Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Setiap orang tua menginginkan agar anaknya bisa tumbuh sehat. Kondisi
sehat tersebut bisa dicapai jika asupan gizi bisa tercukupi. Kebutuhan gizi yang
dibutuhkan oleh anak-anak harus bisa tercukupi dengan baik dalam masa
pertumbuhan dan perkembangannya untuk menjadi dewasa. Masalah yang sering
timbul dalam pemenuhan gizi tersebut adalah berkurangnya nafsu makan pada
anak. Ada banyak hal yang bisa menyebabkan anak tidak mau makan, antara lain
akibat faktor depresi ataupun adanya penyakit fisik yang timbul (Yoselin, 2008).
Gangguan pada nafsu makan telah menjadi masalah yang sering terjadi
pada anak-anak. Gangguan nafsu makan terjadi pada 25%-45% anak yang
berkembang normal dan 80% pada anak yang terlambat perkembangannya
(Waugh et al., 2010). Gangguan nafsu makan apabila diabaikan secara terusmenerus bisa menyebabkan defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi menyebabkan
terganggunya berbagai kerja normal organ yang dapat memicu gangguan
kesehatan lain yang lebih berbahaya. Gangguan ini juga diikuti dengan penurunan
berat badan yang drastis, dimana pada anak yang memiliki berat badan dibawah
75% berat badan normal akan mengalami gangguan perkembangan dan
osteoporosis dini. Selain itu, defisiensi nutrisi juga dapat menyebabkan adanya
gangguan pada otak dan ganguan sintesis protein fungsional otak, apabila kronik
dapat menjadi atrofi pada otak (DeSocio et al., 2007).

Beberapa tahun belakang ini era back to nature sedang tren di kalangan
global. Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan keanekaragaman hayati dan
warisan budaya tradisional, antara lain budaya secara turun menurun untuk minum
jamu khususnya dalam masyarakat suku Jawa. Tanaman temulawak sering
digunakan dalam ramuan jamu sebagai penambah nafsu makan. Salah satu
penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa kandungan mnyak atsiri
dalam temulawak memiliki sifat choleretic (Sudarsono et al., 1996), yaitu dapat
merangsang

hati

untuk

menghasilkan

empedu

lebih

banyak

sehingga

mempercepat pencernaan dan absorpsi lemak di usus sehingga proses


pengosongan lambung terjadi lebih cepat (Al Imami, 2006).
Tanaman temulawak sebenarnya bisa digunakan secara langsung dengan
pengolahan sendiri sebagai penambah nafsu makan. Namun, kini penggunaan
temulawak sudah banyak diteliti dan dikembangkan sebagai suplemen makanan
untuk meningkatkan nafsu makan terutama bagi anak-anak yang memiliki
ganggunan nafsu makan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek yang terjadi
terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih jantan galur
Wistar yang ditekan nafsu makannya setelah diberi perlakuan kombinasi minyak
atsiri temulawak ke dalam komposisi Emulsi untuk kemudian diujikan pra
kliniknya dengan variasi perbandingan kombinasi yang berbeda-beda. Akan
tetapi, penelitian tentang efek farmakologi temulawak sebagai penambah nafsu
makan banyak dilakukannya terhadap hewan uji dalam kondisi normal atau tidak
mengalami gangguan nafsu makan. Oleh karena itu, pada penelitan ini digunakan
metode baru yaitu dengan menggunakan hewan uji yang sebelumnya ditekan

nafsu makannya dengan dietilpropion HCl kemudian suntikkan secara peroral


kombinasi Emulsi dan minyak atsiri temulawak untuk mengetahui efek
perubahan nafsu makan yang terjadi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dasar ilmiah tambahan untuk
pengembangan temulawak sebagai penambah nafsu makan dan diharapkan
munculnya produk baru dari temulawak sebagai penambah nafsu makan yang
lebih baik efikasi dan keamanannya serta dapat diterima oleh masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian tersebut diperoleh beberapa rumusan masalah sebagai
berikut :
1.

Bagaimanakah pengaruh pemberian kombinasi Emulsi dan minyak atsiri


temulawak terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih
jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl
selama 28 hari perlakuan?

2.

Perbandingan kombinasi Emulsi dan minyak atsiri temulawak manakah


yang paling optimum dalam meningkatkan berat badan, asupan makanan dan
minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya
dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan?

C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi Emulsi dan minyak atsiri
temulawak terhadap berat badan, asupan makanan dan minuman tikus putih
jantan galur Wistar yang ditekan nafsu makannya dengan dietilpropion HCl
selama 28 hari perlakuan
2. Mengetahui perbandingan kombinasi Emulsi dan minyak atsiri temulawak
manakah yang paling optimum dalam meningkatkan berat badan, asupan
makanan dan minuman tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan nafsu
makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari perlakuan.

D. TINJAUAN PUSTAKA
1. Asupan Makanan
a) Lapar dan kenyang
Keinginan terhadap makanan yang berkaitan dengan sejumlah
perasaan objektif disebut dengan lapar. Misalnya, jika timbul perasaan
tercekik atau perih pada lambung dan meyebabkan rasa nyeri yang
dinamakan hunger pangs akibat tidak mendapatkan makanan selama
berjam-jam, lambung mengalami kontraksi ritmik yang kuat dinamakan
kontraksi lapar. Selain hunger pangs, orang yang lapar lebih tegang dan
gelisah daripada biasanya. Sedangkan kenyang adalah kebalikan dari lapar.
Kenyang biasanya terjadi setelah pengisian makanan, terutama jika depot

penyimpanan gizi manusia, yaitu jaringan adiposa dan penyimpanan


glikogen sudah terisi (Guyton & Hall, 1990).
b) Nafsu makan
Istilah nafsu makan sering digunakan sebagai maksud yang sama
dengan lapar tetapi nafsu makan biasanya keinginan hanya pada jenis
makan tertentu, bukannya semua jenis makanan (Guyton & Hall, 1997).
c) Sistem saraf pusat
Hipotalamus memiliki fungsi dalam pengaturan asupan makan
yang dikenal sebagai teori dual center, yaitu terdapat dua area di
hipotalamus yang berperan sebagai pusat lapar dan pusat kenyang (Inui,
2000). Perangsangan terhadap hipotalamus lateral menyebabkan seekor
binatang makan dengan rakus, yang disebut sebagai hiperfagia. Jika inti
ventromedialis hipotalamus dirangsang akan meyebabkan rasa kenyang,
bahkan jika terdapat makanan yang sangat merangsang nafsu makan,
binatang tersebut tetap akan menolak makanan, disebut afagia. Oleh karena
itu, hipotalamus lateral bisa disebut sebagai pusat lapar atau pusat makan,
sedangkan inti ventromedialis hipotalamus sebagai pusat kenyang. Pusat
makan hipotalamus lateral bekerja dengan membangkitkan perangsangan
motorik binatang, khususnya perangsangan emosional untuk mencari
makanan. Sebaliknya, pusat kenyang bekerja terutama memberikan binatang
suatu perasaan kepuasan akan makanan dan akan mengakibatkan
penghambatan pusat makan (Guyton & Hall, 1990).

Banyak di bagian lain di otak sebagai pusat saraf yang merangsang


binatang untuk mencari dan melahap makanan. Contohnya, lesi pada
nukleus paraventrikular sering menyebabkan makan yang berlebihan,
khususnya menyebabkan makan yang mengandung karbohidrat yang
berlebihan. Lesi pada nukleus dorsominal hipotalamus biasanya untuk
menekan makan. Selain itu, pusat yang memainkan peranan penting dalam
pengendalian nafsu makan, yaitu nukleus arkuatus (ARC). ARC menerima
input neural yang berasal dari area di hipotalamus sendiri maupun dari luar
hipotalamus, seperti amigdala (bagian utama dalam sistem saraf olfaktori
yang memiliki daerah yang dapat meningkatkan makan dan daerah lain bisa
menekan makan), batang otak, dan korteks serebri. Di dalam ARC terdapat
dua populasi utama neuron yang mengatur makan yaitu neuropeptida Y
(NPY) dan agouti-related protein (AgRP) sebagai molekul perantara yang
poten untuk meningkatkan nafsu makan. Populasi kedua adalah proopiomelanocortin (POMC) dan cocain-amphetamine related transcript
(CART) yang berfungsi sebagai pengurangan perilaku makan dan
peningkatan laju metabolisme. Ketika salah satu populasi neuron teraktivasi,
makan polpulasi neuron lain akan terinhibisi (Guyton & Hall, 1997; Barsh
& Schwartz, 2002).
d) Sistem perifer
Selain

hipotalamus,

pusat

pengaturan

nafsu

makan

dan

keseimbangan energi juga melibatkan sistem saraf secara luas meliputi


batang otak, korteks serebri, area olfaktori, dan lainnya. Sejumlah input

sinyal perifer yang bisa menghasilkan perilaku makan yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh adalah :
1) Kadar leptin
Sel-sel lemak dalam jaringan adiposa megeluarkan hormon leptin.
Kadar leptin dalam darah menggambarkan jumlah simpanan lemak
trigliserida di jaringan lemak. Semakin banyak cadangan lemak maka
semakin banyak pula leptin yang dilepaskan ke dalam aliran darah.
Karena reseptor leptin banyak di hipotalamus ventromedial (Sherwood,
2001), maka keberadaan leptin akan menyebabkan penekanan keinginan
makan melalui inhibisi terhadap NPY dan stimulasi terhadap POMC dan
CART di ARC (Barsh & Schwartz, 2002).
2) Pemakaian glukosa dan sekresi insulin
Teori glukostatik menyatakan bahwa rasa kenyang yang timbul
oleh peningkatan penggunaan glukosa yang terjadi pada saat makan.
Menurut Guyton (1997) terdapat dua observasi yang menyokong teori
ini, (a) peningkatan kadar glukosa darah meningkatkan aktivitas listrik di
ventromedialis hipotalamus dan menurunkan aktivitas listrik di lateral
hipotalamus, (b) penyelidikan kimia menunjukan ventromedialis
hipotalamus memekatkan glukosa sedangkan daerah lain hipotalamus
tidak dapat memekatkan glukosa.
Hal lain yang berkaitan dengan teori ini adalah bahwa
peningkatan kadar insulin menyebabkan inhibisi terhadap NPY/AgRP
dan menstimulasi POMC. Adanya insulin tersebut akan memyebabkan

penyimpanan glukosa dan menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan


kadar glukosa akan menyebabkan aktivasi NPY di ARC dan timbul
keinginan untuk makan (Bear et al., 2001).
3) Distensi gastrointenstinal
Pengisian lambung dan duodenum menyebabkan rangsangan
reseptor regang (mekanosensori) di akson serat saraf aferen n. vagus.
Sinyal tersebut dibawa ke nukleus traktus solitarius (NTS) di medula
oblongata dan dari NTS ini disampaikan ke pusat pengaturan nafsu
makan hipotalamus dan ke area otak lainnya (Bear et al., 2001).
4) Sekresi kolesitokinin (CCK)
Mukosa

duodenum

pada

saat

mencerna

makanan

akan

mensekresikan hormon gastrointenstinal yaitu kolesitokinin, terutama


oleh adanya lemak. Perangsangan oleh CCK terhadap n. vagus
meyebabkan peningkatan lepas muatan (discharge) n. vagus, kemudian
ditransduksikan sebagai sinyal kenyang di NTS. CCK juga bisa
meningkatkan pelepasan serotonin (5-HT) di hipotalamus yang memiliki
efek menginhibisi asupan makanan (Bear et al., 2001).
5) Pengaruh psikososial dan lingkungan
Pada kenyataannya, perilaku makan paling sering ditentukan oleh
kondisi lingkungan, sosial, dan psikologis yang dapat dikendalikan
secara sadar. Misalnya kebiasaan berapa kali makan dalam sehari, karena
kelezatan makanan disajikan yang dapat meningkatkan/menurunkan

selera, kondisi stres, cemas dan depresi yang mengubah pola makan
(Sherwood, 2001).
6) Hormon ghrelin
Ghrelin pertama kali ditemukan sebagai ligan endogen terhadap
growth hormon secretagogue receptors (GHS-R) yang sangat baik
menstimulasi sekresi GH (Growth Hormone). Ghrelin merupakan peptida
neuroenterik pertama yang diketahui bertindak sebagai molekul
pembawa sinyal lapar dari perifer. Ghrelin diproduksi dan disekresikan
sebesar dua per tiganya oleh X/A-like cells di dalam kelenjar-kelenjar
oxyntic mukosa yang tersebar di lambung (Cowley et al., 2003). Sisanya,
dihasilkan di sekitar ventrikel III dan dalam jumlah sedikit di testis,
plasenta, ginjal, usus halus, pankreas, limfosit dan baian otak lainnya
(Gualillo et al., 2003).
Selain menstimulasi sekresi GH, ghrelin mampu menyebabkan
peningkatan asupan makanan dan mengurangi pemakaian cadangan
lemak. Peningkatan kadar ghrelin menyebabkan meningkatnya ekspresi
mRNA untuk NPY dan AgRP dan menstimulasi pelepasannya (Cowley
et al., 2003). NPY kemudian berikatan dengan reseptor Y1 dan Y5 di
area lateral hipotalamus yang mengakibatkan pengaktivan neuron
melanin-concetrating

hormone

(MCH)

dan

orexin,

kemudian

menimbulkan efek peningkatan nafsu makan (Bear et al., 2001). Ghrelin


juga

menginhibisi

neuron

POMC/CART

sehingga

mengurangi

penghambatannya terhadap nafsu makan (Cowley et al., 2003).

10

2. Temulawak
Temulawak merupakan tanaman yang berasal dari Indonesia,
khusunya Pulau Jawa. Temulawak banyak yang tumbuh liar di bawah hutan
jati, tanah kering, pekarangan, dan padang alang-alang. Untuk memperoleh
hasil optimal, temulawak perlu tanah subur dan berpengairan (Anonim, 2010)

Gambar 1. Tanaman dan rimpang temulawak (Anonim, 2009)

a) Deskripsi tanaman
Perawakan terna berbatang semu, tinggi dapat mencapai 2 m,
berwarna hijau atau coklat gelap, rimpang berkembang sempurna,
bercabang-cabang kuat, berwarna hijau gelap, bagian dalam berwarna
jingga, rasanya agak pahit. Setiap individu tanaman mempunyai 2-9 daun,
berbentuk lonjong sampai lanset, berwana hijau atau coklat keunguan
terang sampai gelap, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai
daun (termasuk helaian) 43-80 cm. Perbungaan berupa bunga majemuk
bulir, muncul diantara 2 ruas rimpang (lateralis), bertangkai ramping, 1037 cm berambut, daun-daun pelindung menyerupai sisik berbentuk garis,
berambut halus, panjang 4-12 cm, berdaun pelindung banyak, panjangnya
melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga, berbentuk bulat telur

11

sungsang (terbalik) sampai bulat memanjang, berwarna merah, ungu atau


putih dengan sebagian dari ujungnya berwarna ungu, bagian bawah
berwarna hijau muda atau keputihan, panjangnya 3-8 cm, lebar 1,5-3,5 cm.
Kelopak bunga berwarna putih berambut, panjang 8-13 mm. Mahkota
bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm, tabung
berwarna putih atau kekuningan, panjang 2-2,5 cm, helaian bunga
berbentuk bulat telur, atau lonjong, berwarna putih dengan ujung berwarna
merah atau merah tua, panjang 1,25-2 cm, lebar 1 cm. Benang sari 6, 5
benang sari menjadi lembaran menyerupai bibir yang berbentuk bulat atau
bulat telur sungsang (terbalik), berwarna jingga dan kadang-kadang pada
tepinya berwarna merah, panjang 14-18 cm, lebar 14-20 mm, benang sari
fertil berwarna kuning muda, panjang 12-16 mm, lebar 10-15 mm, panjang
tangkai sari 3-4,5 mm, lebar, 2,5-4,5 mm, kepala sari berwarna putih,
panjang 6 mm. Tangkai putik panjang 3-7 mm. Buah berambut, panjang 2
cm (Anonim, 2010).
b) Klasifikasi
Klasifikasi tanaman temulawak dalam sistematika tumbuhan adalah
sebagai berikut (Backer & Van Den Brink, 1968) :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Zingiberales

12

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Curcuma

Spesies

: Curcuma xanthorrhiza Roxb.

c) Nama daerah
Koneng gede (Sunda), Temulawak (Jawa), Temu latah, Temulabak
(Madura), Temu bersa (Melayu), Temuraya (Sunda) (Heyne, 1987).
d) Kandungan Kimia
Kandungan pati pada rimpang temulawak sebesar 41,45%,
sedangkan komponen aktifnya kurkumin 2,24% dan kadar minyak atsiri
3,81% (Hayani, 2006). Selain itu, juga mengandung xantorizol, dan
kurkuminoid (Anonim, 2010). Menurut Agusta (2000) dalam rimpang
temulawak (segar) mengandung minyak atsiri dengan komposisi sebagai
berikut :
Tabel 1. Komposisi kandungan minyak atsiri rimpang temulawak segar
(Agusta, 2000)
-Pinen
Kamfen

0,65%
1,98%

-Pinen

0,34%

-Mirsen
Limonen
-Linalool
DL-Kamfor
Isoborneol
Borneol
-Elemen

0,48%
3,32%
0,30%
11,29%
1,02%
0,56%
0,74%

-Zingiberen

1,41%

Isokariofilen
-Farnesen

0,61%
2,44%

-Kurkumen
S-(R,S)-5-(1,5-Dimetil-4-heksenil-2metil-1,3-siklohesadien
(+) Sativen
Germakren
-Farnesen
(E,E)
10-(1-Metiletenil)-3,7sikloheksadien-1-on
Xanthorizol

17,68%
2,22%
20,88%
0,71%
5,98%
1,34%
3,03%
2,77%
1,66%
2,03%
0,41%
0,41%
7,47%

13

e) Khasiat
Secara tradisional, rimpang temulawak digunakan sebagai peluruh
batu empedu, pelancar ASI, pelancar pencernaan, penurun panas, peluruh
batu ginjal, menurunkan kolesterol, anti jerawat, dan penambah nafsu
makan (Sudarsono et al., 1996). Selain itu, juga bisa mengobati sakit kulit
dan bisul, cacar air, nyeri haid, nyeri sendi (Anonim, 2010).
f)

Penelitian tentang temulawak yang pernah dilakukan


Terdapat penelitian yang melaporkan bahwa cairan infusa
temulawak yang diberikan pada dosis rendah berulang kali akan
mempercepat kerja usus halus. Sedangkan, pada dosis besar akan
menghambat atau menghentikan kerja usus halus hewan uji. Pada hewan
uji menggunakan anjing menunjukkan bahwa kandungan temulawak
mempunyai sifat merangsang produksi empedu dan sekresi pankreas.
Kurkumin dan minyak atsiri temulawak memiliki efek sinergis (Sudarsono
et al., 1996).
Penelitian lain tentang uji farmakologi efek penambah nafsu makan
dari temulawak, bahwa campuran ekstrak temu hitam dan temulawak
memiliki efek yang lebih besar dibandingkan bentuk tunggalnya dari harga
PKBP setelah pemberian campuran suspensi ekstrak temulawak dan temu
hitam. Campuran ekstrak tersebut juga memberi pengaruh pada jumlah
asupan pakan dari tikus uji (Ardhiani, 2005). Kombinasi dari temulawak
dan kencur pada sepuluh hari pertama perlakuan dibanding dengan

14

pemberian terpisah dan pada dosis terendah merupakan dosis efektif


kombinasi temulawak dan kencur, yakni 8,45 mg/kg BB (Puryanto, 2004).

3.

Emulsi
a. Komposisi tiap 1 sendok makan :
Per 15 mL mengandung minyak ikan kod 7.5 mg, ekstrak curcuma 10 mg,
Arachidonic Acid (AA) 15 mg, DHA 10 mg, Fructooligosaccharides
(FOS) 500 mg, Kalsium hipofosfit 500 mg, vitamin D 100 IU,
dexpanthenol 3 mg, vitamin A 850 IU, vitamin B1 3 mg, vitamin B2 2 mg,
vitamin B6 5 mg, vitamin B12 5 mcg, jus jeruk.
b. Indikasi :
Membantu memenuhi kebutuhan vitamin pada masa pertumbuhan,
membantu memperbaiki nafsu makan, membantu memelihara daya tahan
tubuh.
c. Takaran Pemakaian :
Dewasa

: sehari 3 x 1 sendok makan

Anak-anak : 6-12 tahun, sehari 2 x 1 sendok makan


1- 6 tahun, sehari 1 x 1 sendok makan
6 bulan - 1 tahun, sehari 1 x sendok makan
d. Sediaaan

: dus/botol 120 ml, 175 ml, 200 ml

15

4. Dietilpropion HCl

Gambar 2. Struktur dietilpropion HCl (Anonim, 2007)

Dietilpropion HCl adalah golongan amin simpatomimetik yang


memiliki aktivitas farmakologis yang mirip dengan penggunaan obat untuk
penderita obesitas, yaitu amfetamin (Anonim, 2007). Dietilpropion HCl atau
N-(1-benzoyl-ethyl)-NN-diethylammonium chloride (IUPAC) yang memiliki
rumus molekul C13H19NO, HCl dengan berat molekul 241,8 sangat mudah larut
dalam aquadest, etanol 96%, dan kloroform, praktis tidak larut di dalam eter.
(Anonim, 1980).
Dietilpropion HCl ini digunakan untuk penderita obesitas eksogen
sebagai terapi tambahan untuk penggunaan jangka pendek dalam menurunkan
berat badan berdasarkan pembatasan jumlah kalori (Anonim, 2006).
Mekanisme aksinya mirip seperti penekan nafsu makan lainnya seperti
dextroamfetamin tetapi kekuatannya 6-11 kali lebih lemah jika diberika secara
peroral (Miller, 2002). Dietilpropion HCl yang merupakan derivat amfetamin
ini menstimulasi neuron untuk melepaskan sejumlah kelompok partikel
neurotransmiter yang tinggi dikenal sebagai katekolamin (termasuk dopamine
dan norefenefrin), kadar yang tinggi dari katekolamin ini akan memberikan
sinyal untuk menekan lapar dan nafsu makan. Selain itu, juga bisa secara tidak
langsung memberikan pengaruh pada kadar leptin di otak. Secara teori,

16

dietilpropion HCl bisa meningkatkan kadar leptin yang memberikan sinyal


kenyang, serta meningkatkan kadar katekolamin yang ikut bertanggung jawab
untuk menghentikan aksi neurotransmiter lain yaitu NPY yang memiliki efek
untuk memulai makan, mengurangi pengeluaran energi, dan meningkatan
penimbunan lemak (Anonim, 2006).
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap dietilpropion HCl antara
lain, pasien yang menerima terapi dietilpropion HCl selama dua minggu, bisa
mengurangi keinginan terhadap kokain. Selain itu, disebutkan bahwa terapi
dietilpropion HCl pada pasien arthritis bisa meningkatkan kenyamanan, tetapi
tidak meningkatkan penggunaan sendi yang sakit (Anonim, 2006). Pada uji
klinik yang dilakukan oleh Cercato et al. (2009) pada penggunaan dietilpropion
HCl 50 mg dalam tablet BID sustained-relesae selama satu tahun dapat secara
efektif menurunkan berat badan kurang lebih 3,0 kg dibandingkan dengan
plesebo, tetapi meliki efek samping berupa mulut kering dan insomnia.

5. Olanzapin

Gambar 3. Struktur olanzapin (Anonim, 2005)

17

Olanzapin adalah derivat dari thienobenzodiazepine dengan nama 2methyl-4-(4-methyl-1-piperazinyl)-10H-thienol[2,3b][1,5]benzodiazepine


(IUPAC) (Patel et al., 2010) dan memiliki rumus molekul C17H20N4S dengan
berat molekul 312,44 (Anonim, 1996). Indikasi penggunaan obat ini untuk
pengobatan akut dan terapi skizofernia, serta gangguan psikotik terkait
(Anonim, 2005). Olanzapin memiliki afinitas yang tinggi dengan reseptor
serotonin (5-HT2A, 5-HT2C), dopamine (D1- D4), muskarinik (M1-M5), 1adrenergik dan histaminergik (H1) (Patel et al., 2010).
Pada penggunaan jangka panjang, olanzapin dapat memengaruhi
disregulasi metabolit sampai gangguan jantung dan kematian dini, tetapi dalam
penggunaan jangka pendek bisa menyebabkan kenaikan berat badan. Pada
penelitian

subkronik

olanzapin

dalam

menginduksi

hiperfagia

dan

meningkatkan berat badan menggunakan tikus betina, disebutkan bahwa


olanzapin dapat meningkatkan ekspresi mRNA dalam menghasilkan NPY dan
AgRP, serta menurunkan ekspresi POMC di ARC (Farno et al., 2011).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Schellekens et al. (2011), penggunaan
olanzapin secara kronis berhubungan dengan peningkatan berat badan oleh
asupan makan, simpanan lemak, dan kadar leptin pada tikus betina galur
Sprague-Dawle. Pada peneltian kronis, pemberian olanzapin dosis 2 mg/kg
pada tikus betina dan 4 mg/kg pada tikus jantan terjadi peningkatan GHS-R.

18

6. Minyak Atsiri
Minyak atsiri disebut juga minyak essensial karena minyak atsiri
mewakili bau dari tanaman asalnya. Selain itu, minyak ini juga kerap disebut
minyak menguap (volatile oil) atau minyak eteris karena pada suhu biasa (suhu
kamar) mudah menguap di udara terbuka (Gunawan & Mulyani, 2004).
Dalam tanaman, minyak atsiri memiliki fungsi antara lain, membantu
proses penyerbukan dengan menarik berbagai hewan dan serangga, mencegah
kerusakan tanaman oleh hewan atau serangga, dan sebagai cadangan makanan
dalam tananaman (Ketaren, 1985).
Pada dasarnya, minyak atsiri mengandung campuran senyawa kimia
yang kompleks, tetapi biasanya tidak melebihi 300 senyawa. Beberapa jenis
minyak atsiri memiliki kandungan senyawa terpena dan fenilpropena dalam
porsi besar yang biasanya menentukan aroma minyak atsiri tersebut, tetapi jika
kehilangan satu prosentase yang kecil pun dapat memungkinkan perubahan
aroma pada minyak atsiri tersebut. Tipe senyawa organik lainnya yang
mungkin terkandung dalam minyak atsiri, seperti hidrokarbon, alkohol, oksida,
ester, aldehida, dan eter (Agusta, 2000).
Meskipun telah diketahui bahwa minyak atsiri terdiri dari berbagai
komponen campuran senyawa, Guenther (1948), menyebutkan bahwa
komponen tersebut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok besar yaitu :
a. Terpen, yang berhubungan dengan isopren atau isopentana,
b. Persenyawaaan berantai lurus, tidak berantai cabang,
c. Turunan benzena,

19

d. Bermacam-macam persenyawaan lain.


Berdasarkan perbedaan komponen penyusun yang bertanggung jawab
terhadap bau dan aroma yang berkarakteristik serta sifat fisika dan kimianya,
maka minyak atsiri dibagi dalam beberapa golongan (Gunawan & Mulyani,
2004), yaitu:
a. Minyak atsiri hidrokarbon, komponen penyusun terbesarnya terdiri dari
senyawa-senyawa hidrokarbon. Contoh: minyak terpentin
b. Minyak atsiri alkohol, yang digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu alkohol
asiklis, alkohol monosiklis, dan alkohol disiklis. Contoh: minyak pipermen
c. Minyak atsiri fenol, contoh: minyak cengkeh
d. Minyak atsiri eter fenol, contoh: minyak adas
e. Minyak atsiri oksida, minyak kayu putih
f. Minyak atsiri ester, contoh: minyak gondopuro.
Memperoleh minyak atsiri bisa dilakukan dengan berbagai metode yang
lazim digunkan sebagai berikut (Gunawan & Mulyani, 2004):
a. Metode penyulingan terhadap bagian tanaman yang mengandung minyak.
Penggunaan metode ini berdasarkan pada pemanfaatan perbedaan titik
didih.
b. Metode penyarian dengan menggunakan pelarut penyari yang cocok.
Penggunaan metode ini berdasarkan pada pemanfaatan perbedaan kelarutan.
Minyak atsiri sangat mudah larut di pelarut organik dan tidak larut dalam
air.

20

c. Metode pengepresan biasanya hanya dilakukan terhadap simplisia yang


mengandung minyak atsiri dalam kadar yang besar.
d. Metode perlekatan bau dengan menggunakan media lilin atau bisa disebut
juga metode enflurage. Metode ini menggunakan manfaat aktifitas enzim
yang diyakini masih terus aktif selama sekitar 15 hari sejak bahan minyak
atsiri dipanen.

7. Destilasi Minyak Atsiri


Menurut Guenther (1948) pada dunia industri minyak atsiri ada tiga
macam penggolongan metode destilasi yang biasa dilakukan, yaitu:
a. Penyulingan dengan air (water distillation)
Pada metode ini bahan yang akan disuling akan kontak langsung
dengan air. Bahan yang cocok digunakan pada metode ini adalah bahan
yang telah dihaluskan dan untuk bunga yang mudah menggumpal jika
terkena uap panas langsung, tetapi kurang baik untuk menyuling bahan yang
mengandung konstituen yang dapat disabunkan dan larut dalam air atau
bertitik didih tinggi. Suhu pada ketel 100C dengan tekanannya 1
atmosfer, suhu dalam ketel jangan sampai terlalu panas dan air yang
menguap harus diganti secara kontinyu. Rendemen minyak atsiri yang
dihasilkan relatif rendah akibat proses hidrolisa (terutama minyak yang
berkadar ester tinggi) dan juga karena minyak yang bertitik didih tinggi
tertinggal dalam air yang terdapat dalam ketel. Sedangkan, mutu minyak

21

yang didapat tergantung perlakuan, peristiwa gosong harus dihindari


terutama penyulingan yang dilakukan dengan api langsung.
b. Penyulingan dengan air dan uap air (water and steam distillation)
Pada metode ini bahan diletakkan diatas rak-rak atau saringan
berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak
jauh di bawah saringan. Bahan yang cocok digunakan pada metode ini
berupa rumput dan daun-daunan. Ukuran dari bahan juga harus seragam dan
tidak terlalu halus. Suhu pada ketel 100C dengan tekanannya 1 atmosfer.
Rendemen minyak atsiri cukup tinggi jika tidak terjadi pendinginan yang
tidak berlebihan dan penggumpalan bahan yang akan mencegah penetrasi
uap melalui seluruh bagian bahan. Mutu minyak yang dihasilkan biasanya
juga baik karena proses hidrolisa terjadi agak lambat, kecuali suhu ketel
terlalu tinggi dan perpanjangan waktu penyulingan, serta jika kondensat uap
kembali ke dalam ketel.
c. Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
Prinsipnya sama dengan penyulingan air dan uap air, kecuali tidak
adanya air yang diisikan dalam ketel, tetapi menggunakan uap jenuh atau
uap kelewat panas pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui
pipa uap berlingkar dan berpori yang terletak di bawah bahan dan uap
bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan. Bahan yang
cocok digunakan pada metode ini adalah bahan yang akan membentuk jalur
uap, seperti biji, akar, dan kayu. Rendemen minyak yang dihasilkan juga
bisa tinggi jika bahan dirajang dengan baik, diisi rata, dan kondisi

22

penyulingan baik. Mutu minyak yang dihasilkan juga baik, jika proses
penyulingan dilakukan dengan baik.

8.

Kromatografi Lapis Tipis


Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan
fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar &
Rohman, 2007). Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara
mengotak-atik secara langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat
utama yang terlibat adalah (1) kecenderungan molekul untuk melarut dalam
cairan (kelarutan), (2) kecenderungan

molekul untuk melekat pada

permukaan serbuk halus (adsorbsi, penjerapan), dan (3) kecenderungan


molekul untuk menguap atau berubah dalam keadaan uap (keatsirian). Pada
pemisahan kromatografi, campuran yang akan dipisahkan ditempatkan dalam
keadaan

sedemikian

rupa

sehingga

komponen-komponennya

harus

menunjukkan dua dari ketiga sifat tersebut (Gritter et al., 1991).


Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi serapan,
tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah
dilapisi air dari udara (Sudjadi, 1988).
Cara penggunaan metode KLT adalah dengan menotolkan larutan
cuplikan dalam pelarut yang mudah menguap di fase diam dengan
menggunakan pipet. Bila noda telah kering plat diletakkan secara vertikal
dalam benjana yangs sesuai dengan tepi bagian bawah dicelupkan dalam fase
gerak yang digunakan, kemudian pemisahan kromatografi penaikan akan

23

terjadi. Pada kahir pengembangan, pelarut dibiarkan menguap dari plat dan
noda-noda yang terpisah dilokalisir dan diidentifikasi (Sastrohamidjojo,
2005).
Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan
sebagai faktor retensi (Rf) :
Rf =
Harga Rf juga merupakan subjek terhadap beberapa pengaruh, seperti macam
penyerap, ketebalan, metode arah pengembangan, kadar dan jumlah cuplikan,
dan juga jarak yang ditempuh bercak (Sudjadi, 1988).

9.

Gas Chromatography Mass Spectrophotometry (GC-MS)


Kromatografi gas (KG) merupakan teknik pemisahan yang mana
solut-solut

yang mudah menguap bermigrasi

melalui

kolom

yang

mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Kegunaan umum KG adalah untuk melalukan pemisahan
umum dan identifikasi semua jenis senyawa organikyang mudah menguap
dan untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantatif senyawa dalam suatu
campuran (Gandjar & Rohman, 2007).
KG merupakan metode yang tepat dan cepat untuk memisahkan
campuran yang sangat rumit (bisa mengandung 500-1000 komponen).
Komponen campuran dapat diidentifikasi dengan menggunakan waktu tambat
(waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu retensi adalah

24

waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom
(Gritter et al., 1991).
Sistem KG memerlukan sistem yang tertutup sempurna kecuali tempat
keluarnya gas. Gas pembawa dari tangki bertekanan, mengalir melalui
pengatur tekanan yang mengatur kecepatan alir gas dalam alat tersebut.
Cuplikan dimasukkan dalam suatu alat pemanas melalui sekat karet silikon
dengan syringe jika cuplikan berupa cairan, atau jika cuplikan berupa gas
digunakan katup khusus untuk cuplikan tersebut. Dari sini gas pembawa
membawa cuplikan melaui kolom dimana mereka dipisahkan dan kemudian
melalui detektor yang mengirim syarat ke pencatat. Kolom perlu dipanasi
pada suhu tertentu, demikian juga tempat injeksi dan detektor.
Detektor pada KG termasuk detektor deferensial, artinya respon yang
keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju
aliran massa komponen yang teresolusi. Detektor KG juga bisa digabung
dengan

instrumen

multipleks

lainnya

seperti

GC/FT-IR/MS,

maka

kromatogram yang dihasilkan juga dalam bentuk berbeda (Gandjar &


Rohman, 2007).
Spektrometri massa adalah teknik yang sesuai dalam menimbang
molekul dan mengidentifikasi hal-hal yang belum diketahui, misalnya
struktur molekul. Prinsip spektrometri massa berdasarkan pada gerakan
partikel bermuatan yang disebut ion dalam medan listrik atau magnet. Ion-ion
molekuler, ion-ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh
pembelokan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa

25

dan muatan mereka, dan menimbulkan arus (arus ion) pada kolektor yang
sebanding dengan limpahan relatif mereka. Spektrum massa ialah gambaran
antara

limpahan

relatif

lawan

perbandingan

massa/muatan

(m/e)

(Sastrohamidjojo, 1991).
Salah contoh pengaplikasian spektrofometri massa ini adalah cara
memasukkan sampel ke dalam spektrofometri massa melaui metode
kromatografi gas. Campuran yang kompleks dipisahkan oleh kromatografi
gas dan spektrofotemetri massa digunakan untuk mengidentifikasi dan
menentukan masing-masing komponen (Van Bramer, 1997)

26

E. LANDASAN TEORI
Dalam komposis dari Emulsi terdapat kandungan ekstrak temulawak 10
mg. Telah disebutkan menurut Hayani (2006) dan Agusta (2000) bahwa di dalam
rimpang temulawak memiliki kandungan penting berupa minyak atsiri. Minyak
atsiri tersebut memiliki sifat choleretic (Sudarsono et al., 1996). Kandungan
minyak atsiri inilah yang dipercaya bisa meningkatkan nafsu makan karena
merangsang hati

untuk memacu

pengeluaran cairan

empedu

sehingga

mempercepat pencernaan dan absorbsi lemak di usus sehingga prosees


pengosongan lambung terjadi lebih cepat (Al Imami, 2006). Namun demikian,
ekstrak yang hanya 10 mg tanpa disebutkan persentase minyak atsiri menjadi
sumber keraguan akan efek farmakologinya. Kombinasi dengan minyak atsiri
temulawak yang akan lebih mendukung efek farmakologinya.

F. HIPOTESIS
Pemberian kombinasi Emulsi dan minyak atsiri temulawak dapat
meningkatkan nafsu makan pada tikus putih jantan galur Wistar yang ditekan
nafsu makannya dengan dietilpropion HCl selama 28 hari dilihat dari parameter
purata kenaikan berat badan per tujuh hari, asupan makanan dan minuman per
tujuh hari.

Anda mungkin juga menyukai