Oleh :
Kgs. M. Rachmadi E.P
(03091402027)
Juldorfer Simanjuntak
(03091402047)
Anda Anggara
(03091402049)
M. Pradichanda Akbar
(03091402051)
M. Imam Naro
(03091402053)
Universitas Sriwijaya
Fakultas Teknik
2013
Batuan Metamorf
Batuan metamorf merupakan batuan asal atau batuan induk baik berupa
batuan beku, batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami
perubahan mineralogi, tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan
temperatur (di atas proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200-350 oC < T <
650-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm < P < 10.000 atm)
Proses metamorfisme tersebut terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih
kurang 3 km 20 km. Winkler (1989) menyatakan bahwasannya proses-proses
metamorfisme itu mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena
pengaruh atau respons terhadap kondisi fisika dan kimia di dalam kerak bumi
yang berbeda dengan kondisi sebelumnya. Proses-proses tersebut tidak termasuk
pelapukan dan diagenesa
Pembentukan Batuan Metamorf
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari proses kimia,
fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya.
Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya,
batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang
dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Jadi batuan metamorf terjadi karena adanya perubahan yang disebabkan
oleh proses metamorfosa. Proses metamorfosa merupakan suatu proses
pengubahan batuan akibat perubahan tekanan, temperatur dan adanya aktifitas
kimia fluida/gas atau variasi dari ketiga faktor tersebut. Proses metamorfosa
merupakan proses isokimia, dimana tidak terjadi penambahan unsur-unsur kimia
pada batuan yang mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 200 0 C
8000 C, tanpa melalui fase cair
Faktor yang mempengaruhi metamorfosa batuan :
Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam sebab,
antara lain oleh adanya pemanasan akibat intrusi magmatit dan perubahan gradien
geothermal. Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan atau
friksi selama terjadinya deformasi suatu massa batuan. Pada batuan silikat batas
bawah terjadinya metamorfosa pada umumnya pada suhu 150 0 C + 500C yang
Table 1 : Diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf secara umum (Gillen,
1982).
Tekstur Palimpset
Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih
bisa diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto.
a. Tekstur Blastoporfiritik: tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang
porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit: sama dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya
sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit: tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang
ukuran butirnya lempung.
batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme berlanjut sering
menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan dan penambahan
ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang berbutir halus ini
dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai kilap sutera pada belahan
permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa tangan secara teliti
kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil licin mencerminkan
permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, kristal
tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai mineral-mineral yang pipih
dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk skistosity yang menyolok.
Batuan ini dinamakan skis, masih bisa dibelah menjadi lembaran-lembaran.
Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat diidentikkan dengan sifat
khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit, atau kordierit. Masih pada
metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity menjadi kurang jelas; batuan terdiri
dari kumpulan butiran sedang sampai kasar dari tekstur dan mineralogi yang
berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan batuannya dinamakan gneis. Kumpulan
yang terdiri dari lapisan yang relatif kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan
kumpulan tersebut terdiri dari mineral yang mengandung feromagnesium (mika,
piroksin, dan ampibol). Komposisi mineralogi sering sama dengan batuan beku,
tetapi tekstur gnessik biasanya menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan
yang cukup orientasi sering ada. Penambahan metamorfisme dapat mengubah
gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini, kumpulan berwarna terang menyerupai
batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya feromagnesium mempunyai aspek
metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya berdasarkan pada
komposisi mineral, seperti: Marmer disusun hampir semuanya dari kalsit atau
dolomit; secara tipikal bertekstur granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik
bertekstur granobastik dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh
rekristalisasi dari batupasir atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan
metamorfik yang lain adalah sebagai berikut:
Amphibolit: Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya
adalah ampibol (biasanya hornblende) dan plagioklas.
Eclogit: Batuan yang berbutir sedang komposisi utama adalah piroksin klino
ompasit tanpa plagioklas felspar (sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet
kaya pyrop. Eclogit mempunyai komposisi kimia seperti basal, tetapi
mengandung fase yang lebih berat. Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
Granulit: Batuan yang berbutir merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa,
felspar, sedikit garnet dan piroksin) mempunyai tekstur granoblastik.