Anda di halaman 1dari 17

Invaginasi Pada Anak

Posted on April 17, 2010 by dokterugm


Anatomi usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang
duodenum 26 cm, sedangkan yejunum + ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah
yejunum (Snel, 89). Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia
dewasa adalah 5-6 m. Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum
treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas
peritoneum di bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada
bagian bawah rongga peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum
Dinding jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih
permanen yaitu plica circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum
lebih berdekatan ; sedangkan pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian
bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan
kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua
aarkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke
dinding usus halus. Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek,
yang beraal dari 3 atau 4 atau malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan
lemak jarang ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung
mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak
ditemukan dari pangkal sampai dinding usus halus.
6. Kelompokan jaringan limfoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum
bagian bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
Perbedaan usus halus
Perbedaan eksterna

dan

usus

besar

pada

anatomi

adalah

1. Usus halus (kecuali duodenum) bersifat mobil, sedang kan colon asenden
dan colon desenden terfiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar
yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke
bawah menyilang garis tengah, menuju fosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada
usus besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita
yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya.
Usus besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices
epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan
plica silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai fili, sedangkan mukosa usus besar tidak
mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limfoid (agmen feyer) ditemukan pada mukosa usus
halus , jaringan limfoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
Intususepsi
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan
kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen
usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal)
sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus Definisi lain
Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke
dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus bagian
proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian
distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau
retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon.
Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus
yang dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai

kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli,


Polyp, Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama
adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy 80). Perbandingan kejadian antara
pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang tua sangat jarang dijumpai
(Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi
adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke
dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik
partiil maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih
jarang terjadi pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada
kebanyakan kasus pada orang tua dapat diketemukan penyebab yang jelas,
umumnya tumor yang membentuk ujung dari intususeptum.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak
ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70%
kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering
dijumpai pada ileosekal. Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta
tidak banyak tulisan yang membahas hal ini secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anakanak etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan
sedangkan pada dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen
oleh suatu neoplasma baik jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead
poinnya dapat ditemukan
Kalsifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik usus halus ke usus halus
2. Ileosekal valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan
menarik ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari
intususepsi.
3. Kolokolika kolon ke kolon.
4. Ileokoloika ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai
valvula ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk
masing-masing jenis intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39%
ileosekal, 31,5 % ileokolika, 6,7% enterik, 4,7 % kolokolika, dan sisanya adalah
bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas (Tumen 1964).

Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan


5%kasus obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat
tumor pada apex intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor
ganas pada usus besar. (Ellis 90). Tumor usus halus banyak ditemukan
diduodenum, yejunum bagian proksimal dan terminal ileum. Distal yejunum dan
proksimal ileum relatif jarang (Leaper 89) dan terbanyak di temukan di terminal
ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5% tumor di dalam saluran
pencernaan makanan, hanya 10 % yang akan menimbulkan gejala-gejala antara
lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan
tumor ganas adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak usus halus biasanya adenoma,
leyomiomalipoma, hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas biasanya
carcinoma, carcinoid tumor, sarcoma, tumor metastase (Leaper,89).
Epidemiologi
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka
yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat
abdomen dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari
semua kasus obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan
dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan angka kejadian
berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen
usus yang telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus
halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36
colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 pasien
menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum, 14% lead pointnya
pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Hampir 70 % kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun
(Bisset et all, 1988) sedangkan Orloff mendapatkan 69% dari 1814 kasus pada bayi
dan anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988
mendapatkan insiden tertinggi dicapai pada anak-anak umur antara 4 sampai
dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan wanita adalah 2:1 (Kartono,
1986; Cohn 1976; Chairul Ismail !988).
Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990).
Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang
dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan
penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi
lebih jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus
obstruksi (Ellis, 1990)
Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu

bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral
keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien
pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus
lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan
nekrosis dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi.
Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya
bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen.
Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang
terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.
Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi
tidak jarang pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang
tidak terjadi pada intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil
maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal
yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus
bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi
edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga
terjadi invaginasi
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik
obstruksi paralitik (Meingots 90 ; Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. sebab didalam lumen usus
2. sebab pada dinding usus
3. sebab diluar dinding usus (Meingots 90)
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus
halus letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :

1. Acuta intestinal obstruksi


2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 % dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 % terjadi di
usus besar (Schrock, 82).
Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1. Adhesion
2. Hernia
3. Neoplasma
4. Intussusception
5. volvulus
6. benda asing
7. batu empedu
8. imflamasi
9. strictura
10.cystic fibrosis
11. hematoma
Etiologi
Menurut kepustakaan 90-95% terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa
hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi virus (limfadenitis) yang
mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini
menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi
aliran vena obstruksi intestinal perdarahan. Penebalan ini merupakan titik
permulaan invaginasi.
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti
spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet

makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab
invaginasi
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang
jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic
intususeption.
Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada
usus sebagai penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada
orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al,
1985; Ellis 1990), seta tidak banyak tulisan yang membahas tentang invaginasi
pada orangtua secar rinci.
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional
berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan
pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan
anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab
invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian bedah
dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 9 bulan,
hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari
wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi
menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluhpembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang
paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus
yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa
sehingga timbul perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan
keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi
disentri dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi.
Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan
pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi
cairan ke lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan
mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang
iskemik merupakan port de entry intravasasi mikroorganisme dari lumen usus yang
dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan sepsis.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa
yang pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab
terbanyak intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak
(diverticle meckels, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat
ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih
rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi

terjadi pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul
abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang
terjadi pada bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kirakira 95% kasus. Sebaliknya 80% dari kasus pada dewasa mempunyai suatu
penyebab organik, dan 65% dari penyebabnya ini berupa tumor baik benigna
maupun maligna.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan
anggapan terdapat keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang
hanya mengenai kolon saja (Cohn 1976).
Gambaran Klinis
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya
serangan rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan
kemudian menghilang sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit
berhubungan dengan passase dari intususepsi. Diantara satu serangan dnegan
serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah,
keluarnya darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut.
Beratnya gejala muntah tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi
letak obstruksi, semakin berat gejala muntah. Hemathocezia disebabkan oleh
kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami intususepsi. Terdapatnya sedikit
darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh Orloof, rasa sakit ditemukan pada 90%,
muntah pada 84%, keluarnya darah perektum pada 80%dan adanya masa abdomen
pada 73% kasus (Cohn, 1976).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi
usus pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya
intususepsi berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua
disertai keadaan klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi
pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang
jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan
diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain
(Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan
kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan
pemeriksaan radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis.
Pemeriksaan radiologis sering tidak berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena
tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang
terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan. Dengan demikian

diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan serangan
obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positif.
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari
serangan kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang
juga diare. Pada banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui
rektum, namun kadang-kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang
juga mungkin didapatkan adalah tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat
diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada saat serangan (Tumen, 1964).
Diagnosis
Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai
dengan flexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi
segmen usus yang terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila
berlanjut akan terjadi strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus
bercampur dengan darah sehingga tampak seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya
darah samar dalam tinja dijumpai pada + 40%, darah makroskopis pada tinja
dijumpai pada + 40% dan pemeriksaan Guaiac negatif dan hanya ditemukan mucus
pada + 20% kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan faali saluran
pencernaan ataupun oleh karena infeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling
awal invaginasi, didapatkan pada 85% kasus. Pasien biasanya mendapatkan
intervensi medis maupun tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa
pemberian obat-obatan. Hal yang sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang
diberikan, apakah suatu antidiare (suatu spasmolitik), obat yang sering kali
dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga keberadaan diare sebagai
salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai pemicu
timbulnya invaginasi sulit ditentukan
Muntah reflektif sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini
dijumpai pada + 75% pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai
gejala yang dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reflektif terjadi tanpa
penyebab yang jelas, mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan
sampai muntah bilus. Muntah bilus suatu pertanda ada refluks gaster oleh adanya
sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah dialami seluruh pasien. Gejala lain
berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem usus oleh suatu sumbatan
didapatkan pada 90%.
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dances Sign dan Sousage
Like Sign, terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta
tanda-tanda peritonitis dijumpai bila telah terjadi perforasi. Dances Sign dan

Sousage Like Sign dijumpai pada + 60% kasus, tanda ini patognomonik pada
invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti batang sosis, yang tersering
ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan intususeptum
akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dances Sign. Pemeriksaan colok
dubur teraba seperti portio uteri, feces bercampur lendir dan darah pada sarung
tangan merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan foto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di
kwadran tertentu dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG
membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada
potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada potongan longitudinal
invaginasi. Foto dengan kontras barium enema dilakukan bila pasien ditemukan
dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik maupun terapetik.
TRIAS INVAGINASI :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping
pain), bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan
dalam) currant jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :
1. Mekanis kaliber usus tertutup
2. Fungsional kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang
Pemeriksaan
Fisik
:
Obstruksi mekanis ditandai darm steifung dan darm counter.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan

Nyeri
tekan
(+)
Dancen sign (+) Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena
masuknya
sekum
pada
kolon
ascenden
RT : pseudoportio(+), lender darah (+) Sensasi seperti portio vagina akibat
invaginasi usus yang lama
Radiologis :
1

Foto abdomen 3 posisi

Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus) DAH

Colon In loop berfungsi sebagai :


Diagnosis cupping sign, letak invaginasi
Terapi Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan
kejadian < 24 jam
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar
bersama feses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,
meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa
dapat memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah
cukup sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan
radiologi (barium enema, ultra sonography dan computed tomography), meskipun
umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.
Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin
dapat memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran
barium pada apex dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di
tempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan
tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh
suatu coil spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika
salah satu atau semua tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada
tempat obstruksi, diagnosis telah dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai
riwayat perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu
bertahun tahun. Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada
anak-anak (Tumen 1964). Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus
namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah mengumpulkan dari literatur 122 kasus
intususepssi khroni primeir pada orang dewasa. Beberapa penulis tidak menyetujui
konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus menerus dalam waktu
demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya penggunaan
istilah intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964) mengemukakan
keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan
intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat,
hal yang paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi
spontan dan rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang
panjang, yang memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan
sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan terpeliharanya integritas striktural usus.
Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama dengan status kesehatan
penderita yang relatif baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan yang demikian

beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu
melalui :
Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
diatas).
Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Tomography)
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan
diberikan, jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan
memberikan prognosa yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak
dahulu mencakup dua tindakan :
1 Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd
tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
2 Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit,
mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai
dengan distensi abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat
sampai timbul shock atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu
operasi. Laparotomi dengan incisi transversal interspina merupakan standar yang
diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi tergantung kepada
penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan dengan
halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator.
Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan

cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis
sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to
end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan
exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat
pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat
besar kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli
bedah dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan
usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi
dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak
perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang
idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder,
1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada
keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada
kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan
koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa
terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan
yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan
memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun yang
ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang
terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian
dilakukan anastosmose end to end atau side to side.

Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak
ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa
riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi
anastosmose .
3. Pasca Operasi

Hindari
Dehidrasi

Pertahankan
stabilitas
elektrolit

Pengawasan
akan
inflamasi
dan
infeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh
besar, maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi.
Sedangkan bila invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hatihati , tetapi bila terlihat ada tanda necrosis, perforasi, oedema, reduksi tidak boleh
dilakukan, maka langsung direseksi saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan
reseksi usus halus pada invaginasi dewasa hendaknya dipertimbangkan juga sisa
usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari / memperkecil timbulnya
short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensif
diarhea
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan
nutrisi dan gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau
kurang fungsi dan kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka
dengan nutrisi prenteralpun tidak akan adequat. (Schrock, 1989).

PENDAHULUAN
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa.
Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Kebanyakan
ditemukan pada kelompok umur 2 12 bulan, dan lebih banyak pada anak laki laki.
Invaginasi ialah suatu keadaan, sebagian usus masuk ke dalam usus berikutnya. Biasanya
bagian proksimal masuk ke distal, jarang terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk di-sebut

intussusceptum dan bagian yang menerima intussuscepturn dinamakan intussuscipiens . Oleh karena
itu, invaginasi disebut juga intussusception. Pemberian nama invaginasibergantung hubungan antara
intussusceptum dan intussuscipiens, misalnya ileo-ileal menunjukkan invaginasi hanya melibatkan
ileum saja. Ileo-colica berarti ileum sebagai intussusceptum dan colon sebagai
intussuscipiens.Kombinasi lain dapat terjadi seperti ileo-ileo colica, colo-colica dan appendical-colica.
Ileo-colica yang paling banyak ditemukan (75%), ileo- ileo colica 15%, lain-lain 10%, paling jarang tipe
appendical Colica.
Invaginasi sering dijumpai pada umur 3 bulan 2 tahun, paling banyak 5 -- 9 bulan, Prevalensi
penyakit diperkirakan 1--2 penderita di antara 1000 kelahiran hidup. Anak lelaki lebih banyak daripada
perempuan, 3 : 1. Pada umur 5--9 bulan sebagian besar belum diketahui penyebabnya.
Penderita biasanya bayi sehat, menetek, gizi baik dan dalam pertumbuhan optimal. Ada yang
menghubungkan terjadinya invaginasi karena gangguan peristaltik, 10% didahului oleh pemberian
makanan padat dan diare. Diare dan invaginasi dihubungkan dengan infeksi virus, karena pada
pemeriksaan tinja dan kelenjar limfa mesenterium, terdapat adenovirus bersama-sama
invaginasi. Invaginasi pada umur 2 tahun ke atas, biasanya bersama-sama divertikel Meckel, polip,
hemangioma dan limfosarkoma. Infeksi parasit sering juga menyertai invaginasi anak besar.
GEJALA
Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 324 jam setelah terjadi invaginasi. Gejala-gejala
sebagai tanda-tanda obstruksi usus yaitu nyeri perut, muntah dan perdarahan. Nyeri perut bersifat
serangan setiap 15-30 menit, lamanya 1--2 menit.. Di antara 2 serangan, bayi kelihatan sehat. Perut
berbentuk Scaphoid
Serangan nyeri sudah dapat ditemukan pada anak kurang 1 tahun (60,7%), 81,8%
pada umur 1--2 tahun dan 91% pada umur lebih 2 tahun. Pada anak besar lebih 2 tahun, nyeri perut
merupakan gejala yang menyolok. biasanya nyeri disusul oleh muntah. Pada bayi kecil muntah
malahan dapat sebagai gejala pertama.
Muntah mula-mula terdiri atas sisa-sisa makanan yang ada dalam lambung,kemudian berisi empedu.
Sebanyak 95,5% gejala muntah terjadi pada anak berumur kurang dari 2 tahun.
Timbulnya muntah dapat tejadi 3 jam pertama setelah berlangsungnya penyakit, masing-masing 73%
pada umur kurang 2 tahun dan 52% pada umur lebih 2 tahun. Gejala muntah lebih sering pada
invaginasi usus halus bagian atas jejunum dan ileum daripada ileo-colica.
Setelah serangan kolik yang petama, tinja masih normal, kemudian disusul oleh defekasi
darah bercampur lendir (currant jelly stool). Yang berasal dari intususeptum yang terbendung,
tertekan atau seudah mengalami strangulasi. Bila invaginasi disertai strangulasi harus di ingat
kemungkinan terjadinya peritonitis setelah perforasi. Pada 59% penderita, perdarahan terjadi dalam
waktu 12 jam
Darah lendir berwarna segar pada awal penyakit, kemudian berangsur-angsur bercampur jaringan
nekrosis, disebut terry stool oleh karena terjadi kerusakan jaringan dan pembuluh darah.

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN


Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan enema barium.
Pada
pemeriksaan
perut
dapat
teraba sausage
shape pada 24%
penderita. Suatu massa dengan lekukan dan posisinya mengikuti garis usus colon ascendens sampai
ke sigmoid dan rektum. Massa tumor sukar diraba bila berada di belakang hati atau pada dinding
yang tegang.
Perkusi pada tempat invaginasi terkesan suatu rongga kosong. Bising usus terdengar meninggi
selama serangan kolik, menjadi normal kembali di luar serangan. Colok dubur memperlihatkan darah
lendir dan kadang-kadang teraba pseudo-portio bila invaginasi sudah mencapai recto-sigmoid.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Foto polos perut dibuat dalam 2 arah, posisi supine dan lateral dekubitus kiri. Posisi lateral
dekubitus kiri ialah posisi penderita yang dibaringkan dengan bagian kiri di atas meja dan sinar dari
arah mendatar. Dengan posisi ini, selain untuk mengetahui invaginasi juga dapat mendeteksi adanya
perforasi.
Gambaran X-ray pada invaginasi ileo-coecal memper-lihatkan daerah bebas udara yang fossa iliaca
kanan karena terisi massa. Pada invaginasi tingkatlanjut kelihatan air fluid level.
PENGELOLAAN
Masukan oral dihentikan, penderita diberi cairan intravena dan selanjutkan dilakukan reposisi
usus. Bergantung pada keadaan penderita, reposisi dilakukan dengan operasi atau barium enema.
Pada operasi, reposisi secara manual dan hasilnya langsung diketahui. Reposisi barium diikuti oleh
X-ray. Mula-mula tampak bayangan barium bergerak berbentukcupping pada tempat invaginasi.
Dengan tekanan hidrostatik sebesar - 1meter air, barium didorong ke arah.proksimal. tekanan
hidrostatik tidak boleh melewati 1 meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan
manual di perut sewaktu dilakukan reposisis hidrostatik. Pengobatan dianggap berhasil bila barium
sudah mencapai ileum terminalis. Pada saat itu, pasase usus kembali normal, norit yang diberikan
per os akan keluar melalui dubur. Seiring dengan pemeriksaan zat kontras kembali dapat
terlihatcoiled spring appearance. Gambaran tersebut disebabkan oleh sisa-sisa barium pada haustra
sepanjang bekas tempat invaginasi.
Sejak 1876, barium enema sudah dipergunakan untuk pengobatan invaginasi dan hasilnya
memuaskan. Hanya sedikit kemungkinan terjadi perforasi walaupun usus telah mengalami gangren,
asal tekanan hidrostatik tidak melebihi 1 meter. Demikian pula lamanya perawatan pada reposisi
bariumlebih pendek daripada operasi. Sebaliknya dengan reduksi manual pada operasi ternyata lebih
bersifat traumatik, sehingga lebih mudah terjadi ruptur usus. dengan kelebihan yang disebut tadi, di
Skandinavia reposisi barium lebih banyak digunakan. Survival rate 55%, masing-masing 81% pada
umurkurang 1 tahun dan 15% pada usia kurang 3 bulan Kadang-kadang reposisi barium tidak
berhasil, misalnya pada umur kurang 3 bulan dan invaginasi ileo-ileal. Bayangan kontras dalam
bentuk cupping tidak mencapai ileum terminalis sehingga memerlukan operasi.

Jika reposisis konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan reposisi operatif. Sewaktu oprasi akan
dicoba reposisi manual dengan mendorong invaginatum dari oral kea rah sudut ileosaecal. Dorongan
dilakukan dengan hati0hati tanpa tarikan dari bagian proksimal
Operasi dini tanpa terapi barium dikerjakan bila terjadi perforasi, peritonitis dan tanda-tanda
obstruksi. Keadaan ini biasanya pada invaginasi yang sudah berlangsung 48 jam. Demikian pula
pada kasus-kasus relapse.Invaginasi berulang 11% setelah reposisi barium dan 3% pada operasi
tanpa reseksi usus. Bisanya reseksi dilakukan jika aliran darah tidak pulih kembali setelah
dihangatkan
dengan
larutan
fisiologik. Usus
yang
mengalami
invaginasi
nampak
kebiruan. Pada perawatan ke-2x, dikerjakan operasi tanpa barium enema.

Anda mungkin juga menyukai