Oleh
Muhammad Rizqi Romdhon
430208037
TESIS
Untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Hukum
Program Pasca Sarjana Magister Hukum
Konsentrasi Hukum Bisnis
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama
: Hukum Bisnis
Tesis yang saya susun adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar Magister Hukum di Sekolah Tinggi Hukum
Galunggung maupun di perguruan tinggi yang lain.
2.
Tesis yang saya susun adalah murni gagasan, rumusan, dan hasil
penelitian saya sendiri tanpa pihak lain kecuali arahan dari pihak
pembimbing.
3.
Dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah
disusun, diajukan, dan dipublikasikan orang lain kecuali secara tegas
disebutkan sumbernya dengan menunjuk dan menyebutkan nama
pengarang seperti yang tercantum dalam Daftar Pustaka.
Tasikmalaya,
Oktober 2014
iv
ABSTRAK
ABSTRACT
With the development of information technology has led to the world
becoming borderless relationships and lead to changes in economic terms quickly
with such sale and purchase transactions can be done through an electronic
transaction that is not limited by time and place. Islam is a religion that regulates
all things in human life. Islamic law was contained in the rules relating to the sale
and purchase. But Islamic law is rather late in expanding the interpretation of the
principles and norms in matters of material that is not tangible. Inversely related
to the legal world has expanded interpretation of the principles and norms on all
material issues that intangible set in Indonesia in Law of Information and
Electronic Transactions.
The purpose of this study is to describe and analyze the views fatwas AshShafi'i schools about the practice of buying and selling based information and
electronics transactions. This research was supported by secondary data as a
source of data, which consists of primary legal materials, legal materials secondary
or tertiary Data. This study uses the concept approach (conceptual approach).
Where the concepts in the science of law can be used as a point of departure or
approach to legal research analysis.
The conclusion of this study that the electronic transaction-based on Law of
Information and Electronic Transactions valid on the condition according to AshShafi'i schools and recommended that the Act had to be divided into two law:
Cybercrime Law and the Law of E-Commerce.
Keyword: electronic transactions, e-commerce, Ash-Shafi'i schools, buying
and selling
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadlirat Allah Swt. yang sudah
melimpahkan rahmat serta taufik-Nya kepada penulis sehingga tesis ini dapat
diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya shalawat dan salam hendaknya
dilimpahkan Allah terhadap junjungan Rasulullah Muhammad Saw. yang telah
mengembangkan risalah sebagai pedoman hidup yang paling sempurna dan hak
untuk keselamatan bagi manusia dan rahmat bagi alam semesta.
Tesis yang berjudul Studi Fiqhiyyah Madzhab Syafii Terhadap Praktik
Jual Beli Berbasis Informasi dan Transaksi Elektronika Menurut Undang-undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini
merupakan karya ilmiah akhir bagi penulis dalam rangka menyelesaikan
pendidikan pada Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung
(STHG) Tasikmalaya.
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Hukum Galunggung H. Yeng DS. Partawinata, SH.,
MH. atas kesempatan menjadi mahasiswa Magister pada Program Pasca
Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.
2. Direktur Program Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Hukum Galunggung
(STHG) Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H, M.S atas kesempatan dan
fasilitas
yang
diberikan
kepada
penulis
untuk
mengikuti
dan
vii
3. Kepada pembimbing yang terdiri dari Dr. H. Tatang Astarudin, S.H, M.Si
dan Aris Dwi Muladi, S.H, M.A atas bimbingan dan saran yang mereka
berikan.
4. Kepada Komisi Pembanding atas bimbingan dan saran yang diberikan.
5. Kepada semua Dosen pada Program Pasca Sarjana atas segala ilmu yang
diberikan kepada penulis.
6. Kepada rekan-rekan mahasiswa serta pegawai dan karyawan atas bantuan
dan kerjasama sehingga penulis bisa melaksanakan pendidikan dengan
mudah dan baik.
7. Kepada orang tua penulis KH. Ubaidillah Ruhiat, BA. dan Hj. Neneng
Nurlaela, M.Pd.I yang memberikan perhatian, motivasi, semangat, saran
dan doa sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.
8. Kepada istri tercinta dan anak-anakku yang menjadi motivasi dan
dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.
9. Kepada adik-adikku yang telah memberikan dukungan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna kepada pembaca diharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif
demi kesempurnaan seluruh tesis ini dapat berguna untuk semua terutama dalam
pengembangan ilmu pengetahuan hukum bisnis islam. Amin.
Tasikmalaya,
Oktober 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ii
PERNYATAAN .........................................................................................
iii
ABSTRAK ..................................................................................................
iv
ABSTRACT ...............................................................................................
vi
viii
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................
23
BAB II
26
26
26
31
38
ix
56
56
56
63
3.2 Hukum Jual Beli dan Riba dalam Madzhab Asy-Syafii .............
69
69
84
88
88
93
5.1 Kesimpulan
119
5.2 Saran
120
122
127
LAMPIRAN ...............................................................................................
129
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
)3 : (
Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhoi Islam sebagai agamamu2
Sebagai salah satu kesempurnaannya, syariah Islam senantiasa berubah
sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban manusia3, sebagaimana disebutkan
dalam surat Al-Maidah Ayat 48:
)84 : (
Maka, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
Muhammad Syafii Antonio, 2010, Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan Atas, Bogor, STIE
Tazkia, hlm. 6.
2
Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah
Intelektual hlm. 107.
3
Muhammad Syafii Antonio, Loc. Cit.
1
yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang4
Salah satu kehidupan manusia yang diatur oleh Syariah Islam adalah
aturan terkait dengan jual beli. Jual beli merupakan hal yang diperbolehkan dalam
Islam
)272 : (
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba5
Sebab dihalalkannya jual beli adalah dikarenakan dalam jual beli
terlaksananya perputaran perdagangan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan
diharamkannya riba dikarenakan dalam riba terjadi pengambilan hak berupa harta
orang lain tanpa ada imbalan yang sesuai.6
Dengan berkembangnya zaman, perkembangan jual beli pun semakin
canggih. Dengan perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas dan menyebabkan perubahan dalam hal
ekonomi secara cepat dengan demikian transaksi jual beli pun bisa dilakukan
melalui transaksi elektronik yang tidak terbatas oleh waktu dan tempat.
Kemajuan teknologi informasi ini selain memberikan kemudahan dalam
bertransaksi, namun juga bisa menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Pada permasalahan yang lebih luas lagi dikarenakan transaksi elektronik untuk
Dikdik M Arief, et. al., 2009, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Bandung, PT
Refika Aditama, hlm. 148.
8
Idem., hlm. 165-166.
PRAKTIK
JUAL
BELI
BERBASIS
INFORMASI
DAN
2)
,
9
Al-Imam Asy-Syafii, 150-204 H, 767-820 M, Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman
bin Syafi Al-Hasyimi Al-Qursy Al-Muthallabi, Abu Abdillah : Salah seorang Imam yang empat
golongan Sunni. Dan kepadanya disandarkan Madzhab Asy-Syafiiyah seluruhnya, Dilahirkan di
Gazza Palestina, lalu pindah ke Makkah pada waktu umur dua tahun.Mendatangi Baghdad dua
kali, lalu menuju Mesir pada tahun 199 H dan meninggal dunia di Mesir. (Al-Alam Qamus
Tarajim, juz 6, hlm. 26)
10
Al-Ghazali, 450-505 H, 1058-1111 M, Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali,
Ath-Thusi, Abu Hamid, Hujjatul Islam, Filosof, Sufi, mempunyai 200 buku. Dilahirkan dan wafat
di Ath-Thabiran, Dataran Thus Khurasan, lalu pergi ke Naisapur, Baghdad, Hijaz, Syam, Mesir,
lalu kembali ke kampung halamannya. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 7, hlm. 22)
11
An-Nawawi, 631-676 H, 1233-1277 M, Yahya bin Syarf bin Muri bin Hasan Al-Khuzami AlHurani, An-Nawawi, Asy-Syafii, Abu Zakaria, Muhyiddin : Ulama Fiqh dan Hadits. Dilahirkan
dan wafat di Nawa Desa Huran Syria, dan kepadanya di nisbatkan., belajar di Damaskus, dan lama
tinggal disana. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 8, hlm. 149)
12
Ath-Thahawi, 239-321 H, 853-933 M, Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin Salmah Al-Azdi
Ath-Thahawi, Abu Jafar: Ulama Fiqh dan merupakan pendiri madzhab Al-Hanafi di Mesir,
Dilahirkan dan dibesarkan di Thaha di dataran tinggi Mesir, awal mula mempelajari madzhab AsySyafii, lalu pindah ke dalam madzhab Al-Hanafi. Pindah ke Syam tahun 268 H dan bertemu
Ahmad bin Thulun yang merupakan teman dekatnya, wafat di Kairo, dan merupakan keponakan
Al-Mazni. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 206)
,
13
Apabila ada kerelaan antara penjual dan pembeli dalam hal jual beli yang
diperbolehkan oleh agama, kecuali jual beli dalam hal yang dilarang oleh
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dan jual beli yang yang dilarang oleh
Rasulullah termasuk jual beli haram dan dilarang pelaksanaannya. Dan jual beli
yang menjauhi larangan Rasul adalah diperbolehkan seperti yang telah
disebutkan tentang kebolehan jual beli dalam Al-Quran
Dari definisi di atas maka jual beli menurut Imam Asy-Syafii harus
memiliki unsur kerelaan dan harus sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah. Jual beli yang tidak memiliki unsur tersebut maka termasuk jual beli
yang dilarang oleh Islam. Dan beliau menambahkan pula:
14
Dan yang bisa disebut dengan Jual beli adalah tidak terjadinya jual beli kecuali
bersatunya antara penjual dan pembeli. Serta berjual beli dengan kerelaan pada
diri masing-masing atas apa yang diperjual belikannya.
13
Muhammad bin Idris asy-Syafii, ______, Al-Umm, Ar-Riyadl, Baitul Afkar Ad-Dauliyyah,
hlm. 438.
14
Ibid.
Sesungguhnya asal ijab dan kabul adalah saling ridho (antara penjual dan
pembeli).
Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, ______, Al-Wasith fil Madzahib, ______, Dar AsSalam, juz 3, hlm. 1.
16
Idem., hlm. 3.
17
Idem., hlm. 8.
15
Untuk membedakan antara ijab kabul dalam nikah dan jual beli, beliau
berpendapat:
,
18
Dalam nikah terdapat unsur ibadah yang disyariatkan dalam pengucapan ijab
kabul, sedangkan dalam jual beli merupakan keterikatan karena persaksian dan
yang lainnya, yang jelas menurutku adalah terjadinya transaksi.
Dalam nikah ijab kabul dimaksudkan sebagai ikrar yang bernilai ibadah,
sedangkan dalam jual beli ijab kabul merupakan keterikatan dengan persaksian
dari transaksi yang terjadi.
Beliau berpendapat pula yang boleh melakukan Jual beli adalah orang
yang mempunyai kemampuan untuk Jual beli, beliau berkata:
19
Jual beli anak kecil dan orang gila, baik dengan izin ataupun tanpa izin
walinya, baik dengan jual beli secara jujur atau curang tetap saja jual belinya
batal.
Anak kecil dan orang gila Jual belinya tidak sah, walaupun mereka berjual
beli dengan izin dari walinya. Walaupun anak kecil atau orang gila tersebut
berjual beli dengan benar tidak curang tetap saja jual belinya tidak sah.
18
19
11
Imam
An-Nawawi
ketika
menafsirkan
tentang
ayat
yang
Sesungguhnya yang dijual karena penjualan yang sah menjadi milik pembeli
setelah selesainya masa khiar
Dalam jual beli Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa jual beli haruslah
ada tiga hal ini, yaitu:
21
Rukun Jual beli ada tiga, yaitu dua orang yang berakad, kalimat ijab kabul dan
yang diakadkan.
Adanya penjual dan pembeli, adanya kalimat ijab dan kabul dan adanya
barang yang diperdagangkan. Menurut Imam An-Nawawi seorang penjual dan
pembeli ataupun orang yang akan melakukan akad apa saja haruslah memenuhi
syarat dibawah ini:
22
20
Muhyiddin bin Syarf an-Nawawi, ______, Al-Majmu, ______, Dar Al-Fikr, juz 9, hlm. 148.
Idem., hlm. 149.
22
Ibid.
21
11
Dan syarat orang yang berakad haruslah mencapai usia balig, berakal, tidak
terpaksa, bisa melihat, tidak ditawan. Dan disyaratkan islamnya seorang pembeli
apabila penjualnya seorang hamba sahaya muslim.
Dapat diambil pelajaran, bahwa anak kecil, orang gila, orang yang
dipaksa, orang buta dan tawanan tidak berhak untuk melakukan akad; dikarenakan
kekurangan dalam syarat yang bisa mempertanggungjawabkan akan akad yang
akan dilakukannya. Imam An-Nawawi menambahkan syarat keislaman bagi
pembeli yang akan membeli barang dari seorang hamba sahaya yang muslim.
Sedangkan orang mabuk bisa disahkan akadnya, seperti fatwa Imam AnNawawi berikut ini:
23
Orang Mabuk menurut madzhab Asy-Syafii sah jual belinya dan sah akad
lainnya juga.
Untuk anak kecil Imam An-Nawawi menganggap bahwa jual belinya
tidaklah sah baik untuk dirinya ataupun orang lain. Beliau menjelaskanya:
24
Anak kecil tidaklah sah jual belinya, sewanya dan akad lainnya; baik bagi
dirinya ataupun orang lain.
Selain itu pula Imam An-Nawawi mensyaratkan barang yang dijual itu
haruslah barang suci bukan barang haram, bisa bermanfaat tidak memberikan
23
24
12
madlarat, bisa diketahui bukan barang yang gaib, bisa dihitung atau diukur bukan
barang khayalan, dan bisa dimiliki, seperti yang beliau katakan:
25
Dan syarat barang yang dijual adalah: harus suci, bermanfaat, dapat diketahui,
dapat diukur ketika diserahkan, dapat dimiliki oleh orang yang berakad.
Dan masih menurut beliau, orang yang akan melakukan dagang atau Jual
beli haruslah mengerti tentang hukum-hukum dagang dan akad lainnya:
26
hukum-hukumnya,
mengetahui
syarat-syaratnya,
mengetahui
27
25
26
13
Apabila dua orang melakukan akad Jual beli yang diperbolehkan dan tidak
mensyaratkan suatu apapun dalam Jual belinya, maka jual belinya tidak akan
batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama dalam
satu tempat.
Jual beli dalam madzhab Al-Hanafi hendaklah dilaksanakan dalam satu
tempat yang terjadi pertemuan antara penjual dan pembelinya. Dan dalam jual beli
tersebut antara penjual dan pembeli tidak mensyaratkan apapun dalam jual belinya.
Beliau juga menjelaskan bahwa jual beli yang tidak sesuai ketentuan,
maka jual beli tersebut tidak sah dilakukan:
,
28
. ,
Barangsiapa yang membeli sesuatu dengan cara pembelian yang tidak sah,
maka barang tersebut tidak dapat diambil dan tetap menjadi milik dari
penjualnya. Dan apabila barang tersebut diterima karena jual beli seperti tadi,
maka barang tersebut menjadi milik pembeli namun kepemilikannya adalah
kepemilikan yang cacat.
Imam Ath-Thahawi berpendapat dalam praktek jual beli hendaklah
mengikuti ketentuan syariat yang berlaku dan tidak boleh berlaku curang dalam
jual beli. Apabila dalam jual beli ditemukan kecurangan maka kepemilikannya
tidaklah sah walaupun barang tersebut sudah di tangan pembeli.
Ahmad bin Muhammad Ath-Thahawi, ______, Mukhtashar Ath-Thahawi, Hiderabad, Lajnah
Ihya Al-Maarif An-Numaniyyah, hal 74.
28
Idem., hlm. 86.
27
18
29
) ( ) ( ) (
Wahbah Az-Zuhaili, 2004, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Damascus, Dar Al-Fikr, juz 5, hlm.
3304.
30
Idem., hlm. 3306.
31
Idem., hlm. 3309.
12
Yang melakukan akad (penjual dan pembeli), yang diakadkan (harga dan
barang yang dihargakan), dan bentuk akad (ijab dan kabul).
Menurut beliau mayoritas para ulama berpendapat bahwa dalam jual beli
haruslah terkumpul 3 unsur di atas, apabila satu saja tidak ditemukan, maka jual
beli tersebut dinyatakan tidak sah.
Musthafa Al-Bigha, Musthafa Al-Khin dan Ali Asy-Syarbaji dalam buku
Al-Fiqh Al-Manhaji menjelaskan hukum fiqih secara ringkas namun padat.
Menurut mereka yang dimaksud dengan jual beli dalam bahasa adalah:
32
Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta
benda atau bukan.
Dalam pengertian Jual beli menurut bahasa, Musthafa Al-Bigha sepakat
dengan pengertian yang dipaparkan oleh Wahbah Al-Zuhaili. Namun Musthafa
Al-Bigha menambahkan bahwa pengertian jual beli menurut bahasa bisa pula
pertukaran benda yang berharga ataupun bukan.
Sedangkan jual beli menurut istilah adalah:
33
Akad yang dimaksudkan atas pertukaran harta benda dengan harta benda
lainnya untuk dimilikidengan pasti.
Musthafa Al-Bugha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum AlInsaniyyah, juz 6, hlm. 2.
33
Ibid.
32
16
haruslah orang berakal, tidak terpaksa serta berniat untuk melakukan akad,
terdiri dari dua belah pihak dan mempunyai kemampuan untuk melihat.
Orang yang akan melakukan akad Jual beli haruslah orang yang sudah
melalui masa akil balig dan berakal. Menurut Al-Bigha anak-anak dan orang yang
kurang akalnya tidaklah sah untuk melakukan jual beli. Dan juga bukanlah orang
yang dipaksa atau terpaksa membeli, maka jual belinya tidak menjadi sah. Selain
itu pula dalam Jual beli harus terdiri dari dua belah pihak, harus ada penjual dan
pembelinya. Dan terakhir Al-Bigha dan rekan-rekan mensyaratkan baik penjual
maupun pembeli haruslah mempunyai kemampuan untuk melihat.
Pengertian jual beli dalam bahasa Indonesia adalah jual beli persetujuan
saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan barang, dan
pembeli sebagai pihak yang membayar barang yang dijual; menjual dan
34
17
membeli.38 Jual beli mempunyai sinonim atau persamaan kata, yaitu dagang dan
niaga.
Yang dimaksud dengan dagang adalah pekerjaan yang berhubungan
dengan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan; jualbeli; niaga.39 Sedangkan yang dimaksud dengan niaga adalah kegiatan jual beli
dan sebagainya untuk memperoleh untung; dagang.40 Dan yang dimaksud dengan
transaksi adalah persetujuan jual beli (dalam perdagangan) antara dua pihak.41
Jual beli di Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur dalam KitabUndang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
Namun pengertian Jual beli secara umum telah dihapus dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa yang
dimaksud jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang dijanjikan.42
Dan disebutkan bahwa Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah
pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang
tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya
belum dibayar. 43 Serta dijelaskan bahwa hak milik atas barang yang dijual tidak
38
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai
Pustaka, hlm. 478.
39
Idem. , hlm. 229.
40
Idem., hal 782.
41
Idem., hal 1208.
42
Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata, Bab V, Bagian I, Pasal 1457.
43
Idem,Pasal 1458.
14
pindah kepada pembeli selama barang itu belum diserahkan menurut pasal 612,
613 dan 616.44
Jika barang yang dijual itu barang yang sudah ditentukan, maka sejak saat
pembelian, barang itu menjadi tanggungan pembeli, meskipun penyerahannya
belum dilakukan, dan penjual berhak menuntut harganya. 45
Sedangkan yang dimaksud dengan Transaksi elektronik menurut Undangundang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah
suatu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
46
transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Oleh
karena itu para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beritikad baik
dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.47
Transaksi elektronik yang dituangkan ke dalam kontrak elektronik
mengikat para pihak.
48
44
19
50
21
Sistem
perdagangan
dengan
memanfaatkan
sarana
internet
55
21
4) Certification authorities (pihak ketiga yang netral yang memegang hak untuk
mengeluarkan sertifikasi kepada merchant, issuer dan dalam beberapa hal
diberikan kepada card holder). 58
Jenis e-commerce dapat dikelompokan mejadi dua bagian besar, yaitu:
1) Busines to Business.
2) Business to Consumer. 59
Secara lengkapnya jenis dan tipe e-commerce selain dua yang telah
disebutkan di atas adalah:
1) Consumer to Business.
2) Consumer to Consumer.
3) Business to Goverment.
4) Goverment to Consumer.
5) Goverment to Goverment. 60
Istilah-istilah yang biasa ditemukan pada e-commerce adalah sebagai
berikut:
1) Commerce Service Providers yaitu penyedia layanan e-commerce yang
menyediakan solusi e-commerce serta menyediakan fasilitas pendukung
mulai dari konsultan, merancang halaman web sampai detail program yang
akan dipasang oleh pelanggan dan bisa juga menyewakan ruang e-commerce
saja;
58
22
yang
diisukan
oleh
sebuah
bank,
dimana
nomor
tersebut
61
Ibid.
23
62
Ibid.
Soerjono Soekanto, et. al., 2001, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 1314
63
28
b.
c.
Data tersier.64
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam
konteks penelitian normatif data sekunder tersebut dapat berupa bahan-bahan
hukum baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan
hukum tersier.
Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum
primer berupa Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik serta ketentuan fiqih madzhab Asy-Syafii sebagai
bagian dari sistem hukum jual beli.
Data dikumpulkan dengan metode dokumentasi, yaitu kegiatan pengumpulan
data dengan teknik mengumpulkan, menginventarisir dan mengevaluasi
bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dipecahkan
2) Analisis Data
Penelitian hukum normatif memerlukan pendekatan dalam setiap analisisnya.
Oleh karena itu penulis menggunakan pendekatan konsep (conceptual
approach) dan pendekatan doktrinal. Pendekatan konsep adalah dimana
konsep-konsep dalam ilmu hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan
64
Amirudin, et. al., 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 118.
22
65
data
sekunder
yang
dikumpulkan
dengan
cara
studi
kepustakaan.66 Atau dalam makna lain adalah setiap penelitian hukum yang
mengkonsepkannya sebagai norma.
67
65
Mukti Fajar, et. al., 2013, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, hal. 186.
66
Kelik Wardiono, Mata Kuliah Metodologi Penelitian Hukum, hlm. 17.
67
Paulus Hadisuprapto, Ilmu Hukum (Pendekatan dan Kajiannya), dipresentasikan dalam Kuliah
Umum (Stadium Generale), Universitas Jambi, tanggal 23 Mei 2009, hlm. 1.
68
M. Hariwijaya, et. al., 2008, Pedoman Penulisan Ilmiah, Yogyakarta, Oryza, hlm. 93.
62
BAB II
AJARAN ISLAM DAN KONSEPSI FIQIH TENTANG JUAL BELI
)725 : (
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba. Siapa
pun yang mendapat peringatan Tuhannya, lalu ia berhenti melakukan riba, maka
apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusan diserahkan
kepada Alla. Orang yang mengulangi perbuatan riba akan menjadi penghuni
neraka. Mereka kekal di dalamnya. 1
Selain menetapkan tentang hukum dalam jual beli, Al-Quran juga
menyebutkan bahwa praktek jual beli hendaklah didasari adanya keridlaan antara
pelaku jual beli itu sendiri. Karena apabila hilangnya unsur keridlaan dalam
62
praktek jual beli, maka hal tersebut menyebabkan timbuknya kebatilan dalam
transaksi tersebut. Allah berfirman:
)72 : (
"Hai, orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan
cara haram, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu. 2
Dari dua ayat di atas, maka kita bisa melihat bahwa Al-Quran
menggunakan dua kata berbeda, yaitu kata
dan kata
untuk
menyebutkan transaksi dari jual beli. Selain itu pula Al-Quran menganjurkan agar
dalam transaksi jual beli hendaknya selalu tercata dan disertai saksi. Allah
berfirman:
)787 : (
62
Hal demikian lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan
lebih mendekatkanmu pada keyakinan. Kecuali, jika perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antaramu. Maka tidak ada dosa jika kamu tidak menuliskannya.
Ambillah saksi apabila kamu berjual beli dan jangan mempersulit penulis dan
saksi. Jika kamu mempersulitnya, sungguh itu perbuatan fasikmu. Bertakwalah
kepada Allah, Allah mengajarimu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.3
Al-Quran juga memberikan pedoman bahwa jual beli merupakan salah
satu cara untuk mendapatkan rezeki. Dengan syarat praktek jual beli tersebut
tidaklah menghalangi dalam praktek beribadah orang islam itu sendiri. Allah
berfirman:
*
)11-2 : (
Hai orang-orang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat,
segeralah kamu, mengingat Allah dan tinggalkan perdaganganmu. Yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui * Apabila salat telah dilaksanakan,
bertebaranlah kamu di bumi. Carilah karunia Allah dan banyaklah mengingat
Allah agar kamu beruntung * Apabila mereka melihat perdagangan atau
3
62
)72 : (
Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat
Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka tidak takut pada hari
ketika hati dan penglihatan menjadi guncang. 5
)72 : (
Katakanlah, Jika bapak-bapakmu,anak-anakmu, saudara-saudaramu, istriistrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang
kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah yang kamu sukai lebih kamu
cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya,
4
5
03
)752 : (
Hai, orang-orang beriman, infakkan sebagian rezeki yang telah Kami berikan
kepadamu sebelum datang hari yang ketika itu tidak ada lagi jual beli,
persahabatan, dan syafaat. Orang-orang kafir itu adalah orang-orang zalim. 7
)71 : (
Katakanlah, Muhammad kepada hamba-hamba-Ku yang beriman, hendaklah
mereka melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami
berikan, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan sebelum
datang hari Kiamat ketika tidak ada lagi jual beli dan perssahabatan. 8
03
:
9
) ( .
:
Dari Jumai bin Umair dari pamannya, Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam pernah ditanya tentang pekerjaan yang paling utama? Nabi menjawab:
Jual Beli yang mabrur dan pekerjaan hasil tangannya sendiri. (HR Ahmad)
Sedangkan yang dimaksud dengan mabrur pada hadits di atas adalah jual
beli yang sesuai dengan hukum syara dalam keshahihan jual belinya. Baik dalam
etika jual beli, tidak ada hal yang tidak sesuai dengan syara seperti berbohong,
menipu, membodoh-bodohi, atau bersumpah palsu. 10
Bahkan beliau berfatwa apabila pelaku jual beli itu jujur dalam jual
belinya, maka mereka dimasukan dalam golongan yang pasti akan masuk surga.
Beliau bersabda:
Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, No Hadits: 15522, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=121&hid=15522&pid=60579,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 13:46 WIB.
10
Nuruddin Al-Itr, 2000, Ilam Al-Anam Syarh Bulugh Al-Maram, Damascus, Dar Al-Farfur, juz
2, hlm. 585.
06
:
11
) ( .
Dari Abu Said, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam bersabda:
Pedagang yang jujur dan terpercaya bersama para Nabi, para shiddiqin dan para
syuhada. (HR At-Tirmidzi)
Dalam hadits lain disebutkan bahwa selama praktek jual beli yang jujur
dan saling terbuka, maka berkah Allah akan turun kepada pelaku jual beli. Begitu
pula sebaliknya apabila dalam praktek jual beli penuh dengan kebohongan dan
penipuan, maka hilanglah berkah dalam praktek jual belinya. Beliau bersabda:
12
) ( .
Dari Hakim bin Hizam radliyallahu anhu, beliau berkata: Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wasallam bersabda: penjual dan pembeli dalam masa khiyar
selama belum berpisah atau sampai berpisah. Apabila keduanya jujur dan
transparan, diberkahilah keduanya dalam jual belinya. Dan apabila saling
Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jami At-Tirmidzi, No. Hadits: 1126, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=195&hid=1126&pid=122083,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 14:41 WIB.
12
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1947, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1947&pid=100285,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 14:10 WIB.
11
00
menyembunyikan dan berbohong, hilanglah berkah dalam jual beli mereka. (HR
Al-Bukhari)
Untuk itu Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam menetapkan
bahwa kriteria pedagang yang termasuk pekerjaan terbaik adalah: pedagang yang
transparan, terpercaya, selalu menepati janji, tidak melakukan kecurangan dalam
jual beli, serta memperlakukan konsumen dengan baik dan benar. Beliau
bersabda:
" :
13
) ( .
Dari Muadz bin Jabal berkata: Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam
bersabda: Sesungguhnya pekerjaan yang paling baik adalah pekerjaan (menjadi)
para pedagang; pedagang yang apabila berkata tidak berbohong, jika diamanati
tidak berkhianat, jika berjanji tidak ingkar, jika membeli tidak menghina, jika
menjual tidak melebih-lebihkan, jika mereka dibutuhkan tidak memperlambatnya
dan jika membutuhkan mereka tidak menyusahkannya. (HR Al-Baihaqi)
Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, Syubul Iman, No. Hadits: 4504, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=682&hid=4504&pid=335587,
diakses tanggal 26 Juli 2013, jam 15:18 WIB.
13
03
" :
14
) (
14
Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits 2791,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=2791&pid=107171,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:29 WIB.
15
Nuruddin Al-Itr, Op. Cit., juz 2, hlm. 613.
03
:
: "
16
) (
17
) ( .
Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qusyairi An-Naisaburi, Shahih Muslim, No. Hadits 2817,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=158&hid=2817&pid=107183,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:48 WIB.
17
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 1980, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=1980&pid=100337,
diakses tanggal 22 November 2013, jam 22:41 WIB.
02
Namun tidak semua jual beli diperbolehkan dalam Islam, ada beberapa
barang yang tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan karena sebab najis atau
bisa mendatangkan kepada kemusyrikan. Rasul bersabda:
: "
18
)(
"
20
18
) (
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 2092, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=2092&pid=100471,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 05:55 WIB.
19
Nuruddin Al-Itr, Op. Cit., Juz 2, hlm. 588.
02
:
: "
21
) (
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 2093, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=146&hid=2093&pid=100473,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 20:56 WIB.
21
Muhammad bin Yazid bin Majah Ar-Rabi Al-Qazwaini, Sunan Ibn Majah, No. Hadits: 3203,
http://library.islamweb.net/hadith/display_hbook.php?bk_no=173&hid=3203&pid=111409,
diakses tanggal 29 November 2013, jam 21:07 WIB.
22
Sulaiman Rasjid, 2007, Fiqh Islam, Bandung, Sinar Baru Algesindo, hlm. 278.
02
yang tertentu (akad). 23 Seperti sudah dibahas dalam sub bab sebelumnya, bahwa
jual beli dalam Al-Quran menggunakan kata dan kata . kata dalam
bahasa Arab bisa bermakna lawan dari beli, tapi bisa juga bermakna jual dan beli
juga.24 Makna dari kata adalah:
25
Praktek tukar menukar harta yang berharga dengan harta yang berharga pula.
26
Menukarkan suatu barang dengan barang lainnya, sama saja berupa harta
benda atau bukan.
Sedangkan makna dari kata adalah:
27
23
Ibid.
Ahmad Asy-Syarbasha, 1981, Al-Mujam Al-Iqtishadi Al-Islami, _______, Dar Al-Jail, hlm. 57.
25
Ibid.
26
Musthafa Al-Bigha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum AlInsaniyyah, juz 6, hlm. 3.
27
Idem., hlm. 71
24
02
28
Apabila dua orang melakukan akad Jual beli yang diperbolehkan dan
tidak mensyaratkan suatu apapun dalam Jual belinya, maka jual belinya tidak
akan batal (walau) saling berpisah satu sama lain atau masih tetap bersama
dalam satu tempat.
Imam An-Nawawi seorang ulama Madzhab Asy-Syafii mempersingkat
definisi jual beli menjadi:
29
Pertukaran harta dengan harta atau sejenisnya dengan maksud untuk dimiliki.
Ibn Qudamah Al-Maqdisi30 yang bermadzhab Al-Hanbali menambahkan
kata memiliki dalam definisi jual beli. Definisi lengkapnya adalah:
31
33
Pertukaran harta dengan harta atau sejenisnya dengan maksud untuk dimiliki
dan memiliki.
Dikarenakan praktek jual beli masuk dalam pembahasan bab muamalah,
maka berlakulah sebab-sebab yang bisa menyebabkan batalnya transaksi jual beli
itu, yaitu:
1) Terdapat unsur riba;
32
:
33
) ( .
33
)712 : (.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Jawablah bahwa pada
keduanya terdapat dosa besar dan ada beberapa manfaat bagi manusia.
Namun, dosanya lebih besar daripada manfaatnya.36
3) Penipuan; 37
38
) ( .
36
:
41
) ( .
)7 : (.
30
)2 : (
Hai orang-orang beriman! Apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat,
segeralah kamu, mengingat Allah dan tinggalkan perdaganganmu. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.45
Berdasarkan keterangan di atas, bahwa jual beli haram dilaksanakan ketika
dalam waktu-waktu ibadah. Khususnya ketika pelaksanaan shalat Jumat.
Semua kegiatan keduniawian harus dihentikan dengan melakukan shalat
Jumat.
8) Transaksi yang menimbulkan permusuhan dan kebencian; 46 Syariat melarang
jual beli yang bisa menimbulkan permusuhan. Seperti jual beli senjata kepada
musuh Islam, atau jual beli teknologi kepada musuh Islam. Rasul bersabda:
47
) ( .
33
:
49
) ( .
)72 : (
"Hai, orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan cara haram.53
33
Selain syarat dan rukun yang telah dijelaskan sebelumnya, Islam juga
mengatur sikap atau etika dalam melakukan transaksi jual beli, yaitu:
1) Toleran dalam penjualan atau pembelian;54 penjual tidak mempersulit dalam
harga, serta pembeli tidak berlebihan dalam penawarannya. Rasul bersabda:
55
) ( .
: "
57
) ( .
32
:
:
59
) ( .
"
)787 : (
Jangan kamu bosan menuliskannya hingga batas waktunya, baik utang kecil
maupun besar. Hal demikian lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan
kesaksian, dan lebih mendekatkanmu pada keyakinan.62
)787 : (
58
32
(sharf), yaitu apabila objek penjualannya berupa pertukaran
emas atau perak;
(3)
63
Ibid.
32
(4)
b.
(2)
(4)
32
(2)
(4)
( bathil), yaitu apabila hukum jual beli tidak terjadi dan tidak
d.
Pembagian jenis jual beli berdasarkan sifat harga terbagi menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu:
(1)
( hall), yaitu jual beli yang dilaksanakan pada waktu itu juga;
(2)
manfaat dan kesenangan. Jual beli yang bermakna aam ini terbagi lagi
menjadi 4 (empat) bagian, yaitu:
64
33
(1)
(sharf), yaitu transaksi pertukaran antara emas dan perak;
(2)
(3)
(4)
Dari pengertian jual beli aam di atas, keluarlah 2 (dua) transaksi ini dari
definisi tersebut.
(1)
( ijarah),
b.
33
(1)
(2)
(sahih);
(2)
(2)
( istimanah);
(3)
( murabahah);
36
(4)
(5)
b.
(2)
( muhathah) atau
( mukhasarah);
(3)
( tauliyyah);
(4)
( musawamah).
65
30
c.
(sharf), yaitu jual beli emas dan perak baik antara sejenis seperti
emas dan emas ataupun berbeda jenis seperti emas dengan perak;
d.
( bay khiyar), yaitu jual beli yang berdasarkan pada ( alluzum)66 dan
(al-jawaz)67;
e.
f.
(shahih);
(2)
( fasid).
( bay al-ushul wa ats-tsimar), yaitu jual beli buahbuahan dan pepohonan.68
66
33
b.
yang berdasarkan pada pertukaran jenis barang dengan jenis barang yang
sama atau dengan barang lainnya;
c.
( bay al-ushul wa ats-tsimar), yaitu jual beli yang
berdasarkan pada siklus, kebun dan pertanian:
d.
(sharf), yaitu jual beli yang berdasarkan pada pertukaran harga dan
harga, atau jual beli antara emas dengan perak atau sebaliknya;
Sedangkan jual beli emas dengan emas atau perak dengan perak
dinamakan ( murathalah).
e.
f.
33
(2)
(3)
69
69
( muwadhaah).
65
BAB III
PANDANGAN MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG PRAKTIK JUAL
BELI PADA UMUMNYA
Abdumanaf bin Qushay bin Kilab, dari Quraisy, dari Adnan: merupakan salah satu kakek Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wasallam, pernah diberi nama Qamar Al-Bathha. Memegang
urusan kaum Quraisy setelah ayahnya meninggal. Disebutkan pula namanya adalah Mughirah,
sedangkan Abdumanaf adalah julukannya. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 166)
2
Az-Zanji, ...-179H, ...-795 M, Muslim bin Khalid bin Said Al-Qursyi Al-Makhzumi, dikenal
dengan Az-Zanji, termasuk golongan Tabiin, Ulama Besar Fiqih, Imam Makkah, berasal dari
Syam, digelari Az-Zanji karena berkulit kemerahan, atau karena telalu putih, kepadanya Imam
Syafii berguru sebelum berguru kepada Imam Malik, beliaulah yang mengijinkan Imam Syafii
muda berfatwa. (Al-Alam Qamus Tarajim, Hlm. 222, Juz 7)
3
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad, 2004, At-Taqrirat As-Sadidah fi Al-Masail Al-Mufidah, Surabaya,
Dar Al-Ulum Al-Islamiyyah, hlm. 31.
4
Al-Azd, Azd bin Al-Ghauts bin Nabt bin Malik bin Zaid bin Kahlan, dari bangsa Qahtaniyyah,
nenek moyang kaum yaman yang terdahulu. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 1, hlm. 290)
5
Quraisy, Quraisy bin Badr bin Yakhlad bin An-Nadlr bin Kinanah, keturunan Adnan, kaum
terdahulu dari penduduk Makkah. Quraisy merupakan tokoh Bani Kinanah dalam
perdagangannya, Apabila qafilah datang maka orang berkata itulah rombongan Quraisy. Para Ahli
Nasab berbeda pendapat tentang Quraisy, ada yang menyebutkan Quraisy merupakan gelar bagi
An-Nadlr bin Kinanah, atau gelar bagi Fihr bin Malik bin An-Nadlr bin Kinanah, atau keturunan
1
65
65
gurunya untuk mengeluarkan fatwa pada umur 15 tahun. Selain itu pula beliau
menguasai ilmu sastra dan bahasa Arab.12
Lalu beliau berpindah ke daerah Yaman dan mengambil ilmu dari
Mutharrif bin Mazin13 dan para Ulama Yaman. Setelah itu beliau berpindah ke
Baghdad dan belajar kepada Waki bin Al-Jarrah 14 dan para Ulama Baghdad
lainnya. 15
Imam Asy-Syafii ditangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah di Baghdad
atas tuduhan turut serta dalam pemberontakan kaum Alawiyin16 terhadap dinasti
Abbasiyyah. Beliau diriwayatkan dihadapkan kepada Harun Ar-Rasyid17, namun
beliau dibebaskan dari segala tuduhannya. Atas tuduhan inilah menjadi sebab
berpindahnya beliau dari Yaman ke Baghdad.18
Pada tahun 189 H Imam Asy-Syafii berpindah ke Makkah lagi dari
Baghdad setelah wafatnya guru beliau yang bernama Muhammad bin Al-Hasan
Asy-Syibani. 19 Di Makkah inilah beliau memfatwakan sendiri beberapa masalah
12
65
tanpa mengikuti fatwa gurunya Imam Malik. Walaupun pada beberapa hal fatwa
tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil fatwa Imam Malik.20 Selama tinggal di
Makkah
beliau
menyelenggarakan
pengajian
di
Masjidil
Haram
yang
22
diangkat menjadi Qadli oleh Ar-Rasyid di Riqqah lalu diturunkannya lagi. Menemani Ar-Rasyid
ke Khurasan namun meninggal di Ray. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 6, hlm. 80)
20
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 79.
21
Idem., hlm. 86
22
Idem., hlm. 87-88.
23
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hal 32.
24
Al-Ma`mun Al-Abbasi, 170-218H, 786-833M, Abdullah bin Harun Ar-Rasyid bin Muhammad
Al-Mahdi bin Abi Jafar Al-Manshur, Abu Al-Abbas, Khalifah ke 7 Dinasti Abbasiyyah di Iraq,
salah satu pemimpin yang agung baik dalam kehidupannya, ilmunya dan luas kerajaannya. Mulai
dari Afrika sampai Khurasan dan daerah antara tigris dan Eufrat serta Sind. Oleh Ahli Sejarah
bernama Ibn Dihyah Al-Ma`mun dijuluki sebagai Imam yang berilmu, ahli hadits, ahli Nahwu dan
bahasa. Menjadi Khalifah setelah melengserkan saudaranya Al-Amin, menyempurnakan usaha AlManshur kakeknya dalam penerjemahan buku ilmu pengetahuan dan filsafat. (Al-Alam Qamus
Tarajim, juz 4, hlm. 142)
56
25
Golongan filsafat muslim, merupakan madzhab pertama dalam ilmu Kalam, berpegang teguh
kepada rasio dan analogi ketika membahas masalah ilmu kalam, didirikan di Bashrah di akhir abad
pertama hijriah. Penamaannya diambil perbuatan mengucilkan diri ( )Imam mereka Washil
bin Atha dalam pengajian Hasan Al-Bashri sewaktu pembahasan pembalasan bagi pendosa besar.
(Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, hlm. 1495)
26
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 99.
27
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hal 32.
28
Ibid.
29
Al-Manshur Al-Abbasi, 95-158H, 714-775M, Abdullah bin Muhammad bin Ali bin AlAbbas, Abu Jafar, Al-Manshur, Khalifah kedua Dinasti Abbasiyyah, raja arab pertama yang
memperhatikan perkembangan ilmu, menguasi ilmu fiqih dan sastra, terdepan dalam filsafat dan
56
ilmu astronomi, mencintai ulama, dilahirkan di Humaimah di tanah Syarrah, memerintah setelah
wafat As-Siffah tahun 136H, pendiri kota Baghdad, pada masanya dimulai pembelajaran orang
Arab terhadap ilmu Helenisme dan Persia. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4, hlm. 117)
30
Secara lengkapnya, masa tersebut dimulai dari Khalifah Abu Jafar Al-mansur Abdullah bin
Muhammad memerintah dari tahun 136H-158H, Muhammad Al-Mahdi bin Abu Jafar Al-Mansur
158H-169H, Musa Al-Hadi bin Muhammad Al-Mahdi 169H-170H, Harun Ar-Rasyid bin
Muhammad Al-Mahdi 170H-193H, Muhammad Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid 193H, 198H,
sampai dengan Khalifah Abdullah Al-Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid 198H-218H.
31
Akram Yusuf Umar Al-Qawwasi, Op. Cit., hlm. 26.
32
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad , Op. Cit., hlm. 29.
33
Idem., hlm. 29-30.
56
asing ke bahasa Arab. Berbeda pada masa dinasti Umayyah ilmu pengetahuan
didapat dari penuturan atau mendengar langsung dari para ulama.34
Oleh karena itu Muhammad Abu Zahrah pengarang biografi Imam AsySyafii mengatakan bahwa pada masa Imam Asy-Syafii merupakan masa
perdebatan ilmu fiqih yang membuahkan hasilnya, boleh dikatakan bahwa ilmu
fiqih islami dilahirkan dan berhutang atas perdebatan-perdebatan tersebut.35
Karya Imam Asy-Syafii terbagi menjadi dua, yaitu karya yang hilang
ditelan zaman dan karya yang masih bisa dibaca sampai sekarang. Karya yang
hilang adalah: Al-Hujjah tentang Fiqih, Ar-Risalah (edisi Iraq/edisi lama) tentang
ushul Fiqih, Al-Mabsuth tentang Fiqih, dan As-Sunan dengan riwayat Harmalah
At-Tujibi tentang hadits. 36 Sedangkan karya beliau yang ada sampai sekarang
adalah: Al-Um tentang Fiqih, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila tentang Fiqih,
Ikhtilaf Ali wa Abdillah Ibn Masud tentang Fiqih, Ikhtilaf Malik wa Asy-Syafii
tentang Fiqih, Ar-Rad ala Muhammad bin Al-Hasan tentang Fiqih, Sair AlAwzai tentang Fiqih, Ar-Risalah (edisi Mesir/edisi baru) tentang Ushul Fiqih,
Ibthal Al-Istihsan tentang Ushul Fiqih, Jima Al-Ilm tentang Ushul Fiqih, Bayan
Fara`idlillah tentang Fiqih, Shifat Nahy An-Nabi shallallahu alaihi wasallam
tentang Ushul Fiqih, dan Ikhtilaf Al-Hadits tentang hadits,.37
34
56
Ahmad Mukhtar Umar, 2008, Mujam Al-Lughah Al-Arabiyyah Al-Muashirah, Cairo, Alam
Al-Kutub, hlm. 825.
38
56
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Fiqih Imam Syafii, Jakarta, Al-Mahira, juz 1, hlm. 29-30.
Istihsan adalah memilih pendapat yang paling kuat dalilnya. (Al-Qamus Al-Qawwim fi
Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 57)
41
Mashlahah Mursalah adalah hal yang tidak disyariatkan tapi tidak dibatalkan pula oleh syariat.
(Al-Qamus Al-Qawwim fi Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 327)
42
Sad Adz-Dzarai adalah mencegah jalan menuju kerusakan dengan menghancurkan
penyebabnya. (Al-Qamus Al-Qawwim fi Ishthilahat Al-Ushuliyyin, hlm. 218)
39
40
56
55
48
55
52
55
Al-Kubra karya Asy-Syarani58, Hasyiyah An-Nabawi ala Syarh Al-Khatib, AlAsybah wa An-Nazhair karya As-Suyuthi 59 , Raudlah Ath-Thalibin karya AnNawawi, Al-Fatawa Al-Kubra karya Ibn Hajar Al-Haitami dan Kifayah AlAkhyar karya Al-Hishni Ad-Dimasqi60.61
Zain bin Ibrahim bin Zain bin Smith menjelaskan bahwa keutamaan
Madzhab Asy-Syafii daripada Madzhab lainnya adalah:
1) Pendiri Madzhab memperhatikan dalil atau argumen madzhabnya berdasarkan
Al-Quran, Hadits dan pendapat Shahabat dengan berguru kepada Malik bin
Anas (Imam Malik);
2) Pendiri Madzhab memperhatikan jenis-jenis qiyas (analogi) dan asas-asas
pengambilan dalil seperti yang dikuasi oleh Abu Hanifah (Imam Al-Hanafi);
3) Madzhab penengah antara golongan hadits/tekstual (Madzhab Imam AlMalik) dan golongan rasio (Madzhab Imam Al-Hanafi);
4) Banyaknya mujtahid dari para ulama yang berkhidmah kepada Madzhab AsySyafii dengan menyebarkannya ke setiap penjuru dunia;
5) Banyaknya literatur yang telah disusun oleh ulama dalam penelitian Madzhab
dan penggalian dalilnya, serta melakukan penyederhanaan agar mudah
dipahami oleh murid-muridnya pada tiap abad setiap masa;
Asy-Syarani, 898-973H, 1493-1565M, Abdul Wahab bin Ahmad bin Ali Al-Hanafi AsySyarani, Abu Muhammad, ulama sufi, dilahirkan di Qalqasyandah di Mesir, tumbuh di kampung
Abu Syarah yang dinisbatkan namanya, meninggal di Kairo. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 4,
hlm. 180)
59
Al-Jalal As-Syuthi, 849-911H, 1445-1505M, Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad bin
Sabiq Ad-Din Al-Khudlairi As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Imam, Hafidz Ahli Hadits, Ahli Sejarah,
Ahli Sastra. (Al-Alam Qamus Tarajim, juz 3, hlm. 302)
60
Taqiyyuddin Al-Hishni, 752-829H, 1351-1426M, Abu Bakar bin Muhammad bin Abdul
Mu`min bin Hariz bin Maalla Al-Husaini Al-Hishni, Taqiyyuddin, ahli fiqih, wara, penduduk
Damaskus, dan meninggal disana, dinisbatkan ke kampung Al-Hishn. (Al-Alam Qamus Tarajim,
juz 2, hlm. 69)
61
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 58-59.
58
55
akad dengan maksud pertukaran harta dengan harta untuk dimiliki secara
pasti.
Atau dalam pengertian lain jual beli adalah akad pertukaran harta yang
menyebabkan kepemilikan atas harta atau pemanfaatan harta untuk selamanya.65
Jual beli dalam madzhab Asy-Syafii ada tiga macam, yaitu:
62
56
1) Jual beli barang yang dapat disaksikan langsung, seperti jual beli pulpen,
tanah atau mobil. Hukumnya boleh berdasarkan kesepakatan ulama;
2) Jual beli sesuatu yang ditentukan sifat-sifatnya dalam tanggungan. Yang
disebut dengan akad salam (pemesanan), dihukumi boleh menurut ijma
ulama;
3) Jual beli barang yang tidak dapat disaksikan langsung, jual beli demikian
tidak sah. Karena barangnya masih bias antara ada dan tidak ada. 66
Jual beli merupakan kegiatan yang memerlukan akad, di dalam syariat
Islam akad haruslah mempunyai rukun agar akad tersebut bisa terlaksana. Setiap
rukun tentulah memerlukan syarat agar akad tersebut sah menurut fiqih.
Yang dimaksud dengan syarat adalah:
67
Hal yang wajib dikerjakan tetapi bukan merupakan bagian dari hal tersebut,
tetapi merupakan pembuka dari hal tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukun adalah:
68
hal yang wajib dikerjakan dan merupakan bagian dari hakikat hal tersebut".
Para ahli fiqih madzhab Asy-Syafii merumuskan rukun jual beli ada 3
(tiga) hal, yaitu:
1) Adanya penjual dan pembeli69
66
Ibid.
Musthafa Al-Bigha, Loc. Cit., juz 1, hlm. 24.
68
Idem., juz 1, hlm. 24.
67
56
Jual beli bisa terjadi apabila para pihak yang berkepentingan terhadap
transaksi jual beli itu ada, yaitu adanya penjual dan pembeli. Tanpa pihak
tersebut tidak akan terlaksana jual beli. Syarat para pihak atau pelaku jual beli
adalah:
a. Dewasa dalam umur dan pikiran; yang dimaksud dengan dewasa dalam
umur dan pikiran adalah:
(1). Orang yang sudah akil baligh.
(2). Berakal
(3). Mempunyai kemampuan untuk menggunakan hartanya.70
Jual beli yang dilakukan anak-anak, orang gila, dan orang yang dicekal
membelanjakan hartanya karena idiot, hukumnya tidak sah.71
b. Berkehendak untuk melakukan transaksi; menjual atau membeli
merupakan tujuan yang akan dikerjakannya, dan merupakan keinginannya
sendiri dan rela melaksanakannya. Oleh karena itu tidak sah jual beli
karena pemaksaan, karena tidak ada unsur kerelaan para pihak.72 Jika jual
belinya karena paksaan atas nama hukum, seperti perintah menjual seluruh
aset peminjam oleh hakim untuk melunasi hutangnya, tindakan itu adalah
sah.73
c. Bermacam-macam pihak akad; yaitu terdapat dua pihak yang melakukan
akad, penjual bukanlah sekaligus pembeli juga.74
69
56
d. Bisa melihat; tidaklah sah jual beli orang buta, karena dalam jual beli
tersebut terdapat ketidaktahuan salah satu pihak. Oleh karena itu bisa
diwakilkan kepada orang lain untuk berjualan atau membeli suatu
barang.75
Selain itu pula ada persyaratan lain yang ditambahkan oleh para ulama dalam
hal pihak jual beli, yaitu:
a. Beragama islam bagi orang yang hendak membeli al-Qur`an, kitab-kitab
hadits, atsar para salaf. Menurut pendapat Ulama Azhar, pembelian
mushaf oleh orang kafir tidak sah;
b. Tidak ada unsur permusuhan dalam kasus pembelian senjata. Karena itu,
pembelian senjata oleh pihak musuh tidak sah. 76
2) Adanya shigat (ijab dan qabul); yang dimaksud dengan shigat adalah:
77
Ucapan dari kedua pihak yang menyatakan keinginan kedua pihak, kerelaan
serta keinginan dalam jual beli.
Shigat terbagi dua:
a.
75
56
78
setiap kata yang menunjukan secara jelas maknanya tentang jual beli.
b.
Kata yang bisa mengandung makna jual beli atau makna lainnya.
Jual beli tidaklah sah kecuali adanya pengucapan shigat. Namun beberapa ahli
fiqih madzhab membolehkan jual beli tanpa mengucapkan shigat apabila
dalam hal barang yang tidaklah mahal dan berharga.80
Syarat sah terjadinya shigat dalam jual beli adalah:
a. Tidak ada jeda yang lama antara pengucapan ijab lalu qabul;
b. Ucapan qabul haruslah sesuai dan sama dengan yang diucapkan dalam
kalimat ijab dalam setiap segi; seperti saya menjual barang ini seratus
ribu, maka jawabannya haruslah ya barang tersebut saya beli seratus
ribu. Apabila nama barang dan harga yang diucapkan dalam qabul
berbeda dengan kalimat ijab, maka jual belinya tidak sah.
c. Tidak mengaitkan dengan suatu persyaratan atau penetapan waktu.81
Pensyaratan ijab qabul secara verbal berkonsekuensi terhadap tidak sahnya
jual beli muathah. Yaitu kedua belah pihak menyepakati harga dan barang
78
56
yang diperjual belikan, dan saling menyerahkan tanpa ijab atau qabul. 82
Namun menurut Al-Ghazali, penjual boleh memiliki uang hasil jual beli
muathah jika nilainya sebanding dengan barang yang diserahkan. AnNawawi dan ulama lainnya memutuskan keabsahan jual beli muathah dalam
setiap transaksi yang menurut urf (adat) tergolong sebagai jual beli karena
tidak ada ketetapan yang mensyaratkan pelafalan akad. Ibnu Suraij 83 dan ArRuyani 84 memperbolehkan jual beli muathah secara khusus pada barang
remeh, seperti satu liter gandum dan seikat sayuran.85
3) Objek dalam akad jual beli; yaitu barang yang akan diperjual belikan dan
harganya. 86 Barang yang menjadi obek jual beli haruslah melalui syarat-syarat
yang telah ditetapkan agar tidak merugikan salah satu pihak. Syarat-syarat
objek yang akan diakad jual belikan adalah:
a. Ada sewaktu melakukan akad; tidak diperbolehkan untuk menjual barangbarang yang tidak ada. 87
Az-Zuhaili mengatakan bahwa salah satu syarat barang yang diperjual
belikan; barang cukup diketahui oleh kedua belah pihak, tidak harus
mengetahui dari segala segi, melainkan cukup dengan melihat wujud
barang yang kasat mata, atau menyebut kadar dan ciri-ciri barang yang
82
56
88
55
94
55
98
55
104
55
(3) Dua jual beli dalam satu akad jual beli; seperti saya menjual rumah ini
seharga sekian dengan timbal balik saya membeli mobil anda dengan
harga sekian. Sedangkan jual beli secara grosir diperbolehkan dengan
cara tidak menyebutkan dua harga dalam akadnya. 108
(4) Al-Urbun; yaitu menjual suatu barang dengan ketentuan apabila akad
tidak terlaksana maka pembeli memberikan hadiah kepada penjual,
dan apabila akad terlaksana pembeli tetap memberi penjual hadiah
dengan tambahan harga hadiah tersebut.109
(5) Menjual utang dengan utang; seperti A mempunyai utang pembelian
kepada B, C mempunyai utang pembelian kepada A. Lalu A
menjual utang pembelian B kepada C supaya utangnya terbayar.
Jual beli ini diharamkan karena tidak ada kemampuan untuk
menyerahkan objek penjualan.110
(6) Menjual barang yang belum menjadi milik penjual.111
b. Jual beli yang haram tapi sah jual belinya.
(1) Al-Musharah; yaitu seperti menjual ternak perah dan dengan sengaja
tidak memerahnya beberapa hari, supaya terkumpul air susunya,
sehingga pembeli terkecoh dengan derasnya air susu perahan sewaktu
membeli ternak tersebut, sehingga bisa menaikan harga jualnya. Tapi
108
56
112
56
(7) Melakukan jual beli dengan orang yang telah diketahui semua
hartanya didapatkan dengan cara haram. Namun apabila diketahui
bahwa hartanya hanya sebagian dari hasil haram, maka makruh
melakukan jual beli dengannya.118
Akad jual beli bisa dibatalkan dengan rukun dan syarat tertentu.
Pembatalan akad jual beli tersebut dalam madzhab Asy-Syafii dinamakan AlIqalah. Pengertian Iqalah adalah:
119
Kesepakatan antara pihak yang berakad untuk mencabut akad yang bisa
dibatalkan karena adanya khiyar.
Rukun pembatalan akad adalah shigat yang berupa ijab dan qabul para
pihak. Sedangkan syarat sah terjadinya pembatalan adalah kerelaan kedua belah
pihak dan tidak ada penambahan atau pengurangan sesuai dengan akad awal.120
Yang dimaksud dengan khiyar adalah hak menentukan pilihan antara meneruskan
atau membatalkan akad.121
Khiyar dalam madzhab Asy-Syafii terbagi menjadi tiga bagian:
1) Khiyar Majlis
Khiyar majlis adalah khiyar yang ditetapkan oleh syara bagi setiap pihak
yang bertransaksi semata karena ada aktivitas akad, selama para pihak masih
berada di tempat transaksi. Khiyar majlis berlaku dalam berbagai macam jual
118
56
Akad hiwalah.123
b.
122
c.
Akad nikah.
d.
Hibah.124
e.
f.
Akad syufah.129
g.
Akad ijarah.130
56
h.
Akad musaqah.131
i.
Mahar.132
j.
2) Khiyar Syarat
Menurut ijma ulama, khiyar ini berlaku bagi para pihak yang bertransaksi,
satu pihak kepada pihak lain, atau berlaku untuk orang lain yang tidak terlibat
transaksi selama tiga hari sesuai kesepakatan pihak lain dalam segala jenis
jual beli. Terkecuali bagi para pihak yang bertransaksi mengajukan syarat
serah terima di majelis akad, seperti jual beli ribawi dan akad pemesanan.134
Syarat-syarat berlakunya khiyar syarat adalah:
a.
Dalam waktu yang ditentukan; tidak boleh menentukan waktu yang tidak
jelas.
b.
c.
3) Khiyar Aib
Khiyar aib merupakan pembatalan jual beli dan pengambilan barang akibat
adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahuii, baik aib itu ada pada
130
Ijarah adalah akad yang ebrisi pemberian suatu manfaat berkompensasi dengan syarat-syarat
tertentu. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm. 37.
131
Musaqah adalah kerjasama perawatan tanaman seperti menyirami dan lain sebagainya dengan
perjanjian bagi hasil atas buah dan manfaat yang dihasilkan. (Fiqih Imam Asy-Syafii, juz 2, hlm.
289)
132
Mahar atau maskawin adalah harta yang wajib diberikan suami kepada seorang wanita karena
pernikahan, hubungan intim, dan pengabaian hubungan intim karena terpaksa. (Fiqih Imam AsySyafii, juz 2, hlm. 547)
133
Wahbah Az-Zuhaili, Op. Cit., juz 1, hlm. 678-679.
134
Idem., juz 1, hlm. 679-680.
135
Musthafa Al-Bigha, Op. Cit., juz 6, hlm. 19.
56
waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum
serah terima barang.136
Syarat-syarat berlakunya khiyar aib adalah:
a.
Cacat pada barangnya sudah lama; dan terjadi sebelum barang tersebut
dibawa oleh pembeli.
b.
c.
3.2.2
Hukum Riba
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa jual beli merupakan kegiatan
transaksi tukar menukar barang yang diperbolehkan oleh agama. Sebaliknya riba
dalam syariat islam diharamkan secara tegas dan termasuk dosa besar. Hal ini
berdasarkan firman Allah:
)572 : (
Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli, tetapi mengharamkan riba. 139
Riba menurut bahasa adalah:
136
56
140
141
140
55
Riba fadhl, jual beli dengan tambahan pada salah satu jenis barang yang
dipertukarkan, tidak yang lain. 147 Dalam pengertian lain riba fadl adalah
148
Jual beli harta ribawi dengan jenis yang sama disertai penambahan harga
pada salah satu barangnya.
2.
Riba yad, jual beli disertai penangguhan serah terima dua barang yang
dipertukarkan atau salah satunya. 149 Dalam pengertian lain riba yad adalah:
150
144
55
Jual beli harta ribawi dengan harta ribawi lainnya dengan illat yang sama
serta ditempokan (penukarannya).
3.
Riba nasa`, jual beli yang ditangguhkan pada masa tertentu.151 Dan menurut
Al-Mutawali ada satu macam lagi, yaitu riba qardh yaitu utang piutang yang
mensyaratkan pemberian keuntungan kepada salah satu pihak.152
150
88
BAB IV
ANALISIS FIQIH MADZHAB ASY-SYAFII TENTANG PRAKTIK JUAL
BELI BERBASIS INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
perekonomian
nasional
untuk
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat.
Juga pemerintah merasa perlu mendukung pengembangan Teknologi
Informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan
Teknologi Informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya.
88
Rekening bersama (rekber) adalah perantara/pihak ketiga yang membantu keamanan dan
kenyamanan transaksi online. (Perjanjian Jual Beli secara Online melalui Rekening Bersama
pada Forum Jual Beli Kaskus, hlm. 64).
89
b.
c.
89
89
89
(
)92 :
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara
kamu. 11
Jual beli dalam pandangan Madzhab Asy-Syafii terjadi karena ada rasa
kerelaan antar penjual dan pembeli. Dalam pasal 1457 KUH Perdata disebutkan
bahwa: Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan. Pengertian hampir sama hanya saja di
KUH Perdata pasal 1457 tidak disebutkan berdasarkan keridhaan atau kerelaan,
akan tetapi pada pasal 1323 dinyatakan bahwa perjanjian akan batal jika ada unsur
paksaan dengan redaksi sebagai berikut: Paksaan yang dilakukan terhadap orang
yang membuat suatu perjanjian, merupakan alasan untuk batalnya perjanjian, juga
10
Muhammad Billah Yuhadian, 2012, Perjanjian Jual Beli Secara Online Melalui Rekening
Bersama pada Forum Jual Beli Kaskus, Makasar, Universitas Hasanuddin, hlm. 68-70.
11
Aam Amiruddin, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung, Khazanah
Intelektual, hlm. 83.
89
apabila paksaan itu dilakukan oleh seorang pihak ketiga, untuk kepentingan siapa
perjanjian tersebut tidak telah dibuat. Juga disebutkan dalam pasal 1449 KUH
Perdata yang berbunyi: Perikatan-perikatan yang dibuat dengan paksaan,
kekhilafan atau penipuan, menerbitkan suatu tuntutan untuk membatalkannya. 12
Peraturan transaksi elektronik di Indonesia mensyaratkan bahwa para
pelaku wajib mempunyai iktikad baik dalam melakukan transaksinya tersebut.13
Namun dalam Madzhab Asy-Syafii tidak mensyaratkan perbuatan hati dalam
syarat dan rukun jual beli. Prinsip itikad baik ini telah diformulasikan dalam fiqh
modern sebagai
Mabda` Husn An-Niyyah atau prinsip itikad baik dalam fiqh Islam
berhubungan langsung dengan akhlak atau tingkah laku yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari kaidah-kaidah Syariat Islam.14 Jadi prinsip itikad baik
bukan hanya perbuatan batin saja, tetapi merupakan cerminan dan tingkah laku
dalam perbuatan yang sesuai dengan hukum-hukum Syariat. Prinsip itikad baik
terdapat pada semua hukum, baik hukum Ibadah atau Muamalah. Maka
berdasarkan hadits di bawah batalnya suatu akad apabila terdapat niat atau itikad
yang tidak baik di dalamnya. Seperti jual beli dengan maksud riba dan menikah
dengan niat untuk menjadi penyela bagi yang cerai dengan tiga talak.15
12
Arief Rakhman Aji, Jual Beli Menurut Fikih Muamalah dan KUH Perdata,
http://ajigoahead.blogspot.com/2013/01/jual-beli-menurut-fikih-muamalah-dan.html,
diakses
tanggal 8 Januari 2015, jam 04:42 WIB.
13
Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Bab V, Pasal
17, Ayat 2.
14
Saad bin Said Adz-Dziyabi, 2014, Mabda` Husn An-Niyyah fi An-Nizham As-Suudi wa AlAnzhimah Al-Muqaranah, Khartoum, Majallah Asy-Syariah wa Al-Qanun wa Ad-Dirasat AlIslamiyyah, vol. 23, hlm. 17.
15
Idem., hlm. 20.
89
(.
16
89
dilakukan dengan penuh kesepakatan dan kerelaan, sehingga jauh dari unsur
memakan harta pihak lain secara bathil.17
Menurut Maris Feriyadi (2007) asas itikad baik merupakan salah satu dari
5 (lima) asas dalam membuat perjanjian. Di dalam hukum perjanjian, itikad baik
itu mempunyai dua pengertian yaitu:
1) Itikad baik dalam arti subyektif, yaitu Kejujuran seseorang dalam melakukan
suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang
pada waktu diadakan perbuatan hukum. Itikad baik dalam arti subyektif ini
diatur dalam Pasal 531 Buku II KUH Perdata.
2) Itikad baik dalam arti obyektif, yaitu Pelaksanaan suatu perjanjian harus
didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat
dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, dimana hakim diberikan suatu
kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan sampai
pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.
Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah
satu pihak terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa
kepastian untuk mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan
memperhatikan norma-norma yang berlaku.18
Rukun Jual Beli dalam madzhab Asy-Syafii hanya mencakup 3 (tiga) hal
yaitu pihak yang mengadakan akad, shigat (ijab qabul) dan barang yang menjadi
17
Ivander Setiady, Asuransi Syariah, http://ivanderlaw.blogspot.com/2011/09/asuransisyariah.html, diakses tanggal 06 Januari 2014, jam 12:37 WIB.
18
M. Hariyanto, Asas-asas Perjanjian, http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/asas-asasperjanjian.html, diakses tanggal 6 Januari 2014, jam 12:28 WIB.
89
objek akad.19 Namun beberapa ahli fiqih madzhab membolehkan jual beli tanpa
mengucapkan shigat apabila dalam hal barang yang tidaklah mahal dan
berharga. 20 Menurut jumhur ulama dari kalangan sahabat dan tabiin jual beli
yang tidak dapat disaksikan langsung, jual belinya tidak sah.
21
Karena
26
kewajaran, para ulama Madzhab Syafii mensyaratkan bahwa jual beli hendaklah
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Fiqih Imam Syafii, Jakarta, Al-Mahira, juz 1, hlm. 619-620.
Musthafa Al-Bigha, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum Al-Insaniyyah,
juz 6, hlm. 10.
21
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Loc. Cit., juz 1, hlm. 619.
22
Abu Syuja bin Ahmad Al-Ashfahani, 2009, Fiqih Sunah Imam Syafii, Bandung, Padi Bandung,
hlm. 250.
23
Ibid.
24
Abdurrahman Al-Jaziri, 2003, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arbaah, Lebanon, Dar AlFikr, juz 2, hlm. 176.
25
Wahbah Az-Zuhaili, 2010, Loc. Cit., juz 1, hlm. 619.
26
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, Bab IV, Pasal 46, Ayat 2.
19
20
88
27
dihitung atau barang yang diperjual belikan tersebut bisa diukur. Selain itu pula
pernyataan barang bisa diserahkan berarti barang yang dijual haruslah barang
yang bisa diperjual belikan sesuai kewajaran, tidak diperbolehkan misalnya
menjual salah satu dari tiang rumah yang ada atau menjual burung yang sedang
terbang di angkasa.
Sesuai rukun Jual Beli yang telah disebutkan di atas, transaksi jual beli
dalam Madzhab Asy-Syafii terjadi ketika 3 (tiga) rukun tersebut ada, maka
perbuatan jual beli tersebut terikat dalam akad jual beli. Hal ini berkesesuaian
dengan peraturan Indonesia yang menyebutkan bahwa Transaksi Elektronik yang
dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.28
Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim
Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima. 29 Kesepakatan terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim telah diterima dan disetujui oleh
Penerima.
30
Persetujuan
tersebut
dinyatakan
dalam
penerimaan
secara
elektronik.31 Dalam madzhab Asy-Syafii ditegaskan pula bahwa Jual beli terjadi
karena ada rasa kerelaan antar penjual dan pembeli. Menurut Al-Ghazali, penjual
boleh memiliki uang hasil penjualan muathah jika nilainya sebanding dengan
harga yang diserahkan. An-Nawawi dan ulama lainnya memutuskan keabsahan
27
88
jual beli muathah dalam setiap transaksi yang menurut urf (adat) tergolong
sebagai jual beli karena tidak ada ketetapan yang mensyaratkan pelafazhan akad.32
An-Nawawi berpendapat juga bahwa jual beli muathah bisa dilaksanakan dalam
semua transaksi jual beli, baik jual beli barang murah ataupun bukan. Kecuali
dalam jual beli tanah dan ternak.33
Dan sebagaian ulama madzhab Asy-Syafii lainnya seperti Ibn Suraij dan
Ar-Ruyani mengkhususkan bahwa dibolehkannya jual beli muathah dalam
barang yang murah, seperti sekerat roti dan lainnya. 34 Penerimaan akad secara
tertulis lebih kuat daripada hanya dengan isyarat, malah lebih utama karena lebih
kuat dalam menunjukan keinginan dan kerelaan.35
Yang dimaksud dengan muathah adalah
36
32
999
37
Para pihak sepakat atas harga dan barangnya dan saling memberikan tanpa
melalui ijab dan qabul, terkadang terdapat kata diantara salahsatu pihak.
Sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, bahwa para pihak jual beli dalam
pandangan madzhab Asy-Syafii disyaratkan dewasa dalam umur dan pikiran,
berkehendak untuk melakukan transaksi, bermacam-macam pihak akad, dan bisa
melihat. Apabila tidak bisa melihat bisa diwakilkan oleh seseorang yang mampu
melakukan jual beli. Dalam peraturan di Indonesia pun ditetapkan bahwa kontrak
elektronik dianggap sah apabila dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau
yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 38
Dalam KUH Perdata disyaratkan subyek jual beli adalah subyek yang
berupa manusia harus memenuhi syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan
hukum secara sah yaitu harus:
1) Dewasa (sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah pernah menikah)
pengertian tersebut berdasarkan pasal 330 KUH Perdata. Belum dewasa
adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu, dan tidak
lebih dahulu telah kawin
2) Sehat pikirannya
37
999
3) Tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah.
Tiga syarat di atas secara umum tercantum pada pasal 1320 KUH Perdata
mengenai salah satu syarat sah suatu perjanjian, yaitu kecakapan untuk membuat
suatu perikatan. 39 Selain itu pula, dalam Undang-undang ITE Pengirim atau
Penerima dapat melakukan Transaksi Elektroniknya sendiri, atau bisa pula
melakukan transaksi melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen
Elektronik. 40
Selain itu pula ditetapkan bahwa kontrak elektronik dianggap sah apabila
terdapat hal tertentu, objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.41
Sedangkan madzhab Asy-Syafii mensyaratkan bahwa objek yang
diperjualbelikan haruslah ada sewaktu melakukan akad, berharga secara syariat,
bermanfaat secara syariat atau adat, bisa diukur (dihitung) ketika diserahkan baik
menurut syara atau panca indera. Jual beli barang yang tidak diketahui atau tidak
dapat dilihat hukumnya tidak sah. Karena keberadaan barang tidak jelas. Agar
masing-masing pihak tidak terjebak dalam gharar maka cukup dengan melihat
wujud barang yang kasat mata, atau menyebut kadar dan ciri-ciri barang yang
dijual dalam tanggungan (pemesanan).42
Terkait objek yang diperjualbelikan, KUH Perdata menjelaskan bahwa:
1) Pasal 1320 KUH Perdata Barang harus suatu sebab yang halal.
39
999
2) Pasal 1471 KUH Perdata Jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat
memberikan dasar untuk penggantian biaya kerugian dan bunga jika si
pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. Hal
ini menunjukan bahwa obyek akad harus barang milik sendiri.
3) Pasal 1481 KUH Perdata Barangnya harus diserahkan dalam keadaan
dimana barang itu berada pada waktu pwnjualan. Maksudnya adalah barang
harus diserahkan dalam keadaan seperti pada waktu akad.
4) Pasal 1328 KUH Perdata Penipuan merupakan suatu alasan untuk
pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu
pihak adalah sedemikian rupa hingga terang dan nyata bahwa piha yang lain
tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut.
Artinya tidak tidak ada unsur penipuan. 43
Dari jenis-jenis transaksi eletronik yang sudah dijelaskan sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa akad transaksi elektronik terbagi dua; yaitu
1) Pembayaran secara tunai
a.
43
999
Kedua pihak bertemu dalam satu majlis dalam waktu yang sama, serta
barang yang diperjualbelikan bisa diperiksa kelayakannya, dan CoD ini
diakhiri dengan akad jual beli seperti lazimnya jual beli.
Jual beli ini termasuk dalam jual beli barang yang dapat disaksikan
langsung44. Dan hukumnya boleh berdasarkan kesepakatan para ulama45
dengan catatan syarat jual beli harus terpenuhi.
b.
44
999
Seorang wakil tidak boleh melakukan transaksi jual beli kecuali dengan
tiga syarat:
(1). Hendaklah ia menjual barang yang diamanatkan dengan harga yang
berlaku berdasarkan perhitungan uang yang beredar di daerahnya.
(2). Ia tidak menjual untuk dirinya sendiri.
(3). Ia tidak boleh mengatasnamakan orang yang mewakilkan kecuali
dengan izin.49
Transaksi melalui kurir ini dalam Fiqh Madzhab Asy-Syafii dinamakan
jual beli dengan wakalah (perwakilan). Wakalah menurut istilah adalah:
50
51
49
50
) ( .
999
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, No. Hadits: 9999, Islam Web Library,
http://library.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=52&ID=2082&idfrom=6349&idt
o=6629&bookid=52&startno=140, diakses tanggal 12 Oktober 2014, jam 11:59 WIB.
52
Idem., juz 7, hlm. 143.
53
Ibid.
51
999
Ditentukan orangnya.
(3). Shighat akad wakalah, yaitu ijab kabul untuk akad wakalah. Dalam
shighat disyaratkan terdapat kata yang menunjukan kerelaan untuk
diwakili baik secara sharih (jelas) ataupun kinayah (sindiran). 58
(4). Al-Muwakkal fihi (perbuatan yang diwakilkan). Perbuatan yang
diwakilkan memiliki beberapa syarat; yaitu:
54
999
60
Debit on Delivery
998
Credit on Delivery
Transaksi Credit on Delivery adalah transaksi elektronik seperti transaksi
sebelumnya, namun pembayarannya menggunakan kartu Kredit. Kartu
Kredit adalah kartu yang dapat dipakai untuk transaksi kredit.
Dalam
menghukumi
transaksi
menggunakan
kartu
kredit
baik
998
(1). Penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli adalah tidak sah.
Hal ini difatwakan salahsatunya oleh Lembaga Fatwa Libya, dengan
alasan:
(2). Penggunaan kartu kredit dalam transaksi jual beli adalah sah dengan
syarat. Hal ini difatwakan oleh Lembaga Fatwa Mesir dan Lembaga
Fatwa Jordania.
Lembaga Fatwa Jordania memfatwakan penggunaan kartu kredit
dalam transaksi jual beli boleh digunakan apabila kartu kredit itu
menggunakan skema seperti kartu debit dalam pembeliannya.64
Sedangkan Lembaga Fatwa Mesir menyatakan apabila harga beli
barang dengan menggunakan kartu kredit sudah disepakati
63
999
sebelumnya, maka hal tersebut tidak apa-apa dan masuk dalam Bab
Ash-Sharf (pertukaran). Tetapi apabila pengguna harus membayar
nilai yang lebih karena keterlambatan pembayaran kreditnya, maka
hal tersebut adalah riba karena itu adalah jual beli utang dengan
utang yang diharamkan.65
Pengertian dari Ash-Sharf adalah:
66
Sebanding jenisnya.
65
999
tunai dan harga secara kredit). Apabila disebutkan harga tunai dan harga
kreditnya, maka akad tersebut batal dan dianggap riba.68
Sedangkan pembayaran non tunai tidak ditempat ada dua bentuk:
a.
maka
pembeli
akan
melakukan
pembayaran.
Cara
68
69
999
: (.
)999
Siapa saja yang meminjami Allah dengan pinjaman yang baik,
maka Allah melipatgandakan pembayarannya dengan yang lebih
banyak.70
Dalam akad qardh atau utang piutang berlaku rukun; yaitu:
70
999
membayarkan
uangnya,
lalu
penjual
mengirimkan
74
999
80
Diriwayatkan
) ( .
dari
Abdullah
bin
Abbas
berkata:
ketika
999
81
Ibid.
Idem., juz 2, hlm. 26.
83
Idem., juz 2 hlm. 27.
84
Idem., juz 2, hlm. 27-29.
82
999
Barang yang diinginkan tidak ada pada salah satu benda yang
berada pada saat itu.87
85
999
syarat pengembalian barang apabila ada aib atau cacat. Jual beli bersyarat
atau jual beli dimana para pihak mengadakan kesepakatan jual beli dan
mengajukan syarat tertentu, maka menurut madzhab Asy-Syafii
hukumya sesuai bentuk syarat yang diajukan;
(1). Apabila syarat yang diajukan sejalan dengan tuntutan akad, seperti
syarat penyerahan barang dan pengembalian barang sebab cacat dan
sebagainya,
maka
syarat
tersebut
diperbolehkan
dan
tidak
membatalkan akad.
(2). Jika syarat yang diajukan tidak termasuk dalam tuntutan akad,
namun syarat tersebut menyimpan maslahat, seperti syarat khiyar,
syarat gadai, penjamin, penanggung atau kesaksian, maka syarat
tersebut tidak membatalkan akad.
(3). Namun jika syarat yang diajukan berbeda dengan ketentuan dua
syarat sebelumnya maka jual belinya batal.88
Selain hal tersebut hendaklah para pihak menetapkan batas waktu
pembayaran dari objek barang yang diperjual belikan, karena jual beli
dengan pembayaran ditangguhkan dalam waktu yang tidak ditentukan
kapan pembayaran uangnya adalah tidak sah.89
b.
bisa
digunakan
di
merchant
elektronik
saja.
Transaksi
998
111
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian dan hasil analisis yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
b.
c.
2.
Dalam praktik jual beli berbasis informasi dan teknologi elektronik dalam
pandangan madzhab Asy-Syafii menjadi 4 akad transaksi:
a. Akad Jual beli mutlak untuk transaksi Cash on Delivery dan transaksi
dengan menggunakan kartu Debit (Debit on Delivery).
b. Akad Jual beli dengan Wakalah untuk transaksi Cash on Delivery atau
menggunakan kartu Debit (Debit on Delivery) melalui jasa kurir atau
Delivery Service.
c. Bay bi At-Taqsith untuk transaksi pembelian secara kredit menggunakan
kartu Kredit dengan syarat tak berbunga dalam pembayaran tagihan atas
transaksi pembeliannya.
121
d. Akad Qardh untuk jual beli dengan barang dikirim terlebih dahulu.
e. Akad Salam untuk jual beli dengan pembayaran didahulukan, jual beli
menggunakan dompet virtual, jual beli menggunakan kartu Debit secara
daring dan transaksi menggunakan kartu Kredit (Credit on Delivery)
apabila tak berbunga dalam pembayaran tagihan kredit atas transaksi
daringnya.
f. Akad Sharf untuk transaksi menggunakan kartu Kredit ditempat (Credit on
Delivery) atau secara daring dengan syarat tak berbunga dalam pembayaran
tagihan kredit atas transaksi daringnya.
g. Jual Beli Riba untuk penggunaan Kartu Kredit yang berbunga dalam
pembayaran tagihan atas transaksi pembeliannya.
5.2 Saran-saran
Dari hasil studi kepustakaan yang dilakukan, maka dibuat beberapa saran
dan rekomendasi kebijakan untuk pihak-pihak terkait. Amtara lain sebagai berikut:
1.
121
2.
3.
Bagi pihak yang berwenang dalam penetapan fatwa khususnya dalam fatwa
kontemporer, dalam hal ini Dewan Syariat Nasional Majelis Ulama Indonesia
dalam menetapkan fatwa kontemporer hendaknya tidaklah terfokus pada fatwa
terkait perbankan syariah saja, namun perlu juga penetapan fatwa bagi hukum
muamalah kontemporer khususnya yang berkaitan dengan persoalan
kebendaan yang tidak berwujud.
4.
serta
Kejaksaan
Agung
Republik
Indonesia
hendaknya
Bagi peneliti yang berminat mengkaji transaksi elektronik dalam ruang lingkup
yang berbeda, disarankan untuk meneliti variabel-variabel lain yang
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan peraturan
terkait transaksi elektronik.
211
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
_________, 2008, Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Tesis,
Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Hukum Galunggung.
Abu Nizhan, 2011, Al-Quran Tematis, Bandung, Mizan.
Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Granit.
Adz-Dziyabi, Saad bin Said, 2014, Mabda` Husn An-Niyyah fi An-Nizham AsSuudi wa Al-Anzhimah Al-Muqaranah, Khartoum, Majallah Asy-Syariah
wa Al-Qanun wa Ad-Dirasat Al-Islamiyyah.
Al-Ashfahani, Abu Syuja bin Ahmad, 2009, Fiqih Sunah Imam Syafii,
Terjemahan Rizki Fauzan, Bandung, Padi Bandung.
Al-Bantani, Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi, ______, Nihayatu Az-Zain fi
Irsyad Al-Mubtadi`in, Jeddah, Al-Haramain.
Al-Bigha, Musthafa, et. al., 1989, Al-Fiqh Al-Manhaji, Damascus, Dar Al-Ulum
Al-Insaniyyah.
Al-Ghazali, Muhammad, 1997, Al-Wasith Fil Madzhab, Cairo, Dar Al-Salam.
Al-Itr, Nuruddin, 2000, Ilam Al-Anam Syarh Bulugh Al-Maram, Damascus, Dar
Al-Farfur.
Al-Jaziri, Abdurrahman, 2003, Kitab Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arbaah,
Lebanon, Dar Al-Fikr.
Al-Jurdani, Muhammad Abdullah, 2003, Syarh Al-Jurdani ala Al-Arbain AnNawawi, Khartoum, Dar As-Sudaniyyah lil Kutub.
211
Al-Kaf, Hasan bin Ahmad, 2004, At-Taqrirat As-Sadidah fi Al-Masail AlMufidah, Surabaya, Dar Al-Ulum Al-Islamiyyah.
Al-Kubi, Said Ad-Din Muhammad, 2002, Al-Muamalat Al-Maliyah AlMuashirah, Beirut, Al-Maktab Al-Islami.
Al-Malibari, Zainuddin Abdul Aziz, _______, Matn Qurratil Uyun bi
Muhimmati Ad-Din fil Fiqh ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafii, Jeddah,
Al-Haramain.
Al-Qawwasi, Akram Yusuf Umar, 2003, Madkhal ila Madzhab Asy-Syafii,
Jordan, Dar An-Nafa`is.
Amirudin, et. al., 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Amiruddin, Aam, 2012, Al-Qurn Al-Muir Terjemah Kontemporer, Bandung,
Khazanah Intelektual.
An-Nawawi, Muhyiddin bin Syarf, _______, Al-Majmu, _______, Dar Al-Fikr.
Antonio, Muhammad Syafii, et.al, 2010, Ekonomi Islam untuk Sekolah Lanjutan
Atas, Bogor, STIE Tazkia.
Arief, Dikdik M, et. al., 2009, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi,
Bandung, PT Refika Aditama.
Asy-Syafii, Muhammad bin Idris, _______, Al-Umm, Riyadl, Bait Al-Afkar AlDauliyah.
____________________________, 1990, Musnad Al-Muazhzham Al-Mujtahid
Al-Muqaddam Abi Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafii, Indonesia,
Maktabah Dahlan.
211
211
211
127
Nama
Alamat
No. Telepon
: 085223600038
1989
1995
1998
2001
2007
1983 skrg
2000 2000
2001 2001
2002 2003
2005 2006
2005 2005
2010 2010
2011 2011
2012 2012
2014 2014
Riwayat Pekerjaan:
- Pengajar Pondok Pesantren Cipasung
2007 skrg
128
2008 2010
2008 2010
2008 2010
2008 skrg
- Asisten Dosen Bahasa Arab S2 Kelas Cipasung UII Yogyakarta 2008 2008
- Guru Bahasa Arab SMUI Cipasung
2009 2010
2009 2010
2010 2010
2010 2010
2010 2010
2011 2013
2013 skrg
Pengalaman Organisasi
- Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama Khartoum Sudan
2002 2007
2002 2007
2002 2007
2009 2014
2011 2014
2012 2017
2012 2017
2012 skrg
LAMPIRAN-LAMPIRAN
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Mengingat
bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar
ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;
bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan
untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;
bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui
infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik;
Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
1.
2.
3.
4.
5.
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau
Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16. Kode
Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya,
yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.
19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.
20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,
maupun badan hukum.
22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.
Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a.
b.
c.
d.
e.
bagi
pengguna dan
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1)
(2)
(3)
(4)
surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak
Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya
berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 8
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan
informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.
Pasal 10
(1)
(2)
Pasal 11
(1)
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
b.
(2)
Pasal 12
(1)
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2)
Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya meliputi:
a.
sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b.
c.
d.
(3)
yang
yang
yang
atau
1.
2.
BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1)
(2)
(3)
b.
(4)
(5)
(6)
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada setiap
pengguna jasa, yang meliputi:
a.
b.
hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
Elektronik; dan
c.
hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda
Tangan Elektronik.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1)
(2)
(3)
Pasal 16
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang
disepakati.
Pasal 20
(1)
Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2)
Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1)
Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak
yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2)
Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a.
b.
jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c.
jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3)
(4)
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1)
Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik
yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2)
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1)
(2)
(3)
Pasal 24
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya intelektual,
situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
(1)
(2)
Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 28
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.
Pasal 30
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(3)
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3)
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Pasal 34
(1)
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara
khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan
agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem
Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik
yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1)
(2)
Pasal 39
(1)
(2)
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(1)
(2)
(3)
Pasal 43
(1)
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik.
(2)
(3)
(4)
(5)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.
menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b.
memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa
sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di
bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c.
d.
melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e.
f.
g.
melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan
Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
h.
meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i.
(6)
Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum
wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua
puluh empat jam.
(7)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi
dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8)
Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan
alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a.
b.
alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
10
(2)
(3)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari
pidana pokok.
(2)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan
publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4)
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan
kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1)
(2)
Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah
diundangkannya Undang-Undang ini.
11
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA
12
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I.
UMUM
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya
secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus
menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari
konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan
hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan
teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi,
dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup
perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan
dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan
teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang,
memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem
informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi
ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi
tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras,
perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya
mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan
normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik
sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi
dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi
baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian
dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat
penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia
secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke
berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa
demikian kompleks dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan
internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan
informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan
baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual
dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang
siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan
hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang
kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga
pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek
sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
II.
13
Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku
di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum
yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat
hukum di Indonesia, mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan merugikan kepentingan Indonesia adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa,
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.
Pasal 3
Asas kepastian hukum berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
Asas manfaat berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Asas kehati-hatian berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek
yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
Asas iktikad baik berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti
perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Huruf a
Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas
pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 6
Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa
saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya
tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan informasi yang lengkap dan benar meliputi:
a.
informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik sebagai
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b.
informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian serta
menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi
barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang
berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi
berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
14
Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya merupakan
suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual
pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan seluasluasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda
Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus dipenuhi oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
Andal artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan
penggunaannya.
Aman artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
Beroperasi sebagaimana mestinya artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya.
Ayat (2)
Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung jawab,
efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku
bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat
unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku pada kontrak
tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal
tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda
tergugat berada (principle of effectiveness).
Pasal 19
Yang dimaksud dengan disepakati dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat
dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.
15
Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara
lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan dikuasakan dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan fitur adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna
Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang disampaikannya, misalnya
fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti pemeriksaan dalam
pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan melanggar hak Orang lain, misalnya melanggar merek terdaftar, nama
badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan
Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penggunaan Nama Domain secara tanpa hak adalah pendaftaran dan
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi atau menghambat
Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama
produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual,
hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh UndangUndang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian
dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a.
Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala
macam gangguan.
b.
Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c.
Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi
dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
16
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan,
antara lain dengan:
a.
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan
hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b.
sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh yang
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses ke
dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta tingkatan
kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan,
merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan
kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kegiatan penelitian adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga
penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan lembaga yang dibentuk oleh masyarakat merupakan lembaga yang
bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
17
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ahli adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis
mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 yang dilakukan oleh
korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a.
mewakili korporasi;
b.
mengambil keputusan dalam korporasi;
c.
melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d.
melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843
18