Anda di halaman 1dari 10

Bidang Kerja Dokter Hewan

Menurut OIE dan dalam perjanjian global GATT (General Agreement on Tariff and
Trade) fungsi veteriner di setiap negara bertanggung jawab untuk :
o Melindungi kehidupan atau kesehatan hewan di dalam wilayah setiap negara
anggota dan resiko yang ditimbulkan dari masuk atau berkembangnya atau
menyebarnya hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme
penyebar penyakit.
o Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko yang ditimbulkan oleh
bahan tambahan (additives), kontaminan, toksin atau organisme penyebab penyakit
dalam
o Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko timbulnya penyakit
yang terbawa oleh hewan, atau produknya atau dari masuknya, berkembangnya,
dan menyebarnya hama penyakit (Pest)
o Mencegah atau membatasi kerusakan lingkungan atau lainnya dari masuknya,
berkembangnya atau menyebarnya hama penyakit (Pest)

Menurut OIE ada 33 bidang kerja dokter hewan di 110 negara :


1. Food technology (Teknologi Pangan)
2. Food inspection (Inspeksi Pangan)
3. Food hygiene (Higiene Pangan)
4. Consumer protection (Perlindungan Konsumen)
5. Laboratories (Laboratorium)
6. Legislation (Legislasi)
7. Artificial breeding
8. Zoos (Kebun Binatang)
9. Laboratory animals (Hewan Laboratorium)
10. Animal Welfare
11. Zoonoses (Penyakit Hewan)
12. Veterinary medicine (Medis Veteriner)
13. Clinical health care
14. Disease control (Pengendalian Penyakit)
15. Exotic diseases (Penyakit Eksotik)
16. Epidemiology (Penyebaran Penyakit)

17. Quarantine (Karantina)


18. Livestock and animal products
19. Aquaculture (Hewan Akuatik)
20. Wildlife (Alam Liar)
21. Environmental protection (Perlindungan Lingkungan)
22. Nutrition (Nutrisi)
23. Parasitology
24. Teaching (Dosen)
25. Research and development (Penelitian)
26. Livestock marketing
27. Publications
28. Economics
29. Import animal production
30. Livestock industry organizations
31. Administration
32. International Cooperation
33. Professional organizations

3. Tugas, Wewenang, dan Otoritas Dokter Hewan


Secara umum tugas dokter hewan adalah sebagai berikut:
1.
Pendiagnosaan, pencegahan, pengendalian, pemberantasan dan pengobatan
penyakit menular pada hewan dan penyakit zoonosis;
2.
Pemeliharaan dan pembudidaya hewan serta peningkatan produksi dan
reproduksi ternak;
3.
Pelestarian dan pemanfaatan satwa untuk kesejahteraan manusia, kelestarian
lingkungan dan plasma nutfah;
4.
Penjaminan mutu dan pengamanan bahan pangan asal hewan serta bahanbahan asal hewan;
5.
Peningkatan mutu gizi protein hewani, kesehatan masyarakat dan kesehatan
lingkungan;
6.
Pengawasan dan pengendalian mutu, pemakaian dan pengedaran obat hewan
dan bahan-bahan biologis;

7.
Penclitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
hewan;
8.

Pendidikan kepada client (client education).

Tugas dan wewenang dokter hewan tercantum dalam undang-undang yaitu sebagai
berikut.
Mengetahui Tugas Dan Wewenang Dokter Hewan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Tugas dan wewenang dokter hewan sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan kesehatan Hewan.
Pasal 39 Bab 5 Mengenai Kesehatan Hewan pada bagian kesatu tentang
Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan
* Pada ayat1 : Dokter hewan mempunyai tugas dan wewenang sebagai
1. Melakukan pengidentifikasian dan pengamatan penyakit hewan, yang dimaksud
dalm hal ini adalah tindakan untuk memantau ada tidaknya suatu penyakit hewan
tertentu di suatu pulau atau kawasan pengamanan hayati hewan sebagai langkah
awal dalam rangka kewaspadaan dini.
2. Melakukan pencegahan penyakit hewan, lewat jalur karantina untuk mencegah
penyakit hewan dari luar negeri.
3. Melakukan pengamanan penyakit hewan, yang merupakan melakukan
perlindungan hewan dan lingkungannya dari penyakit hewan.
4. Melakukan Pemberantasan penyakit hewan
5. Melakukan pengobatan penyakit hewan.
* Pada ayat 2 , dokter hewan mempunyai tugas yaitu melakukan segala urusan
yang berkaitan dengan kesehatan hewan, dengan pendekatan pemeliharaan,
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
* Pada ayat 3, dokter hewan mempunyai wewenang memberikan kebijakan
kesehatan hewan nasional yang merupakan otoroitas veteriner.
* Pada Pasal 40 ayat 1, dokter hewan mempunyai tugas sebagai penyidik, yang
artinya adalah sebgai penelusur penyebab, asal, sumber, dan penyakit hewan.
dalam kaitannya dengan hubungan antara induk semang dan lingkungan.
* Pada Pasal 47 ayat 2 Dokter hewan mempunyai tugas sebagai pengawas dalam
hal pengobatan hewan.

* Pada ayat 3 dokter hewan mempunyai tugas melakukan visum, dieutananasia,


maupun memusnahkannya jika hewan mempunyai penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, denagn memerhatikan ketentuan kesejahteraan hewan.
* Pada Pasal 50 ayat 3 dokter hewan mempunyai tugas menjadi pengawas dalam
pembuatan, penyediaan, peredaran dan pengujian obat hewan.
* Pada Pasal 51 ayat 2 Dokter hewan mempunyai tugas sebagai pengawas
pemakaian obat keras.
* Pada Pasal 56 tenang KESMAVET dan Kesejahteraan Hewan, dokter hewan
mempunyai tugas sesuai dengan ayat1 yautu sebagai
a. Pengendalikan dan penanggulangi zoonosis
b. Penjamin keamanan, kesehatan, keutuhan, dan kehalalan produk hewan.
c. Penjamin hygiene dan sanitasi
d. Pengembangan kedokteran dan perbnadingan, dan penanganan bencana.
* Dokter Hewan juga mempunyai beberapa otoritas dan wewenang
* Pada Pasal 68 ayat 1, dokter hewan mempunyai wewenang sebagai
penyelenggara kesehatan hewan di seluruh wilayah NKRI.
* Pada ayat 5 dokter hewan dan organisasi profesi mempunyai wewenang sebagai
pelaksana siskeswan, yang ditetapkan pada ayat 2
* Pada ayat 6 dokter hewan juga mempunyai wewenang sebagai pelayan kesehatan
hewan, pengaturan tenaga kesehatan hewan, pelaksanan medic reproduksi, medic
konservasi, forensic veteriner, dan pengembangan kedokteran hewan
perbandingan.
* Pada Pasal 69 ayat1 pelayanan kesehatan hewan meliputi pelayanan jasa
laboratorium, pelayanan jasa laboratorium pemeriksaan dan pengujian veteriner,
pelayanan jasa medic veteriner, dan pelayan jasa di [pusat kesehatan hewan tau di
poskeswan (Anonim, 2009 (A).
Di Indonesia terdapat suatu badan yang mengurusi masalah penyakit hewan. Badan
tersebut adalah Badan Penyidikan Penyakit Veteriner (BPPV) di bawah Kementrian
Pertanian. Di dalam badan ini terdapat dokter hewan yang bertugas dalam menyidik
penyakit hewan dan veteriner. Tugas dokter hewan dalam BPPV adalah sebagai
berikut:
1.

pelaksanaan diagnosa penyakit hewan;

2.

pelaksanaan surveillance epidemiologi penyakit hewan;

3.

pemantauan dan evaluasi pasca vaksinasi hewan;

4.

pemantauan pelayanan medik veteriner;

5.

pemeriksaan kesehatan ternak, unggas, satwa, semen dan embrio;

6. pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan
zoonosis) serta melakukan analisa resiko penyakit hewan;
7.

analisa veteriner terapan;

8. pelaksanaan sertifikasi status kesehatan hewan dan hasil uji produk asal
hewan;
9.

pemberian saran teknis penanggulangan dan penolakan penyakit hewan;

10. pembuatan peta regional penyakit hewan;


11. dokumentasi dan penyebaran informasi kesehatan hewan;
12. pemberian pelayanan teknis laboratorioum kesehatan hewan dan laboratorium
kesehatan masyarakat veteriner;
13. pelayanan teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan
hewan dan produk asal hewan;
14. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai;
Peran Dokter Hewan di Bidang Pangan
Adapun peran profesi dokter hewan pada dasarnya ada tiga peran profesi dokter
hewan yaitu :

Animal Health (Kesehatan Hewan)

Animal Production (Produksi Ternak)

Veterinary Public Health (Kesehatan Masyarakat Vetreriner)

Tugas Profesi Kedokteran Hewan dalam Animal Health pada dasarnya berarti profesi
kedokteran hewan mampu menyediakan protein hewan yang berkualitas baik dan
jumlahnya mencukupi melalui tata laksana kesehatan yang baik (pengamanan
hewan terhadap penyakit zoonosis, higiene, sanitasi dan perawatan kesehatan).
Dalam bidang Animal Production prefesi Kedokteran hewan dituntut untuk mampu
membantu mengembangkan peranan produksi dan reproduksi ternak melalui
kesehatan ternak terpadu.
Sedangkan dalam Veterinary Public Health mengharuskan profesi kedokteran hewan
untuk mampu memberikan pengamanan kepada masyrakat di daerahnya terhadap
hasil-hasil hewani untuk di konsumsi dan perlindungan manusia dari penyakitpenyakit yang berasal dari hewan.
Otoritas Dokter Hewan
Otoritas veteriner dapat diartikan sebagai kelembagaan kewenangan pemerintah
dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan
dengan melibatkan profesionalisme profesi dokter hewan dan dengan mengerahkan
semua lini kemampuan profesi mulai dari menentukan kebijakan,
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan, sampai pada pengendalian teknis

operasional di lapangan. Sedangkan Otoritas Medis Veteriner adalah otoritas yang


melekat pada seorang dokter hewan yang melakukan pelayanan medis veteriner
sesuai aturan hukum yang berlaku dan diterapkan pada hubungan transaksi
terapeutik (transaksi pengobatan) dapat dengan obat-obatan atau berupa tindakan
medik dan transaksi jasa medis veteriner yang bersifat layanan individual (dokter
dengan pasien ekor per ekor) berdasarkan persetujuan dengan pemilik hewan
(Bambang Sumiarto, 2008).
Jadi Otoritas Veteriner adalah sebuah lembaga yang bukan di bawah Direktur
Jenderal Peternakan, dan yang diusulakan berbentuk Badan Otoritas Veteriner
(BOV). Yang tujuannya adalah menciptakan sistem penanganan yang terkait
penyakit hewan secara lebih cepat dan melalui pihak yang tepat pula (Kompas,
2008).

4. Bidang Ilmu Praklinik dan Klinik Dokter Hewan


a. Ilmu Praklinik
Patologi
Patologi dibagi atas 2 cabang utama:
- Patologi umum yaitu mempelajari reaksi dasar dari sel atau jaringan terhadap
penyakit.
- Patologi sistemik yaitu mempelajari reaksi khusus dari berbagai sel, jaringan atau
organ dalam suatu sistem tertentu terhadap penyakit.
Patologi Klinik
Patologi klinik yaitu mempelajari perubahan pada darah, urin, feses, dan cairan
tubuh akibat penyakit
Mikrobiologi
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bakteri, fungi, virus, dan
organisme mikroskopik atau submikroskopik lain.
Parasitologi
Parasitologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari organisme yang hidupnya
bersifat parasitisme (parasit).
Farmakologi
Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat, termasuk cabangcabangnya, yaitu farmakodinamika, farmakognosi, farmakokinetika, farmakoterapi:
o Farmakodinamika yaitu mempelajari dinamika obat

o Farmakognosi yaitumempelajari ciri-ciri fisik dari obat


o Farmakokinetika yaitu mempelajari kinetika dari obat
o Farmakoterapi yaitu mempelajari pemakaian obat untuk menyembuhkan penyakit

b. Ilmu Klinik
Ilmu Bedah Khusus dan Radiologi
Ilmu Penyakit Dalam
Farmakologi klinik
Klinik reproduksi
5. Kendala dalam Profesi Dokter Hewan
Dari sekian banyak Undang-Undang dan aturan-aturan hukum yang mengatur
kewenangan dan fungsi seorang Dokter Hewan, apabila ditelaah lebih jauh, bahkan
tidak sedikit peraturan tersebut yang saling bertentangan, bahkan tidak sedikit pula
peraturan yang tidak tegas dan tidak jelas dalam mengatur kewenangan seorang
Dokter Hewan sehingga imbasnya pada kinerja Dokter Hewan yang tidak maksimal.
Diantaranya adalah :
1. Penanggulangan Penyakit Zoonosis Flu Burung di IndonesiaDiadakan Piagam
Kerjasama antara Dirjen P4M c/q Departemen Kesehatan dengan Dirjen Peternakan
c/q Departemen Pertanian No. 226.9a/DDI/72 dan No.601/XIV, Piagam E: 9 Agustus
1972:
Menanggulangi penyakit zoonosis pada manusia oleh Departemen Kesehatan
Menanggulangi penyakit zoonosis pada hewan oleh Departemen Pertanian
Pada tanggal 19 September 2005, Menteri kesehatan menetapkan penyakit Flu
Burung berstatus KLB secara nasional di Indonesia, maka penyakit Flu Burung
sudah bersifat zoonosis di Indonesia. Seharusnya Departemen Pertanian dan
Departemen Kesehatan bekerjasama menanggulangi penyakit Flu Burung sesuai isi
Piagam Kerjasama 1972, akan tetapi ketika kasus Flu Burung pada manusia mulai
bermunculan, kewenangan medis pada manusia melalui Departemen Kesehatan
berusaha menanggulangi sendiri penyakit Flu Burung dengan mengabaikan
peranan kewenangan medis veteriner pada hewan melalui Departemen Pertanian.
Di dalam Departemen Pertanian, kewenangan medis veteriner (Dokter Hewan) juga
diganti oleh pengarah dan pelaksana di lapangan dalam Tim Tanggap Darurat
Wabah Flu Burung yang terdiri dari orang-orang yang tidak memiliki kewenangan
medis veteriner dan bukan seorang Dokter Hewan. Di sisi lain, Departemen
Kesehatan menggunakan UU No.4 tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit Menular
pada manusia untuk menanggulangi penyakit zoonosis Flu Burung di Indonesia.
Seharusnya penanggulangan penyakit zoonosis Flu Burung di Indonesia mengacu

pada Piagam Kerjasama 1972. Namun, kedudukan Piagam Kerjasama masih kurang
kuat dijadikan dasar hukum jika dibandingkan dengan UU No.4/ 1984.
2. Permasalah Antibiotika.
Antibiotika sesuai dengan UU No. 149 tahun 1949 tentang obat keras termasuk
daftar G, untuk memperoleh dan menggunakannya harus melalui resep atau
tanggung jawab mereka yang memiliki kewenangan medis. Antibiotika untuk udang
harus melalui resep Dokter Hewan atau Otoritas aVeteriner (Veterinary Medical
Authority). Surat Keterangan Sehat (Health Certificate) udang yang akan diekspor
harus ditandatangani oleh Dokter Hewan atau Otoritas Veteriner, bukan oleh profesi
lain seperti sarjana perikanan. Di Indonesia, kewenangan ini dapat dilakukan oleh
sarjana perikanan maupun profesi lain.
3. Permasalahan Surat Keterangan Kesehatan Hewan
Dalam Undang Undang No. 16 Tahun 1992 tertulis sertifikasi kesehatan hewan
dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, khusus sertifikat kesehatan karantina
hewan dikeluarkan oleh Dokter Hewan petugas karantina. Dalam UU No.16/ 92
disebutkan definisi hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang
dipelihara maupun yang hidup secara liar, sedangkan ikan adalah semua biota
perairan yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di dalam air, dalam
keadaan hidup atau mati, termasuk bagian-bagiannya. Jadi, dalam peraturan ini ada
pembedaan antara hewan dan ikan serta tugas wewenang Dokter Hewan hanya
sebatas pada hewan saja, tidak termasuk ikan. Padahal menurut aturan OIE,
kewenangan Dokter Hewan tidak hanya mencakup hewan saja tetapi juga ikan.
Peraturan ini jelas bertentangan dengan OIE, dimana Indonesia sudah menjadi
anggota OIE sejak 1950 dan harus mematuhi kesepakatan dari OIE.
4. Dalam PP No.28 tahun 2004 ditetapkan kewenangan melakukan pemeriksaan
dalam hal dugaan terjadinya pelanggaran hukum di bidang pangan dilakukan oleh
Gubernur, Kepala Badan yang terkait, atau Bupati/ Walikota yang berwenang, tanpa
disertai penjelasan harus didampingi oleh seorang Ahli. Apabila pelanggaran
tersebut berasal dari pangan asal produk hewani, akan memunculkan pertanyaan
tentang kompetensi petugas yang berwenang di atas dapat memeriksa tanpa
didampingi oleh seorang Ahli yang memiliki kewenangan medis veteriner (Dokter
Hewan) dan jaminan yang diberikan oleh petugas tersebut terhadap kelayakan
mutu pangan asal produk hewani oleh petugas tersebut.
Pasal lain juga menyebutkan kewenangan badan yang mengeluarkan sertifikat
kesehatan. Sertifikat kesehatan dalam peraturan ini dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, tapi tidak dijelaskan pembagian tugas spesifik menurut bidang
kesehatan, tidak diatur secara jelas dalam instansi yang berwenang, orang/ profesi
yang melakukan tugas tersebut. Apabila yang dibahas adalah masalah kesehatan
hewan, instansi yang berwenang adalah Departemen Pertanian, akan tetapi tidak
dijelaskan Ahli yang harus menangani masalah kehewanan.
5. Pengaturan dalam Undang-Undang No.7 tahun 1996, sertifikasi adalah syaratsyarat yang harus dipenuhi dalam proses pengawasan mutu pangan, yang

penyelenggaraannya dapat dilakukan secara laboratoris atau cara lain sesuai


dengan perkembangan teknologi. Sertifikasi mutu diberlakukan untuk lebih
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa pangan yang dibeli telah
memenuhi standar mutu tertentu, tanpa mengurangi tanggung jawab pihak yang
memproduksi pangan untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya. Namun, dalam Undang-Undang ini juga tidak disebutkan
spesifikasi Ahli yang melakukan proses pengawasan mutu pangan, terutama bahan
pangan asal hewani yang kandungan asam amino di dalamnya tidak dapat
tergantikan sehingga benar-benar dibutuhkan pengawasan yang ketat oleh orang
yang berkompeten (Dokter Hewan).
6. Dalam Undang-Undang No.43 tahun 1999 tentang Kepegawaian Nasional tertulis
bahwa yang dimaksud dengan Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan
tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian
susunan kepegawaian. Akan tetapi, pengaturan penempatan posisi jabatan hanya
didasarkan pada kenaikan pangkat saja, tidak memperhatikan latar belakang
pendidikan seseorang yang menempati jabatan tersebut, sehingga posisi jabatan
yang menjadi cakupan seorang Dokter Hewan bisa saja diisi oleh sarjana agama,
sarjana ekonomi dan dari disiplin ilmu yang lain.

Daftar Pustaka
http://bppvregional3.wordpress.com/profil/tpf/
http://detik.com
http://duniaveteriner.com/2009/04/peran-dan-posisi-dokter-hewan-di-indonesia-dandunia/
http://duniaveteriner.com/2009/12/peran-dan-fungsi-profesi-dokter-hewan/
http://duniaveteriner.com/2010/04/peran-dokter-hewan-di-bidang-pangan/
http://imamabror.wordpress.com/2010/10/25/pdhi-profesi-dan-wewenang-dokterhewan/

http://natural-veterinary.blogspot.com/2009_03_01_archive.html
http://www.ugm.ac.id/content.php?page=4&fak=11

Anda mungkin juga menyukai