Bidang Kerja Dokter Hewan
Bidang Kerja Dokter Hewan
Menurut OIE dan dalam perjanjian global GATT (General Agreement on Tariff and
Trade) fungsi veteriner di setiap negara bertanggung jawab untuk :
o Melindungi kehidupan atau kesehatan hewan di dalam wilayah setiap negara
anggota dan resiko yang ditimbulkan dari masuk atau berkembangnya atau
menyebarnya hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme
penyebar penyakit.
o Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko yang ditimbulkan oleh
bahan tambahan (additives), kontaminan, toksin atau organisme penyebab penyakit
dalam
o Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko timbulnya penyakit
yang terbawa oleh hewan, atau produknya atau dari masuknya, berkembangnya,
dan menyebarnya hama penyakit (Pest)
o Mencegah atau membatasi kerusakan lingkungan atau lainnya dari masuknya,
berkembangnya atau menyebarnya hama penyakit (Pest)
7.
Penclitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
hewan;
8.
Tugas dan wewenang dokter hewan tercantum dalam undang-undang yaitu sebagai
berikut.
Mengetahui Tugas Dan Wewenang Dokter Hewan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tugas dan wewenang dokter hewan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan.
Pasal 39 Bab 5 Mengenai Kesehatan Hewan pada bagian kesatu tentang
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan
* Pada ayat1 : Dokter hewan mempunyai tugas dan wewenang sebagai
1. Melakukan pengidentifikasian dan pengamatan penyakit hewan, yang dimaksud
dalm hal ini adalah tindakan untuk memantau ada tidaknya suatu penyakit hewan
tertentu di suatu pulau atau kawasan pengamanan hayati hewan sebagai langkah
awal dalam rangka kewaspadaan dini.
2. Melakukan pencegahan penyakit hewan, lewat jalur karantina untuk mencegah
penyakit hewan dari luar negeri.
3. Melakukan pengamanan penyakit hewan, yang merupakan melakukan
perlindungan hewan dan lingkungannya dari penyakit hewan.
4. Melakukan Pemberantasan penyakit hewan
5. Melakukan pengobatan penyakit hewan.
* Pada ayat 2 , dokter hewan mempunyai tugas yaitu melakukan segala urusan
yang berkaitan dengan kesehatan hewan, dengan pendekatan pemeliharaan,
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
* Pada ayat 3, dokter hewan mempunyai wewenang memberikan kebijakan
kesehatan hewan nasional yang merupakan otoroitas veteriner.
* Pada Pasal 40 ayat 1, dokter hewan mempunyai tugas sebagai penyidik, yang
artinya adalah sebgai penelusur penyebab, asal, sumber, dan penyakit hewan.
dalam kaitannya dengan hubungan antara induk semang dan lingkungan.
* Pada Pasal 47 ayat 2 Dokter hewan mempunyai tugas sebagai pengawas dalam
hal pengobatan hewan.
2.
3.
4.
5.
6. pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan
zoonosis) serta melakukan analisa resiko penyakit hewan;
7.
8. pelaksanaan sertifikasi status kesehatan hewan dan hasil uji produk asal
hewan;
9.
Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi
kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan
jumlahnya mencukupi melalui tata laksana kesehatan yang baik (pengamanan
hewan terhadap penyakit zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan).
Dalam bidang Animal Production prefesi Kedokteran hewan dituntut untuk mampu
membantu mengembangkan peranan produksi dan reproduksi ternak melalui
kesehatan ternak terpadu.
Sedangkan dalam Veterinary Public Health mengharuskan profesi kedokteran hewan
untuk mampu memberikan pengamanan kepada masyrakat di daerahnya terhadap
hasil-hasil hewani untuk di konsumsi dan perlindungan manusia dari penyakitpenyakit yang berasal dari hewan.
Otoritas Dokter Hewan
Otoritas veteriner dapat diartikan sebagai kelembagaan kewenangan pemerintah
dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan
dengan melibatkan profesionalisme profesi dokter hewan dan dengan mengerahkan
semua lini kemampuan profesi mulai dari menentukan kebijakan,
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan, sampai pada pengendalian teknis
b. Ilmu Klinik
Ilmu Bedah Khusus dan Radiologi
Ilmu Penyakit Dalam
Farmakologi klinik
Klinik reproduksi
5. Kendala dalam Profesi Dokter Hewan
Dari sekian banyak Undang-Undang dan aturan-aturan hukum yang mengatur
kewenangan dan fungsi seorang Dokter Hewan, apabila ditelaah lebih jauh, bahkan
tidak sedikit peraturan tersebut yang saling bertentangan, bahkan tidak sedikit pula
peraturan yang tidak tegas dan tidak jelas dalam mengatur kewenangan seorang
Dokter Hewan sehingga imbasnya pada kinerja Dokter Hewan yang tidak maksimal.
Diantaranya adalah :
1. Penanggulangan Penyakit Zoonosis Flu Burung di IndonesiaDiadakan Piagam
Kerjasama antara Dirjen P4M c/q Departemen Kesehatan dengan Dirjen Peternakan
c/q Departemen Pertanian No. 226.9a/DDI/72 dan No.601/XIV, Piagam E: 9 Agustus
1972:
Menanggulangi penyakit zoonosis pada manusia oleh Departemen Kesehatan
Menanggulangi penyakit zoonosis pada hewan oleh Departemen Pertanian
Pada tanggal 19 September 2005, Menteri kesehatan menetapkan penyakit Flu
Burung berstatus KLB secara nasional di Indonesia, maka penyakit Flu Burung
sudah bersifat zoonosis di Indonesia. Seharusnya Departemen Pertanian dan
Departemen Kesehatan bekerjasama menanggulangi penyakit Flu Burung sesuai isi
Piagam Kerjasama 1972, akan tetapi ketika kasus Flu Burung pada manusia mulai
bermunculan, kewenangan medis pada manusia melalui Departemen Kesehatan
berusaha menanggulangi sendiri penyakit Flu Burung dengan mengabaikan
peranan kewenangan medis veteriner pada hewan melalui Departemen Pertanian.
Di dalam Departemen Pertanian, kewenangan medis veteriner (Dokter Hewan) juga
diganti oleh pengarah dan pelaksana di lapangan dalam Tim Tanggap Darurat
Wabah Flu Burung yang terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki kewenangan
medis veteriner dan bukan seorang Dokter Hewan. Di sisi lain, Departemen
Kesehatan menggunakan UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit Menular
pada manusia untuk menanggulangi penyakit zoonosis Flu Burung di Indonesia.
Seharusnya penanggulangan penyakit zoonosis Flu Burung di Indonesia mengacu
pada Piagam Kerjasama 1972. Namun, kedudukan Piagam Kerjasama masih kurang
kuat dijadikan dasar hukum jika dibandingkan dengan UU No.4/ 1984.
2. Permasalah Antibiotika.
Antibiotika sesuai dengan UU No. 149 tahun 1949 tentang obat keras termasuk
daftar G, untuk memperoleh dan menggunakannya harus melalui resep atau
tanggung jawab mereka yang memiliki kewenangan medis. Antibiotika untuk udang
harus melalui resep Dokter Hewan atau Otoritas aVeteriner (Veterinary Medical
Authority). Surat Keterangan Sehat (Health Certificate) udang yang akan diekspor
harus ditandatangani oleh Dokter Hewan atau Otoritas Veteriner, bukan oleh profesi
lain seperti sarjana perikanan. Di Indonesia, kewenangan ini dapat dilakukan oleh
sarjana perikanan maupun profesi lain.
3. Permasalahan Surat Keterangan Kesehatan Hewan
Dalam Undang Undang No. 16 Tahun 1992 tertulis sertifikasi kesehatan hewan
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, khusus sertifikat kesehatan karantina
hewan dikeluarkan oleh Dokter Hewan petugas karantina. Dalam UU No.16/ 92
disebutkan definisi hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang
dipelihara maupun yang hidup secara liar, sedangkan ikan adalah semua biota
perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam air, dalam
keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya. Jadi, dalam peraturan ini ada
pembedaan antara hewan dan ikan serta tugas wewenang Dokter Hewan hanya
sebatas pada hewan saja, tidak termasuk ikan. Padahal menurut aturan OIE,
kewenangan Dokter Hewan tidak hanya mencakup hewan saja tetapi juga ikan.
Peraturan ini jelas bertentangan dengan OIE, dimana Indonesia sudah menjadi
anggota OIE sejak 1950 dan harus mematuhi kesepakatan dari OIE.
4. Dalam PP No.28 tahun 2004 ditetapkan kewenangan melakukan pemeriksaan
dalam hal dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan dilakukan oleh
Gubernur, Kepala Badan yang terkait, atau Bupati/ Walikota yang berwenang, tanpa
disertai penjelasan harus didampingi oleh seorang Ahli. Apabila pelanggaran
tersebut berasal dari pangan asal produk hewani, akan memunculkan pertanyaan
tentang kompetensi petugas yang berwenang di atas dapat memeriksa tanpa
didampingi oleh seorang Ahli yang memiliki kewenangan medis veteriner (Dokter
Hewan) dan jaminan yang diberikan oleh petugas tersebut terhadap kelayakan
mutu pangan asal produk hewani oleh petugas tersebut.
Pasal lain juga menyebutkan kewenangan badan yang mengeluarkan sertifikat
kesehatan. Sertifikat kesehatan dalam peraturan ini dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, tapi tidak dijelaskan pembagian tugas spesifik menurut bidang
kesehatan, tidak diatur secara jelas dalam instansi yang berwenang, orang/ profesi
yang melakukan tugas tersebut. Apabila yang dibahas adalah masalah kesehatan
hewan, instansi yang berwenang adalah Departemen Pertanian, akan tetapi tidak
dijelaskan Ahli yang harus menangani masalah kehewanan.
5. Pengaturan dalam Undang-Undang No.7 tahun 1996, sertifikasi adalah syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam proses pengawasan mutu pangan, yang
Daftar Pustaka
http://bppvregional3.wordpress.com/profil/tpf/
http://detik.com
http://duniaveteriner.com/2009/04/peran-dan-posisi-dokter-hewan-di-indonesia-dandunia/
http://duniaveteriner.com/2009/12/peran-dan-fungsi-profesi-dokter-hewan/
http://duniaveteriner.com/2010/04/peran-dokter-hewan-di-bidang-pangan/
http://imamabror.wordpress.com/2010/10/25/pdhi-profesi-dan-wewenang-dokterhewan/
http://natural-veterinary.blogspot.com/2009_03_01_archive.html
http://www.ugm.ac.id/content.php?page=4&fak=11