I.
ANATOMI APPENDIKS
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dengan diameter 0,7 cm dan berpangkal di sekum. Di
pangkalnya terdapat valvula appendikularis (Geralchi). Lumennya sempit di
bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Pada bayi, appendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Appendiks terletak di puncak sekum pada pertemuan ketiga tinea coli (tinea
libera,tina colica dan tinea omentum). Appendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoappendiks penggantungnya.
Gambar appendiks
Enam puluh lima persen kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Pada
kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal (dibelakang sekum),
dibelang kolon ascendens, atau di tepi lateral kolon ascendens. Beberapa
jenis posisi appendiks:
1. Promontorik
promontorium sacrum
:ujung
appendiks
menunjuk
ke
2. Retrocolic
:appendiks berada di belakang kolon
ascendens dan biasanya retroperitoneal
3. Antecaecal
4. Paracaecal
belakang sekum
:appendiks
terletak
6. Retrocaecal (70%)
:intraperitoneal atau
appendiks berputar ke atas di belakang sekum
horizontal
di
retroperitoneal,
3. Titik Lanz
: Seperenam bagian dari SIAS kanan pada
garis antara SIAS kanan hingga SIAS kiri
4. Titik Munro
: Pertemuan antara garis Monroe dengan garis
parasagital dari pertengahan SIAS kanan dengan simfisis.
EMBRIOLOGI APPENDIKS
Appendiks berasal dari midgut bersama dengan ileum dan colon
ascenden. Cecum pertama kali terlihat pada saat usia kehamilan mencapai 5
minggu, dengan appendiks pertama kali terlihat sekitar usia kehamilan 8
minggu sebagai kantong yang keluar dari caecum. Appendiks awalnya
menonjol dari bagian apeks cecum, tetapi dasarnya secara berangsur-angsur
berputar ke lokasi yang lebih medial kearah katub ileocecal. Selama
perkembangannya, usus melakukan beberapa kali putaran, dengan cecum
berakhir tetap di kuadran kanan bawah. Karena muara appendiceal selalu
pada pertemuan taena cecal, lokasi akhir appendiks ditentukan dengan lokasi
dari cecum..
III.
FISIOLOGI APPENDIKS
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah IgA, Immunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
IV.
HISTOLOGI APPENDIKS
2. Tunika submukosa
3. Tunika muscularis
: stratum sirkular di sebelah dalam dan stratum
longitudinal (gabungan ketiga tinea coli) disebelah luar
4. Tunika serosa
peritoneum visceral
Gambar
:bila
terletak
intraperitoneal,
asalnya
dari
Lokal peritonitis.
Abses.
Peritonitis umum.
3. Appendisitis kronika.
Appendisitis Akut
1. Epidemiologi:
Insidens appendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.
Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi.
2. Etiologi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Ada berbagai hal yang
berperan sebagai factor pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan
factor yang diajukan sebagai factor pencetus disamping hyperplasia jaringan
limf,fecalith,tumor appendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis ialah
erosi mukosa appendiks karena parasit seperti Entamoeba histolytica.
Sembelit
Appendicitis
komplet
1. Stenosis
2. Pita/adhesi
3. Mesoappendiks pendek
Patologi
Patologi appendicitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh
lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh
adalah membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum,usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikuler. Di dalamnya dapat
terjadi nekrosis jaringan berupa abeses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses,appendicitis akan sembuh dan massa periappendikuler akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Gambaran Klinis
Gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal.
Gejala klasik appendicitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan
kadang ada muntah. Pada umumnya nafsu makan akan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik McBurney.
Disini nyeri akan dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak appendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh
sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
perangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kea rah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi Musculus psoas mayor yang menegang dari
dorsal.
Appendiks yang terletak di rongga pelvis bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda perangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristaltis
meningkat,pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika
appendiks tadi menempel ke kandung kemih dapat terjadi peningkatan frekuwensi
kencing karena rangsangan dindingya.
Gejala appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Daslam
beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi letarkik. Karena
gejala yang tidak khas tadi, sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi,
80-90% appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut, mual,dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga
terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan appendiks terdorong ke
kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke
region lumbal kanan.
Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 derajat Celsius. Bila
suhu lebih tinggi mungkin terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rectal sampai 1 derajat Celsius. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik.
Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut
kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periappendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan
perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda
Rovsing. Pada appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk
menentukan adanya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolaterodorsal oleh uterus, keluhan
nyeri pada appendicitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergeser ke kanan
sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan
pada orang tidak hamil, karena itu perlu dibedakan apakah keluhan nyeri berasal dari
uterus atau appendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai
dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari appendiks.
Peristaltis usus sering normal; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforate.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada appendicitis pelvika.
Pada appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
appendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila appendiks meradang menempel di musculus psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.
Uji obturator digunakan untuk melihat apakan appendiks yang meradang kontak
dengan musculus obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri
pada appendicitis pelvika.
Gejala
Skor
Perpindahan nyeri
Anoreksia
Mual / muntah
Nyeri lepas
Laboratorium
Leukositosis
Total
10
Dari tabel di atas kemudian dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor,
kemudian kemungkinan diagnosis apendisitis adalah berdasarkan pembagian
interval nilai yang diperoleh tersebut.
Interpretasi skor:
Skor
CT
scan.
Skor
<2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak
perlu
catatan tetap
Laboratorium
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendicitis
akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi.
Tatalaksana
Appendiktomi direncakan pada infiltrate periappendikuler tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberi antibiotic kombinasi yang aktif terhadap kuman
aerob dan anaaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian
dilakukan appendiktomi. Pada anak kecil,wanita hamil, dan penderita usia lanjut,jika
secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses dianjurkan operasi
secepatnya.
Kalau sudah terjadi abses,dianjurkan drainase saja dan appendiktormi dikerjakan
seletah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau
abses,dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi
bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke
pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian
prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan
kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga
berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.
The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks
sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24
jam untuk apendisitis non perforasi .
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis
dengan perforasi
1. cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di
ganti segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau
pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena
central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat
harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan
tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan
bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.
2. antibiotik : pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri
patogen , antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins,
ampicillin sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman
anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan
sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan
normal leukosit.
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi
terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney,
Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna,
oblique interna dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle
splitting, setelah masuk ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi,
diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi
perdarahan, beberapa orang melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum
dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah
sukses dilalukan pada 90-94% kasus apendisitis dan 90% kasus apendisitis perforasi.
Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port placement terdiri dari
pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus, kemudian melihat langsung ke
dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada beberapa pilihan operasi,
pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan yang lainnya di kuadran
kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum dan apendiks
kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia untuk
pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices. Mengenai
pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian diangkat dari
abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi mempunyai
beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik dan
mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian juga menemukan bahwa
laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa rawatan di rumah sakit. Kerugian
laparoskopik apendiktomi antara lain mahal dari segi biaya dan juga pengerjaannya
yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari apendiktomi terbuka. Namun lama
pengerjaanya dapat dipersingkat dengan peningkatan pengalaman. Kontraindikasi
laparoskopik apendiktomi adalah pada pasien dengan perlengketan intra-abdomen
yang signifikan
dapat dilakukan colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Rasa nyeri pada colok
vagina jika uterus diayunkan.
Gangguan alat kelamin perempuan
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam
waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada
anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.
Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak
menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan
timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan
penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan pada
kuldosintesis.
Divertikulosis Meckel
Gambaran klinisnya hampir serupa dengan apendisitis akut. Pembedaan
sebelum operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan
dengan komplikasi yang rnirip pada apendisitis akut dan diperlukan pengobatan serta
tindakan bedah yang sama.
Intussusception
Ini harus dibedakan dengan apendisiit akut karena pengobatan berbeda umur
pasien sangat penting, apendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan
hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun.
Ulkus Peptikum yang Perforasi
Ini sangat mirip dengan apendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum).
Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat apendiks, ini menyerupai apendisitis
retrocecal. Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam
atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa.
Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra
abdominal/pelvis, sepsis, syok, dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi
bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan,
sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk
usus.
Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis apendiks adalah baik. Secara umum angka
kematian pasien apendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan dengan
komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.
APPENDICITIS REKURENS
Diagnosis appendicitis rekurens baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan
nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya appendiktomi dan
hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangan
appendicitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun appendiks tidak pernah kembali
ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya
serangan lagi sekitar 50%. Insidens appendicitis rekurens adalah 10% dari specimen
appendiktomi yang diperiksa secara patologik.
Pada appendicitis rekurens biasanya dilakukan appendiktomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
APPENDICITIS KRONIK
Diagnosis appendicitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat:
1. Riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu
2. Radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik
3. Keluhan menghilang setelah appendiktomi
Kriteria mikroskopik appendicitis kronik adalah
1. Fibrosis menyeluruh dinding appendiks
2. Sumbatan parsial atau total lumen appendiks
3. Adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa
4. Infiltrasi sel inflamasi kronik
Insidens appendicitis kronik adalan antara 1-5 %
Gejala klinis:
1. Reccurent/Interval Appendicitis:
Gejala utama dari kumat I dan kumat II dst adalah gejala DYSPEPSI
(diare, mual-mual, enek, tidak enak makan).
Gejala utama: kolik, tetapi tidak ada panas. Kolik disekitar umbilicus/
ke arah lateral/ epigastrium.
Appendisitis kronis-HISTOLOGI
ANAEROBIC
Escherichia coli
Bacteroides fragilis
Viridans streptococci
Pseudomonas aeruginosa
Peptostreptococcus micros
Group D streptococci
Bilophila species
Enterococcus species
Lactobacillus species
Fusobacterium species
Perjalanan penyakit
Peradangan awal
Appendisitis Mukosa
Appendisitis gangrenosa
Perforasi
Pembungkusan
III.
KOMPLIKASI
A. Peritonitis
Peritonitis terlokalisir dihasilkan dari perforasi mikroskopik dari Appendix
gangrenosa, sedangkan Peritonitis generalisata/menyebar biasanya karena
Perforasi besar ke dalam rongga peritoneal. Peningkatan nyeri tekan dan kekakuan,
distensi abdominal, dan Ileus adinamik terdaat jelas pada pasien dengan peritonitis,
Demam tinggi dan tanda toksisitas berat memperberat perkembangan dari penyakit
katastropik ini pada pasien yang tidak tertangani.
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Peritonitis karena sebab lain, contoh : Perforasi Diverticulitis
2. epiploic appendagitis,
3. omental infarction
VI. DIAGNOSIS
Gejala-gejala klinis penting untuk Diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Perforasi harus dicurigai bila hitung leukosit lebih dari 18,000/mm3.
Radiografi abdomen
Jarang adanya appendiks perforasi dengan pneumoperitoneum (1 to 2%).
USG Abdomen
Sebagai tambahan, perforasi secara signifikan mengurangi ketepatan diagnostik
dari kompressi bertingkat dari appendiks. Karena itu, Diagnosis ultrasonographik
dari appendisitis perforata tergantung pada penemuan sekunder cairan
periappendiseal, massa, dan kehilangan integritas dari lapisan submukosa.
CT Scan Abdominal
Distensi Gas dari lengkungan usus besar kuadran kanan bawah mengindikasikan
perforasi sehingga harus dilakukan CT. Studi Imaging sebelumnya untuk
menerapkan akurasi dan kewajiban potensial dalam merencanakan intervensi dari
abses appendiseal atau phlegmon..
CT scan adalah cara terbaik untuk mendeteksi trombosis dan gas di vena porta.
Sebagai tambahan antibiotic, pembedahan/operasi segera diindikasikan untuk
menangani appendicitis atau sumber-sumber infeksi lainnya (co:divertikulitis)
Kemampuan untuk membedakan appendisitis akut, tanpa komplikasi dengan
perforasi berdasarkan penemuan klinis sering sulit, tapi hal tersebut sangat penting
karena penanganannya berbeda. CT scan bisa menjadi sangat penting sebagai
penunjuk terapi
Perforated appendicitis in a 31-year-old man. (A) There is free air (arrows) and
free fluid anterior to the liver. (B) The appendix is identified with a thick wall
(arrow) and surrounding inflammatory changes.
VII. TERAPI
Manajemen dari Appendisitis perforata gangrenosa berbeda dari penyakit akut non
perforasi.. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai
terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya.
The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum
pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 5 jam untuk
apendisitis perforasi.
intra-abdominal pasca operasi pada beberapa seri telah secara bernilai lebih tinggi
dengan laparoskopi dibandingkan dengan pendekatan terbuka. Peningkatan bermakna
dari infertilitas tuba yang merupakan lanjutan dari perforasi pada wanita muda juga
dapat dicegah dengan Apendektomi dini.
Prophylactic antibiotics are indicated preoperatively. A single-drug regimen, usually a
cephalosporin, is as effective as more aggressive multiple-drug combinations. The
practice of routinely culturing abdominal fluid is of no practical value even when the
appendix has perforated. The organisms obtained are the usual fecal flora.
Drain Abdominal dilakukan hanya untuk menangani abses-abses yang ada, tidak untuk
peradangan difus atau cairan abdominal.
Bila seorang pasien dengan appendicitis tidak dapat memperoleh pelayanan fasilitas
bedah modern, penanganannya adalah hanya dengan antibiotic. Pencegahan
komplikasi dengan pendekatatn ini baik.
Phlegmon dan abses-abses kecil dapat ditangani secara konservatif dengan antibiotikantibiotik intravena ; abses-abses yang terlokalisasi baik mungkin teratasi dengan
drainase perkutan ; dan abses-abses yang kompleks harus diarahkan pada drainase
operatif. Bila drainase operatif dibutuhkan, hal tersebut harus dilakukan dengan
menggunakan pendekatan ekstraperitoneal, dengan appendektomi dilakukan pada
kasus-kasus di mana appendiks dapat dijangkau. Appendektomi yang dilakukan paling
sedikit 6 minggu setelah kejadian akutnya telah secara klasik direkomendasikan untuk
semua pasien yang ditangani dengan cara nonoperatif atau dengan drainase simple
dari abses.
Kejadian appendicitis rekuren yang dilaporkan pada pasien yang tidak dilakukan
appendektomi interval beragam dari 0-37%, dan tertinggi selama tahun pertama.
Karena Karsinoma Sekal terperforasi dapat salah dianggap Abses appendiks, pada
semua pasien yang lebih 50 tahun harus dilakukan Barium enema atau Pemeriksaan
kolonoskopik pada awal Appendiktomi interval.
APENDEKTOMI
GASTROINTESTINAL BAWAH
Indikasi
1. Darurat apendisitis akut
2. Elektif apendektomi interval setelah terapi
Transversus abdominis
Transversus abdominis
Abdominis
Obliqus externus
Gambar. Tarik peritoneum ke atas dengan dua klip kecil dan lakukan sayatan dengan
scalpel. Semburan cairan keruh menunjukkan apendisitis.
peritoneum
Omentum juga bisa segera terlihat pada apendisitis akut. Ambil sampel nanah untuk
kultur dan tes kepekaan kuman.
Identifikasi sekum dari taenia dan bawa keluar luka insisi bersama-sama apendik. Jika
apendik terletak retrosekal atau di dalam panggul,
congkel keluar dengan telunjuk kanan. Jika masih tidak mungkin membawa apendik ke
arah luar, perbesar insisi. Ini terbaik dilakukan dengan memisahkan serat-serat obliqus
internus ke arah lateral dan medial. Pada pasien gemuk fasia rektus juga bisa diinsisi
untuk memungkinkan paparan yang cukup.
Setelah apendik di bawa ke permukaan,pegang dengan dua forsep jaringan. Potong
mesoapendik di antara klip arteri,sambil mengikat pedikel dengan benang serap.
Gunakan jahitan purse string atau Z pada dasar apendik dengan benang serap ukuran
2/0.
Gencet dasar apendik dengan forsep berat dan ikat ke arah proksimal dengan benang
serap ukuran 0. Angkat apendik dan tanam puntungnya dengan mengencangkan
jahitan purse string. Dianjurkan memegang dasar yang telah diikat di bawah purse
string dan dorong ke bawah saat pursestring dikencangkan
Sedot setiap cairan bebas yang tersisa dan bilas rongga peritoneum. Tutup dinding
abdomen lapis demi lapis dengan jahitan serap. Gunakan jahitan kontinyu untuk
peritoneum dan dekatkan obliqus internus dengan jahitan terputus. Tutup defek di
obliqus internus dengan jahitan kontinyu dan kulit dengan jahitan subkutis.
Dorong
Pokok-pokok penting
1. Jika ada abses dan apendik tak bisa ditemukan, tempatkan suatu drain ke abses dan
tutup abdomen.
2. Jika anda dapatkan karsinoma sekum, lakukan hemikolektomi dekstra .
3. Jika apendik normal cari divertikulum Meckel, patologi ginekologi (pada wanita) atau
divertikulitis
sigmoid. Jika anda dapatkan masalah ginekologi, konsul ahli kebidanan.
4. Pada anak, perhatikan dengan seksama mesenterium ileal untuk limfadenopati
adenitis mesenterium.
5. Jika benar apendik terletak retrosekal, sekum bisa dimobilisir dengan
memisahkannya dari perlekatan
peritoneum lateral seperti untuk hemikolektomi dekstra.
LAPAROTOMI
Laparotomi eksploratif sebaiknya dikerjakan sebelum setiap prosedur abdomen.
Diperlukan kecermatan karena patologi yang tidak terduga sebelumnya sering
terungkap. Mulai dari hiatus esofagus dan telusuri arah berlawanan jarum jam.
Raba esofagus distal dan lambung. Lihat dan raba duodenum. Palpasi hati, kandung
empedu dan ginjal kanan. Berjalan ke bawah sepanjang kolon kanan ke sekum
kemudian taruh satu tangan di rongga panggul. Gerakkan ke atas kolon sigmoid sampai
kolon desenden dan ketika mencapai fleksura lienalis, raba limpa dan ginjal kiri.
Selesaikan sirkuit sebelah luar dengan palpasi sepanjang kolon transversum dan
jangan lupa pankreas serta aorta. Kemudian, jalan terus ke usus halus dan sirkuit
dalam. Mulai dari ligamen Treitz dan dengan seksama palpasi sepanjang jejunum dan
ileum sampai anda mencapai sekum.
PENUTUPAN LUKA
Median
Teknik mass-suture yang menggabung peritoneum dan linea alba sering dilakukan dan
lebih cepat dan sama efektifnya dengan menutup masing-masing lapisan sepanjang
kaidah-kaidah tertentu dipatuhi.
Benang harus memiliki ukuran 0 atau 1 dan terbuat dari bahan yang tidak diserap, bisa
loop atau single-stranded (utas tunggal). Jarak antar jahit adalah 1 cm. Dan mulai
jahitan dari 1 cm ujung luka, dan berjalan vertikal sepanjang dinding abdomen. Dengan
menggunakan teknik ini panjang benang jahit yang digunakan harus paling sedikit
empat kali panjang luka operasi(kaidah Jenkin).
Gbr 1.
Rangkap Dua
Jahitan ini dibentuk dengan benang ukuran 1/0 atau 2/0 yang tidak diserap, dan
ditempatkan di fasia rectus anterior atau linea alba setiap beberapa sentimeter di
seluruh panjang luka. Semua jahitan rangkap dekat-dan-jauh harus dilakukan sebelum
penutupan dengan jahitan kontinyu standar dengan benang yang tidakdiserap. Saat
jahitan kontinyu berjalan ke atas, jahitan dekat-dan-jauh diikat untuk memperkuat.
PENUTUPAN LUKA
Penutupan kulit
Banyak cara menutup insisi kulit dan setiap dokter bedah memiliki teknik yang
disukainya.
Untuk kebanyakan luka operasi, penutupan subkutis mungkin dilakukan dan
menghasilkan efek kosmetik yang baik. Benang ukuran 2/0 yang tidak berwarna dan
bisa diserap lebih disukai karena tidak perlu dilepas dan tidak mengubah warna kulit.
Cara lain mencakup benang subkutis yang tidak diserap atau staple.
Jahit subkutis
Untuk luka-luka operasi yang kecil, bisa digunakan jahitan terputus (interrupted). Ini
meliputi jahitan terputus sederhana, vertical matras dan horisontal matras.
Pokok-pokok penting
1. Usahakan posisi pasien simetris pada meja operasi sebelum memulai insisi.
2. Jika sebelumnya sudah ada bekas insisi, coba buat insisi di lokasi berbeda.
3. Manfaatkan seluruh panjang insisi dan jangan takut menambah panjang insisi jika
perlu. Komplikasi besar bisa terjadi melalui lubang kecil!
4. Paparan yang baik adalah rahasia keberhasilan, sehingga jangan teruskan operasi
sebelum anda mengusahakan hemost dan memiliki cukup retraktor untuk memaparkan
medan operasi.
5. Sebelum menutup kulit, ada manfaatnya untuk memberikan anestesi infiltrasi fasia
rectus dan kulit dengan bupivicaine 0,25% untuk mengurangi nyeri pasca operasi.
6. Jika luka operasi sukar ditutup, check dengan ahli anestesi apakah pasien relaksasi
sempurna.
jahit terputus
sederhana
Jahit
matras
vertikal
Jahit
matras
horizontal
LAPAROSKOPI
Gunakan saline drip test untuk menunjukkan insersi memuaskan, atau tes aspirasi
untuk memastikan tidak ada cairan balik.
2. Laparoskopi terbuka dengan kanula Hassan
Melalui insisi yang serupa, raih dan insisi fasia rektus. Tempatkan benang pada kedua
sisi linea alba.
Gbr 1.12
Sayat peritoneum dan akses ke dalam rongga peritoneum di bawah inspeksi langsung.
Masukkan sebuah jari dan pisahkan setiap perlengketan di bawah insisi. Masukkan port
dan gunakan benang tadi untuk memegang port di tempatnya.
Gbr 1.13
Gbr 1.11
LAPAROSKOPI
Teknik ini bisa digunakan rutin tetapi sangat berguna bila ada operasi abdomen
sebelumnya.
Dengan perlahan, lakukan insuflasi dengan CO2 ( 1L/menit), perhatikan tekanan intraabdomen tidak melebihi 0-5 mmHg. Perkusi abdomen untuk mengusahakan distensi
abdomen simetris.
Tambah aliran jika semua di atas memuaskan, sehingga mempertahankan tekanan
sekitar 13-15 mmHg. Volume total gas bervariasi tetapi 4-5 L biasanya sudah cukup.
Insersi Trokar
Insersi port pertama dalam pneumoperitoneum tertutup merupakan prosedur yang
potensial berbahaya, sehingga risiko ini dihindari dengan metode terbuka.
Kanula sekali pakai (disposable) ukuran 10 mm lebih disukai untuk penentuan lokasi
awal di umbilikus. Masukkan kanula dengan mengunakan teknik prop (corkscrew)
sedikit diarahkan ke pelvis. Tempatkan telunjuk anda sepanjang trokar sehingga
mencegah insersi terlalu dalam yang bisa merusak visera.
Periksa posisi yang tepat dengan melepas keran gas dan mendengar bocornya CO2
dari rongga peritoneum. Lekatkan laparoskop dan kamera.
Jika tempat trokar terlihat berdarah, cukup lakukan penekanan lokal. Cara lain adalah
memasukkan benang melalui jarum besar dan ikat pembuluh darah pada titik
perdarahan. Jika terus berdarah, masukkan kateter Foley, tiup balon dan tahan dengan
traksi.
LAPAROSKOPI
Inspeksi rongga peritoneum
Setelah membuat pneumoperitoneum, kerjakan inspeksi rongga peritoneum. Masukkan
port kedua di bawah penglihatan langsung dan dalam posisi sesuai menurut daerah
yang akan diamati.
Biasanya cukup ditempatkan kanula 5 mm di daerah epigastrik. Melalui kanula ini
masukkan forsep untuk memungkinkan anda memanipulasi visera dengan lembut
sehingga bisa melakukan laparoskopi lengkap. Jika dibutuhkan biopsi, forsep bisa
dilepas dan sepasang gunting dengan diatermi dimasukkan untuk memperoleh
sampel jaringan.
Lepas trokar dibawah penglihatan langsung, sambil memperhatikan hemostasis di
tempat masuk port. Tempat masuk port di daerah umbilikus dan epigastrik harus ditutup
dengan menggunakan benang jahit yang bisa diserap, misal benang jahit berbentuk J.
Selalu infiltrasi luka dengan bupivacaine karena ini membantu mengurangi nyeri pasca
operasi.
Pokok-pokok penting
1. Selalu periksa instrumen dengan seksama sebelum memulai laparoskopi
2. Selalu periksa bahwa pneumoperitoneum telah terjadi sebelum memasukkan trokar.
3. Awasi setiap kebocoran melalui keran atau insisi umbilikus, khususnya jika
digunakan teknik Hassan.
Mungkin anda perlu menjahit umbilikus dengan purse-string untuk mendapat penutupan
yang baik.
4. Insuflasi fasia rektus bisa terjadi tanpa sengaja. Ini dikenali dengan meningkatnya
tgekanan inflasi
dan distensi abdomen yang tidak simetris. Jika terjadi, cukup hentikan insuflasi, ubah
posisi jarum
Veress dan ulangi kembali insuflasi.
5. Selalu hangatkan teleskop sebelum memasukkan agar tidak berkabut
6. Jika anda sedang membantu prosedur laparoskopi sebagai operator kamera,
pastikan semua gerakan
anda halus. Jika tidak bisa membuat mabuk laut
7. Jika lensa kabur karena ada darah, coba menghapus lensa tersebut ke omentum.
Jika pandangan
masih kabur juga, lepaskan teleskop, bersihkan lensa dengan lap anti-kabut.
VIII. PROGNOSIS
Angka kematian dari Appendisitis Perforasi meningkat seiring pertambahan umur, dari
0% pada pasien di bawah 50 tahun ke 11% pada umur 50 sampai 70 tahun dan sampai
32% untuk umur lebih tua dari 70 tahun.
Infeksi-infeksi Postoperatif masih terjadi pada 30% dari kasus Appendiks Gangrenosa
atau Perforata. Walaupun kebanyakan dari pasien-pasien ini bertahan,banyak yang
berisiko tinggi/fatal membutuhkan perawatan rumah sakit lama .
Daftar Pustaka:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6357136
http://www.histologyworld.com/photoalbum/albums/userpics/appendixlabel.jpg
Wim De Jong
Sabiston
Schwartz
Teknik Bedah Umum