PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang
ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemia) yang
disebabkan karena kelainan sekresi insulin atau kerja insulin dan bisa juga
diakibatkan oleh kudua duanya. Diabetes secara umum dibagi menjadi dua
yaitu diabetes melitus yang ditandai dengan kekurangan absolut insulin
endogen akibat destruksi autoimun pada sel beta pankreas dalam pulau
langerhans, atau mungkin bersifat idiopatik atau lebih dikenal dengan
diabetes melitus tipe I sedangkan diabetes melitus tipe II ditandai dengan
resistensi insulin perifer dan gangguan sekresi insulin.
Diabetes melitus tergolong penyakit yang tidak menular akan tetapi
jumlah penderitanya terus bertambah setiap tahunnya baik dinegara maju
maupun dinegara berkembang sekalipun. Menurut WHO pada tahun 2.000
jumlah penduduk dunia yang menderita diabetes
sudah mencapai
penyakit yang tidak menular. Pada tahun 2011 pasien dengan diabetes melitus
masih menempati urutan kedua yaitu untuk rawat jalan sebanyak 4.023 pasien
sedangkan untuk rawat inapnya sebanyak 2.319 pasien dan yang meninggal
karena diabetes melitus sebanyak 66 orang. Ditahun 2012 dari data surveilans
terpadu berbasis rumah sakit sentinel saja sebanyak 1.113 pasien yang
menderita diabetes melitus dan sebagain besar mengalami diabetes melitus
tipe II.
Peningkatan pelayanan kesehatan, hygiene, sanitasi lingkungan serta
taraf ekonomi dan pendidikan masyarakat berkontribusi besar terhadap
menurunnya angka kematian (mortalitas) pada penyakit diabetes melitus tipe
II ini akan tetapi adanya kecenderungan peningkatan pola konsumsi
makanana yang kurang baik dan kurangnya aktifitas fisik mengakibatkan
turunnya angka kematian tersebut tidak diikuti oleh penurunan jumlah
penderita sehingga angka kesakitan (morbiditas) penyakit diabetes terutama
diabetes melitus tipe II cenderung mengalami peningkatan (Novita.2010
dalam Pedersen et al. 2006: 3-63). Penyakit diabetes melitus ini jika tidak
ditangani dengan tepat akan memberikan efek pada organ yang lain seperti
mata, ginjal, dan sistem saraf disamping itu pasien DM juga berisiko tinggi
mengalami hipertensi, dislipidemia penyakit jantung koroner (PJK), penyakit
vaskular perifer (PVP) dan stoke (Rachmawati 2010 dalam Tuner et al
1998).
Penanganan penyakit dengan diabetes melitus biasanya dilakukan
dengan cara mengontrol kadar gula darahnya sehingga berbagai intervensi
untuk mengontrol gula darah sudah banyak dikembangkan dan digolongkan
kedalam enam pilar penatalaksanaan diantaranya (1) rencana diet, (2) latihan
fisik dan pengaturan aktifitas fisik, (3) agen agen hipoglikemik oral, (4)
terapi insulin, (5) pengawasan glukosa dirumah, dan (6) pengetahuan tentang
diabetes melitus (Price & Wilson,2002).
Dari keenam penatalaksanaan tersebut latihan fisik memberikan
kontribusi cukup besar untuk mengontrol gula darah yang sudah banyak
dikembangkan melalui penelitian. Penelitian penelitian tersebut dilakukan
untuk mengatahui seberapa besar pengaruh intervensi yang diberikan
terhadap gula darah.
(continous,
rhythmic,
interval,
progressive
dan
endurance)
(AROM).
AROM yang merupakan intervensi mandiri saat ini penerapannya
hanya sebatas pada pasien dengan stroke atau penyakit neorologis serta
rehabilitas pada kasus muskuloskletal dan sedikit sekali pada penderita DM.
Penelitian tentang Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah Secara
Aktif (Active Lower Range Of Motion) Terhadap Tanda dan Gejala Neoropati
Diabetikum oleh widyawati (2010) menunjukkan bahwa peningkatan rerata
kekuatan otot pada unkle kelompok yang mendapatkan intervensi yang
awalnya 4,58 meningkat menjadi 4,92 dan terdapat perbedaan yang bermakna
bagi
peneliti
selanjutnya
tentunya
dengan
penderita diabetes dan relatif aman dari pada latihan fisik yang lain.