EDWARD Saleh
Lab. Teknik Tanah dan Air
Fakultas Pertanian Unsri
Email : edwardsaleh@pps.unsri.ac.id
A. Awan
Awan adalah kumpulan titik-titik air atau kristal es yang melayanglayang di atmosfer. Awan terjadi sebagai akibat adanya kondensasi. Udara
selalu mengandung uap air. Apabila uap air ini meluap menjadi titik-titik air,
maka terbentuklah awan.
Klasifikasi Awan
Menurut persetujuan internasional (dalam usaha penyeragaman),
awan dibedakan dalam empat golongan.
1. Golongan awan tinggi. Awan ini tingginya rata-rata yang terendah
6.000 m ( 20.000 ft). Termasuk golongan awan ini adalah :
a) Cirrus (Ci), yaitu awan yang halus, struktur berserat, seperti bulu
burung, sering tersusun sebagai pita yang melengkung, sehingga
seolah-olah bertemu pada satu atau dua titik di horison. Awan ini
tersusun oleh kristal-kristal es.
b) Cirostratus (Cs). Awan ini bagaikan kelambu, putih, halus,
menutup seluruh angkasa, yang oleh sebab itu berwarna pucat
atau kadang-kadang nampak sebagai anyaman tidak teratur.
Sering menimbulkan adanya kalangan (lingkaran) pada matahari
atau bulan.
c) Cirrocumulus (Cc). Awan ini berbentuk sebagai gerombolan
domba, menyebabkan adanya sedikit bayangan atau tidak sama
sekali.
2. Golongan awan sedang. Tinggi awan ini antara 2.000 6.000 m (
6.000 20.000 ft). Termasuk kedalam golongan awan ini adalah :
a) Altrostratus (As). Awan ini berbentuk seperti selendang yang
tebal. Pada bagian yang menghadap bulan atau matahari nampak
lebih terang. Diantaranya terdapat bentuk-bentuk Cirostratus.
b) Altocumulus (Ac). Awan ini bagaikan bola-bola yang tebal putih
atau pucat dengan bagian-bagian kelabu karena kurang
mendapatkan sinar. Bergerombolan atau berlarikan dan sering
kondensasi dan atau pembekuan uap air. Awan merupakan suspensi koloida
udara atau aerosol. Selama butir-butir belum bersatu akan tetap melayanglayang di udara.
hujan. Jika butir-butir cenderung bersatu sehingga menjadi lebih besar dan
berat maka awan menjadi tidak kekal dan akan terjadi hujan.
Mekanisme terjadinya hujan
Jika dibuat suatu perbandingan antara ukuran butir-butir yang dapat
menghasilkan hujan menjadi jelas bahwa suatu proses khusus harus terjadi
pada awan yang dapat menimbulkan hujan. Hanya saja bagaimana proses
itu belum dapat diketahui dengan pasti.
penyusun awan yang terjadi dari kondensasi selama 100 menit mempunyai
diameter 0,04 mm dan ukuran maksimum 0,2 mm. Sedangkan tetesan air
hujan yang umum diameternya antara 0,5 4,0 mm.
Ada dua pendapat mengenai bagaimana terjadinya butir-butir hasil
kondensasi ini sampai menjadi butir-butir yang dapat menimbulkan hujan.
Pendapat pertama mengatakan bahwa terjadinya butiran-butiran yang
dapat menimbulkan hujan itu disebabkan adanya penyatuan antara
beberapa butir hasil kondensasi. Pendapat ini kurang dapat menerangkan
mengapa hal ini hanya terjadi untuk beberapa macam saja. Pendapat yang
kedua mengatakan bahwa terjadinya butiran-butiran yang lebih besar itu
karena tumbuh dari adanya air dan partikel es dalam awan yang sama.
Seperti diketahui tetesan air mempunyai tekanan uap air lebih besar
(menguap lebih besar) daripada partikel es. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan air yang menguap dari butir-butir air dan berkondensasi pada
partikel es, sehingga partikel es ini diselubungi oleh air yang makin lama
makin besar sehingga mampu jatuh. Dengan jatuhnya melalui awan dapat
terus tumbuh dengan proses kondensasi dan bergabung dengan butir-butir
yang lain. Kebanyakan hujan di daerah lintang menengah dan besar adalah
terjadi akibat proses atau mendekati proses ini, karena awan didaerah ini
umumnya tumbuh sampai ketinggian diatas batas pembekuan sebelum
hujan terjadi. Walaupun demikian perlu diketahui bahwa hujan juga dapat
terjadi dari awan yang temperaturnya masih cukup tinggi, terutama di
daerah lintang kecil. Dalam hal ini dijelaskan bahwa terjadi perpindahan air
dari
butiran
air
yang
temperaturnya
lebih
tinggi
ke
butiran
yang
rendah)
tersebut
pada
ketinggian
tertentu
akan
mengalami
penjenuhan dan apabila hal ini diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka
uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran air hujan.
Pengembunan
Jika udara didinginkan, maka kapasitas udara untuk menampung uap air
berkurang.
Pada suatu titik jika jumlah uap air tidak berubah sedangkan
penurunan suhu terus terjadi akan mengakibatkan udara tak jenuh menjadi
jenuh yaitu RH = 100% atau ea =es. Suhu kritis tersebut merupakan suhu
titik embun. Jika udara didinginkan dibawah titik embun, maka kelebihan
uap air dari kemampuan udara menampung uap air ini akan berubah
menjadi titik-titik air atau partikel-partikel es. Jadi pengembunan ditentukan
oleh RH dan suhu. Jika RH tinggi hanya diperlukan sedikit penurunan suhu
untuk pengembunan dan sebaliknya jika RH kecil diperlukan penurunan
suhu yang besar untuk mencapai suhu titik embun.
Terjadinya kondensasi karena pendinginan di alam dapat terjadi karena
adanya kejadian seperti berikut:
1)
2)
Rambatan/sentuhan
dengan
permukaan
yang
dingin
akan
menghasilkan embun
3)
4)
dan
orografik.
Pendinginan
ini
biasanya
menghasilkan awan.
Adanya pembentukan awan tidak dengan sendirinya diikuti dengan
terjadinya hujan.
indikasi awal untuk berlangsungnya hujan. Untuk uraian lebih rinci tentang
mekanisme terjadinya hujan dalam kaitannya dengan pembentukan awan
dapat dipelajari dalam Weisberg (1981) dan Mason (1975).
Secara ringkas dan sederhana, terjadinya hujan terutama karena
adanya perpindahan massa air basah ke tempat yang lebih tinggi sebagai
respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda
ketinggiannya. Ditempat tersebut karena adanya akumulasi uap air pada
suhu yang rendah maka terjadilah proses kondensasi, dan pada gilirannya
massa air basah tersebut jatuh sebagai air hujan.
(2) terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air kecil di atmosfer, dan
(3) partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan
waktu untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai
hujan) karena gaya gravitasi.
Akhirnya perlu disadari bahwa sampai sekarang persoalan ini belum
seluruhnya terpecahkan.
Klasifikasi hujan
1. Berdasarkan bentuk
Berdasarkan bentuknya hujan dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
1) Hujan (rain)
Hujan merupakan air yang turun berbentuk cair. Tetesan-tetesan air
yang jatuh mempunyai diameter bervariasi dari 0,5 4,0 mm. Bahwa
tidak semua ukuran butiran air dapat turun/jatuh menjadi hujan
disebabkan adanya geseran udara.
Findisen mengatakan jarak jatuh dapat dicapai oleh suatu butiran air
jika melelui udara yang belum jenuh bertambah besar sebanding
dengan
pangkat
empat
dari
bertambahnya
besar
diameter.
Hal
ini
karena
kalau
terdapat
lapisan
udara
yang
temperaturnya masih di atas titik beku maka pada waktu kristalkristal es melalui lapisan itu akan mencair sehingga yang sampai ke
permukaan tanah bukan salju tetapi hujan air.
3) Hujan es (hail stone)
Terdiri dari bongkah-bongkah es, dengan diameter antara 5 50 mm.
Hujan
es
jatuh
pada
waktu
ada
hujan
guntur
dari
awan
dan lembab.
Hujan ini
dari atas : ion-ion natrium, kalium, kalsium, khlor, bikarbonat dan sulfat
yang merupakan jumlah yang besar bersama-sama. Amonia, nitrat, nitrit,
nitrogen, dan susunan-susunan nitrogen lain. Bagian yang kecil misalnya :
iodine, bromine, boron, besi, aluminium, dan silika.
Jumlah
Hujan normal
0,05 0,25
10
Data
yang diperoleh dari alat tipe ini adalah curah hujan harian. Curah
hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan di bagi
dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium merupakan alat
baku dengan mulut penakar seluas 100 cm 2 dan dipasang dengan
ketinggian mulut penakar 1,2 m dari permukaan tanah.
Alat pengukur curah hujan otomatis biasanya menggunakan prinsip
pelampung, timbangan dan jungkitan.
Keuntungan menggunakan
11
dan (c) pada beberapa tipe alat, pengukuran dapat dilakukan pada
periode waktu lebih dari sehari, misalnya mingguan.
12
atau kekiri, tergantung dari letak ember tersebut. Pada waktu ember
terguling, penahan ember ikut bergerak turun naik. Penahan ember
mempunyai dua buah tangkai yang berhubungan dengan roda
bergigi. Gerakan turun naik penahan ember menyebabkan kedua
tangkainya bergerak pula dan bentuknya yang khusus dapat
memutar roda bergigi berlawanan dengan arah perputaran jarum
jam. Perputaran roda bergigi diteruskan ke roda berbentuk jantung.
Roda yang berbentuk jantung mempunyai sebuah per yang
menghubungkan kedua pengatur kedudukan pena yang letak
ujungnya selalu bersinggungan dengan tepi roda. Perputaran roda
berbentuk jantung akan menyebabkan kedudukan pena bergerak
sepanjang tepi roda.
Daftar Pustaka
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
pertama. Gadjah Mada University Press.
Mason, B.J. 1975. Cluds, rain and rainmaking.
University Press, Cambridge. 189 hal.
Edisi ke 2.
Cambridge
Penerbit
Weisberg, J.S. 1981. Meteorology : the Earth and Its Weather. Houghton
Mifflin Company, Boston. 427 hal.
Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. Edisi keempat. Penerbit ITB Bandung.
Wisnubroto, S., S.L. Aminah S. dan M. Nitisapto.
Meteorologi Pertanian. Ghalia Indonesia.
1983.
Asas-asas
14
Tugas ;
1. Sebutkan syarat2 stasiun klimatologi
2. Jelaskan cara kerja alat pengukur hujan tipe observatorium dan tipe Hellman
3.
15