Didamel ku
Kelas
: IX-H
Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Bandung
Taun Ajaran 2014/2015
PANGANTEUR
Segala puji dan rahmat kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas dalam mata
pelajaran Bahasa Indonesia mengenai wawancara.
Kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada orang orang yang
telah membatu dan bekerja sama dalam proses pembuatan tugas ini. Kami juga
berterimakasih kepada Ibu Hj. Eli Sukaesih, S.pd karena telah memberikan
tugas ini sehingga kami mendapat wawasan yang cukup luas dan dapat memenuhi
nilai Bahasa Indonesia secara maksimal.
Tujuan kami menyelesaikan tugas ini untuk mendapatkan manfaat berupa
dapat berinteraksi dengan baik ,meningkatkan keberanian kami untuk melakukan
wawancara dengan pihak apotek, dan untuk memenuhi salah satu nilai Bahasa
Indonesia kami.
Harapan kami, tugas ini dapat bermanfaat bagi diri kami pribadi dan siapa
saja yang membacanya. Juga dapat memenuhi salah satu nilai tugas Bahasa
Indonesia yang diberikan oleh Ibu Hj. Eli Sukaesih, S.Pd secara maksimal.
DAPTAR EUSI
Novel..
Info Buku...........................................................................................
Eusi Novel (Ringkesan)..............................................................................
Pertanyaan Ngeunaan Eusi Novel (Unsur Novel).........................................
Penilaian.
NOVEL
Novel teh carita anu ditulis dina basa lancaran (prosa), kawas dina carpon.
Kitu deui dina eusina, boh novel boh carponilaharna mah caritana sok manjing akal
(henteu pamohalan). Najan kitu, tangtu wae loba bedana deuih.
Bedana novel jeung carpon aya dina :
1. Caritana
2. Palakuna
3. Tempat
4. Waktu
5. Panjangna carita
Novel teh geus jadi bagian tina sastra Sunda. Aya anu medal mangrupa buku,
aya deuih anu dimuat nyambung dina majalah atawa surat kabar. Mun
dibandingkeun jeung novel anu terbit mangrupa buku dina sastra Indonesia, novel
dina sastra Sunda mah leuwih ti heula aya, medal tahun 1913.
Ditilik tina eusina, aya anu disebut novel bacaeun barudak, anu biasana jalan
caritana basajan, ngalalakonkeun kahirupan anu kapanggih dina dunya barudak,
jeung kandelna oge tara leuwih ti 50 kaca. Najan kasebutna novel barudak, tapi
lain hartina ditulisna ku budak. Novel bacaeun barudak anu munggaran dina
Sastra Sunda medal taun 1928.
INFO BUKU
Judul novel
: Dalem Boncel
Pangarang
: Ki Umbara
Pamedal
: Pustaka Jaya
Di lingkungan masyarakat saya, ada sebuah cerita rakyat yang berjudul Dalem
Boncel. Cerita itu mengisahkan seorang pemuda desa yang amat gigih dalam
meraih cita-citanya. Hingga pada suatu saat, ia berhasil menjadi seorang bupati.
Ibu-bapaknya masih tinggal di desa. Tapi Boncel tidak berkeinginan untuk
kembali atau sejenak menjenguk. Cukup lama kedua orang tuanya ia tinggalkan.
Boncel kini seolah sudah lupa dengan asal-muasalnya.
Saking merasa rindu, ibu-bapaknya mencari-cari. Orang-orang memberitahu
mereka bahwa Boncel, anaknya, kini telah menjadi seorang bupati.
Tanpa pikir panjang, ibu-bapaknya langsung datang menemui. Tapi sungguh diluar
dugaan, boncel justru berpaling. Ia tidak mau mengakui mereka sebagai orang
tuanya karena merasa malu oleh orang-orang. Konon, orang tuanya datang dengan
pakaian yang compang-camping.
Kemudian, Boncel mengusir mereka. Ia mendurhakai kedua orang tuanya. Boncel
kini telah menjadi seorang yang sombong, kacang lupa kulitnya atau habis manis
sepah dibuang.Tuhan mengetahui itu. Boncel kena kutuk.
Ia menderita penyakit kulit yang sulit disembuhkan. Berbagai ramuan telah ia
coba. Tapi hasilnya sama saja, malah penyakitnya semakin bertambah parah.
Lalu, ia berusaha mencari tabib paling tok cer di daerahnya. Bertemulah ia
dengan tabib itu. Namun sungguh diluar dugaan, bukannya memberikan obat
berupa ramuan, sang tabib justru menyuruhnya untuk pulang ke kampung
halaman, memohon ampun kepada kedua orang tua yang telah didurhakainya.
Karena sudah merasa tidak kuat dengan penderitaan, Boncel pun menuruti
perintah sang tabib. Ia kembali lagi, pulang, hendak meminta maaf. Tapi sungguh
miris, Tuhan telah memanggil kedua orang tuanya. Boncel tak kuasa menahan
tangis. Ia hanya bisa memeluk batu nisan.
Kisah Dalem Boncel hingga kini masih tak jelas latar waktunya. Bisa jadi pada
zaman kerajaan, atau bisa pula terjadi pada masa kolonial. Belum ada bukti-bukti
yang sedikit bisa memberi pencerahan.
Mereka sudah lupa pada orang-orang desa yang telah memilihnya dengan harapan
bisa berkontribusi membangun daerah. Mereka tak pernah menengok daerahnya
sendiri.
Sekalipun hingga kini nama pengarang kisah Dalem Boncel belum bisa ditemukan,
tapi yang jelas bahwa ia/mereka yang mengarangnya adalah seorang seniman.
Dalam membuat suatu karya, seorang seniman pasti terinspirasi oleh
lingkungannya. Seorang seniman akan menggubah peristiwa kemasyarakatan ke
dalam sebuah karya. Oleh karena itu, kisah Dalem Boncel bukanlah sebuah
kebetulan semata, bukan sebuah karya tanpa sengaja. Dalem Boncel adalah
sebuah fenomena, yang kemungkinan diambil dari peristiwa nyata.
Sifat yang menjangkit Dalem Boncel ternyata bukanlah sifat yang menjangkit
seseorang saja, melainkan hampir kepada setiap orang yang pergi merantau. Bisa
jadi Dalem Boncel yang dimaksud oleh sang pengarang anonim itu bukanlah suatu
fenomena tunggal, melainkan fenomena umum yang terjadi pada masyarakat saat
itu. Bila argumen ini benar, itu artinya Dalem Boncel adalah sebuah fenomena
umum di kalangan masyarakat lingkungan tempat saya berada, yang terjadi bukan
saja saat ini, melainkan sudah sejak dulu kala ketika sang pengarang anonim
mengarangnya.
Ternyata, banyak hal yang berpengaruh. Persoalannya tak sesempit yang
dibayangkan. Barangkali, sekalipun tidak disampaikan dalam kisahnya, Boncel
mengalami apa yang teman saya rasakan. Ia ingin sekali sebenarnya untuk pulang.
Tapi harus bagaimana lagi bila masyarakatnya sendiri tidak mau menerimanya.
Kita kerap memaknai kisah Dalem Boncel hanya pada aspek kedurhakaannya saja.
Padahal, ada sesuatu yang lebih daripada itu, yakni kegigihannya dalam menggapai
cita-cita. Boncel memang durhaka. Benar, ia adalah manusia biasa. Tapi ingat, ia
juga punya sesuatu lain yang patut ditiru. Ya, kegigihannya tadi. Orang Sunda
harus belajar dari Dalem Boncel, dan bukan saja meniru Si Kabayan.
PENILAIAN
Kumaha tungtungna nasib Dalem Boncel? Mangga aos bae nyalira. Dijamin
moal hanjakal, margi dongengna rame tur ngandung misi pikeun ngalemesan budi.