Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang
disebabkan karena kelainan sekresi insulin atau kerja insulin dan bisa juga
diakibatkan oleh kudua duanya. Diabetes secara umum dibagi menjadi dua
yaitu diabetes melitus yang ditandai dengan kekurangan absolut insulin
endogen akibat destruksi autoimun pada sel beta pankreas dalam pulau
langerhans, atau mungkin bersifat idiopatik atau lebih dikenal dengan
diabetes melitus tipe I sedangkan diabetes melitus tipe II ditandai dengan
resistensi insulin perifer dan gangguan sekresi insulin.
Diabetes melitus tergolong penyakit yang tidak menular akan tetapi
jumlah penderitanya terus bertambah setiap tahunnya baik dinegara maju
maupun dinegara berkembang sekalipun. Menurut WHO pada tahun 2.000
jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes

sudah mencapai

171,230,000 orang dan pada tahun 2030 diperkirakan jumlah penderita


diabetes di dunia akan mencapai jumlah 366,210,100 orang atau naik sebesar
114%. Tidak beda halnya dengan indonesia sebagai negara berkembang
indonesia menduduki tempat keempat terbesar dengan pertumbuhan sebesar
152% atau dari 8.426.000 orang pada tahun 2.000 dan diperkirakan menjadi
21.257.000 orang di tahun 2030. (Sumber: http://indodiabetes.com/).
Di bali sendiri pada tahun 2010 pasien yang menderita diabetes melitus
sebanyak 5.064 orang dan menempati urutan kedua terbanyak pada kelompok

penyakit yang tidak menular. Pada tahun 2011 pasien dengan diabetes melitus
masih menempati urutan kedua yaitu untuk rawat jalan sebanyak 4.023 pasien
sedangkan untuk rawat inapnya sebanyak 2.319 pasien dan yang meninggal
karena diabetes melitus sebanyak 66 orang. Ditahun 2012 dari data surveilans
terpadu berbasis rumah sakit sentinel saja sebanyak 1.113 pasien yang
menderita diabetes melitus dan sebagain besar mengalami diabetes melitus
tipe II.
Peningkatan pelayanan kesehatan, hygiene, sanitasi lingkungan serta
taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat berkontribusi besar terhadap
menurunnya angka kematian (mortalitas) pada penyakit diabetes melitus tipe
II ini akan tetapi adanya kecenderungan peningkatan pola konsumsi
makanana yang kurang baik dan kurangnya aktifitas fisik mengakibatkan
turunnya angka kematian tersebut tidak diikuti oleh penurunan jumlah
penderita sehingga angka kesakitan (morbiditas) penyakit diabetes terutama
diabetes melitus tipe II cenderung mengalami peningkatan (Novita.2010
dalam Pedersen et al. 2006: 3-63). Penyakit diabetes melitus ini jika tidak
ditangani dengan tepat akan memberikan efek pada organ yang lain seperti
mata, ginjal, dan sistem saraf disamping itu pasien DM juga berisiko tinggi
mengalami hipertensi, dislipidemia penyakit jantung koroner (PJK), penyakit
vaskular perifer (PVP) dan stoke (Rachmawati 2010 dalam Tuner et al
1998).
Penanganan penyakit dengan diabetes melitus biasanya dilakukan
dengan cara mengontrol kadar gula darahnya sehingga berbagai intervensi
untuk mengontrol gula darah sudah banyak dikembangkan dan digolongkan

kedalam enam pilar penatalaksanaan diantaranya (1) rencana diet, (2) latihan
fisik dan pengaturan aktifitas fisik, (3) agen agen hipoglikemik oral, (4)
terapi insulin, (5) pengawasan glukosa dirumah, dan (6) pengetahuan tentang
diabetes melitus (Price & Wilson,2002).
Dari keenam penatalaksanaan tersebut latihan fisik memberikan
kontribusi cukup besar untuk mengontrol gula darah yang sudah banyak
dikembangkan melalui penelitian. Penelitian penelitian tersebut dilakukan
untuk mengatahui seberapa besar pengaruh intervensi yang diberikan
terhadap gula darah.

Beberapa intevensi dalam penelitian yang pernah

dilakukan seperti senam latihan jasmani, aerobik, serta PMR (Progresissive


Muscle Relaxation).
Pada dasarnya latihan fisik pada penderita DM tipe II harus bersifat
CRIPE

(continous,

rhythmic,

interval,

progressive

dan

endurance)

( Novita.2010 dalam Beckman et al.2002)


Oleh karena itu latihan fisik yang lain juga bisa diterapkan untuk
menekan peningkatan gula dalam darah seperti

Active Range of Motion

(AROM).
AROM yang merupakan intervensi mandiri saat ini penerapannya
hanya sebatas pada pasien dengan stroke atau penyakit neorologis serta
rehabilitas pada kasus muskuloskletal dan sedikit sekali pada penderita DM.
Penelitian tentang Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah Secara
Aktif (Active Lower Range Of Motion) Terhadap Tanda dan Gejala Neoropati
Diabetikum oleh widyawati (2010) menunjukkan bahwa peningkatan rerata
kekuatan otot pada unkle kelompok yang mendapatkan intervensi yang
awalnya 4,58 meningkat menjadi 4,92 dan terdapat perbedaan yang bermakna

dengan p value=0,001 dan =0,005. Penelitian ini telah membuktikan bahwa


adanya pengaruh latihan ROM terhadap kekuatan otot penderita.
AROM merupakan bagian dari gerakan isotonis yaitu gerakan kontraksi
otot memendek yang dilakukan klien dengan gerakan masing masing
persendian sesuai dengan rentang gerak yang normal namun tegangan pada
otot tetap konstan selama kontraksi. Bila sebuah otot berkontraksi, timbul
suatu kerja dan memerlukan energi sehingga kebutuhan terhadap glukosa juga
akan meningkat (Guyton & Hall, 2008).
Perry & potter (2008) juga menjelaskan bahwa dalam melakukan
latihan AROM akan meningkatkan kebutuhan energi dan dapat meningkatkan
metabolisme serta sirkulasi darah sehingga lebih banyak jala jala kapiler
terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi
lebih aktif. Jadi manfaat latihan AROM bagi penderita diabetes melitus antara
lain mempermudah tranpor glukosa kedalam sel - sel, meningkatkan
kepekaan terhadap insulin, dan mencegah kegemukan.
Untuk saat ini penelitian lebih jauh tentang manfaat ROM terhadap
pasien DM masih berfokus pada neoropati diabetikum saja sehingga hal
inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh latihan fisik
berupa AROM terhadap gula darah pada pasien dengan diabetes melitus tipe
II.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Bedasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan suatu masalah
penelitian yaitu : Apakah ada pengaruh antara pelatihan Active Range of
Motion (AROM) dengan kadar gula darah pada pasien dengan diabetes
melitus tipe II?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengatahui pengaruh Active Range of Motion (AROM) terhadap
kadar gula darah pada pasien dengan diabetes melitus tipe II.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengatahui karakteristik penderita diabetes tipe II pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
b. Mengetahui kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II pada
kelompok intevensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan ROM.
c. Mengetahui kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II pada
kelompok intevensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan ROM.
d. Mengetahui perbedaan kadar gludarah pasien diabetes melitus tipe II
sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada kelompok kontrol.
e. Mengetahui perbedaan kadar gula darah pasien diabetes melitus tipe II
pada kelempok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan
ROM.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
a. Mengembangkan ilmu keperawatan khusunya pada terapi non
farmakologi dalam menurunkan kadar gula darah pada pasien dengan
diabetes melitus.
b. Sebagai dasar

bagi

peneliti

selanjutnya

tentunya

dengan

pengembangan dan kualitas yang lebih baik terhadap penderita


diabetes melitus.
1.4.2 Praktis
a. Menjadi acuan bagi pihak pelayanan kesehatan untuk menerapkan
latihan ROM sebagai salah satu terapi latihan fisik pada pasien dengan
diabetes melitus yang relatif mudah dilakukan.

b. Memberikan alternatif latihan fisik yang lebih mudah dilakukan oleh

penderita diabetes dan relatif aman dari pada latihan fisik yang lain.

Anda mungkin juga menyukai