PENDAHULUAN
Istilah subisidi sendiri masih banyak yang meragukan. Setidaknya, mereka keberatan dengan
opini publik yang dikembangkan, pemerintah seolah-olah mengeluarkan sejumlah dana untuk itu.
Kejadian yang sebenarnya, perhitungan subsidi adalah di atas kertas atau disebut dengan subsidi
ekonomi. Awalil Rizky. 2008. Neoliberalisme Mencengkeram Indonesia. Jakarta. E Publishing
Company. hal 187
3
Artikel Harga BBM mencari Hari Baik Mengumumkan, Kompas 23 Mei 2008
merasa kuatir dan tidak sanggup untuk menanggung beban subsidi terutama BBM
yang jauh dari asumsi yang dicantumkan dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara). 4Adapun besarnya alokasi dana yang diberikan pemerintah
untuk subsidi BBM dalam realisasi APBN dari tahun ke tahun adalah sebagai
berikut :
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005 (P)
2006
2007
2008 (P)
53,8
68,4
31,2
30,0
69,0
95,7
85,1
83,8
126,8
Alasan lain yang diberikan oleh pemerintah adalah bahwa saat ini subsidi BBM
justru mayoritas dinikmati oleh golongan orang kaya sehingga dianggap sudah
salah sasaran. Resistensi masyarakat kemudian bermunculan sebagai bentuk
penolakan terhadap kebijakan kenaikan harga BBM yang diambil pemerintah.
Gelombang unjuk rasa yang dimotori oleh mahasiswa, kaum buruh, dan
masyarakat akhirnya terjadi hampir di seluruh penjuru tanah air.
6
protes hanya berlangsung sekitar dua minggu, kenaikan yang ketiga sebesar
28,7% menimbulkan reaksi yang lebih hebat. Masyarakat seolah sudah kehilangan
kesabaran dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap sama sekali
tidak pro rakyat. Akhirnya aksi demonstrasi sebagai wujud reaksi penolakan
masyarakat terhadap kebijakan kenaikan harga BBM tersebut bermunculan
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tidak jarang aksi demonstrasi yang
dilakukan justru berakhir bentrok dengan aparat keamanan. Peristiwa yang sangat
tragis adalah wafatnya Maftuh Fauzi salah seorang massa demonstran yang juga
adalah mahasiswa UNAS (Universitas Nasional).
Peran anggota legislatif sebagai wakil rakyat di parlemen juga mendapat
sorotan yang sangat tajam. 7Mereka dianggap mengabaikan kepentingan rakyat
yang seharusnya diperjuangkan dan hanya mementingkan dirinya sendiri. DPR
(Legislatif) sebagai wakil rakyat dianggap tidak respon terhadap masalah yang
sedang dihadapi rakyat karena menyetujui rencana kenaikan harga BBM tersebut.
Selain itu, lembaga legislatif juga dianggap sebagai lembaga yang sangat lamban
dan korup. Hal ini didukung fakta banyaknya anggota legislatif yang harus
berurusan dengan pihak berwenang karena diduga melakukan tindakan
penyelewengan yaitu korupsi.
Reaksi masyarakat yang melakukan penolakan kebijakan pemerintah
tentang kenaikan harga BBM sebenarnya sangat beralasan dan masuk akal.
Berdasarkan pengalaman, kenaikan harga BBM biasanya akan diikuti dengan
kenaikan harga bahan pokok kebutuhan masyarakat. Ini terjadi karena BBM
7
Ketika pemerintah baru menaikkan harga BBM sebanyak dua kali pada tahun 2005 yaitu 29%
dan 128%, tidak lama setelah itu yaitu tahun 2006, DPR mengajukan kenaikan gaji yang tidak
tanggung-tanggung yakni sebesar 40-60%. Sehingga, total penambahan gaji anggota DPR pada
masa itu mencapai Rp. 200 miliar. Kenaikan gaji tersebut dianggap sebagai bentuk pengkhianatan
terhadap rakyat dan sangat melukai nurani keadilan
keuntungan tersendiri bagi Indonesia yang notabene adalah negara yang memiliki
8
9
Opini Harga BBM, Buah Si Malakama oleh Ivan A Hadar, Kompas 24 Mei 2008
Opini Harga BBM dan Langkah ke Depan oleh Kurtubi, Kompas 26 Mei 2008
potensi sumber daya minyak yang luar biasa. Namun yang menjadi masalah
ketika harga minyak dunia meningkat, justru produksi minyak (lifting) nasional
dilaporkan merosot tajam jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Produksi
minyak nasional relatif sangat rendah (924.000 barrel) per hari dibandingkan
kebutuhan minyak mentah untuk konsumsi dalam negeri sekitar 1,4 juta barrel per
hari. Artinya, untuk menutupi defisit produksi minyak untuk konsumsi dalam
negeri, Indonesia bahkan harus melakukan impor dari negara lain. Indonesia pada
akhirnya harus dikeluarkan dari organisasi OPEC karena sudah tidak mampu lagi
untuk melakukan ekspor minyak tetapi justru sudah melakukan impor. Masalah
kedua adalah gagalnya langkah antisipatif yang dicanangkan pemerintah dalam
menghadapi kenaikan harga minyak dunia. Sebut saja program konversi minyak
tanah ke LPG, konversi premium ke bahan bakar gas untuk sektor pengangkutan,
konversi BBM ke batubara di sektor industri, pengembangan biofuel (BBN)
berbasis non pangan serta optimalisasi pemanfaatan energi panas bumi. 10Menurut
pengamat, krisis BBM yang melanda Indonesia seharusnya membuat negeri ini
untuk segera menoleh kepada sumber energi non konvensional, baik dalam
lingkup perorangan, industri, maupun nasional. Hal ini dikarenakan negeri ini
sebenarnya amat diberkati oleh sinar matahari, angin, geotermal, dan ombak
pantai berlimpah. Masalah ketiga adalah program atau anjuran pemerintah untuk
melakukan langkah penghematan yang tidak berjalan sebagaimana yang
diharapkan. Meskipun pemerintah dengan gencar melakukan himbauan dan
ajakan untuk melakukan penghematan melalui iklan-iklan di media massa,
10
Opini Andaikan Harga BBM (Tak) Naik oleh Imam Sugema, Kompas 12 Mei 2008
langkah ini dinilai kurang produktif dan hanya dapat dijadikan program jangka
panjang dan berkelanjutan.
Selain ketiga masalah tersebut, pengelolaan sumber daya minyak nasional
pun banyak menuai pertanyaan sekaligus kritikan. Sebagaimana diketahui, saat ini
pengelolaan sumber daya minyak secara mayoritas justru banyak dikelola oleh
perusahaan asing misalnya Exxon, Shell, BP, Chevron, dan perusahaan asing
lainnya melalui kontrak bagi hasil dengan pemerintah Indonesia.
11
Namun, sistem
kontrak bagi hasil yang dilakukan dianggap tidak adil karena hanya memberi
sedikit keuntungan bagi pemerintah sementara perusahaan asing tersebut justru
memperoleh keuntungan yang sangat besar. Hal lain yang juga mendapat sorotan
adalah kinerja PT Pertamina yang dinilai tidak menjalankan tugas dengan baik.
Alih-alih menjalankan tugas dengan baik, PT Pertamina justru dianggap sebagai
lahan subur terjadinya tindakan korupsi yang bernilai hingga triliunan rupiah.
Dengan sedikit deskripsi di awal, penulis merasa tertarik untuk
mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul: Analisis Kebijakan
Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada masa Pemerintahan
SBY-JK periode 2004-2009.
B. Perumusan Masalah
11
Sistem kontrak bagi hasil dianggap tidak adil karena baru akan berlaku setelah dipotong cost
recovery yang besarnya justru ditetapkan oleh perusahaan asing. Artinya, jika tidak ada sisa
setelah pemotongan cost recovery maka Indonesia tidak akan mendapat apa-apa. Kompas 13
Oktober 2006 mencatat, di blok natuna setelah dipotong cost recovery, Indonesia mendapat 0 dan
Exxon memperoleh 100%. Berdasarkan temuan yang ada, cost recovery tersebut sangat rentan
dengan tindakan korupsi.
12
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk memberikan deskripsi dan proses perumusan kebijakan kenaikan
harga BBM pada masa pemerintahan SBY-JK periode 2004-2009.
2. Menganalisa proses perumusan kebijakan kenaikan harga BBM tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Secara
Subyektif.
Sebagai
suatu
sarana
untuk
melatih
dan
12
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur penelitian ; suatu pendekatan praktek edisi ke 3. Jakarta.
Rineka Cipta. Hal.19
E. Kerangka Teori
E.1. Kebijakan Publik
Banyak defenisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti
kebijakan.
13
13
Said Zainal Abidin. 2002. Kebijakan Publik edisi Revisi. Jakarta. Yayasan Pancur Siwah. Hal 20
kebijakan publik adalah studi tentang apa yang dilakukan pemerintah, mengapa
pemerintah mengambil tindakan tersebut, dan apa akibat dari tindakan tersebut.
Ide kebijakan publik mengandung anggapan bahwa ada suatu ruang atau domain
dalam kehidupan yang bukan privat atau murni milik individual, tetapi milik
bersama atau milik umum. Publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang
dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah maupun atau
aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.
14
berikut :
1. Public policy is purposive, goal-oriented behavior rather than random or
chance behavior. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya. Artinya,
pembuatan suatu kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena
kebetulan ada kesempatan membuatnya. Bila tidak ada tujuan, tidak perlu
ada tujuan.
2. Public policy consists of courses of action rather than separate, discrete
decision or actions performed by government officials. Maksudnya, suatu
kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan lain, tetapi berkaitan
dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada
pelaksanaan, interpretasi dan penegakan hukum.
3. Policy is what government do not what they say will do or what they
intend to do. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa
yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah.
14
Ibid, hal 41
Sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sub-sistem atau elemen, komposisi
dari kebijakan dapat dilihat dari dua perspektif : dari proses kebijakan dan dari
struktur kebijakan. Dari sisi proses kebijakan, ada beberapa tahapan diantaranya:
identifikasi masalah dan tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi
kebijakan. Sementara jika dilihat dari segi struktur, terdapat lima unsur kebijakan.
Unsur pertama, tujuan kebijakan. Seperti penjelasan sebelumnya, suatu kebijakan
dibuat karena ada tujuan yang ingin dicapai. Tanpa ada tujuan, tidak perlu ada
kebijakan. Kebijakan yang baik mempunyai tujuan yang baik. Tujuan yang baik
sekurang-kurangnya memenuhi empat kriteria yaitu; diinginkan untuk dicapai,
rasional atau realistis, jelas, dan berorientasi ke depan. Unsur kedua, masalah.
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam kebijakan. Kesalahan dalam
menentukan masalah secara tepat dapat menimbulkan kegagalan total dalam
seluruh proses kebijakan. Dengan kata lain, jika suatu masalah telah dapat
diidentifikasikan secara tepat berarti sebagian pekerjaan dapat dianggap sudah
dikuasai. Unsur ketiga, tuntutan. Tuntutan muncul antara lain karena salah satu
dari dua sebab : Pertama, karena terabaikannya kepentingan suatu golongan dalam
proses perumusan kebijakan, sehingga kebijakan yang dibuat pemerintah
15
Charles O Jones. 1994. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta. Rajawali Press. Hal 52
sesuatu,
seseorang
membuat
persepsi
dari
sudut
tertentu
dan
umum yang terlibat dalam proses legitimasi adalah badan legislatif, yang
dirancang mewakili kepentingan masyarakat, namun hal itu tergantung
pada konstitusi negara tersebut. Dalam konstitusi negara Indonesia yakni
dalam UUD 1945, terdapat dua lembaga tinggi negara yang diatur secara
eksplisit terlibat dalam legitimasi yaitu:
7. Penganggaran. Secara sederhana penganggaran merupakan rencana
pemasukan dan pengeluaran dalam proses kebijakan yang bukan
merupakan tahap yang berdiri sendiri.
8. Implementasi. Euguene Bardach menyebutkan bahwa implementasi
merupakan hal yang paling sulit dilaksanakan dalam bentuk dan cara yang
memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai
pendukung (klien), lebih sulit dari membuat dan memformulasikan sebuah
permasalahan.
9. Evaluasi. Kegiatan ini mencakup spesifikasi, pengukuran, analisis dan
rekomendasi. Spesifikasi mengidentifikasi tujuan-tujuan serta kriteria yang
harus dievaluasi. Pengukuran merupakan pengumpulan informasi yang
relevan menyangkut kualitas dan kuantitas. Analisis adalah penyerapan
dan penggunaan informasi yang dikumpulkan guna mengambil keputusan.
Rekomendasi adalah penentuan mengenai apa yang dilakukan selanjutnya
ke depan. Evaluasi dilakukan oleh badan-badan pemerintah, badan
pengawasan dan elemen masyarakat.
16
intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai,
dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan.
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang
tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif.
17
16
William N Dunn. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press. Hal 44
17
Ibid, hal 97
PENDEKATAN
PERTANYAAN UTAMA
TIPE INFORMASI
EMPIRIS
VALUATIF
Valuatif
NORMATIF
William N Dunn. 2000. Pengantar Analisa Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press hal
pada
masalah
ini
kurang
menaruh
perhatian
pada
penelitian
evaluasi.
Kelompok
ini
juga
berusaha
untuk
identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan dari para pembuat kebijakan dan
pelaku kebijakan.
tersebut
dijelaskan
sebagai
proses
pembuatan
kebijakan
dan
19
Hal ini berarti bahwa proses pembuatan kebijakan merupakan suatu proses yang melibatkan
proses-proses sosial dan proses-proses intelektual. Budi Winarno. 2002.Teori dan Proses
Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo. hal 68
dalam tahap formulasi kebijakan. Peramalan dapat menguji masa depan yang
plausibel, potensial, dan secara normatif bernilai, mengestimasi akibat dari
kebijakan yang ada atau yang diusulkan, mengenali kendala-kendala yang
mungkin akan terjadi dalam pencapaian tujuan, dan mengestimasi kelayakan
politik dari berbagai pilihan.
Rekomendasi
Rekomendasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa
mendatang telah diestimasikan melalui peramalan. Ini membantu pengambil
kebijakan pada tahap adopsi kebijakan. Rekomendasi membantu mengestimasi
tingkat resiko dan ketidakapstian, mengenali eksternalitas dan akibat ganda,
menentukan
kriteria
dalam
pembuatan
pilihan,
dan
menentukan
20
21
Isu
(orang tidur di jalanan)
Problem
(tunawisma)
Kebijakan
(perumahan lebih banyak)
Bisa saja kita sepakat dengan isu yang ada tersebut, namun perbedaan
dalam memandang permasalahan akan mempengaruhi juga kebijakan yang akan
diambil. Jika kita melihat orang tidur di jalanan sebagai sebuah problem
gelandangan, maka respon kebijakannya mungkin dibungkus dalam term
penegakan hukum dan ketertiban. Sebuah problem harus didefinisikan,
didefinisikan, diletakkan dalam batas-batas tertentu dan diberi nama.
22
politis daripada rasional. Suatu masalah untuk dapat masuk dalam agenda
kebijakan harus memenuhi syarat-syarat
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Media Pressindo hal 8491
politik dan kebijakan yang luas. Selain itu, badan administrasi juga menjadi
sumber utama mengenai usul-usul pembuatan undang-undang dalam sistem
politik. Hal ini bisa ditunjukkan misalnya melalui cara bagaimana suatu
departemen tertentu menggalang kekuatan untuk mendukung suatu kebijakan.
Presiden (eksekutif)
Presiden sebagai kepala eksekutif mempunyai peran yang penting dalam
perumusan kebijakan. Keterlibatan presiden dalam perumusan kebijakan dapat
dilihat dalam rapat-rapat kabinet. Selain keterlibatan secara langsung yang
dilakukan oleh presiden dalam merumuskan kebijakan publik, kadangkala
presiden juga membentuk kelompok-kelompok atau komisi-komisi penasihat
yang terdiri dari warganegara swasta maupun pejabat-pejabat yang ditujukan
untuk menyelidiki kebijakan tertentu dan mengembangkan usul-usul kebijakan.
Lembaga Yudikatif
Lembaga ini memegang peranan yang sangat besar dalam pembentukan
kebijakan di Amerika Serikat. Namun sejauh mana badan ini mempunyai
pengaruh di dalam pembentukan kebijakan di Indonesia tentunya memerlukan
telaah yang lebih lanjut, walaupun bila didasarkan pada UUD badan ini
mempunyai kekuasaan cukup besar untuk mempengaruhi kebijakan publik
melalui pengujian kembali suatu undang-undang atau peraturan. Pada dasarnya,
tinjauan yudisial merupakan kekuasaan pangadilan untuk menentukan apakah
tindakan-tindakan yang diambil oleh cabang-cabang eksekutif maupun legislatif
sesuai dengan konstitusi atau tidak. Bila keputusan-keputusan tersebut melawan
atau bertentangan dengan konstitusi negara, maka badan yudikatif ini berhak
membatalkan atau menyatakan tidak sah terhadap peraturan atau undang-undang
yang telah ditetapkan.
Lembaga legislatif
Di Amerika Serikat lembaga ini lebih dikenal sebagai kongres. Sementara
di Indonesia, lembaga ini disebut sebagai DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).
Lembaga ini bersama-sama dengan pihak eksekutif (presiden dan pembantunya)
memegang peranan penting di dalam perumusan kebijakan. Setiap undang-undang
menyangkut persoalan-persoalan publik harus mendapatkan persetujuan dari
lembaga legislatiaf. Selain itu, keterlibatan lembaga legislatif dalam perumusan
kebijakan juga dapat dilihat dari mekansisme dengar pendapat, penyelidikanpenyelidikan dan kontak-kontak yang mereka lakukan dengan pejabat-pejabat
administrasi, kelompok kepentingan dan lain sebagainya. Dengan demikian,
bersama-sama dengan lembaga eksekutif, lembaga legislatif memegang peran
yang krusial dalam pembuatan keputusan kebijakan.
yang mengikat. Berikut penjelasan singkat mengenai para pemeran serta tidak
resmi dalam perumusan kebijakan.
Kelompok-kelompok kepentingan
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan
peran penting dalam pembuatan kebijakan di hampir semua negara terutama di
negara yang menganut sistem politik demokrasi. Hal ini terjadi karena dalam
sistem politik demokrasi, kebebasan berpendapat dilindungi serta warganegara
lebih mempunyai keterlibatan politik. Kelompok kepentingan memiliki fungsi
artikulasi kepentingan yaitu menyatakan tuntutan-tuntutan dan memberikan
alternatif-alternatif tindakan kebijakan. Selain itu, kelompok ini juga sering
memberikan informasi kepada para pejabat publik dimana informasi yang
diberikan bersifat teknis mengenai sifat serta konsekuensi yang mungkin timbul
dari usul-usul kebijakan yang diajukan. Pengaruh kelompok kepentingan terhadap
keputusan kebijakan tergantung pada banyak faktor yang menyangkut ukuran
keanggotaan kelompok, keuangan dan sumbernya, kepaduannya, kecakapan dari
orang yang memimpin kelompok tersebut, ada tidaknya persaingan organisasi,
tingkah laku para pejabat pemerintah, dan tempat pembuatan keputusan dalam
sistem politik.
Partai-partai politik
Dalam sistem demokrasi, partai-partai politik memegang peranan penting.
Dalam sistem ini, partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih kekuasaan.
Namun hal ini tidak berarti bahwa partai politik tidak berperan sama sekali dalam
kebijakan publik dan hanya berorientasi pada kekuasaan. Dalam masyarakat
Warganegara individu
Dalam pembahasan mengenai perumusan kebijakan, warganegara individu
sering diabaikan dimana peran legislatif dan kelompok kepentingan dan pemeran
serta lainnya justru lebih menonjol. Walaupun tugas pembuatan kebijakan pada
dasarnya diserahkan kepada para pejabat publik, namun dalam beberapa hal para
individu warganegara masih dapat mengambil peran secara aktif dalam
pengambilan keputusan. Di negara-negara yang mendasarkan diri pada sistem
otoriter, kepentingan dan keinginan warganegara biasanya merupakan akibat dari
kebijakan-kebijakan publik. Para diktator dalam ssitem otoriter tetap akan
menaruh perhatian pada keinginan rakyat agar kekacauan sedapat mungkin
diminimalkan. Sementara itu di negara-negara demokratis, pemilihan umum
barangkali merupakan tanggapan tidak langsung terhadap tuntutan-tuntutan
warganegara.
F. Defenisi Konsep
Untuk lebih memperjelas pemahaman dalam tulisan ini, dapat dijelaskan
defenisi konsep di bawah ini :
1. Kebijakan publik adalah keputusan tetap yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan secara wajib dipatuhi oleh pihak yang dikenai kebijakan
tersebut.
G. Defenisi Operasional
Untuk memberi kejelasan terhadap batasan yang akan diteliti, maka di
bawah ini akan dijelaskan defenisi operasional sebagai berikut :
1. Kebijakan publik yang dimaksud adalah kebijakan pemerintah yang
ditetapkan berupa peraturan yaitu peraturan presiden dan peraturan
Menteri ESDM yang dalam hal ini terkait kebijakan kenaikan harga BBM.
2. Harga BBM yang dimaksud adalah harga BBM bersubsidi yaitu bensin,
solar, dan minyak tanah dimana besarnya subsidi sudah diatur dalam
APBN dengan mencantumkan asumsi dasar harga minyak mentah dunia.
3. Kenaikan harga BBM yang dimaksud adalah kenaikan pada masa
pemerintahan SBY-JK dan dibatasi pada kenaikan yang sudah terjadi yaitu
sebanyak tiga kali.
H. Metode Penelitian
24
membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
24
Mohammad Nazir.1998. Metode Penelitian cetakan ke-3. Jakarta. Ghalia Indonesia. Hal 63
seperti buku-buku, majalah, koran, artikel maupun dokumen lainnya baik dari
media cetak maupun elektronik yang dianggap relevan dengan penelitian.