DASAR TEORI
Tidak setiap tempat di bumi ini mempunyai endapan batubara dan tidak setiap waktu
geologi menghasilkan endapan batubara yang ekonomis. Dua tahap penting yang
dapat dibedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara.
Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan terhadap barang
dasar yang sama (tumbuhan). Proses tersebut yaitu penggambutan (peatification) dan
pembatubaraan (coalification).
3.1.
PEMBENTUKAN BATUBARA
Batubara terbentuk dari gambut di dalam rawa. Gambut merupakan tahap paling awal
dari proses pembetukan batubara. Gambut didefinisikan sebagai sedimen organik
tidak padat yang dapat terbakar dan berasal dari hancuran atau bagian tumbuhan yang
terhumifikasi dalam kondisi tertutup udara, mempunyai kandungan air lebih dari 75%
(berat) dan kandungan mineral kurang dari 50% dalam kondisi kering.
Beberapa faktor penting dalam pembentukan rawa gambut menurut Bend,1992
dalam Diessel (1992):
1. Evolusi tumbuhan
Ragam tumbuhtumbuhan seperti yang dikenal pada saat ini telah mengalami
proses evolusi yang sangat panjang mulai dari Jaman Devon. Mulai dari satu
jenis tumbuhan (alga/ganggang) pada jaman sebelum Devon menjadi sekian
banyak pada waktuwaktu berikutnya. Perkembangan ini perlu diketahui
karena ada beberapa tumbuhan yang hanya tumbuh pada jaman tertentu saja
sehingga memudahkan untuk menginterpretasikan genesanya.
14
2. Iklim
Iklim mengendalikan kecepatan perkembangan tumbuhtumbuhan, jenis
tumbuhtumbuhan serta kecepatan dekomposisi tumbuhtumbuhan yang pada
akhirnya iklim pada suatu daerah banyak mempengaruhi pembentukan
gambut. Pada daerah beriklim tropis yang banyak air dan hangat akan
menghasilkan banyak lapisan gambut dan tebal, yang terbentuk dari batang
kayu yang besar. Kenaikan suhu disamping mempercepat pertumbuhan
tanaman juga mempercepat proses dekomposisi. Sebagai contoh, di daerah
beriklim tropis telah ditemukan rawa yang luas dipenuhi gambut
yang
3.2.
PENGGAMBUTAN (PEATIFICATION)
15
derajat humifikasi tidak tergantung pada kedalaman akan tetapi bergantung pada
fasies.
Proses pembentukan gambut mencakup proses mikrobial dan perubahan kimia
(biochemical
coalification).
Tahap
selanjutnya
adalah
tahap
geochemical
3.3.
PEMBATUBARAAN (COALIFICATION)
17
Proses pembatubaraan meliputi perubahan baik secara fisik dan kimia dari gambut
melalui lignit, sub-bituminus, bituminus, antrasit, sampai metaantrasit. Kontrol utama
perubahan ini adalah derajat metamorfisme (temperatur dan tekanan). Tahapan yang
dicapai oleh batubara dalam deret pembatubaraan ini disebut sebagai peringkat
batubara.
18
Pada proses ini, tekanan yang bertambah besar akan mengakibatkan porositas gambut
berkurang dan peningkatan anisotropi. Sifat porositas ini dapat dilihat dari kandungan
airnya (moisture content) yang berkurang selama proses perubahan dari gambut
menjadi brown coal. Sifat porositas dan anisotropi ini paralel dengan bidang
perlapisan dan bisa dikorelasikan dengan tekanan overburden. Sementara itu, secara
kimia, gambut mengalami perubahan komposisi dari unsurunsur karbon, oksigen,
dan hidrogen. Derajat pembatubaraan ditentukan oleh perubahan komposisi kimianya
(C, H, O dan VM) atau dengan sifat optis (reflektansi vitrinit).
Selama tahap hard brown coal (lignit-sub bituminus) maka sisa terakhir dari selulose
dan lignin ditransformasikan menjadi material humik. Asam humik terkondensasi
menjadi molekul yang lebih besar dan kehilangan sifat keasamannya membentuk
humin yang tak larut dalam alkali.
Perubahan paling menonjol pada batas peringkat sub bituminous C dan B adalah
perubahan petrografis yang disebabkan oleh proses gelifikasi geokimia (vitrinisasi)
dari substansi hunik yang berubah menjadi hitam dan mengkilap. Pada tahap antrasit
dicirikan oleh turunnya hidrogen dan perbandingan H terhadap C secara drastis,
bertambah kuatnya reflektivitas dan anisotropisme.
Proses pembatubaraan terutama disebabkan oleh naiknya temperatur dan waktu.
Pengaruh temperatur dipercayai sangat dominan disebabkan sering ditemukan adanya
intrusiintrusi batuan beku yang berdekatan dengan lapisan batubara dengan
peringkat tinggi (antrasit) karena terjadi kontak metamorfisme. Kenaikan peringkat
batubara juga dapat diamati pada kedalaman yang lebih besar (Hukum Hilt) yang
disebabkan oleh kenaikan temperatur akibat bertambahnya kedalaman. Menurut Hilt
kecepatan peningkatan peringkat bergantung juga pada gradien geotermal.
19
3.4.
FASIES BATUBARA
mengandung
mineral
dibandingkan
endapan
authochtonous.
20
Menurut Martini dan Glooschenko (1984) dalam Diessel (1992), rawa gambut
dapat dibedakan menjadi 4 (empat) jenis berdasarkan jenis tumbuhan
pembentuk, yaitu :
a) Bog, yaitu lokasi rawa yang banyak ditumbuhi oleh tanaman lumut atau
tanaman merambat yang miskin kandungan makanan (Damman & French,
1987).
b) Fen, yaitu lokasi rawa yang kaya akan tumbuhan perdu dan beberapa
jenis pohon lainnya. Umumnya terletak pada lingkungan ombrogenik
yaitu transisi antara daerah yang melimpah akan kandungan air dengan
daerah yang terkadang kering.
c) Marsh, yaitu lokasi rawa yang didominasi oleh tumbuhan perdu atau
tanaman merambat yang sering terdapat di sekitar pinggir danau atau laut.
d) Swamp, yaitu daerah basah pada iklim tropis hingga dingin yang
didominasi oleh tumbuhan berkayu.
3. Lingkungan pengendapan
Pembentukan batubara tidak dapat dipisahkan dengan kondisi lingkungan
dan geologi di sekitarnya. Distribusi lateral, ketebalan, komposisi dan
kualitas batubara banyak dipengaruhi oleh lingkungan pengendapannya.
Ada empat jenis lingkungan pengendapan:
o Telmatis / terrestrial
Lingkungan yang berada pada daerah pasang surut ini menghasilkan
gambut yang tidak terganggu dan tumbuh insitu (Forest peat, reed peat
dan high moor moss peat).
o Limnis / subakuatik
Lingkungan ini terendapkan di bawah air rawa danau. Batubara yang
terendapkan pada lingkungan telmatis dan limnis sulit dibedakan
karena pada forest swamp biasanya ada bagian yang berada di bawah
air (feed swamp).
21
o Payau / marine
Batubara yang terendapkan pada lingkungan ini mempunyai ciri khas
kaya abu, S dan N yang mengandung fosil laut. Untuk daerah tropis
biasanya terbentuk dari mangrove (bakau) dan kaya S.
o Ca-rich
Lingkungan ini menghasilkan batubara yang kaya akan Ca dan
mempunyai ciri yang sama pada endapan payau. Batubara Ca-rich
selalu terjadi pada lingkungan bawah air dengan kondisi oksigen
terbatas. Lingkungan pengendapan ini juga banyak mengandung fosil.
Batubara Ca-rich banyak menghasilkan bitumen.
4. Persediaan bahan makanan
Rawa eutrophic (kaya bahan makanan), mesotrophic (sedang) dan
oligotrophic (miskin bahan makanan) dibedakan tergantung dari banyak
sedikitnya bahan makanan yang bisa digunakan. Low moor biasanya
eutrophic karena menerima air dari tanah yang banyak mengandung makanan
terlarut. Raised bog/hoch moor biasanya oligotrophic karena hanya
mengandalkan air hujan. Transisi antara topogenic low moor dan raised bog
disebut mesotrophic. Gambut pada pada high moor secara umum mengandung
sisasisa tumbuhan yang terawetkan dengan baik. Di bawah kondisi hidrologi
yang seragam maka tumbuhan rawa eutrophic banyak spesiesnya.
Oligotrophic di daerah iklim sedang pada umumnya berupa sphagnum
sedangkan untuk daerah tropis bisa ditumbuhi oleh hutan kayu tetapi tidak
banyak spesiesnya karena rawa jenis ini akan asam (pH 3,54) dan kandungan
mineralnya sangat rendah.
Kandungan abu, sulfur total dan vitrinitenya umumnya rendah, sementara pada
daerah tropis kandungan vitrinite umumnya tinggi. Pada bagian tengah lahan
gambut umumnya kaya akan maseral inertinite (28%) karena suplai nutrisi yang
terbatas.
Kandungan
inertinite
(khususnya
semifusinite)
yang
besar
menyebabkan nilai TPI (Tissue Preservation Index) nya relatif tinggi yang
sekaligus dapat menunjukkan bahwa tumbuhan asalnya didominasi oleh bahan
kayu. Sementara
sedimennya
terutama
terdiri
atas
perselingan
batupasir
dan
lanau/lempung.
Gambut dapat terakumulasi pada berbagai morfologi seperti pada rawa, dataran
dan cekungan banjir, bagian luar saluran sungai dan lain-lain. Permukaan
gambut cenderung selalu basah dan jarang mengalami periode kemarau sehingga
menghasilkan endapan batubara yang mengkilap dengan nilai TPI dan GI relatif
tinggi serta didominasi oleh maseral telovitrinite/humotellinite dan secara
kualitas memiliki kandungan abu dan sulfur yang rendah dibanding batubara
pada lingkungan lainnya.
24
3.1).
Kelima
kategori
tersebut
dibedakan
berdasarkan
faktor
high
watertable dengan kondisi netral serta variable watertable dan dua lainnya
adalah rawa gambut ombrogenik yang dibagi atas : continuously wet dan
intermittenly dry.
Pada kategori high watertable dibedakan menjadi asam dan netral. Perbedaan
utama
2-1
1-2
3.5.
Batubara tidak hanya disusun oleh materi organik tetapi ada juga materi anorganik
yang menjadi bagian dari batubara.
3.5.1.1 Maseral
Maseral pada batubara analog dengan mineral pada batuan. Maseral merupakan
bagian terkecil dari batubara yang bisa teramati dengan mikroskop. Maseral
dikelompokan berdasarkan tumbuhan atau bagian tumbuhan penyusunnya menjadi
tiga grup (Tabel 3.2), yaitu:
27
1. Vitrinit
Vitrinit ialah hasil dari proses pembatubaraan materi humic yang berasal dari
selulosa (C6H10O5) dan lignin dinding sel tumbuhan yang mengandung serat
kayu (woody tissues) seperti batang, akar, daun, dan akar. Vitrinite adalah
bahan utama penyusun batubara di Indonesia (>80%). Di bawah mikroskop,
kelompok maseral ini memperlihatkan warna pantul yang lebih terang
daripada kelompok liptinite, namun lebih gelap dari kelompok inertinite,
berwarna mulai dari abuabu tua hingga abuabu terang. Kenampakan di
bawah mikroskop tergantung dari tingkat pembatubaraannya (rank), semakin
tinggi tingkat pembatubaraan maka warnanya akan semakin terang.
Kelompok vitrinite mengandung unsur hidrogen dan zat terbang yang
persentasenya berada diantara inertinite dan liptinite. Mempunyai berat jenis
1,31,8 dan kandungan oksigen yang tinggi serta kandungan volatille matter
sekitar 35,75%.
2. Liptinit (exinit)
Liptinit tidak berasal dari materi yang dapat terhumifikasikan melainkan
berasal dari sisa tumbuhan atau dari dari jenis tanaman tingkat rendah seperti
spora, ganggang (algae), kutikula, getah tanaman (resin) dan serbuk sari
(pollen). Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya, kelompok liptinite
dibedakan menjadi sporinite (spora dan butiran pollen), cutinite (kutikula),
resinite (resin/damar), exudatinite (maseral sekunder yang berasal dari getah
maseral liptinite lainnya yang keluar pada proses pembatubaraan), suberinite
(kulit kayu/serat gabus), fluorinite (degradasi dari resinite), liptodetrinite
(detritus dari maseral liptinite lainnya), alginite (ganggang) dan bituminite
(degradasi material algae).
Relatif kaya dengan ikatan alifatik sehingga kaya akan hidrogen atau bisa juga
sekunder, terjadi selama proses pembatubaraan dari bitumen. Sifat optis:
reflektivitas rendah dan fluoresense tinggi, dari liptinit mulai gambut dan
batubara pada rank rendah sampai pada batubara sub bituminus relatif stabil
(Taylor et.al., 1998). Di bawah mikroskop, kelompok liptinite menunjukkan
28
warna kuning muda hingga kuning tua di bawah sinar fluoresence, sedangkan
di bawah sinar biasa kelompok ini terlihat berwarna abu-abu sampai gelap.
Liptinit mempunyai berat jenis 1,01,3 dan kandungan hidrogen yang paling
tinggi dibanding dengan maseral lain, sedang kandungan volatille matter
sekitar 66%.
3. Inertinit
Inertinit disusun dari materi yang sama dengan vitrinit dan liptinit tetapi
dengan proses dasar yang berbeda. Kelompok inertinite diduga berasal dari
tumbuhan yang sudah terbakar dan sebagian lagi berasal dari hasil proses
oksidasi maseral lainnya atau proses decarboxylation yang disebabkan oleh
jamur dan bakteri. Kelompok ini mengandung unsur hidrogen paling rendah
dan karakteristik utamanya adalah reflektansi yang tinggi diantara dua
kelompok lainnya.
Pemanasan pada awal penggambutan menyebabkan inertinit
kaya akan
karbon. Sifat khas inertinit adalah reflektivitas tinggi, sedikit atau tanpa
flouresense, kandungan hidrogen, aromatis kuat karena beberapa penyebab,
seperti pembakaran (charring), mouldering dan penghancuran oleh jamur,
gelifikasi biokimia dan oksidasi serat tumbuhan. Sebagian besar inertinit
sudah pada bagian awal proses pembatubaraan. Inertinit mempunyai berat
jenis 1,52,0 dan kandungan karbon yang paling tinggi dibanding maseral lain
serta kandungan volattile matter sekitar 22,9%.
Untuk
pengelompokan
maseral
yang
digunakan
adalah
mengacu
pada
29
Telovitrinite
Vitrinite
Detrovitrinite
Gelovitrinite
Type Maseral
Textinite
Texto - Ulminite
Eu- Ulminite
Telocolinite
Atrinite
Densinite
Desmocolinite
Corpogelinite
Porigelinite
Eugelinite
Sporinite
Cutinite
Resinite
Suberinite
Fluorinite
Liptodetrinite
Exudatinite
Alginite
Bituminite
Liptinite
Teloinertinite
Fusinite
Semifusinite
Sclerotinite
Detroinertinite
Inertodetrinite
Micrinite
Geloinertinite
Macrinite
Inertinite
Maseral menghasilkan materi yang mudah menguap (volatile matter). Materi ini
banyak dihasilkan oleh liptinit yaitu sekitar 66% sedangkan vitrinit menghasilkan
35,75% dan inertinit menghasilkan 22,9%.
30
dijadikan
31
TPI
Telovitrinite + Teloinertinite
Detrovitrinite + Gelovitrinite + Inerto det rinite + Geloinertinite
Pengrusakan struktur sel oleh organisme akan sangat mudah terjadi pada
tanaman yang mengandung banyak selulose (tumbuhan perdu), sedangkan
tanaman yang banyak mengandung lignin (tumbuhan kayu) akan sulit
dihancurkan. Semakin meningkatnya harga TPI dapat menunjukkan semakin
tingginya persentase kehadiran tumbuhtumbuhan kayu (dalam hal ini
ditunjukkan dengan banyaknya persentase telovitrinite). Sementara itu bila
harga TPI < 1 maka maseral vitrinite akan disertai oleh kehadiran cutinite yang
biasanya akan cepat terhancurkan oleh air laut. Kombinasi antara kandungan
densinite dan cutinite yang banyak dengan kandungan vitrinite yang sedikit
dapat menggambarkan bahwa batubara berasal dari serat tumbuhan perdu pada
suatu lingkungan marsh.
GI (Gelification Index) berhubungan dengan kontinuitas kelembaban pada lahan
gambut serta menyatakan perbandingan antara maseral yang terbentuk karena
proses gelifikasi dan maseral yang terbentuk akibat proses oksidasi.
GI
Vitrinite + Geloinertinite
Teloinertinite + Detroinertinite
Harga GI akan berbanding terbalik dengan tingkat oksidasi, dalam hal ini
semakin kecil harga GI menunjukkan tingkat oksidasi yang semakin besar.
Tingkat Gelifikasi akan memberikan beberapa gambaran antara lain :
1.
2.
3.
32
rendah, sebaliknya kondisi kering dicirikan oleh nilai TPI rendah dan GI yang
tinggi mengindikasikan dekomposisi aerobik yang terbatas.
Salah
satu
parameter
dalam
pembentukan
suatu
mire/
lahan
gambut
GWI
(Vegetation
Index)
juga
dapat
dijadikan
petunjuk
dalam
menginterpretasi asal mula suatu lahan gambut (paleomire). Secara teori lahan
gambut dapat dibedakan berdasarkan tipe tumbuhan pembentuk dengan
menggunakan parameter kesamaan antar maseral.
Tumbuhan yang kaya akan lignin ditunjukkan dengan kandungan telovitrinite,
fusinite dan semifusinite yang tinggi. Dalam hal ini, suberinite dan resinite
adalah sebagai maseral penyerta. Tumbuhan asal perdu yang kaya selulosa
melalui proses pembatubaraan akan membentuk batubara yang kaya akan
detrovitrinite, inertodetrinite dan liptodetrinite (Teichmller, 1989). Kondisi
subaquatik seharusnya akan diindikasikan oleh kehadiran maseral alginite.
Sementara sporinite dan cutinite mempunyai distribusi yang sama pada batubara
yang terbentuk dari tumbuhan bawah air.
VI
34
3.5.1.2 Mikrolitotip
Maseral dari batubara jarang berdiri sendiri, mereka berasosiasi dengan satu atau
lebih grup maseral lain. Asosiasi ini disebut mikrolitotip. Mikrolitotip dibagi menjadi
tiga grup (Tabel 3.3).
3.5.1.3 Litotip
Humic Coal dibentuk oleh vegetasi yang tumbuh di atas permukaan tanah atau air
(rawa). Tipe Spropelic Coal terbentuk dari akumulasi pengendapan vegetasi yang
mengambang di bawah permukaan air, seperti alga. (Tabel 3.4)
Tabel 3.3 Mikrolitotip batubara (Taylor et. al., 1998)
Monomaseral
Bimaseral
Trimaseral
Mikrolitotip group
Komposisi maseralgroup
Vitrite
V > 95%
Liptite
L > 95%
Inertite
I > 95%
Clarite
Vitrinertite
Durite
Duroclarite
V > I,L
Vitrinertoliptite
L > I,V
Clorodurite
I > V,L
35
Humic Coal
Litotip
Kenampakan makroskopi
Vitrain
Clarain
Durain
Fusain
Cannel coal
Sapropelic
Coal
Bog head coal
3.5.2
Materi Anorganik
Mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineralmineral dan material
anorganik lainnya yang berasosiasi dengan batubara. Secara keseluruhan mencakup
tiga gologan material, yaitu:
1. Mineral dalam bentuk partikel diskrit dan kristalin pada batubara.
2. Unsur atau senyawa anorganik yang terikat dengan molekul organik batubara
dan biasanya tidak termasuk unsur nitrogen dan sulfur.
3. Senyawa anorganik yang larut dalam air pori batubara dan air permukaan.
Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada tumbuhtumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta mineral yang
berasal dari luar rawa atau endapan yang kemudian di transport ke dalam cekungan
pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut
extraneous atau
36
3. Epigenetic minerals
Terbentuk setelah proses konsolidasi batubara oleh kristalisasi dalam rekahan
atau lubang
geotit) jarang ditemukan dalam batubara kecuali pada batubara yang terpengaruh
kondisi oksidasi, mineral berat yang kemungkinannya sangat kecil ditemukan yang
berasosiasi dengan batubara (zirkon, rutil, turmalin, garnet).
Tabel 3.5 Keterdapatan mineral-mineral pada batubara (Taylor et.al, 1998)
Mineral
Keterdapatan*
Mineral Lempung
Illite-Serisit
umum-berlimpah
Montmorilonit
jarang-umum
Kaolinit
umum-berlimpah
Halosit
jarang
Besi Disulfida
Pirit
jarang-umum
Markasit
jarang-umum
Karbonat
Dolomit
umum-sangat
umum
umum-sangat
umum
umum-sangat
umum
jarang-umum
Aragonit
jarang
Siderit
Ankerit
Kalsit
Mineral
Keterdapatan*
Kalkopirit
sangat jarang
Pirhotit
sangat jarang
Fosfat
Apatit
jarang
Fosforit
jarang
Goyasit
jarang
Sulfat
Barit
jarang
Gypsum
sangat jarang
Silikat
Zirkon
jarang
Biotite
sangat jarang
Staurolit
sangat jarang
Witerit
jarang
Turmalin
sangat jarang
Strontianit
jarang
Garnet
sangat jarang
Epidot
sangat jarang
Sanidin
jarang
Oksida
Hematit
jarang
Ortoklas
sangat jarang
Kuarsa
jarang-umum
Augit
sangat jarang
Magnetit
sangat jarang
Amfibol
sangat jarang
Rutil
sangat jarang
Kyanit
sangat jarang
Klorit
jarang
Hidroksida
Limonit
jarang-umum
Garam
Goethit
jarang
Gypsum
Diaspor
jarang
Biskofit
Silfin
jarang
sangat jarangumum
sangat jarangumum
38
Sfalerit
jarang
Kieserit
Galena
jarang
Mirabilit
Milerit
sangat jarang
Melanterit
sangat jarangumum
sangat jarangumum
sangat jarangjarang
sangat jarang
Keramohalit
sangat jarang
Sulfida
Halit
* Proporsi keterdapatan berlimpah sampai umum pada kebanyakan batubara mempunyai kandungan
antara 5% sampai lebih 30% dari komposisi total mineral matter. Sedang klasifikasi jarang sampai
sangat jarang kurang dari 5% dari total mineral matter, akan tetapi juga termasuk beberapa mineral
yang kadang lebih banyak pada sebagian kecil batubara
Elemen jejak merupakan komponen dari mineral yang terdapat dalam batubara,
seperti timbal dalam galena.
Elemen jejak dapat digunakan untuk investigasi geologi, contohnya unsur boron yang
mengindikasikan pengaruh air laut. Selain itu elemen jejak dapat menyebabkan
kesulitan dalam pemanfaatan batubara. Kadar boron yang tinggi tidak cocok untuk
produk reaktor. Sedikit titanium, vanadium dan zinc dalam elektroda dapat
menyebabkan metal yang diproduksi menjadi rapuh.
39