madinah melakukan pemesanan dalam buahbuahan untuk setahun atau dua tahun (ke depan). Lalu beliau
bersabda: barangsiapa yang melakukan pemesanan dalam kurma,
pesanlah dalam ukuran yang diketahui, timbangan yang diketahui
sampai pada waktu yang ditentukan. (HR. Muslim)
Dalam akad pemesanan barang, pelaku salam disebut muslim
(pemesan) penjual disebut muslam ilaih (penerima pesanan), barang
78

Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit., juz 2, hlm 25.


Ibid.
80
Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits 9998,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?hflag=1&bk_no=158&pid=107261, diakses
tanggal 12 Oktober 2014, jam 11:04 WIB.
79

999

yang diperdagangkan disebut muslam fih (barang pesanan), dan


harga barang disebut ra`sul mal salam (harga pesanan).81
Dalam akad pemesanan berlaku 3 (tiga) syarat; yaitu syarat iniqad,
syarat sah salam dan syarat muslam fih (barang pesanan). 82 Yang
dimaksud dengan syarat iniqad adalah akad pemesanan harus
menyatakan shigath ijab dan qabul yang telah disebutkan
sebelumnya dan pihak yang mengadakan akad cakap dalam
membelanjakan harta.
Sedangkan syarat sah salam adalah:

Pembayaran dilakukan di majelis akad sebelum akad disepakati.


Andaikan pembayaran ditangguhkan, terjadilah transaksi yang
mirip dengan jual beli utang dengan piutang, jika harga berada
dalam tanggungan. Harga barang pesanan disyaratkan harus
dikeathui secara perkiraan atau secara pasti. Harga pesanan
harus dibayar tunai.83

Pihak pemesan secara khusus berhak menentukan tempat


penyerahan barang.

Akad pemesanan secara kredit disyaratkan tenggatnya harus


diketahui.84

Terakhir adalah syarat barang yang dipesan. Hendaklah barang


pesanan jelas jenis, bentuk, kadar dan sifatnya. Kedua barang

81

Ibid.
Idem., juz 2, hlm. 26.
83
Idem., juz 2 hlm. 27.
84
Idem., juz 2, hlm. 27-29.
82

999

pesanan bisa diketahui kadarnya berdasarkan takaran, timbangan,


hitungan perbiji, atau ukuran panjang dengan satuannya. Ketiga
barang pesanan harus berupa tanggungan. Keempat barang pesanan
dapat diserahkan begitu jatuh tempo penyerahan.85
Tempo waktu penyerahan barang pesanan menurut madzhab AsySyafii adalah sampai dengan setengah bulan atau 15 hari, serta
diperbolehkan melebihi sedikit.86
Jual beli salam (pesanan) sah dilakukan baik secara tunai maupun
ditangguhkan, apabila memenuhi lima syarat:

Barang yang dipesan disebutkan sifat dan ciri-cirinya.

Barang tersebut bukan termasuk barang yang menyatu dengan


lainnya.

Tidak memerlukan api untuk merubah atau memisahkannya dari


benda lain.

Barang yang diinginkan tidak ada saat itu.

Barang yang diinginkan tidak ada pada salah satu benda yang
berada pada saat itu.87

Jual beli dengan pembayaran melalui transfer bank biasanya selalu


mensyaratkan beberapa hal dalam penjualannya. Karena para penjual dan
pembeli tidak bertemu dalam satu tempat, terpenuhinya berbagai
persyaratan bisa meningkatkan kepercayaan antar pihak. Salahsatunya

85

Idem., juz 2, hlm. 30-32.


Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit. juz 2, hlm. 245.
87
Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, Op. Cit., hlm. 257-258.
86

999

syarat pengembalian barang apabila ada aib atau cacat. Jual beli bersyarat
atau jual beli dimana para pihak mengadakan kesepakatan jual beli dan
mengajukan syarat tertentu, maka menurut madzhab Asy-Syafii
hukumya sesuai bentuk syarat yang diajukan;
(1). Apabila syarat yang diajukan sejalan dengan tuntutan akad, seperti
syarat penyerahan barang dan pengembalian barang sebab cacat dan
sebagainya,

maka

syarat

tersebut

diperbolehkan

dan

tidak

membatalkan akad.
(2). Jika syarat yang diajukan tidak termasuk dalam tuntutan akad,
namun syarat tersebut menyimpan maslahat, seperti syarat khiyar,
syarat gadai, penjamin, penanggung atau kesaksian, maka syarat
tersebut tidak membatalkan akad.
(3). Namun jika syarat yang diajukan berbeda dengan ketentuan dua
syarat sebelumnya maka jual belinya batal.88
Selain hal tersebut hendaklah para pihak menetapkan batas waktu
pembayaran dari objek barang yang diperjual belikan, karena jual beli
dengan pembayaran ditangguhkan dalam waktu yang tidak ditentukan
kapan pembayaran uangnya adalah tidak sah.89
b.

Menggunakan Dompet Virtual


Dompet Virtual hampir mirip dengan kartu Debit. Namun Dompet virtual
hanya

bisa

digunakan

di

merchant

elektronik

saja.

Transaksi

menggunakan dompet virtual bisa dihukumi dengan akad salam. Karena


88
89

Wahbah Az-Zuhaili, Loc. Cit.., juz 1, hlm. 654.


Idem., juz 1, hlm. 652.

998

pembayaran dilakukan dimuka, penyerahan barang ditangguhkan sampai


proses pembayaran telah dilakukan.

111

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan hasil analisis yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.

Praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik menurut


pandangan madzhab Asy-Syafii sah dengan syarat:
a.

Barang telah disaksikan terlebih dahulu.

b.

Atau hanya memperjual belikan barang yang diketahui ciri-ciri dan


sifatnya dan barang ada dalam jaminan penjual.

c.
2.

Atau barang tersebut telah diketahui jenis dan sifatnya sebelumnya.

Dalam praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik dalam
pandangan madzhab Asy-Syafii menjadi 4 akad transaksi:
a. Akad Jual beli mutlak untuk transaksi Cash on Delivery dan transaksi
dengan menggunakan kartu Debit (Debit on Delivery).
b. Akad Jual beli dengan Wakalah untuk transaksi Cash on Delivery atau
menggunakan kartu Debit (Debit on Delivery) melalui jasa kurir atau
Delivery Service.
c. Bay bi At-Taqsith untuk transaksi pembelian secara kredit menggunakan
kartu Kredit dengan syarat tak berbunga dalam pembayaran tagihan atas
transaksi pembeliannya.

121

d. Akad Qardh untuk jual beli dengan barang dikirim terlebih dahulu.
e. Akad Salam untuk jual beli dengan pembayaran didahulukan, jual beli
menggunakan dompet virtual, jual beli menggunakan kartu Debit secara
daring dan transaksi menggunakan kartu Kredit (Credit on Delivery)
apabila tak berbunga dalam pembayaran tagihan kredit atas transaksi
daringnya.
f. Akad Sharf untuk transaksi menggunakan kartu Kredit ditempat (Credit on
Delivery) atau secara daring dengan syarat tak berbunga dalam pembayaran
tagihan kredit atas transaksi daringnya.
g. Jual Beli Riba untuk penggunaan Kartu Kredit yang berbunga dalam
pembayaran tagihan atas transaksi pembeliannya.
5.2 Saran-saran
Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan, maka dibuat beberapa saran
dan rekomendasi kebijakan untuk pihak-pihak terkait. Amtara lain sebagai berikut:
1.

Bagi pihak berwenang dalam penyusunan peraturan terkait transaksi


elektronik, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik
Indonesia dalam menetapkan kebijakan terkait transaksi elektronik hendaknya
tidak mengesahkan peraturan yang tumpang tindih satu dengan lainnya. Yaitu
antara UU ITE No. 11 Tahun 2008 dengan UU Perdagangan No. 7 Tahun 2014
serta PP No. 82 Tahun 2012 dengan Rancangan PP PITE yang masih dalam
proses Naskah Akademik. Untuk itu penulis merekomendasikan agar UU ITE
No. 11 Tahun 2008 dibagi dua menjadi UU Cybercrime dan UU E-Commerce.

121

2.

Selain itu pula diharapkan Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik


Indonesia bisa lebih memperjelas dan mengembangkan kepastian hukum
terkait cara pembayaran dalam transaksi secara daring, cara penyerahan barang
dalam transaksi secara daring, serta penggunaan alat pembayaran yang tidak
menggunakan uang fisik yang biasa dilakukan dalam transaksi secara daring.

3.

Bagi pihak yang berwenang dalam penetapan fatwa khususnya dalam fatwa
kontemporer, dalam hal ini Dewan Syariat Nasional Majelis Ulama Indonesia
dalam menetapkan fatwa kontemporer hendaknya tidaklah terfokus pada fatwa
terkait perbankan syariah saja, namun perlu juga penetapan fatwa bagi hukum
muamalah kontemporer khususnya yang berkaitan dengan persoalan
kebendaan yang tidak berwujud.

4.

Bagi Aparat yang berwenang dalam penegakan hukum khususnya pelanggaran


hukum dalam transaksi secara daring, dalam hal ini Kepolisan Republik
Indonesia

serta

Kejaksaan

Agung

Republik

Indonesia

hendaknya

meningkatkan kemampuan aparaturnya dalam hal pengetahuan dan keahlian


yang terkait dengan masalah E-Commerce.
5.

Bagi peneliti yang berminat mengkaji transaksi elektronik dalam ruang lingkup
yang berbeda, disarankan untuk meneliti variabel-variabel lain yang
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan peraturan
terkait transaksi elektronik.

211

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
_________, 2008, Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Tesis,
Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.
Abu Nizhan, 2011, Al-Quran Tematis, Bandung, Mizan.
Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit.
Adz-Dziyabi, Saad bin Said, 2014, Mabda` Husn An-Niyyah fi An-Nizham AsSuudi wa Al-Anzhimah Al-Muqaranah, Khartoum, Majallah Asy-Syariah
wa Al-Qanun wa Ad-Dirasat Al-Islamiyyah.
Al-Ashfahani, Abu Syuja bin Ahmad, 2009, Fiqih Sunah Imam Syafii,
Terjemahan Rizki Fauzan, Bandung, Padi Bandung.
Al-Bantani, Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi, ______, Nihayatu Az-Zain fi
Irsyad Al-Mubtadi`in, Jeddah, Al-Haramain.
Al-Bigha, Musthafa, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum
Al-Insaniyyah.
Al-Ghazali, Muhammad, 1997, Al-Wasith Fil Madzhab, Cairo, Dar Al-Salam.
Al-Itr, Nuruddin, 2000, Ilam Al-Anam Syarh Bulugh Al-Maram, Damascus, Dar
Al-Farfur.
Al-Jaziri, Abdurrahman, 2003, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arbaah,
Lebanon, Dar Al-Fikr.
Al-Jurdani, Muhammad Abdullah, 2003, Syarh Al-Jurdani ala Al-Arbain AnNawawi, Khartoum, Dar As-Sudaniyyah lil Kutub.

211

Al-Kaf, Hasan bin Ahmad, 2004, At-Taqrirat As-Sadidah fi Al-Masail AlMufidah, Surabaya, Dar Al-Ulum Al-Islamiyyah.
Al-Kubi, Said Ad-Din Muhammad, 2002, Al-Muamalat Al-Maliyah AlMuashirah, Beirut, Al-Maktab Al-Islami.
Al-Malibari, Zainuddin Abdul Aziz, _______, Matn Qurratil Uyun bi
Muhimmati Ad-Din fil Fiqh ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, Jeddah,
Al-Haramain.
Al-Qawwasi, Akram Yusuf Umar, 2003, Madkhal ila Madzhab Asy-Syafii,
Jordan, Dar An-Nafa`is.
Amirudin, et. al., 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Amiruddin, Aam, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung,
Khazanah Intelektual.
An-Nawawi, Muhyiddin bin Syarf, _______, Al-Majmu, _______, Dar Al-Fikr.
Antonio, Muhammad Syafii, et.al, 2010, Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan
Atas, Bogor, STIE Tazkia.
Arief, Dikdik M, et. al., 2009, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Bandung, PT Refika Aditama.
Asy-Syafii, Muhammad bin Idris, _______, Al-Umm, Riyadl, Bait Al-Afkar AlDauliyah.
____________________________, 1990, Musnad Al-Muazhzham Al-Mujtahid
Al-Muqaddam Abi Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafii, Indonesia,
Maktabah Dahlan.

211

Asy-Syarbasha, Ahmad, 1981, Al-Mujam Al-Iqtishadi Al-Islami, _______, Dar


Al-Jail.
Asy-Syura, Majdi bin Mansur bin Sayyid, 1995, Tafsir Al-Imam Asy-Syafi, Beirut,
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah.
Ath-Thahawi, Abu Jafar Ahmad, _________, Mukhtashar Al-Thahawi,
Haiderabad, Lajnah Ihya` Al-Maarif An-Numaniyyah.
Az-Zirikli, Khairuddin, 2002, al-Alam Qamus Tarajim li Asyharir Rijal wan Nisa
minal Arab wal Mustaribin wal Musytasyriqin, Beirut, Dar Al-Ilm Lil
Malayin.
Az-Zuhaili, Wahbah, et.al, 2009, Al-Mausuah Al-Quraniyyah Al-Muyassarah,
Damascus, Dar Al-Fikr.
_________________, 2004, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damascus, Dar AlFikr.
_________________, 2010, Fiqih Imam Syafii, Terjemahan Muhammad Afifi
dan Abdul Hafiz, Jakarta, Al-Mahira.
Fajar, Mukti, et. al., 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hadisuprapto, Paulus, Ilmu Hukum (Pendekatan dan Kajiannya), dipresentasikan
dalam Kuliah Umum (Stadium Generale), Universitas Jambi, tanggal 23
Mei 2009.
Hariwijaya, M., et.al., 2008, Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan Skripsi,
Yogyakarta, Oryza.

211

Jumah, Ali, 2004, Al-Imam Asy-Syafii wa Madrasatuhu Al-Fiqhiyyah, Cairo,


Dar Al-Risalah
Majma Al-Lughah Al-Arabiyyah, 2004, Al-Mujam Al-Wasith, Jumhuriyyah
Mishr Al-Arabiyyah, Wizarah Al-Tarbiyyah wa Al-Talim.
Rasjid, Sulaiman, 2007, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo.
Santoso, Topo, 2005, Penulisan Proposal Penelitian Hukum Normatif, Depok,
Fakultas Hukum UI.
Soekanto, Soerjono, et. al., 2011, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat), Jakarta, Rajawali Pers.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka.
Umar, Ahmad Mukhtar, et. al., 2008, Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah AlMuashirah, Cairo, Allam Al-Kutub.
Utsman, Mahmud Hamid, 1996, Al-Qamus Al-Qawwim fi Ishthilahat AlUshuliyyin, Cairo, Dar Al-Hadits.
Wardiono, Kelik, Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, __________,
________.
B. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP
& KUHPdt), 2008, Jakarta, Visimedia.
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
2008, Yogyakarta, Gradien Mediatama.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

211

Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan


Transaksi Elektronik.
C. Rujukan Elektronik
http://ajigoahead.blogspot.com
http,//alawiyoun.net
http://blogmhariyanto.blogspot.com
http,//ifta.ly
http://ivanderlaw.blogspot.com
http,//library.islamweb.net
http,//www.aliftaa.jo
http,//www.dar-alifta.org
http,//www.sahaba.rasoolona.com
http,//vekey.blogspot.com

127

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Muhammad Rizqi Romdhon

Alamat

: Pondok Pesantren Cipasung, Jl. KH Ruhiat 007/002


Ds. Cipakat Kec. Singaparna Kab. Tasikmalaya
46417

Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 7 Juli 1983


Pekerjaan

: PNS Pemprov Jabar

No. Telepon

: 085223600038

Riwayat Pendidikan Formal:


- Taman Kanak-Kanak PGRI Borolong

1989

- Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Cipasung II

1995

- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Islam (SLTPI) Cipasung

1998

- Sekolah Menengah Umum Islam (SMUI) Cipasung

2001

- International University of Africa (IUA), Republic of Sudan

2007

- Sekolah Tinggi Hukum Galunggung, Tasikmalaya

Riwayat Pendidikan Non-Formal:


- Pondok Pesantren Cipasung

1983 skrg

- Pondok Pesantren Haur Kuning

2000 2000

- Pondok Pesantren Peuteuy Jaya

2001 2001

- Institute of Arabic Language, Republic of Sudan

2002 2003

- Centre Culturel Franais au Khartoum, Republic of Sudan

2005 2006

- Khalwah Ath-Thariqah Al-Khatmiyyah, Sudan

2005 2005

- Short Course Kader Permimpin Pesantren, Syria dan Jordan

2010 2010

- Pendidikan Bela Negara di Pusesnif

2011 2011

- Pendidikan dan Pelatihan Pra Jabatan Golongan III

2012 2012

- Pelatihan Dasar Penerjemahan Arab Secara Lisan dan Tulisan

2014 2014

Riwayat Pekerjaan:
- Pengajar Pondok Pesantren Cipasung

2007 skrg

128

- Guru Bahasa Arab & Aswaja SMPI Cipasung

2008 2010

- Dosen Aswaja Institut Agama Islam Cipasung

2008 2010

- Dosen PAI Sekolah Tinggi Teknologi Cipasung

2008 2010

- Ketua Yayasan Ar-Rizqi Cijuhung

2008 skrg

- Asisten Dosen Bahasa Arab S2 Kelas Cipasung UII Yogyakarta 2008 2008
- Guru Bahasa Arab SMUI Cipasung

2009 2010

- Dosen PAI Sekolah Tinggi Hukum Galunggung

2009 2010

- Guru Bahasa Arab SMK Ar-Rizqi Bina Insani

2010 2010

- Dosen PAI Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Cipasung

2010 2010

- Dosen Bahasa Arab Institut Agama Islam Cipasung

2010 2010

- PNS Penerjemah di Disnakertrans Jawa Barat

2011 2013

- PNS Fungsional Umum di Diskanlut Jawa Barat

2013 skrg

Pengalaman Organisasi
- Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Khartoum Sudan

2002 2007

- Persatuan Pelajar Indonesia Khartoum Sudan

2002 2007

- Paguyuban Pasundan Khartoum Sudan

2002 2007

- Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Tasikmalaya

2009 2014

- Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Tasikmalaya

2011 2014

- KORPRI Disnakertrans Provinsi Jawa Barat

2012 2017

- PWRI Disnakertrans Jawa Barat

2012 2017

- Himpunan Penerjemah Indonesia

2012 skrg

LAMPIRAN-LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :

a.
b.

c.

d.

e.
f.

g.

Mengingat

bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar
ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan
untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1.

2.
3.
4.

5.

Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau
Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6.
7.
8.

9.

10.
11.

12.

13.
14.
15.

Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh


penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang
bersifat tertutup ataupun terbuka.
Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk
melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis
yang diselenggarakan oleh Orang.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak
yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh
profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan
mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik.
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri
atau dalam jaringan.

16. Kode

Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya,
yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.

Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.

mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b.

mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan


kesejahteraan masyarakat;

c.

meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d.

membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran


dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan

e.

memberikan rasa aman, keadilan,


penyelenggara Teknologi Informasi.

dan kepastian hukum

bagi

pengguna dan

BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan


alat bukti hukum yang sah.

(2)

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3)

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila


menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang ini.

(4)

Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a.

surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b.

surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam


bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya
berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 8
(1)

(2)

(3)

(4)

Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau


Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem
Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem
Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima
Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman
atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b.

waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik


memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.

Pasal 10
(1)
(2)

Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi


oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1)

Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.

data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda


Tangan;

b.

(2)

data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan


elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c.
segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d.
segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e.
terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya; dan
f.
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1)

Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

(2)

Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi:
a.

sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

b.

Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari


penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;

c.

Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara


dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain
layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang
oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik
kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

d.

(3)

yang
yang
yang
atau

1.

Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan


Elektronik telah dibobol; atau

2.

keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko


yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik; dan

dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan


Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.

Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1)

Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk


pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

(2)

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan


Elektronik dengan pemiliknya.

(3)

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:


a.

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

b.

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

(4)

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan


berdomisili di Indonesia.

(5)

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar


di Indonesia.

(6)

Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap
pengguna jasa, yang meliputi:
a.

metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

b.

hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
Elektronik; dan

c.

hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1)

(2)
(3)

Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik


secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem
Elektronik sebagaimana mestinya.
Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.

Pasal 16
(1)

Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara


Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut:
a.
dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b.
dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan
keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
c.
dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut;
d.
dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,
informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e.
memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

(2)

Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17

(1)
(2)

(3)

Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun


privat.
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18

(1)
(2)
(3)
(4)

(5)

Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.

Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang
disepakati.

Pasal 20
(1)

Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2)

Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
(1)

Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak
yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2)

Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.

jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi


Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b.

jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

c.

jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(3)

Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik


akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(4)

Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik


akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.

(5)

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.

Pasal 22
(1)

Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik
yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1)
(2)

(3)

Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak


memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat,
dan tidak melanggar hak Orang lain.
Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan
karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak
mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24
(1)
(2)
(3)

(4)

Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.


Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah
berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain
yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,
situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
(1)

Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap


informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2)

Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik.

(4)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28
(1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.

Pasal 30
(1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31
(1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

(3)

(4)

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32
(1)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3)

Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan


terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak
sebagaimana mestinya.

Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1)

(2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan
agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem
Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik
yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)

(2)

Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan


Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan
kerugian.
Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 39
(1)
(2)

Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1)
(2)

(3)
(4)

(5)

(6)

Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik


sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu
ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis
yang wajib dilindungi.
Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen
Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data
tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan
rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang
dimilikinya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41

(1)

(2)
(3)

Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui


penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan
mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini,


dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UndangUndang ini.

Pasal 43
(1)

Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.

(2)

Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap
privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3)

Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan


dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

(4)

Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

(5)

Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.

menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

b.

memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa
sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di
bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c.

melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan


dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

d.

melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

e.

melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan


kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak
pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

f.

melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan


sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan UndangUndang ini;

g.

melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan
Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;

h.

meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i.

mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang


ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

(6)

Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum
wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua
puluh empat jam.

(7)

Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi
dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

(8)

Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan
alat bukti.

Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.

alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan

b.

alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46
(1)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48
(1)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

10

(2)

(3)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51
(1)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2)

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52
(1)

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari
pidana pokok.

(2)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan
publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

(3)

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

(4)

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan
kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2)

Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah
diundangkannya Undang-Undang ini.

11

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan


penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58

Salinan sesuai dengan aslinya


DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,

MUHAMMAD SAPTA MURTI

12

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I.

UMUM
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus
menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari
konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi,
dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang,
memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem
informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi
ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi
tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras,
perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya
mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan
normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik
sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi
dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian
dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat
penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia
secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke
berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan
baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang
siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang
kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga
pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek
sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.

II.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Cukup jelas.

13

Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku
di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum
yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat
hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan merugikan kepentingan Indonesia adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa,
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek
yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti
perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa
saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya
tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar meliputi:
a.
informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b.
informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi
barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang
berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi
berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)

14

Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan
suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual
pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda
Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
Andal artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya.
Aman artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
Beroperasi sebagaimana mestinya artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya.
Ayat (2)
Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab,
efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku
bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat
unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak
tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal
tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda
tergugat berada (principle of effectiveness).
Pasal 19
Yang dimaksud dengan disepakati dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat
dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

15

Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara
lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dikuasakan dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fitur adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna
Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya
fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam
pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan melanggar hak Orang lain, misalnya melanggar merek terdaftar, nama
badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan
Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penggunaan Nama Domain secara tanpa hak adalah pendaftaran dan
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat
Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama
produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual,
hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh UndangUndang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian
dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a.
Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan.
b.
Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c.
Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi
dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.

16

Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan,
antara lain dengan:
a.
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan
hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b.
sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke
dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan
kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan
kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan penelitian adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga
penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat merupakan lembaga yang
bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

17

Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis
mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh
korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a.
mewakili korporasi;
b.
mengambil keputusan dalam korporasi;
c.
melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d.
melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843

18

Anda mungkin juga menyukai