Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

I.1

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An.Kholil

Umur

: 10 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

:-

Alamat

: Dadapan, Kendal

Tanggal masuk

: 26 - 02 2014

No.RM
I.2.

:-

ANAMNESIS
a. Keluhan utama

: Nyeri Perut

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
Pada saat diperiksa pasien Nyeri perut dirasakan pada seluruh bagian
perut. Sebelumnya pasien MRS di RSUD dengan keluhan nyeri perut pada
tanggal 18 -02-2014. Kemudian pasien menjalani operasi. Diagnosis post
operatif adalah Peritonitis generalisata e.c App Perforasi. Pasien kemudian
KRS pada tanggal 22 -02 -2014.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat sakit serupa sebelumnya negatif.

Riwayat operasi laparotomi pada tanggal 18-2-2013

d. Riwayat Penyakit Keluarga


-

I.3

Keluarga dengan keluhan serupa disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan Umum

: Baik

2. Kesadaran

: Compos mentis

3. Vital Sign

: T : 120 mmHg-120/80

N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
S : 36C
4. Pemeriksaan Kepala
Kepala

: Tidak ada bekas luka.

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,


pupil isokor, refleks pupil baik, tidak ada
eksoftalmus.

Telinga

: Simetris, discharge tidak ada.

Hidung

: Deviasi septum tidak ada, discharge tidak ada.

Mulut

: Bibir tidak kering, tidak anemis, lidah tidak


kotor, tidak hiperemis, tidak tremor, faring tidak
hiperemis.

5. Pemeriksaan Leher
Inspeksi

: Trachea di tengah

Palpasi

: Kelenjar tyroid tidak membesar

6. Pemeriksaan Thorak
Paru-paru
Inspeksi

: Simetris,

inspirasi

>

ekspirasi,

retraksi

intercostal (-), ketinggalan gerak saat bernafas


(-), tremor (-), bekas luka (-).
Palpasi

: Vokal fremitus kanan kiri sama.

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru, suara tambahan


tidak ada.

Auskultasi

: Vesikuler

seluruh

lapangan

paru,

suara

tambahan tidak ada.


Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat.

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada SIC V LMC sinistra


tidak kuat angkat, tidak ada thrill.

Perkusi

: Batas atas kiri SIC II LSB


Batas atas kanan SIC II RSB
Batas bawah kiri SIC V LMC sinistra
Batas bawah kanan SIC IV RSB

Auskultasi

: S1 > S2 reguler di apex, suara tambahan bising


(-), gallop (-).

7. Abdomen
Status lokalis
8. Ekstremitas
Superior

: Tidak ada atrofi, tidak ada tumor, tonus otot


cukup.

Inferior

: Tidak ada atrofi, tidak ada tumor, tidak ada


udem, tonus otot cukup.

9. Costovertebra

: Tidak ada kifosis, tidak ada lordosis, tidak ada


skoliosis, tidak ada nyeri ketok.

B. Status Lokalis

: Abdomen

Inspeksi

: Dinding perut lebih tinggi dari dinding dada

Palpasi

: Supel, Nyeri tekan (+)

Hepar/lien tak teraba


Tidak teraba masa tumor

I.

Perkusi

: Hipertimpani (-)

Auskultasi

: peristaltik (+), 20x/mnt

Rectal touche

: Tidak dilakukan

DIAGNOSIS KERJA
- Susp. Ileus obstruktif ec. Susp. Perlengketan

II.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : Pemeriksaan laboratorium dan darah rutin

Hb

: 13,9 gr%

AL

: 12.02 rb/ul

AE

: 4,81t/ul

AT

: 474 rb/ul

HMT

:38,1 %

Lymposit

: 20,4%

LED

: 67-84

III. TERAPI
Konservatif :
- pasang infus ( ringer laktat, D5%, 1:2, 20 tpm)
- pasang kateter ( balance cairan )
- Awasi vital sign
- Puasa
- NGT untuk dekompresi
- Obat

Inj. cefotaxim

3x1

Inf. Ciprofloksasin

3x1

Inj. Midazolam

1x1

Inj. Sulfas Atropin

1x1

Operatif :
- pro laparotomi Explorasi Darurat
Diagnosis post operatif : Volvulus e.c band pada ileum
IV.

PROGNOSIS
Umumnya baik, tergantung dari penyakit yang mendasari.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap
usus itu sendiri,

mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan

mesenterium itu sendiri sebagai aksis longitudinal. Volvulus terjadi diberbagai


tempat di saluran pencernaan. Insidensi volvulus di dunia bervariasi, dengan
kejadian volvulus usus besar berkisar 1-5% dari seluruh penyebab obstruksi
letak rendah. Di dunia bagian barat, populasi volvulus usus besar 80% adalah
volvulus sigmoid, diikuti dengan volvulus sekum sebanyak 15%, kolon
transversal

3% dan fleksura splenik (kolon antara bagian transversal dan

asending) 2%. Kondisi ini juga serupa dengan kondisi di daerah Afrik, Asia
bagian selatan dan Amerika selatan. Di daerah "volvulus belt" di Afrika dan
Timur Tengah, kejadian volvulus bahkan mencapai 50% dari penyebab obstruksi
usus besar. Volvulus lainnya dapat terjadi di gaster dan midgut.1
Volvulus lebih sering terjadi pada anak yaitu akibat abnormalitas
mesenterium yang terlalu panjang, dengan basis yang sempit, usus yang tidak
terfiksasi dengan baik dan malrotasi saat masa embriologi. Volvulus banyak
menyerang usia neonatus 68-71%. Infant dengan malrotasi, sebanyak 40%
bermanifestasi klinis saat minggu pertama kelahiran, 50% pada bulan pertama,
sisanya bermanifestasi lebih dari 1 bulan.1,2
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh adanya volvulus tergantung dari
letak volvulus, namun secara umum gejala yang ditimbulkan diantaranya adalah
gejala obstruksi saluran cerna berupa nyeri perut, muntah, distensi abdomen, dan
ketidakmampuan flatus serta buang air besar. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya distensi abdomen dan terkadang teraba massa akibat penumpukan
makanan. Gejala klinis tidak terlalu khas untuk mendiagnosis sehingga
diperlukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan radiologi untuk
menegakan diagnosis volvulus.1,2
Volvulus merupakan salah satu kegawatan pada bayi dan anak. Volvulus ini
dapat menyebabkan oklusi terhadap proksimal usus dan obstruksi didalam
segmen tersebut (closed loop obstruction) serta berujung kepada strangulasi dan

nekrosis jaringan usus bila tidak tertangani segera. Oleh karena itu volvulus
merupakan salah satu kegawatdaruratan abdomen karena menimbulkan obstruksi
pada saluran cerna yang akan diikuti dengan komplikasi berupa perforasi,
peritonitis, sepsis hingga syok hipovolemia. 1,2
B. Tujuan
Mengetahui

mengenai

defisini,

etiologi,

klasifikasi,

patofisiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis volvulus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus terhadap
usus itu sendiri,

mengelilingi mesenterium dari usus tersebut dengan

mesenterium itu sendiri sebagai aksis longitudinal sehingga menyebabkan


obstruksi saluran cerna.2
B. Tinjauan Anatomi
Dalam permulaan perkembangannya, saluran cerna hanya berupa suatu
tabung sederhana dengan beberapa benjolan. Bakal lambung, pada saat ini,
berupa suatu pelebaran kerucut, sedangkan bakal sekum ditandai dengan
pelebaran yang asimetris. Pada usia janin bulan kedua dan ketiga, terjadi suatu
proses yandapat menimbulkan cacat bawaan pada bayi dikemudian hari.
Intestinal fetal mengalami perkembangan yang pesat saat kehamilan umur 4-8
minggu. Arteri mesenterika superior yang berfungsi memperdarahi usus halus
dan kolon proksimal berperan sebagai aksis rotasi. Usus tumbuh dengan cepat,
memperluas diri dan berada dalam tali pusat (umbilical coelom) serta
membentuk umbilical loop. Masih dalam perkembangan awal, umbilical loop
diposisikan dengan arah sagital (Gambar 2.1). Pada perkembangan berikutnya,
dapat terbentuk suatu duktus omfalomesenterik yang jika tidak terkonstriksi
akan menjadi kelainan Divertikulum Meckels.2,3,4
Sewaktu memanjang dan bergerak di umbilical ceolom, umbilical loop
berotasi sebanyak 90 searah jarum jam, sehingga umbilical loop berada di
posisi horizontal. Kira-kira minggu ke-5 dan 6, Umbilical loop terus memanjang
hingga mencapai panjang maksimum (Gambar 2.2). Kelainan kongenital yang
dapat terbentuk adalah omfalokel atau hernia umbilikalis. 3

Gambar 2.1

Fase embriologi 3 : (1) bakal lambung, (2) mesenterium, (3)


peritoneum parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus
omfalomesenterika, (6) sekum.

Kemudian, sewaktu usus menarik diri masuk kembali ke rongga perut yang
didahului intestinal loop, duodenum, dan sekum berputar di dorsal arteri dan
vena mesenterika superior, sedangkan sekum memutar di ventralnya, sehingga
kemudian sekum terletak di fosa iliaka kanan, dan dikelilingi oleh kolon yang
membentang horizontal dan kolon desenden. Putaran atau rotasi dengan arah
berlawanan jarum jam yang terbentuk sudah melebihi 180.

Gambar 2.2

3,4

Fase embriologi3 ; Umbilical loop terus memanjang: (1)


lambung, (2) mesenterium, (3) peritoneum parietal, (4)
intestinal loop, (5) duktus omfalomesenterika, (6) sekum.

Setelah Intestinal loop kembali ke rongga perut, rotasi terus berlanjut,


melebihi 270, kira-kira minggu ke-9 hingga 11, sehingga mesenterium juga
berotasi dan akan berpindah kebagian inferior duodenum dan usus halus
(Gambar 2.3).3
Gangguan perkembangan selama minggu ke-10 atau 11 akan mengakibatkan
kelainan yang ditandai dengan misalnya, tidak terbentangnya mesenterium pada
dinding belakang, atau sekum tidak berada di kanan bawah perut melainkan
lebih jauh ke kranial atau sekum ada di tempat normal, tetapi tidak stabil dan
tidak terpancang (disebut dengan sekum mobile atau mudah digerakan). Hal ini
disebabkan oleh malrotasi atau non rotasi dari pertumbuhan dan perkembangan
intestinal loop.3,4,5
7

Gambar 2.3

Fase embriologi3 ; Intestinal Loop telah masuk ke rongga perut,


terus memanjang dan berkembang serta berotasi hingga putaran
lengkap 270: (1) lambung, (2) mesenterium, (3) peritoneum
parietal, (4) intestinal loop, (5) duktus omfalomesenterika, (6)
sekum.

C. Etiologi dan Klasifikasi


Volvulus merupakan puntiran usus dengan mesenterium sebagai aksis
putarannya dan dapat terjadi diberbagai tempat di saluran pencernaan. Volvulus
diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya. Kasus volvulus sebagian besar
terjadi akibat abnormalitas saluran cerna saat proses embriologi dan kasus
banyak ditemukan pada anak. Namun kasus volvulus juga dapat ditemukan pada
orang dewasa dengan etiologi dan faktor resiko yang berbeda.
C.1 Volvulus Gaster
Volvulus gaster merupakan kasus yang jarang terjadi, namun merupakan
salah satu kasus kegawatan karena menyebabkan inkarserata dan strangulasi.
Volvulus gaster oleh Singleton diklasifikasikan berdasarkan aksis putaran
volvulus tersebut yaitu : 6
1. Organoaksial
Gaster
berotasi

mengelilingi

aksis

yang

menghubungkan

gastroesofageal junction dan bagian antrum pilorus berotasi kearah yang


berbeda dengan rotasi bagian fundus. Volvulus gaster jenis ini lebih
sering didapatkan dibandingkan kasus jenis mesenterikoaksial, yaitu
59% dari seluruh kasus volvulus gaster. Volvulus gaster tipe
organoaksial berhubungan dengan defek diafragmatika. Komplikasi
berupa inkarserasi dan strangulasi lebih sering dijumpai pada tipe ini. 6,7,8
2. Mesenterikoaksial
Pada tipe mesenterikoaksial, antrum pilorus berotasi kearah anterior dan
superior sehingga permukaan posterior gaster berada di anterior.
Volvulus gaster tipe ini tidak berhubungan dengan defek diafragmatika
dan jarang menimbulkan komplikasi strangulasi, sehingga lebih sering
bersifat kronis.6,7,8
8

3. Kombinasi
Tipe kombinasi antara organoaksial dan mesenterikoaksial jarang
ditemukan.6

Gambar 2.4 Volvulus gaster tipe organoaksial (gambar kiri) dan tipe
mesenterikoaksial (gambar kanan)7
Etiologi dari volvulus gaster diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya,
yaitu idiopatik (tipe 1) dan kongenital (tipe2). Tipe 1 atau tipe idiopatik lebih
sering terjadi dibandingkan tipe 2, yaitu sebanyak 2 dari 3 kasus dan lebih sering
terjadi pada orang dewasa. Tipe ini terjadi oleh karena abnormalitas kelenturan
dari ligamen gastrosplenik, gastroduodenal, gastrofrenik dan gastrohepatik.
Abnormalitas ini menyebabkan bagian cardia dan pilorus gaster menjadi dekat
ketika gaster penuh dengan makanan, sehingga mempermudah terjadinya
volvulus.6
Tipe 2 atau tipe kongenital disebabkan oleh defek kongenital berupa defek
pada diafragmatika 43%, ligamen 32%, perlekatan abnormal 9%, asplenisme
5%, malformasi usus kecil dan usus besar 4%, stenosis pilorus 2%, distensi
kolon 1% dan atresia rektal 1%. Penyebab kelainan neuromuskular seperti
poliomielitis juga beresiko terhadap terjadinya volvulus gaster.6
C.2 Volvulus Midgut
Midgut merupakan bagian embriologis yang kemudian menjadi duodenum,
jejunum, ileum, sekum, apendiks, kolon asending, kolon bagian fleksura hepatik
dan kolon transversal pada manusia pasca lahir. Volvulus midgut merupakan
keadaan yang disebabkan oleh kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa
embriologi dan merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrika karena
menyebabkan adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus.2
Kasus volvulus midgut banyak ditemukan pada satu tahun pertama
kehidupan. Beberapa kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat manusia
masih menjadi janin dan mungkin juga tanpa disertai malrotasi. Etiologi yang
mungkin menyebabkan volvulus midgut, selain akibat kegagalan rotasi adalah
akibat tidak adanya otot dari saluran cerna dan defek mesenterika. 9
C.3 Volvulus Sekum

Volvulus sekum terjadi akibat kelainan bawaan kolon kanan yang tidak
terletak retroperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik serta tergantung pada
perpenjangan mesenterium usus halus. Volvulus sekum melibatkan distal ileum
dan colon ascending, dimana keduanya saling terpuntir.1
Pada studi otopsi oleh Anson, sebanyak 10% kolon ascending mempunyai
mesokolon yang mobile, sehingga memudahkan terjadinya volvulus. Selain
mesenterium yang panjang, Anomali dimana terdapat undescended right colon,
sekum yang mudah bergerak (mobile) serta adanya space occupying lession pada
pelvis seperti tumor ovarium merupakan faktor resiko terjadinya volvulus pada
sekum.

1,4

Sebagai contoh, sebuah kasus volvulus juga ditemukan pada

kehamilan, walaupun kasus ini tergolong jarang.11

Gambar 2.5

Volvulus Midgut, Sekum dan Sigmoid 10

C.4 Volvulus Kolon Transversal


Volvulus pada kolon transversal merupakan kasus yang jarang terjadi, yaitu
sebanyak 4% dari seluruh kasus volvulus serta banyak menyerang perempuan.
Faktor predisposisi meliputi adanya mesokolon yang panjang serta jarak yang
dekat antara kolon bagian fleksura hepatik dan bagian fleksura splenik atau
interposisi hepatodiafragmatika kolon (Sindrom Chilaiditi). Obstruksi kolon
bagian distal juga dapat memperpanjang dan memperluas kolon transversal
sehingga beresiko terjadi volvulus.1
C.5 Volvulus Sigmoid
Volvulus sigmoid merupakan volvulus dengan kejadian terbanyak
dibandingkan volvulus ditempat lain. Volvulus sigmoid terjadi akibat
perpanjangan sigmoid sehingga panjang sigmoid berlebihan disertai dengan
basis mesenterium yang sempit.4
Studi di beberapa penelitian menyatakan bahwa volvulus sigmoid
berhubungan dengan konstipasi kronik, ditemukan pada pengguna obat laksatif
dan enema, berhubungan dengan diet tinggi serat, dan adanya massa di cavum
10

pelvis serta Penyakit Chagas dan Hirsprung. Arah terjadinya puntiran sigmoid
adalah searah dengan jarum jam. Konstipasi kronis dan diet tinggi serat
menghasilkan sigmoid yang penuh dengan feses dan beratnya menghasilkan
momentum yang menginisiasi volvulus. Massa didalam usus berupa cacing juga
dapat menyebabkan momentum sehingga beresiko terjadi volvulus. 1,12
D. Patofisiologi
Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi perkembangan
intestinal fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan perkembangan tube
serta rotasi hingga 270. Jika loop duodenum tetap berada pada sisi kanan
abdomen dan loop sekokolik berada pada bagian kiri dari arteri mesenterika
superior terjadilah nonrotasi dari intestinal loop. Malrotasi terjadi jika terdapat
gangguan rotasi duodenal, yang seharusnya lengkap 270 menjadi hanya 180
dan loop sekokolik kehilangan rotasi 180 dari rotasi normalnya, menyebabkan
sekum terletak diatas (mid abdomen) atau letak tinggi. 3,4,5
Malrotasi menyebabkan sekum terletak diatas, di mid abdomen beserta
dengan tangkai peritoneal yang disebut Ladds Bands. Ladds Bands merupakan
jaringan fibrosis dari peritoneal yang melekatkan sekum di dinding abdomen dan
menimbulkan obstruksi pada duodenum serta khas terdapat pada malrotasi
intestinal. Malrotasi dari intestinal loop dapat bersifat asimptomatik, namun
beresiko terhadap adanya volvulus dikemudian hari. 3,4,5
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan
gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Peregangan usus
yang terus menerus penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke
dalam usus. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel
yang mengakibatkan hipovolemi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan dan asidosis metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia
akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan

bakteriemia.

Bakteriemia

dan

hipovolemi

ini

kemudian

menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS (systemic inflamatory


response syndrome).13

11

Gambar 2.6

Sekum letak tinggi akibat malrotasi saat masa embriologi;


disertai Ladds Bands yang menyebabkan obstruksi duodenum10

E. Manifestasi Klinis
E.1 Anamnesis
Volvulus secara garis besar bermanifestasi obstruksi saluran cerna. Volvulus
gaster yang akut bermanifestasi adanya nyeri pada epigastrium yang sifatnya
akut, nyeri dada yang sifatnya tajam, distensi abdomen dan biasanya juga
disertai hematemesis akibat iskemia mukosa. Trias Borchardt khas menunjukan
adanya obstruksi saluran cerna bagian atas, yaitu adanya nyeri, muntah tanpa
pengeluaran isi lambung (isi lambung naik ke esofagus namun tidak memasuki
faring sehingga tidak terjadi pengeluaran isi lambung) dan pipa nasogastrik yang
tidak dapat masuk hingga ke lambung.6,7,8
Sedangkan volvulus gaster yang kronis bermanifestasi nyeri dan cepat
merasa kenyang saat makan. Pasien juga mengeluhkan adanya sulit napas, nyeri
dada dan disfagia. Karena gejala ini tidak khas maka pasien seringkali
didiagnosis dengan ulkus peptikum dan kolelithiasis.6
Volvulus gaster pada anak kurang dari 5 tahun menyebabkan manifestasi
klinis berupa muntah yang tidak berwarna kehijauan (nonbilious emesis),
distensi pada bagian epigastrium dan nyeri perut, sedangkan pada bayi kurang
dari 1 tahun juga disertai penurunan nafsu makan dan kegagalan tumbuh
kembang.14
Berbeda dengan volvulus pada gaster, manifestasi klinis yang khas dari
volvulus sekum adalah tanda tanda obstruksi saluran cerna, disertai distensi
abdomen dan timpani abdomen. Diagnosis volvulus sekum jarang ditegakkan

12

melalui gejala klinis, 50% ditegakan melalui gambaran radiologi dengan


karakteristik coffe bean atau tear drop (bascule) appearances.1
Pasien dengan volvulus sigmoid, kolon transversal dan sekum menunjukan
gejala yang hampir sama. Manifestasi klinis utama yang sering dikeluhkan
adalah nyeri perut, distensi perut disertai tidak bisa flatus dan buang air besar
(konstipasi kronis). Pada volvulus sigmoid, episode gejala yang pertama dapat
hilang atau sembuh sendiri. Namun gejala tersebut dapat timbul kembali. Setiap
episode volvulus, basis mesokolon akan semakin menyempit sehingga pada
episode berikutnya volvulus lebih mungkin terjadi kembali dan sulit untuk
kembali.1,15
Kasus volvulus pada bayi, manifestasi klinis yang sering terjadi dan
merupakan gejala khas serta ditemukan di 77-100% kasus meliputi adanya
penurunan nafsu makan dan muntah berwarna kehijauan (bilious vomiting).
Pertimbangkan diagnosis yang diarahkan ke volvulus akibat malrotasi midgut
hingga terbukti adanya penyebab lain. Pada anak yang lebih besar, gejala
sifatnya tidak jelas meliputi muntah kronis dengan kram perut. Gejala lain yang
muncul diantaranya adanya gangguan tumbuh kembang, konstipasi kronis, diare
lendir darah dan muntah darah. Anak dengan gejala tersebut seringkali
terdiagnosis dengan iritable bowel syndrome, ulkus peptikum, batu ginjal atau
psikogenik.2
E.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan klinis, pasien dapat tampak baik-baik saja, dengan
pemeriksaan abdomen tanpa kelainan, hal ini ditemukan pada 50% pasien,
biasanya karena obstruksi usus sifatnya sangat proksimal. Sisanya didapatkan
tanda distensi abdomen. Pada palpasi abdomen yang dalam, mungkin didapatkan
suatu massa akibat statis makanan di usus dan massa puntiran usus. Pada kasus
yang sudah berulang dan tidak ditangani, kejadian iskemia jaringan usus dan
distensi abdomen masif akibat produksi gas berlebihan seringkali ditemukan,
juga disertai dengan sepsis, bahkan syok hipovolemi akibat peritonitis. Pada
pemeriksaan fisik dengan curiga volvulus hendaknya mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa peritonitis, sepsis dan syok
hipovolemia.2
Pada volvulus sigmoid, distensi abdomen biasanya bersifat masif, besar dan
mengganggu. Pada perkusi perut didapatkan bunyi hipertimpani karena
penimbunan gas yang berlebihan. Pada inspeksi dan palpasi abdomen, biasanya

13

kontur sigmoid dapat tampak atau teraba di dinding abdomen seperti ban mobil
(de jong). Jika didapatkan tanda-tanda peritonitis maka curiga adanya ruptur
pada usus. Jika perforasi sudah berlanjut menjadi peritonitis maka juga mungkin
didapatkan tanda toksisitas sistemik atau SIRS.

Adanya komplikasi dicurigai

jika ditemukan adanya takikardi, pireksia, rebound tenderness, defense muscular


dan gangguan bising usus. Monitoring terhadap tanda vital sangat penting untuk
memantau terjadinya komplikasi. 13
F. Diagnosis Banding
Gejala berupa nyeri abdomen menyerupai dengan nyeri abdomen pada
obstruksi usus (ileus obstruksi, intusepsi), gastroenteritis, kolesistitis, infeksi
saluran kemih, batu saluran kemih dan ulkus peptikum. Distensi abdomen juga
terdapat pada obstruksi usus. Pada bayi dan anak, diagnosis banding yang perlu
dipertimbangkan adalah intusepsi, megakolon kongenital, divertikulum meckel
dan penyakit Hirschprung. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang laboratorium dan radiologi.2
G. Diagnosis
Diagnosis volvulus didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Secara garis besar pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
dan tanda obstruksi saliran pencernaan.
G. 1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah
rutin untuk mendapatkan jumlah leukosit dan hemoglobin, pemeriksaan kadar
elektrolit darah dan gula darah. Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak
banyak membantu diagnosis volvulus, namun berguna untuk persiapan operasi.
Pemeriksaan penunjang laboratorium juga dapat mengkonfirmasi adanya
komplikasi dari volvulus.2,13
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya
ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan pada obstruksi saluran
cerna. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit
yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya
gangguan elektrolit. Analisa gas darah menunjukan abnormalitas pada pasien
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada
tanda - tanda syok dan dehidrasi.2,13
G.2 Pemeriksaan Radiologis

14

Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau radiologis


diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah :
1. Foto Abdomen
Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat menunjukan
adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop, dilatasi lambung
dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta batas antara udara
dengan cairan (air-fluid level). Foto dengan kontras dapat menunjukan
adanya obstruksi, baik bagian proksimal maupun distal. Malrotasi
dengan volvulus midgut patut dicurigai bila duodenojejunal junction
berada di lokasi yang tidak normal atau ditunjukan dengan letak akhir
dari kontras berada. Foto dengan kontras juga dapat menunjukan
obstruksi bagian bawah, dilakukan juga pada pasien dengan gejala
bilious vomiting untuk mencurigai adanya penyakit Hirschsprung,
meconium plug syndrome dan atresia.2
2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis volvulus,
namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan intraluminal dan
edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan anatomikal arteri dan
vena mesenterika superior dapat terlihat, hal ini menunjukan adanya
malrotasi, walaupun tidak selalu.2
3. CT scanning
CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk
mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus. Pengambilan
titik transisi di beberapa lokasi dengan CT scan signifikan untuk
mendiagnosis volvulus. Penelitian Shandu, 2007, menyatakan bahwa
titik transisi yang berhubungan dengan volvulus cenderung terlokasi
lebih dari 7 cm anterior spinal. The Whirl Sign merupakan gambaran
khas pada CT scan yang menunjukan adanya volvulus. Arah putaran
volvulus juga dapat dilihat pada CT scan. 2,16,17
Volvulus gaster dapat didiagnosis dengan foto thorax, dimana terdapat
gambaran air fluid level di retrocardiaka. Dengan kontras, gambaran obstruksi
lambung di tempat volvulus terjadi dapat mengkonfirmasi adanya volvulus.8

15

Gambar 2.7 Volvulus Gaster; gambar menunjukan distensi gaster mengisi


hemitoraks bagian kiri dan mendesak mediastinum (gambar kiri) 8
Gambar menunjukan gaster berada di dada bagian bawah pada
hernia hiatal yang besar. Gaster berotasi dengan putaran
organoaksial. Inkarserata tidak terjadi secara komplit 7

Gambar 2.8 CT Scan menunjukan gambaran khas The Whirl Sign (panah);
Volvulus intestinal (kanan) 18 dan Volvulus Midgut (kiri)19
Diagnosis volvulus sekum jarang ditegakkan melalui gejala klinis, 50%
ditegakan melalui gambaran radiologi dengan karakteristik coffe bean atau tear
drop (bascule) appearances. Foto dengan kontras barium beresiko terjadi
perforasi karena agar kontras barium mencapai kolon bagian kanan, insuflasi
yang ekstensif diperlukan. Namun jika diagnosis belum dapat dipastikan dari
foto, kontras water soluble dapat dimasukan melalui kolonoskopi. Laparotomi
juga dapat dilakukan dalam rangka diagnosis volvulus.1

16

Gambar 2.9 Coffee bean appearance; gambaran di tengah bawah abdomen


terlihat dilatasi usus; khas pada volvulus sekum dan sigmoid. 20
Berdasarkan penelitian, volvulus sigmoid paling sering terjadi diantara
volvulus lainnya. Volvulus sigmoid ditegakan melalui gambaran radiologi foto
polos abdomen dimana menggambarkan karakteristik "omega" atau "inverted
loop". Pada kasus yang meragukan, foto dengan kontras dapat menunjukan
adanya gambaran "beaked apperances" yaitu gambaran seperti paruh burung di
bagian kolon sigmoid.1

Gambar 2.10 Birds Beak appearance; foto kontras khas pada volvulus
sigmoid dan sekum. 21,22
H. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Volvulus sendiri merupakan obstruksi usus yang cepat
menyebabkan inkarserasi dan starngulasi. Isi lumen usus merupakan campuran
bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik, yang
jika terjadi perforasi makan akan menyebabkan peritonitis. Namun tanpa terjadi
perforasi, bakteri secara permeabel dapat menuju

pembuluh darah dan

menyebabkan infeksi yang berlanjut menjadi sepsis.13


17

I.

Tata Laksana
I. 1 Resusitasi
Prioritas utama penyelamatan pasien adalah dengan mendiagnosis adanya
volvulus, letak volvulus dan kemudian mencegah adanya nekrosis jaringan dan
syok hipovolemik akibat muntah dan kehilangan cairan di abdomen. SIRS juga
dapat menyertai komplikasi dari volvulus, sehingga perlu untuk dilakukan
tatalaksana resusitasi yang cepat jika ada tanda-tanda komplikasi. 1
Prinsip resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan
mencegah terjadinya inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi cairan
segera, sementara menunggu untuk dilakukan tindakan operatif. Pipa nasogastrik
direkomendasikan untuk mengurangi muntah serta pipa rektal untuk dekompresi
volvulus usus besar serta untuk mengurangi obstruksi akibat feses dan gas. 2,13
I. 2 Volvulus Gaster
Pengobatan volvulus gaster akut adalah dengan pembedahan, yaitu dengan
laparotomi, koreksi volvulus dan penilaian terhadap viabilitas gaster. Hernia
diafragmatika dikoreksi melalui abdomen, yaitu dengan memasukan pipa
melalui defek diafragma, menyedot tekanan dalam torak dan pipa nasogastrik
dapat dimanipulasi kedalam gaster yang terdistensi untuk mengurangi ukuran
gaster. Jika tidak berhasil, gastrotomy diperlukan sebelum memasukan gaster ke
dalam abdomen.6,8
Setelah hernia diatasi, kantung hernia dieksisi dan defek diafragmatika
dijahit dengan jahitan interuptus. Defek yang besar dapat diberikan prostesis
walaupun hal ini tidak dianjurkan. Selanjutnya adalah mencegah terjadinya
volvulus kembali. Beberapa peneliti menyarankan gastropeksi dengan pipa
gastrostomi dan menjahit gaster ke dinding abdomen. Jika ditemukan bagian
yang nekrosis dan terbentuk gangren, maka bagian tersebut harus dihilangkan
dengan gastrektomi total atau parsial.8 Pipa gastrostomi dimasukan untuk
mendekompresi

gaster

paska

operasi.

I. 3 Volvulus Midgut
Volvulus midgut disebabkan oleh adanya malrotasi akibat kelainan saat
masa embriologis. Penanganan volvulus midgut adalah dengan prosedur Ladds.
Setelah melakukan pembukaan abdomen, usus halus terlihat dan menutupi kolon
dibawahnya. Massa intestinal dirotasi untuk mereduksi volvulus, kemudian
intestinal di reposisi ke abdomen. Biasanya apendektomi juga dilakukan pada
prosedur ini karena ikatan peritoneal dianggap dapat menrusak pembuluh darah
appendiks.23
\

I. 4 Volvulus Kolon Transversal


18

Penatalaksanaan volvulus kolon transversal meliputi laparotomi dan reseksi.


Detorsi sendiri, pada 75% kasus, diikuti dengan kejadian volvulus kambuhan.
Reseksi segmental dari kolon transversal atau hemicolektomi bagian yang
meluas lebih disarankan.1
I. 5 Volvulus Sigmoid
Pengobatan volvulus sigmoid telah dilakukan semenjak beberapa dekade
yang lalu, dari pembedahan segera untuk mengkoreksi volvulus dengan
mortalitas yang tinggi hingga tindakan sigmoidoskopi dan pembedahan elektif
dengan mortalitas yang lebih rendah. Bahkan sejak jaman hipokrates, penurunan
mortalitas akibat volvulus telah terlihat, dengan menggunakan suppositoria
sepanjang 10 digit melalui rektum. Metode ini kembali digunakan oleh Gay,
1859, namun tidak banyak diikuti hingga pertengahan abad berikutnya. Di abad
ke 20, deflasi perkutaneus menggunakan trochar diperkenalkan oleh Crips,
dengan menggunakan cadaver sebagai alat coba. Laparotomy dengan fiksasi
dan reseksi sigmoid diperkenalkan oleh Atherton, 1883, walaupun angka
mortalitasnya tinggi, mencapai 50%. Begitupula dengan sigmoidopexy, angka
mortalitasnya juga tinggi. Metode lain berupa deflasi transanal dengan
sigmoidoskopi diperkenalkan Bruusgard, 1947, yang mempunyai angka
mortalitas lebih rendah sehingga lebih banyak diterima.1
Disisi lain, penelitian yang dibawakan oleh Bak, menyatakan bahwa
mortalitas akibat operasi tidaklah besar, yaitu sekitar 6%. Arnold et al, juga
menambahkan bahwa mortalitas yang tinggi terjadi pada populasi tua. Kemudian
disimpulkanlah bahwa operasi setelah episode pertama gejala dapat dilakukan
pada umur dibawah 70 tahun, sedangkan untuk umur diatas 70 operasi dilakukan
setelah episode ulangan.1
Penelitian ini juga diinterpretasikan dengan makna lain. Angka kejadian
ulangan pada pasien diatas umur 70 tahun kemungkinan karena pasien
meninggal akibat keadaan lain atau karena tua. Sedangkan yang dibawah 70
tahun dapat mengalami kejadian ulangan karena masa hidup yang masih lama.
Hal lain yang dipertimbangkan adalah keadaan umum, status kardiorespirasi dan
metabolik pasien. Akhir-akhir ini, penatalaksanaan volvulus dengan operatif,
sigmoidoskopi, dan perkutaneus deflasi diperbaharui dan angka mortalitas turun
drastis.1
Terapi non-operative yang dapat dilakukan adalah pertama dengan
memasukan pipa melalui anus, ukuran 30-36 panjang 50 cm, menuju tempat
obstruksi. Barium dimasukan ke dalam pipa dan tekanan hidrostatik untuk
19

memasukan barium akan membuka puntiran volvulus. Foto dengan kontras


barium melalui anus yang dilakukan oleh radiologis ternyata dapat mendetorsi
volvulus. Keberhasilan akan dikonfirmasi dengan dekompresi atau keluarnya
feses dan gas. Cara lainya adalah dengan menggunakan rektoskopi atau dengan
kolonoskopi yang dimasukan melalui anus menuju tempat obstruksi.24
Beberapa pendapat menyatakan bahwa setelah dilakukan dekompresi
volvulus sigmoid pasien sebaiknya dilakukan sigmoidektomy untuk mencegah
kekambuhan. Setengah dari pasien volvulus sigmoid setelah dekompresi akan
mengalami satu kali episode kekambuhan dan biasanya ahli bedah melakukan
reseksi setelah timbul episode kekambuhan.24
Pasien dengan strangulasi dan nekrosis disarankan untuk dilakukan
pembedahan. Terapi operatif untuk volvulus sigmoid adalah dengan laparotomi
yaitu dengan melakukan dekompresi dan koreksi terhadap puntiran volvulus dan
memasukan pipa rektal ke segmen yang terdilatasi. 24
Saat ini, pada pasien yang dilakukan operasi emergensi untuk volvulus
sigmoid, ususnya tidak lagi viabel. Oleh karena itu, prosedur pilihannya adalah
reseksi sigmoid, baik dengan anastomosis kolorektal atau dengan prosedur
Hartmann.24 Pembedahan laparotomi dengan reseksi dilakukan atas dasar
anatomis, dimana proksimal rektum dekat dengan distal kolon, akibat basis
mesokolon yang menyempit, memfasilitasi end to end anastomosis. 1 Untuk
pasien yang kolon sigmoidnya masih viabel dapat dilakukan sigmoidopexy,
fiksasi sigmoid ke dinding lateral abdomen.24

I. 6 Volvulus Sekum
Prinsip penanganan volvulus sekum adalah dengan mengoreksi volvulus
atau mengurangi volvulus dan fiksasi atau reseksi. Dekompresi dengan
kolonoskopi biasanya menghasilkan kegagalan sehingga tidak dilakukan dan
tidak disarankan.1,24
Penanganan dengan melakukan operasi pada pasien dengan volvulus sekum
menuai banyak kontroversi. Operasi simple dengan melakukan detorsi volvulus
biasanya diikuti dengan kejadian kambuhan, sekitar 4% dari kasus. Tindakan
reseksi dan hemikolektomi dilakukan untuk mencegah kekambuhan dan
direkomendasikan pada pasien yang sudah terdapat ganren. Jika sekum masih
viabel maka selamatkan bagian yang sehat dan untuk mencegah terjadinya
kekambuhan dilakukanlah sekopeksi. Sekopeksi (cecopexy) dilakukan dengan
sederhana yaitu dengan menjahit sekum ke dinding lateral abdomen yaitu
20

saluran lateral parakolik atau fiksasi menggunakan lambaian peritoneum, namun


angka kejadian kekambuhan juga dilaporkan pada beberapa penelitian. Reseksi
kolon Sekostomi dianggap sebagai tindakan yang rumit dan menimbulkan
komplikasi infeksi dan nekrosis sehingga tidak disarankan. 1,24
I. 7 Pemberian Antibiotik
Antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada pasien dengan curiga
adanya nekrosis jaringan dan infeksi, terlebih jika didapatkan komplikasi
perforasi, peritonitis dan sepsis. Antibiotik spektrum yang disarankan adalah
golongan ampisilin, klindamisin dan gentamisin. Antibiotik ini terbukti efektif
dalam menurunkan angka kejadian infeksi post operatif.2
J.

Prognosis
Prognosis pasien dengan volvulus tergantung dari komplikasi yang
menyertai serta cepatnya penanganan. Volvulus midgut mempunyai angka
mortalitas 3-15%. Penundaan operasi akan meningkatkan angka mortalitas. Pada
pasien dengan nekrosis saluran cerna, reseksi dapat meningkatkan angka
kelangsungan hidup. Angka kejadian kekambuhan juga banyak dilaporkan pada
tindakan sekopeksi dan sigmoidopeksi serta tindakan dekompresi tanpa tindakan
operatif.1,2,24
BAB III
KESIMPULAN
1. Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari segmen usus
terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus tersebut
dengan mesenterium itu sebagai aksis longitudinal 2
2. Volvulus diklasifikasikan berdasarkan letak terjadinya yaitu di gaster,
midgut, yang merupakan kelainan embriologi, kolon transversal, sekum
dan sigmoid 1,2,6
3. Volvulus pada usus besar dan midgut terjadi akibat abnormalitas saluran
cerna berupa mesenterium yang panjang dengan basis sempit, adanya
malrotasi saat masa embriologi, massa di cavum abdomen1,2,4
4. Volvulus bermanifestasi obstruksi saluran cerna yaitu adanya nyeri
abdomen dengan distensi abdomen, muntah, baik bilious ataupun
nonbilious, konstipasi, dan ketidakmampuan flatus. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya distensi abdomen, terkadang massa volvulus
dapat diraba pada palpasi yang dalam serta adanya abnormalitas bising
usus 1,2,4,6
5. Pemeriksaan penunjang radiologis dilakukan untuk mendiagnosis
adanya volvulus dan letak volvulus yaitu dengan foto abdomen,
21

ultrasonografi dan CT scan, dengan sensitivitas dan spesifitas terbaik


adalah CT Scan7,8,16,17
6. Komplikasi dari volvulus adalah adanya inkarserasi dan strangulasi yang
berujung kepada peritonitis, sepsis dan hipovolemi2,13
7. Tata laksana dari volvulus adalah dengan resusitasi yaitu pemberian
cairan resusitasi, pipa nasogastrik dan pipa rektal untuk mengurangi
obstruksi dan mencegah komplikasi. Tindakan operatif sifatnya relatif
namun lebih baik karena dapat mencegah kekambuhan1,2,8,24
8. Prognosis dari pasien dengan volvulus tergantung dari adanya
komplikasi dan cepat tidaknya penanganan. Volvulus dengan komplikasi
mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi dan tindakan dekompresi
tanpa operatif dapat menyebabkan kekambuhan volvulus.1,2,24

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ballantyne, Garth.H. Laparoscopic Treatment of Volvulus of the Colon. Tersedia

2.

di http ://www.lapsurgery.com/volvulus.htm. Diakses Tanggal Januari, 25, 2010


Markowitz, J.E. Volvulus. Tersedia di http://www.emedicine.medscape.com.

3.

Diakses Januari, 25, 2010


Anonim. Modul of Embriology

Intestinal

Rotation.

http://www.embryology.ch/anglais/sdigestive/mitteldarm01.html.

Tersedia

di

Diakses

Januari, 25, 2010

22

4.

Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Usus Halus, Apediks, Kolon dan Anorektum. In:

5.

Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2004. 616-7


Anonim. Modul of Embriology : Pathology of Midgut. Tersedia di
http://www.embryology.ch/anglais/sdigestive/patholdigest04.html.

Diakses

6.

Februari, 5, 2010
Hope,
Wiliam

7.

http://www.emedicine.medscape.com. Diakses Februari, 6, 2010


Anonim. Volvulus Gaster. Tersedia di http://www.learningradiology.com Diakses

8.

Februari 6, 2010
Schoeffel, U., M. Schein. Diafragmatic Emergencies. In: Scheins Common

W.

Gastric

Volvulus.

Tersedia

di

Sense Emergency Abdominal Surgery. 2nd Edition. New York : Springer. 2005;
9.

121-23
Park, Seok Jun., S.J. Cha., BG. Kim., YS. Choi., IT. Chang., GW. Kim.
Intrauterine Midgut Volvulus without Malrotation : Diagnosis from the Coffee

Bean Sign. World J Gastroenterol. 2008; 14: 1456-8


10. Hill,
Mark.
Gastrointestinal
Tract
Abnormalities.

Tersedia

di

http://www.embryology.med.unsw.edu.au/notes/git2.html Diakses Februari, 5,


2010
11. John, T., T.Gyr., G. Giudici., S. Martinoli., A.Marx. Cecal Volvulus in Pregnancy
: Case Report and Review of Literature. Arch Gynecol Obstet. 1996; 258: 161-4
12. Ropiak. Sigmoid Volvulus. Tersedia di http://www.learningradiology.com
Diakses Februari 6, 2010
13. Nobi,
BA.
Small

Bowel

Obstruction.

Tersedia

di

http://www.emedicine.medscape.com Diakses Februari, 5, 2010


14. Cribbs, Randolph K., KW, Gow., ML, Wulkan. Gastric Volvulus in Infants and
Children. Pediatrics. 2008; 122: 752-62
15. Khan, AN. Sigmoid Volvulus. Tersedia di http://www.emedicine.medscape.com
Diakses Februari, 5, 2010
16. Shandu, Parmbir., BN. Joe., FV. Coakley., A. Qoyum., EM. Webb., BM. Yeh.
Bowel Transition Points: Multiplicity and Posterior Location at CT are
Associated with Small-Bowel Volvulus. Radiology. 2007; 245: 160-7
17. Jabra, A., J.Eng., CG. Zaleski., GE. Abdenour., HV. Voung., UO. Aideyan., EK.
Fishman. CT of Small-Bowel Obstruction in Children : Sensitivity and
Specificity. AJR. 2001; 177: 431-6
18. Boudiaf, Mourad., P. Soyer., C. Terem., JP. Pleage., E. Maissiat., R Rymer. CT
Evaluation of Small Bowel Obstructive. RG. 2001; 21: 613-24
19. Khurana, Bharti. The Whirl Sign. Radiology. 2003; 226: 69-70
20. Anonim. Caecal Volvulus. Tersedia di http://www.radrounds.com Diakses
Februari 6, 2010
21. Anonim. Beaking in Volvulus Sigmoid. Tersedia di http://www.radrounds.com
Diakses Februari 6, 2010

23

22. Feldman, D. The Coffee Bean sign. Radiology. 2000; 216: 178-9
23. Parish,
A.
Intestinal
Malrotation.
Tersedia

di

http://www.emedicine.medscape.com Diakses Februari, 5, 2010


24. Per-Olof Nystrom. Colonic Obstruction. In: Scheins Common Sense Emergency
Abdominal Surgery. 2nd Edition. New York : Springer. 2005; 225-8

24

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang
terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding
usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009).
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi
intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi
Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik
parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).

2.2

Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6
meter pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum,
jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal,
terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari
korpus pankreas.
Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari
jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di
intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak
ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum;

25

40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya
sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et
al., 2005)
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis
atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan
ini juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara
usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian
proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat
digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah
sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial
yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan
makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel
tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et
al., 2005)

26

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri
atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam
usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis
eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat
mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana
feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus
besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga
bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika
sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam
daripada usus halus (Eroschenko, 2003).

Suplai Vaskuler

27

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat
dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum
yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu
cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi
oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior.
Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini
beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum
yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V.
Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta.
(Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian


kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior (Whang et al., 2005).
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.
Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan
ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai
nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri
mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi
lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus
28

superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe
yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan
dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici
mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon
transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior (Snell, 2004).
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam
lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntary (Price,
2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis
dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon
transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan
inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal
kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus
pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis
dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus
(Snell, 2004).
29

Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi,


serta perangsangan sfingter rektum,

sedangkan perangsangan

parasimpatis

mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003).


2.3

Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak
dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi.
Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga
mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsic dari
dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari
intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal
biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi
yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

2.4

Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal
dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan
menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di
intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan
intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan
mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen
untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.

30

Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam


beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang
terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah
intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang
akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan
kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif.
Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi
cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi
normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen,
dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolism bakteri.
Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida
(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang
memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen. Intestinal, normalnya,
berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan cara meningkatkan
peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik,
intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal
obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan
menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas
gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap rangsangan.
Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran
cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh
darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan
sekresi dari Natrium dan Khlorida.

31

Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin


terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi.
Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti
peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian
proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi
yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke
proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit
cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan
intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan
nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.
Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi
yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat
mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian. Stagnasi isi
intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri Aerob dan
Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri dapat
merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya
translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.
Obstruksi Gelung Tertutup
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang
paling

sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium.

Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed
loop

bstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di

segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara


absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini
ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung

32

tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu
bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.
Obstruksi Parsial Intestinal
Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan
penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya
strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan
dinding intestinal akibat hipertrofi otot.
Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi
merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan
kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan
terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik.

Obstruksi kolon
Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal.
Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada
absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya
yang berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan
telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini
memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup
ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang
kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan
penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko
terjadinya rupture.
Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis
dari lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon

33

berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik.

2.5

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok (Yates, 2004) :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005):

34

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya


pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis
atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh
toksin dari jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat
obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
2.6

Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:


1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya

35

4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)


Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi.

Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering

dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi


intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus
kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al.,
2005)
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang
akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau
distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,
dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan. Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen
intestinal dan menjadi lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di
lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi
tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak
tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih
bersifat malodorus. (Thompson, 2005).
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting
untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya
obstruksi partial.

36

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,


namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun
strangulasi.
Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori :
loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal
terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan
bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark.
Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi
mulai tampak.
Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal
toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan. Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,
demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien
sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.
Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,
demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting
dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara
obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
2.7

Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.

37

Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :


1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus
obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus
obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus
obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar
onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran kontur usus)
maupun darm steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu
serangan kolik.
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance musculair
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi

38

Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodic gemerincing


logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus
sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps
terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat
ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor
pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran,
jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter
lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal
maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada
tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak
teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada
sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah
lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik
dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi
parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi.
Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi
abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya
(karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita
menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia

39

harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau
tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan
menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan
banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang

sederhana.

Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya


hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks Temuan spesifik untuk
obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya
air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran
udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya
obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah.
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi


2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

40

6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan
obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan
radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen
usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian
menghalangi tampaknya airfluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya
berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan
tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien
dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan
biaya yang sedikit.

41

42

43

b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos

44

abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan


adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate
dan

menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan

radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi
intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan

45

penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus
halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan
diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya
sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona
transisi dengan dilatasi usus

proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras

intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung
sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi
dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran
dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat
pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal
pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake
kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga
digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui
etiologi
dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

d. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien
dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada
pemeriksaan ini

memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat

dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini


menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
46

jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa


dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi
(100% vs 94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi.
MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologidari obstruksi. Namun, MRI
memiliki keterbatasan antara lain kurangterjangkau dalam hal transport pasien dan
kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)

f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG
dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat
menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,
USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika
dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%. (Nobie,
2009)

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
47

7. Pancreatitis akut
2.9 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl
harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk
menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)

Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen.
Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan
resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan
sebesar 60 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004)
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan
terapi operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi
intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi
yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tandatanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis.
48

Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakukan dengan
erbagai
resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan
terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal
menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12
24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam
pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk
menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara
manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien
dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada
keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil,
merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi
komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan
sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung

49

usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,


invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadangkadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mulamula dilakukan
kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et
al., 2009).
2.10 Komplikasi
Komplikasi

pada pasien

ileus

obstruktif

dapat

meliputi

gangguan

keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
2.11 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar
35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan
cepat (Nobie, 2009).

50

Anda mungkin juga menyukai