Anda di halaman 1dari 65

BAHAN AJAR

PERENCANAAN PENGAJARAN GEOGRAFI

Oleh:
Mustofa, S.Pd.

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP PGRI)
PONTIANAK
2011

BAB I
PENGERTIAN DAN TUJUAN
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Perencanaan Pengajaran
Perencanaan atau rencana (planning) dewasa ini telah dikenal oleh hampir setiap
orang. Kita mengenal rencana pembangunan, perencanaan pendidikan dan sebagainya.
Definisi mengenai perencanaan memang diperlukan agar dalam uraian selanjutnya tidak
terjadi kesimpangsiuran. Definisi pada umumnya merupakan suatu pintu gerbang untuk
memasuki pengertian-pengertian yang ada kaitannya dengan istilah yang dipakai, dalam hal
ini perencanaan. Namun hingga saat ini belum didefinisikan secara resmi dan hingga kini
perencanaan itu sendiri belum merupakan suatu disiplin ilmu sendiri.
Supaya diperoleh suatu komitmen atau kesepakatan, sehingga kesimpangsiuran
atau kesalahpahaman dapat dihindarkan, langkah awal yang ditempuh adalah
mengemukakan pengertian perencanaan pengajaran. Upaya untuk dimaksud itu dilakukan
dengan mengemukakan beberapa batasan atau definisi.
Kaufman mengatakan perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang
diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Perencanaan berkaitan
dengan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan,
mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi
dan mengidentifikasi persyaratan yang diperlukan dengan cara paling efektif dan efisien. Di
dalamnya mencangkup elemen-elemen:
1. Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan kebutuhan.
2. Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diprioritaskan
3. Spesifikasi rinci hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang diprioritaskan.
4. Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan.
5. Sekuensi hasil yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
6. Identifikasi strategi alternatif yang mungkin dan alat atau tools untuk melengkapi tiap
persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk didalamnya merinci keuntungan
dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai.
Menurut Cunningham perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan
pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan
menvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan,
dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima, yang akan digunakan dalam
penyelesaian.
Banghart dan Albert Trull berpendapat perencanaan pengajaran dapat dilihat dalam
3 dimensi, yakni karakteristik perencanaan pengajaran berusaha menggambarkan sifat-sifat
aktivitas perencanaan pengajaran. Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran,
berkenaan dengan luas dan cakupan aktivitas perencanaan yang mungkin dalam sistem
pendidikan. Ritchy: Ilmu yang merancang detail secara spesifik untuk pengembangan,
evaluasi dan pemeliharaan situasi dengan fasilitas pengetahuan diantara satuan besar dan
kecil persoalan pokok. Smith & Ragan (1993) Proses sistematis dalam mengartikan prinsip
belajar dan pembelajaran kedalam rancangan untuk bahan dan aktifitas pembelajaran. Zook
(2000) Proses berfikir sistematis untuk membantu pelajar memahami (belajar).
Perencanaan pengajaran berarti pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum
mengajar di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu
yang khusus baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas. Rencana
pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek yang dilakukan
oleh guru untuk dapat memperkirakan berbagai tindakan yang akan dilakukan di kelas atau
di luar kelas. Perencanaan pembelajaran tersebut perlu dilakukan agar guru dapat
mengkoordinasikan berbagai komponen pembelajaran yang berorientasi (berbasis) pada
pembentukan kompetensi siswa, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil
belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).
Kompetensi dasar berfungsi untuk memberikan makna terhadap kompetensi dasar.
Indikator hasil belajar berfungsi sebagai alat untuk mengukur ketercapaian kompetensi.
Sedangkan PBK sebagai alat untuk mengukur pembentukan kompetensi serta menentukan
tindakan yang harus dilakukan jika kompetensi standar belum tercapai. Jadi dapat dikatakan
perencanaan pembelajaran adalah persiapan seluruh komponen yang dapat membantu dan
memperlancar proses pengajaran.
Dengan demikian, perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan
dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan
suatu proses untuk menentukan langkah pembelajaran dan mengidentifikasikan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif dan efisien. Berawal dari
pemahaman diatas, maka perencanaan mengadung enam pokok pikiran yakni:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang diinginkan.
2. Keadaan masa depan yang diinginkan itu kemudian dibandingkan dengan keadaan
sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya.
3. Untuk menutup kesenjangan itu perlu dilakukan usaha-usaha,
4. Usaha yang dilakukan untuk menutup kesenjangan itu dapat beranekaragam dan
merupakan alternatif yang mungkin ditempuh.
5. Pemilaihan altenatif yang paling baik, dalam arti mempunyai efektifitas dan efesiensi
yang paling tinggi perlu dilakukan.
6. Altenatif yang dipilih harus diperinci sehingga dapat menjadi pedoaman dalam
mengambil keputusan apabila akan dilaksanakan.
Berikut dikemukakan pendapat Banghart dan Albert Trull. Mereka tidak memberikan
batasan perencanaan pengajaran secara eksklusif, melainkan mangatakan bahwa dalam
rangka mengerti makna perencanaan pengajaran dapat dilihat dari 3 dimensi, yakni
karekteristik prencanaan pengajaran berusaha menggambarkan sifat-sifat aktivitas
perencanaan pengajaran. Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran, berkenaan
dengan luas dan cakupan aktivitas perencanaan yang mungkin dalam sistem pendidikan.
Karekteristik perencanaan pengajaran diantaranya adalah:
1. Merupakan proses rasional, sebab berkaitan dengan tujuan sosial dan konsepkonsepnya dirancang oleh banyak orang.
2. Merupakan konsep dinamik, sehingga dapat dan perlu dimodifikasi jika informasi yang
masuk mengharapkan demikian.
3. Perencanaan terdiri dari beberapa aktivitas, aktivitas itu banyak ragamnya, namun dapat
dikategorikan menjadi prosedur-prosedur dan pengarahan.
4. Perencanaan pengajaran berkaitan dengan pemilihan sumber dana, sehingga harus
mampu mengurangi pemborosan, duplikasi, salah penggunaan dan salah dalam
memanajemennya.
Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran yakni berkaitan dengan cakupan
dan sifat-sifat dari beberapa karekteristik yang ditemukan dalam perencanaan pengajaran.
Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu memungkinkan diadakannya perencanaan
komprehensif yang menalar dan efisien, yakni:
1. Signifikasi. Tingkat signifikasi tergantung pada kegunaan sosial dari tujuan pendidikan
yang diajukan. Dalam mencapai tujuan itu, keputusan perlu diambil secara jelas, setiap
pengamat pendidikan dapat mengadakan evaluasi kontribusi perencanaan, dan
signifikasi dapat ditentukan berdasarkan kreteria-kreteria yang dibangun berdasarkan
proses perencanaan.
2. Feasibilitas. Maksudnya perlu dipertimbangkan feasibilitas perencanaan pengajaran.
Salah satu faktor penentu adalah otoritas institusi sekolah yang memadai, sebab
dengan itu feabisibilas teknik dan estimasi biaya serta aspek-aspek lainnya dapat dibuat
dalam pertimbangan yang realistis.
3. Relevansi. Konsep ini berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan pengajaran
memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat
agar dapat dicapai tujuan spesifik secara opimal.
4. Kepastian atau definitiveness. Diakui bahwa tidak semua hal-hal yang sifatnya
kebutulan dapat dimasukan dalam perencanaan pengajaran, namun perlu diupayakan
agar sebanyak mungkin hal-hal tersebut dimasukan dalam pertimbangan. Penggunaan
teknik atau metode simulasi sangat menolong mengantipasi hal-hal tersebut. Konsep
kepastian menimbulkan atau mengurangi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
5. Ketelitian atau parsimoniusness. Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar
perencanaan pengajaran disusun dalam bentuk sederhana, serta perlu diperhatikan
secara sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen. Dalam
penerapan prinsip ini berarti diperlukan waktu yang lebih banyak dalam menggali
beberapa alternatif, sehingga perencanaan dan mengambil keputusan dapat
mempertimbangkan alternatif mana yang efisien.
6. Adaptabilitas. Diakui bahwa perencanaan pengajaran bersifat dinamik, sehingga perlu
senantiasa mencari informasi sebagai umpan balik atau balikan. Kalau perencanaan
pengajaran sudah lengkap, penyimpangan-penyimpangan sedah semakin berkurang
dan aktivitas-aktivitas spesifik dapat ditentukan. Penggunaan berbagai proses
memungkinkan perencanaan pengajaran yang fleksibel atau adaptabel dapat dirancang
untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

7. Waktu. Faktor-faktor yang berkaitan dengan waktu cukup banyak, selain keterlibatan
perencanaan dalam memperediksi masa depan, juga validasi dan realibilitas analisis
yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuhan pendidikan masa kini dalam
kaitannya dengan masa mendatang.
8. Monitoring atau pemantauan. Termasuk di dalamnya adalah mengembangkan kreteria
untuk menjamin bahwa berbagai komponen bekerja secara efektif. Ukurannya dibangun
untuk selama pelaksanan pengajaran, namun perlu diberi pertimbangan tentang
toleransi terbatas atas penyimpangan perencanaan. Menjamin agar pelaksanaan dapat
mulus, perlu dikembangkan suatu prosedur yang memungkinkan perencanaan
pengajaran menentukan alasan-alasan mengadakan variasi dalam perencanaan.
9. Isi perencanaan. Dimensi terakhir adalah hal-hal yang akan direncanakan. Perencanaan
pengajaran yang baik perlu memuat:
a. Tujuan atau apa yang diinginkan sebagai hasil proses pendidikan
b. Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan
layanan-layanan pendukungnya.
c. Tenaga manusia, yakni mencangkup cara-cara mengembangkan prestasi,
spesialisasi, perilaku, kompetensi, maupun kepuasan mereka.
d. Bangunan fisik mencangkup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi dan
kaitannya dengan bangunan fisik lain.
e. Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan.
f. Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan manajemen
operasi dan pengawasan program dan akotivitas kependidikan yang direncanakan.
g. Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan pengajaran.
Batasan lain yang dikemukakan adalah pendapat Philip Commbs. Beliau
mengatakan dalam arti yang luas, perencanaan pengajaran adalah suatu penerapan yang
rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan
masyarakatnya.
Definisi-definisi diatas masih perlu disempurnakan untuk dapat menyatakan secara
jelas dan tegas apakah sebenarnya perencanaan pengajaran itu, khususnya untuk
pendidikan di negara kita ini. Penyempurnaannya mungkin dapat dilakukan dengan
mengawinkan dua definisi terakhir yaitu definisi yang dikemukakan oleh C.E Beeby dan
definisi berikutnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan belum merumuskan satu
definisi, namun kita sudah melaksanakan perencanaan pengajaran secara sungguhsungguh sejak tahun 1968. Perencanaan pengajaran di Indonesia merupakan suatu proses
penyusunan alternatif kebijakan mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan
kenyataan-kenyataan yang ada di bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan
pembangunan secara meyeluruh terhadap pendidikan nasional. Definisi ini memperlihatkan
suatu tanggung jawab pendidikan yang besar sebagai bagian integral dari pembangunan
bangsa.
B. Manfaat Perencanaan Pengajaran
Perencanaan pengajaran sebelum melakukan pembelajaran di kelas sangat penting
dilakukan. Oleh karena itu, hendaknya perencanaan pengajaran disusun atau direncanakan
dengan baik dan matang sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Manfaat yang didapat dari perencanaan pengajaran yang baik antara lain:
1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan
2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran
3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik guru maupun murid
4. Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap saat dapat
diketahui ketepatan dan kelambanan kerja
5. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja
6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya
Perencanaan pengajaran mempunyai beberapa faktor yang mendukung tujuan
pembelajaran tercapai misalnya:
1. Persiapan sebelum mengajar
2. Situasi ruangan dan letak sekolah dari jangkauan kendaraan umum
3. Tingkat intelegensi siswa
4. Materi pelajaran yang akan disampaikan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

Manfaat dari perencanaan perencanaan antara lain:


1. Karena adanya perencanaan maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif.
Yang dimaksud disini adalah maka seorang guru bisa memberikan materi
pelajaran dengan baik karena ia harus dapat menghadapi situasi di dalam kelas secara
mantap, tegas dan fleksibel.
2. Karena perencanaan maka seseorang akan tumbuh menjadi seseorang guru yang baik.
Yang di maksud adalah guru membuat persiapan yang baik dan adanya
pertumbuhan berkat pengalaman dan akibat dari hasil belajar yang terus menerus. Oleh
karena itu guru dituntut untuk mencari cara untuk mencapai hasil belajar yang efektif yang
dijadikan pedoman dalam setiap kali membuat perencanaan.
Ada 7 aspek persiapan untuk mencapai dari pertanyaan tadi yakni:
1. Persiapan terhadap situasi
Mancakup: tempat, suasana ruangan kelas, dan lain-lain. Situasi umum harus
dimiliki sebelum seorang guru mengajar di dalam kelas dengan pengetahuan dapat
membuat ancang-ancang terhadap variabel faktor masalah dan menghadapi situasi
kelas.
2. Persiapan terhadap siswa yang akan dihadapi
Sebelum guru mengajar ia harus mengetahui keadaan siswa tersebut atau
dengan kata lain guru harus membuat gambaran yang jelas mengenai keadaan siswa
yang akan dihadapi selain dari pada faktor intern siswa tersebut (laki-laki dan
perempuan) seorang guru harus mengetahui taraf kematangan dan pengetahuan serta
khusus dari pada siswa tersebut.
3. Persiapan dalam tujuan umum pembelajaran
Yang menyangkut tujuan instruksional apa yang akan dicapai oleh para siswa
harus dimiliki seorang guru mencakup antara lain: Pengetahuan, kecakapan,
keterampilan atau sikap tertentu yang konkrit yang bisa di ukur dengan alat-alat
evaluasi.
4. Persiapan tentang bahan pelajaran yang akan diajarkan
Dengan adanya pengetahuan yang akan dihadapkan kepada siswa, guru
memiliki persiapan yang akan di sampaikan kepada siswa yang harus terdapat batasbatas, luas dan urutan-urutan pengajaran perlu dipersiapkan.
5. Persiapan tentang metode-mengajar yang hendak di pakai
a. metode ceramah
b. metode tanya jawab dan diskusi
6. Persiapan dalam penggunaan alat-alat peraga
Kapur dan papan tulis, pengahapus paling sedikit digunakan tetapi dalam belajar
pembelajaran dipergunakan alat pembantu adalah media yang mempertinggi
komunikasi pada saat proses belajar berlangsung.
7. Persiapan dalam jenis teknik evaluasi
Tujuan evaluasi adalah mengukur sampai sejauhmana daya serap terhadap
produk bahasan yang diterapkan oleh guru.
C. Masalah Pokok Perencanaan Pembelajaran
Penyusunan perencanaan pembelajaran selain perlu mempertimbangkan faktorfaktor penghambat, yang umumnya bersifat eksternal, masih ada hal-hal lain yang
membutuhkan perhatian serius dari para perencana, jika diinginkan perencana agar
pendidikan memberikan manfaat optimal. Hal-hal yang dimaksud berisi isi pokok dari
perencanaan pengajaran atau hal-hal yang mengacu pada pertanyaan-pertanyaan yang
perlu mendapat jawaban dalam perencanaan tersebut, dengan demikian lebih menekankan
faktor internal perencanaan pengajaran.
Beberapa pertanyaan-pertanyaan utama yang perlu dijabarkan dalam perencanaan
pengajaran, adalah:
1. Tujuan dan fungsi apa yang harus diprioritaskan dengan masing-masing subsistemnya
(termasuk disetiap tahap, lembaga, tingkatan, pendidikan, kelas).
2. Alternatif apa yang terbaik yang mungkin dilaksanakan untuk mencapai bermacammacam tujuan dan fungsi ini. (dalam hal ini termasuk pertimbangan alternatif teknologi
pendidikan, biaya, waktu yang dibutuhkan, kemampuan praktis, efektivitas pendidikan
dan sebagainya).
3. Seberapa jauh sumber daya yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat yang akan
diikutsertakan dalam pendidikan disamping hal-hal lain. Apa yang atmpaknya
menghambat kemampuan ini dalam artian tidak hanya sumber dana tetapi sumberdaya

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

yang nyata. Sumberdaya mana yang secara maksimal dan efektif dapat diserap oleh
pendidikan dalam suatu periode tertentu.
4. Siapa yang akan membiayai. Bagaimana biaya yang menjadi beban pendidikan itu
dibagi di antara yang langsung menikmati hasil pendidikan dan masyarakat pada
umumnya dan diantara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Bagaimana penerimaan pajak dari masyarakat pada saat ini dan lain-laian sumber dana
pendidikan untuk memperoleh pemerataan social yang diinginkan atas pendidikan dan
sekaligus atas pendapatan yang diperuntukkan bagi pendidikan itu agar menjadi lancar.
5. Bagaimana hendaknya semua sumber yang diperuntukkan bagi pendidikan (berapa pun
jumlahnya) dibagi diantara bermacam-macam tingkat jenis, dan segi-segi dari sistem itu.
Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat berbeda tergantung pada siapa yang akan
menjawabnya, karena setiap pandangan dan persepsi orang berbeda tergantung dari
sudut mana dia melihatnya, sehingga permasalahan seperti ini haruslah dijawab oleh
orang yang tepat dan kompeten dibidangnya sehingga tidak merugikan peserta didik.
Masalah terkadang tidak hanya terdapat pada system pengajarannya saja tetapi juga
ada pada guru dan peserta didik itu sendiri tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi,
hal-hal kecil yang perlu perhatian khususn harus segera diselesaikan dan tidak
menambah masalah sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diinginkan oleh guru tersebut.
Kategori masalah-masalah dalam pengajaran
Jenis Masalah Deskripsi Masalah
Beberapa Konsekuensinya
Arah
Tujuan tidak dipahami oleh siswa
Para siswa mencoba menduga
gurunya
Evaluasi
Prosedur evaluasi tidak dikenal
Prosedur kenaikan dan pengujian
oleh siswa
tidak adil dan tidak memuaskan
para siswa
Isi dan Urutan Isi pelajaran tidak jelas dan
Materi pelajaran diapandang tidak
urutannya tidak logis
serasi dan tak terorganisasi.
Metode
Kurang mendorong dan tak
Para siswa tidak bermotivasi dan
memajukan belajar
tidak belajar
Hambatan
Sumber-sumber seperti
Guru dan siswa tidak mampu
keterampilan guru, kemampuan
menggunakan sumber-sumber
siswa, dan sumber-sumber
yang tersedia.
sekolah tidak dikenal.
D. Jenis-jenis Perencanaan Pembelajaran
1. Menurut besaran atau magnitude, maka perencanaan dapat dibagi dalam:
a. Perencanaan makro, yakni perencanaan yang mempunyai telaah nasional, yang
menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh.
b. Perencanaan meso, kebijakan yang ditetapkan dalam perencanaan makro,
kemudian dijabarkan lebih rinci kedalam program dalam dimensi yang lebih kecil.
c. Perencanaan mikro diartikan sebagai perencanaan tingkat institusional, dan
merupakan jabaran lebih spesifik dari perencanaan tingkat meso
2. Menurut telaahnya, maka perencanaan dapat dibagi menjadi:
a. Perencanaan strategis yakni perencanaan yang berkaitan dengan penetapan tujuan,
pengalokasikan sumber dalam mencapai tujuan dan kebijakan yang dipakai sebagai
pedoman.
b. Perencanaan manajerial, yaitu perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan
proses pelaksanaan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
c. Perencanaan operasional, yakni perencanaan bersifat spesifik dan berfungsi
memberi petunjuk konkret tentang pelaksanaan suatu program atau proyek, baik
tentang aturan, prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Ditinjau dari jangka waktu, maka perencanaan dibedakan dalam:
a. Perencanaan jangka panjang yaitu perencanaan yang mencakup kurun waktu 10
sampai dengan 25 tahun.
b. Perencanaan jangka menengah yaitu rencana yang mencakup kurun waktu antara 4
sampai dengan 10 tahun.
c. Rencana jangka pendek yaitu rencana yang mencakup kurun waktu antara 1 sampai
dengan 3 tahun.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

E. Pentingnya Perencanaan Pembelajaran


Ide perencanaan pembelajaran yang baru dikenal sekitar tahun 50-an, sekarang
telah luas mempengaruhi pemikiran tentang pendidikan. Betapa tidak, pendidikan itu
ditujukan kepada anak didik. Anak didik merupakan pewaris masa depan masyarakat,
Perlunya perencanaan pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, dimaksudkan agar
dapat dicapai perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan pembelajaran ini dilakukan dengan
asumsi sebagai berikut:
1. Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan perencanaan
pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya desain pembelajaran.
2. Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekatan sistem.
3. Perencanaan pembelajaran diacuhkan pada siswa secara perorangan.
4. Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran,
dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari
pembelajaran.
5. Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan pembelajaran,
dalam hal ini akan ada tujuan langsung pembelajaran, dan tujuan pengiring dari
pembelajaran.
6. Sasaran akhir dari perencanaan desain pembelajaran adalah mudahnya siswa untuk
belajar.
7. Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran.
8. Inti dari desain pembelajaran yang dibuat adalah penetapan metode pembelajaran yang
optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jadi jelas dari penjelasan diatas bahwa perencanaan pembelajaran itu sangat
penting untuk menunjang proses pembelajaran yang bersinergi dengan sistem
pembelajaran dan kondisi yang ada sehingga baik guru maupun siswa memahami materi
yang diajarkan.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

BAB II
PENDEKATAN SISTEM DALAM PENGAJARAN
A. Konsep Pendekatan Sistem dalam Perencanaan Pembelajaran
Sistem adalah komposisi (susunan yang serasi) dari fungsi komponennya. Sistem
juga bisa diartikan rangkaian komponen yang saling berkaitan dan berfungsi ke arah
tercapainya tujuan sistem yang telah ditetapkan lebih dahulu (Warijan, dkk., 1984: 1).
Sistem merupakan pengkoordinasian (pengorganisasian) seluruh komponen serta
kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan lebih dulu.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling
berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai sautu tujuan. Dengan mengidentifikasi
tujuan, dapat dianalisis komponen dalam sistem itu.
Menurut Hayanto, pendekatan sistem adalah merupakan jumlah keseluruhan dari
bagian-bagian yan saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan
atas kepentingan tertentu
Dari berbagai pengertian yang didefinisikan dapat di tarik kesimpulan bahwa sistem
adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi
secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
B. Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
1. Model berorientasi pada kelas (Model ASSURE)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi kelas biasanya
ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan
setiap dua jam pelajaran atau lebih.Menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan
menantang, pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan).
Model Assure merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas
Menurut Heinich at.al model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
a. Analyze Learners (analisis peserta didik), disesuaikan dengan tingkat
perkembangan, gaya belajar, dan kebutuhan peserta didik.
b. States Objectives (menyatakan tujuan), difokuskan pada tujuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
c. Select Methods, Media, and Material (memilih metode, media, dan materi),
pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media yang tepat
dengan materi yang disampaikan .
d. Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan), menggunakan dan
mendesaian media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih menarik dan
menantang.
e. Require Learner Participation (partisipasi peserta didik di kelas), partisipasi aktif
peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada pengalaman belajar yang
diperoleh selama proses pembelajaran.
f. Evaluate and Revise (penilaian dan revisi), melihat seberapa efektif dan efisiennya
metode dan media pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada hasil (model
Hannafin and Peck.)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi produk adalah
model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media
pembelajaran misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul.
Tahap-tahap dalam model Hannafin and Peck: tahap analisis keperluan, tahap
desain, dan tahap pengembangan dan implementasi. Tahap analisa kebutuhan atau
mengidentifikasi kebutuhan yang meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran:
a. Tujuan dan objek media pembelajaran yang dibuat.
b. Pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran.
c. Peralatan dan keperluan media pembelajaran.
3. Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem
Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu
pelatihan, kurikulum sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Sistem pembelajaran:
input-proses-output. Ini lahir pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

Tahap-tahap Model ADDIE:


a. Analysis (analisa kebutuhan, identifikasi masalah, dan identifikasi tugas
pembelajaran)
b. Design (merumuskan tujuan pembelajaran yang SMAR;specific, measurable,
applicable, and realistic, menyusun tes, memilih strategi, metode, dan media
pembelajaran yang tepat)
c. Development (mewujudkan desain tadi dalam bentuk nyata, misalnya dengan
mencetak modul, kemudian mengembangkan modul dengan sebaik mungkin).
d. Implementation (langkah nyata menerapkan sistem pembelajaran yang kita buat)
e. Evaluation(sudah efektifkah sistem pembelajaran yang kita kembangkan
4. Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
Kompetensi adalah kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak secara
konsisten sebagai perwujudan dari pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki
peserta didik.Pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
merupakan pengembangan dan penjabaran dari Kurikulum Berbasis Kompetensi dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang menekankan pencapaian kompetensikompetensi tertentu.
Kompetensi yang dikembangkan adalah keterampilan dan keahlian bertahan
hidup dalam perubahan, pertentangan, ketidakmenentuan, ketidakpastian, dan
kerumitan-kerumitan dalam kehidupan.Peserta didik diharapkan agar memiliki
kemampuan intelektual, emosional, spiritual, dan sosial yang bermutu tinggi.
Kecakapan hidup (life skill) yang harus dimiliki siswa; kecakapan mengenal diri
(self awarness), kecakapan berpikir rasional (thinking skill), kecakapan sosial (social
skill), kecakapan akademis (academic skill), dan kecakapan vokasional (vocational skill).
Karakteristik kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi menurut Depdiknas:
a. Menekankan kepada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. Ini artinya,
keberhasilan pencapaian kompetensi dasar diukur oleh indikator hasil belajar.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber-sumber lain yang memenuhi
unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi.
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada kompetensi
Disebut dengan model Desain Sistem Instruksional Berorientasi Pencapaian
Kompetensi (DSI-PK), yaitu gambaran proses rancangan sistematis tentang
pengembangan pembelajaran baik mengenai proses maupun bahan pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan dalam upaya pencapaian kompetensi.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

BAB III
DASAR PENDIDIKAN DALAM KONSEP DAN
MAKNA PEMBELAJARAN
A. Hakekat dan Teori Pendidikan
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita,
terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa
pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini
dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan
makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas,
cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.
Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia
pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan,
merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya.
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu
masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah
sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan
pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik yaitu ilmu menuntun
anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan
menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa
Jerman melihat pendidikan sebagai Erzichung yang setara dengan educare, yakni
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam
bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah,
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada
yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.(M.R. Kurniadi, STh;1)
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
1. Tinjauan Etimologis
Istilah pendidikan, menurut Carter V. Good dalam Dictionary of Education
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pedagogy
1) The art, practice of profession of teaching seni, praktik atau profesi sebagai
pengajar (pengajaran)
2) The sistematized learning or instruction concerning principles and methods of
teaching and of student control and guidance; lagerly replaced by the term of
education. ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan
prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar pengawasan dan bimbingan murid
dalam arti luas diartikan dengan istilah pendidikan
b. Education
1) proses perkembangan pribadi;
2) proses sosial;
3) professional cources;
4) seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang
diwarisi/dikembangkan generasi bangsa.
2. Tinjauan Terminologis
a. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut
beliau (Ki Hajar Dewantara 1962: 14) menjelaskan bahwa Pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

b.

c.

d.

e.

boleh dipisah-pisahkan bagian-bagian itu, agar supaya kita dapat memajukan


kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik
selaras dengan dunianya .
Beliau lebih lanjut mejelaskan bahwa pendidikan harus mengtamakan aspek-aspek
berikut:
1) Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan
2) Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang oleh
karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat prikehidupan
sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya semua usaha dan daya
upaya untuk mencapai hidup tertib damai.
3) Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha dan
daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh zaman dan
tempat; oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.
4) Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah kita
mempelajari zaman yang telah lalu
5) Pengaruh baru diperoleh karena bercampurgaulnya bangsa yang satu dengan
yang lain, percampuran mana sekarang ini mudah sekali terjadi disebabkan
adanya hubungan modern.Haruslah waspada dalam memilih mana yang baik
untuk menambah kemuliaan hidup kita dan mana yang akan merugikan. Itulah
diantara pikiran- pikiran beliau yang sangat sarat dengan nilai.
Menurut buku Higher Education For America Democracy:
Education is an institution of civilized society, but the purposes of education are not
the same in all societies, an educational system finds its the guiding principles and
ultimate goals in the aims and philosophy of the social order in which it functions (11:
5)
pendidikan alah suatu lembaga dalam tiap-tiap masyarakat yang beradab tetapi
tujuan pendidikan tidaklah sama dalam setiap masyarakat. Sistem pendidikan suatu
masyarakat (bangsa) dan tujuan-tujuan pendidikannya didasarkan atas prinsipprinsip (nilai) cita-cita dan filsafat yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa).
Menurut Prof. Richy dalam buku Planing for Teaching and Introduction to
Education:
The term education refers to the broad function of preserving and inproving the life
of the group through bringing new members into its shared concerns. Education is
thus a far broader process thah that which accurs in schools. It is an essential social
activity by which communicaties continue to exist in complex communicaties this
function is specialized and 6institutionalized in formal education, but there is always
the education outside the school with wich the formal process in related (12: 489)
Istilah pendidikan berkenaan dengan fungsi yang luas dari pemeliharaan dan
perbaikan kehidupan suatu bangsa (masyarakat) terutama membawa warga
masyarakat yang baru (generasi muda) bagi penunaian kewajiban dan tanggung
jawabnya di dalam masyarakat. Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas
daripada proses yang berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu
aktivitas sosial yang esensial yang memungkinkan masyarakat yang kompleks dan
modern. Fungsi pendidikan ini mengalami proses spesialisasi dan melembaga
dengan pendidikan formal, yang tetap berhubungan dengan proses pendidikan
formal di luar sekolah.
Prof. Lodge dalam buku Philosophy of Education:
The word education is used, sometimes in a wider, sometimes in a narrower,
sense. In the wider sense, all experienceis said to the educative and life is education
and education is life.
Perkataan pendidikan kadang-kadang dipakai dalam pengertian yang luas dan
pengertian sempit. Dalam pengertian luas pendidikan adalah semua pengalaman,
dapat dikatakan juga bahwa hidup adalah pendidikan atau pendidikan adalah hidup.
In the narrower sense education is restricted to that function of the community which
consists in passing in its traditions its background and its outlook to the members of
the rising generation.
Pengertian pendidikan secara sempit adalah pendidikan dibatasi pada fungsi
tertentu di dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat istiadat (tradisi)
dengan latar belakang sosialnya, pandangan hidup masyarakat itu kepada warga
masyarakat generasi berikutnya.
Menurut Brubacher dalam bukunya Modern Philosophies of Education:

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

10

Education should be thought of as the process of mans reciprocal adjusment to


nature to his follows and to the ultimates nature of the cosmos.
Pendidikan diartikan sebagai proses timbal balik dari setiap pribadi manusia dalam
penyesuaian dirinya dengan alam, dengan teman dan alam semesta.
Education is the organized development and equipment of all the power of human
being, moral, intellectual, and physical, by and for their individual and social uses,
directed to word the union of these activities with their creator as their final end.
Pendidikan merupakan pula perkembangan yang terorganisasi dan kelengkapan
dari semua potensi manusiawi, moral, intelektual dan jasmani oleh dan untuk
kepribadian individunya serta kegunaan masyarakatnya yang diarahkan demi
menghimpun semua aktivitas tersebut bagi tujuan hidupnya.
Mudyahardjo (2001: 91) menegaskan bahwa sebuah teori berisi konsep-konsep, ada
yang berfungsi sebagai:
1. Asumsi atau konsep-konsep yang menjadi dasar/titik tolak pemikiran sebuah teori.
2. Definisi konotatif atau denotatif atau konsep-konsep yang menyatakan makna dari
istilah-istilah yang dipergunakan dalam menyusun teori.
Asumsi pokok pendidikan adalah:
1. Pendidikan adalah aktual, artinya pendidikan bermula dari kondisi-kondisi aktual dari
individu yang belajar dab lingkungan belajarnya;
2. Pendidikan adalah normatif, artinya pendidikan tertuju pada mencapai halhal yan baik
atau norma-norma yang baik, dam
3. Pendidikan adalah suatu proses pencapaian tujuan, artinya pendidikan berupa
serangkaian kegiatan bermula dari kondisi-kondisi aktual dan individu yang belajar,
tertuju pada pencapaian individu yang diharapkan.
Pendidikan dipandang dari sudut keilmuan tertentu, seperti:
1. Sosiologik memandang pendidikan dari aspek sosial, yaitu mengartikan pendidikan
sebagai usaha pewarisan dari generasi ke generasi.
2. Antrophologik memandang pendidikan adalah enkulturasi yaitu proses pemindahan
budaya dari generasi ke generasi.
3. Psikologik memandang pendidikan dari aspek tingkah laku individu, yaitu mengartikan
pendidikan sebagai perkembangan kapasitas individu secar optimal. Psikologi menurut
Woodward dan Maquis (1955: 3) adalah studi tentang kegiatan-kegiatan atau tingkah
laku individu dalam keseluruhan ruang hidupnya.
4. Ekonomi, yaitu memandang pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani
(human capital) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
5. Politik yang melihat pendidikan adalah proses menjadi warga negara yang diharapkan
(civilisasi) sebagai usaha pembinaan kader bangsa yang tangguh.
Pendidikan selalu dapat dibedakan menjadi teori dan praktek, teori pendidikan
adalah pengetahuan tentang makna dan bagaimana soyogyanya pendidikan itu
dilaksanakan, sedangkan praktek adalah tentang pelaksanaan pendidikan secara
konkretnya. Teori pendidikan disusun seperti latar belakang yang hakiki dan sebagai
rasional dari praktek pendidikan serta pada dasarnya bersifat direktif. Istilah direktif memberi
makna bahwa pendidikan itu mengarah pada tujuan yang pada hakekatnya untuk mencapai
kesejahteraan bagi subjek didik.
B. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan merupakan sebuah kata yang dapat kita terjemahkan sebagai usaha
sadar dan terencana melalui proses belajar mengajar untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar memiliki kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual, maupun
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Sedangkan pengajaran adalah
aktivitas nyata dalam mewujudkan pendidikan. Dalam arti sempit pendidikan adalah
pengajaran yang diselenggarakan umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan dan
dapat diketahui bahwa pengajaran hanyalah salah satu usaha yang hanya dilakukan melalui
pendidikan dalam mendidik anak didiknya.
Pendidik dalam rangka pengajaran dituntut untuk melakukan kegiatan yang bersifat
edukatif dan ilmiah. Oleh karena itu, peran pendidik tidak hanya sebagai pengajar, tetapi
sekaligus sebagai pembimbing yaitu sebagi wali yang memabantu anak didik mengatasi
kesulitan dalam studynya dan pemecahan bagi permasalahan lainnya. Bila usaha-usaha
selain pengajaran amat kurang dilakukan disekolah, kiranya dapat diduga hasil pendidikan
tidak akan sempurna. Artinya, pendidikan tidak akan berhasil dalam mengembangkan anak
didik secara utuh dan maksimal.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

11

Pendidikan dan pengajaran merupakan elemen penting yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan tanpa pengajaran tidaklah akan berhasil. Dalam membentuk peserta didik yang
memiliki kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual, juga keterampilan tidaklah mudah.
Peserta didik memerlukan bimbingan maupun pengarahan untuk mewujudkan semua itu.
Bimbingan dan pengarahan tersebut biasanya melalui pengajaran. Dari aktivitas nyata yang
sering disebut dengan pengajaran ini maka peserta didik akan memahami apa saja yang
harus dilakukan dan apa saja yang seharusnya tidak dilakukan dalam mencapai
pendidikannya itu.
Adapun konsep mengajar adalah membantu (mencoba membantu) seseorang
untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada
kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Artinya mengajar pada hakekatnya
suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa
sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar.Hal ini akan dapat terwujud jika
dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui:
1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar
siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses
belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik.
3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan
keterampilan tertentu.
Menurut Langford (1978) yang penting hubungan yang relevan bukanlah antara
pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu profesi dengan
pendidikan.
C. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari
kebodohan dan ketertinggalan. Sedangkan menurut UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. (UndangUndang Nomor 20
Tahun 2003). Siswa sebagai subjek belajar, memiliki potensi dan karakteristik unik, sangat
menentukan keberhasilan pendidikan. Kemampuan dan kesungguhan siswa merespon
pengetahuan, nilai dan ketrampilan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan
belajar.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks,
yaitu siswa, sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang
berkualitas dan berprestasi, perlu adanya optimalisasi seluruh unsur tersebut.
Tugas guru membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi, tetapi justru siswa yang aktif
mencari informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Guru juga dapat
mengembangkan iklim komunikasi di kelas selama pembelajaran berlangsung. Iklim
komunikasi yang dimaksud adalah adanya umpan balik interaktif antara guru dan peserta
didik. Dengan demikian, siswa akan mampu memberikan respon balik 2 terhadap materi
pembelajaran secara aktif, tidak harus menunggu informasi dari guru.
D. Konsep Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan
bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Untuk
menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan
kemampuan pada ranah-ranah:
1. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran
terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi.
2. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang
berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian
sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3. Psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

12

1. Belajar Menurut Pandangan Skiner.


Belajar menurut pandanag B.F.Skiner (1958) adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Menurut Skiner dalam
belajar ditemukan hal-hal berikut:
a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar,
b. Respon si belajar,
c. Konsekwensi yang bersifat menggunakan respon tersebut, baik konsekwensinya
sebagai hadiah maupun teguran atau hukuman.
Skinner menbagi dua jenis respon dalam proses belajar yakni:
a. Respondents response yaitu respon yang terjadi karena stimuli khusus, perangsangperangsang yang demikian ini mendahului respons yang ditimbulkannya.
b. Operants conditioning dalam clasical condotioning menggambarkan suatu situasi
belajar dimana suatu respons dibuat lebih kuat akibat reinforcement langsung yaitu
respon yang terjadi karena situasi random.
Menurut Skinner mengajar itu pada hakekatnya adalah rangkaian dari penguatan
yang terdiri dari suatu peristiwa dimana prilaku terjadi, perilaku itu sendiri, dan akibat
perilaku.
2. Belajar Menurut Pandangan Robert M. Gagne
Menurut Gagne (1970), Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil
belajar berupa kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebab oleh stimulasi yang berasal
dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar. Belajar terdiri dari tiga
komponen penting yakni kondisi eksternal yaitu stimulus dari lingkungan dari acara
belajar, kondisi internal yang menggambarkan keadaan internal dan proses kognitif
siswa, dan hasil belajar yang menggambarkan informasi verbal, keterampilan intelek,
keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.
Robert M. Gagne mengemukakan delapan tipe belajar yang membentuk suatu
hirarki dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni:
a. Belajar tanda-tanda atau isyarat (Signal Learning) yang menimbulkan perasaan
tertentu, mengambil sikap tertentu,yang dapat menimbulkan perasaan sedih atau
senang.
b. Belajar hubungan stimulus-respons (Stimulus Response-Learning)dimana respon
bersifat spesifik, tidak umum dan kabur.
c. Belajar menguasai rantai atau rangkaian hal (Chaining Learning) mengandung
asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan keterampilan motorik.
d. Belajar hubungan verbal atau asosiasi verbal (Verbal Association) bersifat asosiatif
tingkat tinggi tetapi fungsi nalarlah yang menentukan.
e. Belajar mebedakan atau diskriminasi (Discrimination Learning) yang menghasilkan
kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala.
f. Belajar konsep-konsep (Concept Learning) yaitu corak belajar yang menentukan ciriciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek.
g. Belajar aturan atau hukum-hukum (Rule Learning) dengan cara mengumpulkan
sejumlah sifat kejadian yang kemudian dalam macam-macam aturan.
h. Belajar memecahkan masalah (Problem Solving) menggunakan aturan-aturan yang
ada disertai proses analysis dan penyimpulan.
Inti dari pembelajaran tersebut adalah interaksi dan proses untuk
mengungkapkan ilmu pengetahuan oleh pendidik dan peserta didik yang menghasilkan
suatu hasil belajar.
Ada tiga aspek perkembangan intelektual yang diteliti oleh Jean Piaget yaitu:
a. Struktur, yaitu ada hubungan fungsional antara tindakan pisik, tindakan mental, dan
perkembangan berpikir logis anak.
b. Isi, yaitu pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau masalah yang dihadapinya.
c. Fungsi, yaitu cara yanag digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Dari uraian diatas dapat ditegaskan bahwa belajar dalam hal ini dapat
mengandung makna sebagai perubahan struktural yang saling melengkapi antara
asimilasi dan akomodasi dalam proses menyusun kembali dan mengubah apa yang
telah diketahui melalui belajar.
3. Belajar Menurut Pandangan Carl R. Rogers
Menurut pendapat Carl R. Rogers (Ahli Psikoterapi) praktek pendidikan
menitikberatkan pada segi pengajaran, bukuan pada siswa yang belajar. Praktek
tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan
pelajaran.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

13

Langkah-langkah dan sasaran pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru


menurut Rogers adalah meliputi: guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas
memilih belajar secara terstruktur, guru dan siswa membuat kontrak belajar, guru
menggunakan metode inquiri atau belajar menemukan (discovery learning), guru
menggunakan metode simulasi, guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu
menghayati perasaan dan berpartisipasi dengan kelompok lain, guru bertindak sebagai
fasilitator belajar dan sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram agar
tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreatifitas dalam belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 1999:17).
Jadi dapat ditegaskan belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing
anak kearah kebebasan dan kemerdekaan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk,
dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggung jawab
sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari dengan memberi anak didik
kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam
konteks belajar.
4. Belajar Menurut Pandangan Benjamin Bloom
Keseluruhan tujuan pendidikan dibagi atas hirarki atau taksonomi menurut
Benjamin Bloom (1956) menjadi tiga kawasan (dominan) yaitu: domain kognitif
mencakup kemampuan intelektual mengenal lingkungan yang terdiri atas 6 macam
kemampuan yang disusun secara hirarki dari yang paling sederhana sampai yang paling
kompleks yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analysis, sintesis dan penilaian;
domain afektif mencakup kemampuan-kemapuan emosional dalam mengalami dan
menghayati sesuatu hal yang meliputi lima macam kemampuan emosional disusun
secara hirarki yaitu kesadaran, partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai,
dan karakterisasi diri; domain psikomotor yaitu kemampuan-kemampuan motorik
menggiatkan dan mengkoordinasikan gerakan terdiri dari: gerakan repleks, gerakan
dasar, kemampuan perseptual, kemampuan jasmani, gerakan terlatih, dan komunikasi
nondiskursif.
Jadi dapat ditegaskan bahwa belajar adalah perubahan kualitas kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk meningkatkan taraf hidupnya sebagai pribadi,
masyarakat, maupun sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa.
5. Belajar Menurut Pandangan Jerome S. Bruner
Menurut Bruner (1960) dalam proses belajar dapat dibedakan dalam tiga fase
yaitu: informasi, transpormasi dan evaluasi.Bruner mengemukan empat tema
pendidikan, tema pertama mengemukan pentingnya arti struktur pengetahuan, tema
kedua ialah tentang kesiapan (readines) untuk belajar, tema ketiga menekankan nilai
intuisi dalam proses pendidikan, tema keempat ialah tentang motivasi atau keinginan
untuk belajar, dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi
itu.
Bruner menyimpulkan bahwa pendidikan bukan sekedar persoalan teknik
pengelolaan informasi, bahkan bukan penerapan teori belajar di kelas atau
menggunakan hasil ujian prestasi yang berpusat pada mata pelajaran.
B. Teori-teori Belajar
Secara garis besar dikenal ada tiga rumpun besar teori belajar menurut pandangan
psikologi yaitu teori disiplin mental, teori behaviorisme dan teori cognitive gestalt-filed.
1. Teori Disiplin Mental
Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini tanpa
dilandasi eksperimen, dan hanya berdasar pada filosofis atau spekulatif. Walaupun
berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai sekarang masih
ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran di sekolah-sekolah. Teori ini
menganggap bahwa secara psikologi individu memiliki kekuatan, kemampuan atau
potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengembangan dari kekuatan, kemampuan dan
potensi-potensi tersebut.
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang mula-mula
memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama Plato.
Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran dan jiwa yang
bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah ide murni yang ada di
dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari idea yang ada sejak kelahirannya.
Belajar dilukiskan sebagai pengembangan olah fikiran yang bersifat keturunan.
Kepercayaa ini kemudian dikenal sebagai konsep disiplin mental.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

14

Penganut belajar disiplin mental contohnya Jean Jacgues Rousseau yang


menggangap anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar,
anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan potensi-potensi
tersebut. Sesungguhnya anak memiliki kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba,
menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Teori disiplin mental menekankan pada latihan mental yang diberikan dalam
bentuk studi. Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan
utama disiplin mental adalah pada otak atau pikiran, yang dianggap sebagai benda
nonfisik, terbaring tidak aktif hingga ia dilatih. Kecakapan pikiran atau otak seperti
ingatan, kemauan, akal budi, dan ketekunan, merupakan otot-ototnya pikiran atau otak
tadi. Otak dipersepsikan seperti otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika dilatih secara
bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot pikiran
atau otak pun demikian halnya. Otak manusia bisa kuat dalam arti lebih tinggi
kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai.
Apabila belajar ditinjau dari teori disiplin mental maka belajar lebih ditekankan
pada masalah penguatan, atau pendisiplinan kecakapan berpikir otak, yang pada
akhirnya menghasilkan perilaku kecerdasan. Contohnya, dalam konteks komunikasi,
kecakapan berkomunikasi seseorang pun bisa dilatih sejak dini supaya berhasil dengan
baik. Tampaknya memang benar bahwa ahli-ahli komunikasi praktis seperti ahli pidato,
ahli kampanye, ahli seminar, dsb. Semuanya merupakan hasil dari proses latihan.
Latihan dalam hal keahlian ini identik dengan pengalaman. Semakin lama pengalaman
seseorang di bidangnya maka semakin ahli orang yang bersangkutan.
Menurut teori disiplin mental, orang dianggap sebagai paduan dari dua jenis zat
dasar, atau dua jenis realitas, yaitu pikiran rasional dan organisme biologis. Dengan
begitu maka konsep animal rasional digunakan untuk mengenali manusia, sedangkan
yang didisiplinkan atau dilatih melalui pendidikan adalah pikiran.
Menurut konsep ini pada dasarnya manusia terbentuk dari dua zat yakni mental
dan fisik secara berpadu. Bagaimana pun juga, pikiran dan badan atau zat rohaniah dan
zat badaniah tidak mempunyai karakteristik umum (yang sama). Pemikiran akan konsep
pikiran atau rohani sampai sekarang masih berlangsung, baik yang datangnya dari
orang-orang primitif (yang mengatakan bahwa nyawa berpindah ketika sedang
bermimpi), maupun konsep orang-orang sekarang yang lebih kompleks. Dalam hal ini
orang melihat belajar sebagai proses perkembangan akibat dari adanya pelatihan
pikiran atau otak. Dengan demikian maka belajar menjadi suatu proses yang terjadi di
dalam di mana berbagai kekuatan seperti imajinasi, memori, kemauan, dan pikiran,
diolah. Dan dari sana pendidikan pada umumnya dan belajar pada khususnya menjadi
suatu proses disiplin mental.
2. Teori Behaviorisme
Ada beberapa ciri dari teori ini yaitu: mengutamakan unsur-unsur atau bagianbagian kecil, bersifat mekanisme, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, dan menekankan kepentingan latihan. Tokoh yang
mengembangkan teori ini adalah Thorndike yang mengemukan tiga prinsip aatu hukum
dalam belajar yaitu: belajar akan berhasil apabila individu memiliki kesiapan untuk
melakukan perbuatan tersebut, belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan
ulangan, dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil
yang baik.
Prinsip belajar menurut teori behaviorisme yang dikemukan oleh Harley dan
Davis (1978) yang banyak dipakai adalah: proses belajar dapat terjadi dengan baik
apabila siswa ikut terlibat secara aktif didalamnya, materi pelajaran diberikan dalam
bentuk unit-unit kecil dan diatur sedemikian rupa sehingga hanya perlu memberikan
suatu proses tertentu saja, tiap-tiap respon perlu diberi umpan balik secara langsung
sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respon yang diberikan betul
atau tidak, dan perlu diberikan penguatan setiap kali siswa memberikan respon apakah
bersifat positif atau negatif.
Kelompok ini mencakup tiga teori, diantaranya:
a. Stimulus Respon Bond, bersumber dari psikologi koneksionisme oleh Edward L.
Thorndike. Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk pada stimulus respon/aksi
reaksi.
b. Conditionering, yaitu belajar/pembentukan hubungan antara stimulus dan respons
perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Tokoh yang popular dalam teori ini adalah
Watson.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

15

c. Reinforcement, teori berkembang berkembang dari teori psikologi. Pada


reinforcement, kondisi diberikan pada respon. Adapun tokoh utama pada teori ini
adalah C.L. Hull.
3. Teori Cognitive Gestalt-Filed
Teori Cognitive Gestalt Field bersumber dari psikologi lapangan oleh Kurt Lewin.
Teori ini berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya.
Teori belajar pertama dari kelompok ini adalah Goal Insight, berkembang dari psikologi
Convigurationlism. Menurutnya individu selalu berinteraksi dengan lingkungan,
perbuatan individu selalu diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan
lingkungan.
Teori belajar dijadikan dasar bagi proses belajar mengajar, dengan demikian ada
hubungan yang erat antara kurikulum dan psikologi belajar. Psikologi belajar
memberikan kontribusi dalam hal bagaimana kurikulum itu disampaikan kepada siswa
dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya. Dengan kata lain, psikologi belajar
berkenaan dengan penentuan strategi kurikulum.
Teori Belajar Gestalt meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari
pengamatanya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan
menghendaki agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis.
Suatu konsep yang penting dalam psikologis Gestalt adalah tentang insight yaitu
pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagianbagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan
teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan
ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh.
Menurut teori Gestalt perbuatan belajar itu tidak berlangsung seketika, tetapi
berlangsung berproses kepada hal-hal yang esensial, sehingga aktivitas belajar itu akan
menimbulkan makna yang berarti. Sebab itu dalam proses belajar, makin lama akan
timbul suatu pemahaman yang mendalam terhadap materi pelajaran yang dipelajari,
manakala perhatian makin ditujukan kepada objek yang dipelajari itu telah mengerti dan
dapat apa yang dicari.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

16

BAB IV
MAKNA DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
A. Konsep Pembelajaran
Menurut
Akhmad
Sudrajat
dalam
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com)
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran, metode pembelajaran, serta teknik dan taktik dalam
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun dalam Akhmad Sudrajat,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Hubungan antara pendekatan, strategi, metode, serta teknik dan taktik dalam
pembelajaran dapat divisualisasikan seperti pada Gambar berikut.

Gambar 1. Posisi Hierarkis Model Pembelajaran


Perbedaan model, pendekatan, strategi, metode, teknik, taktik pembelajaran dapat
dilihat dari penjelasan berikut:
1. Model Pembelajaran
Bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan
secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
2. Pendekatan Pembelajaran
Titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk
pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di
dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran
dengan cakupan teoretis tertentu.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

17

3. Strategi Pembelajaran
Suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien
4. Metode pembelajaran
Cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4)
simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)
simposium, dan sebagainya.
5. Teknik Pembelajaran
Cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah
siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas.
6. Taktik Pembelajaran
Gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu
yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan
metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.
Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang
memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena
dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
B. Pendekatan Pembelajaran
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada
tahun 1916, yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat
dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan
oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang
bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah
melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia
untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP
Depdiknas.
Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di Indonesia
tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan pemaksaan terhadap
siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal. Harus segera ada pilihan
strategi pembelajaran yang lebih berpihak dan memberdayakan siswa.
Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada
awal abad 20 yang lalu.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab,
pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di
sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa
pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah
merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan:
a. sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa
b. kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap
diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

18

c. kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa
manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah
berguna bagi hidupnya.
d. posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada
pemberi informasi.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status
apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa
apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat
mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen
pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya Dalam pengajaran kontekstual
memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu:
a. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan
yang realistik dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan
2. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang
lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang
dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan
dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar
yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah
maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing
dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu, guru lebih mengutamakan
keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide
baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkan kemampuan siswa
secara pribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih
mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang
pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan
sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat
beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam
pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

19

menekankan berbagi dan konstruksi sosial dalam pembentukan pengetahuan


(konstruktivisme sosial); sedangkan yang lain seperti Piaget melihat konstruksi individu
lah yang utama (konstruktivisme individu).
a. Konstrukstivisme Individu
Para psikolog konstruktivis yang tertarik dengan pengetahuan individu,
kepercayaan, konsep diri atau identitas adalah mereka yang biasa disebut
konstruktivis individual. Riset mereka berusaha mengungkap sisi dalam psikologi
manusia dan bagaimana seseorang membentuk struktur emosional atau kognitif dan
strateginya
b. Konstruktivisme social
Berbeda dengan Piaget, Vygotsky percaya bahwa pengetahuan dibentuk
secara sosial, yaitu terhadap apa yang masing-masing partisipan kontribusikan dan
buat secara bersama-sama. Sehingga perkembangan pengetahuan yang dihasilkan
akan berbeda-beda dalam konteks budaya yang berbeda. Interaksi sosial, alat-alat
budaya, dan aktivitasnya membentuk perkembangan dan kemampuan belajar
individual.
Ciri-ciri pendekatan konstruktivisme
a. Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi
peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau
pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai
dengan pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
b. Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan
pengalaman yang ada dalam diri siswa.
c. Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka
pelajari.
Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau
konsep apa yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk
menganalisis sesuai dengan materi yang dipelajari
3. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang
menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion berdasarkan
seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti
dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai
pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus.
Pendekatan deduktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan
umum ke keadaan khusus sebagai pendekatan pengajaran yang bermula dengan
menyajikan aturan, prinsip umum dan diikuti dengan contoh contoh khusus atau
penerapan aturan, prinsip umum ke dalam keadaan khusus.
4. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik
kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai
sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum. Pendekatan
induktif merupakan proses penalaran yang bermula dari keadaan khusus menuju
keadaan umum APB Statement No. 4 adalah contoh dari penelitian induksi, Statement
ini adalah suatu usaha APB untuk membangun sebuah teori akuntansi. Generally
Accepted Accounting Principles (GAAP) yang dijelaskan di dalam pernyataan
(statement) dibangun berdasarkan observasi dari praktek yang ada.
5. Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik
meguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep
(miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari pengamatan dan
pengalaman.
Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan pengajaran yang secara
langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan kepada siswa untuk
menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
Ciri-ciri suatu konsep adalah:
a. Konsep memiliki gejala-gejala tertentu
b. Konsep diperoleh melalui pengamatan dan pengalaman langsung
c. Konsep berbeda dalam isi dan luasnya
d. Konsep yang diperoleh berguna untuk menafsirkan pengalaman-pengalarnan
e. Konsep yang benar membentuk pengertian

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

20

f.

Setiap konsep berbeda dengan melihat ciri-ciri tertentu


Kondisi-kondisi yang dipertimbangkan dalam kegiatan belajar mengajar dengan
pendekatan konsep adalah:
a. Menanti kesiapan belajar, kematangan berpikir sesuai denaan unsur lingkungan.
b. Mengetengahkan konsep dasar dengan persepsi yang benar yang mudah
dimengerti.
c. Memperkenalkan konsep yang spesifik dari pengalaman yang spesifik pula sampai
konsep yang komplek.
d. Penjelasan perlahan-lahan dari yang konkret sampai ke yang abstrak.
Langkah-langkah mengajar dengan pendekatan konsep melalui 3 tahap yaitu,
a. Tahap enaktik
Tahap enaktik dimulai dari:
1) Pengenalan benda konkret.
2) Menghubungkan dengan pengalaman lama atau berupa pengalaman baru.
3) Pengamatan, penafsiran tentang benda baru
b. Tahap simbolik
Tahap simbolik siperkenalkan dengan:
1) Simbol, lambang, kode, seperti angka, huruf. kode, seperti (?=,/) dll.
2) Membandingkan antara contoh dan non-contoh untuk menangkap apakah siswa
cukup mengerti akan ciri-cirinya.
3) Memberi nama, dan istilah serta defenisi.
c. Tahap ikonik
1) Tahap ini adalah tahap penguasaan konsep secara abstrak, seperti:
2) Menyebut nama, istilah, defmisi, apakah siswa sudah mampu mengatakannya
6. Pendekatan Proses
Pendekatan proses merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu
konsep sebagai suatu keterampilan proses.
Pendekatan proses adalah pendekatan yang berorientasi pada proses bukan
hasil. Pada pendekatan ini peserta didik diharapkan benar-benar menguasai proses.
Pendekatan ini penting untuk melatih daya pikir atau mengembangkan kemampuan
berpikir dan melatih psikomotor peserta didik. Dalam pendekatan proses peserta didik
juga harus dapat mengilustrasikan atau memodelkan dan bahkan melakukan
percobaan. Evaluasi pembelajaran yang dinilai adalah proses yang mencakup
kebenaran cara kerja, ketelitian, keakuratan, keuletan dalam bekerrja dan sebagainya.
7. Pendekatan Sains, Teknologi, dan Masyarakat
Pendekatan Science, Technology and Society (STS) atau pendekatan Sains,
Teknologi dan Masyarakat (STM) merupakan gabungan antara pendekatan konsep,
keterampilan proses,CBSA, Inkuiri dan diskoveri serta pendekatan lingkungan. (Susilo,
1999). Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains
Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau
Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun
sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu
ditonjolkan. Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara
sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM
ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan,
sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam
masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah
diambilnya.
Filosofi yang mendasari pendekatan STM adalah pendekatan konstruktivisme,
yaitu peserta didik menyusun sendiri konsep-konsep di dalam struktur kognitifnya
berdasarkan apa yang telah mereka ketahui.
C. Implikasi Pendekatan Pembelajaran
1. Pendekatan Pembelajaran Individual
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang
menitikberatkan pada bantuan dan bimbngan belajar kepada masing-masing individu.
Pada pembelajaran ini, guru memberi bantuan pada masing-masing pribadi. Contohnya,
bantuan guru kelas tiga kepada siswa yang membaca dalam hati dan menulis karangan.
Pada membca dalam hati secara individual siswa menemukan kesukaran sendirisendiri.
Ciri yang menonjol pada pembelajaran individual dapat ditinjau dari segi-segi:

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

21

a. Tujuan pengajaran
Tujuan pengajaran yang menonjol adalah pemberian kesempatan dan
keleluasaan siswa untuk berlajar berdasarkan kemampuan sendiri serta
pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal.
b. Siswa sebagai subyek yang belajar
Siswa memiliki keleluasaan berupa: (1) kebebasan menggunakan waktu
belajar (2) keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas
belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. (3) siswa melakukan
penilaian sendiri atas hasil belajar. (4) siswa dapat mengetahui kemampuan dan
hasil belajar sendiri (5) siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program
belajarnya sendiri (6) jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya
perbedaan tanggung jawab belajar-mengajar. Hal ini terkait dengan perkembangan
emansipasi diri siswa. Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan
dasar siswa dididik memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar sendiri.
c. Guru sebagai pembelajar
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu,
berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa:
1) Perencanaan kegiatan belajar
2) Pengorganisasian kegiatan belajar
3) Penciptaan pendekatan terbuka anatara guru dan siswa
4) Fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa: dengan musyawarah guru
membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai
kemampuan siswa
2) Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan
belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar
3) Berperan sebagai penasihar atau pembimbing
4) Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri
Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan
memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut:
1) Memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu
2) Membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan
3) Mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media,
dan sumber
4) Membagi perhatian pada sejumlah pelajar, menurut tugas dan kebutuhan pelajar
5) Memberikan balikan terhadap setiap pelajar
6) Mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar.
Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan
menimbulkan perasaan bebas dalam belajar, dilakukan dengan cara:
1) Membuat hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa
2) Mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa
3) Membina suasana aman sehingga siswa leluasa bereksplorasi, memberi
kemungkinan penemuan-penemuan dan mendorong terjadinya emansipasi
dengan penuh tanggung jawab.
Cara guru untuk menjadi fasilitator dalam belajar adalah:
1) Membimbing siswa belajar
2) Menyediakan media dan sumber belajar
3) Memberi penguatan belajar
4) Menjadi teman dalam mengevaluasi pelaksanaan, cara, dan hasil belajar
5) Memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki
d. Program pembelajaran
Program pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan
pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan pelajar, program ini lebih efektif, sebab
siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri.
1) Dari segi guru, kurang efisien jika jumlah siswa terlalu besar.
2) Dari segi usia perkembangan belajar, program ini cocok untuk siswa SMP ke
atas, karena siswa dipandang telah dapat membaca dengan baik, mengerti dan
memahami dengan baik, serta dapat bekerja mandiri dan mampu bekerjasama.
3) Dari segi bidang studi, bidang studi yang cocok untuk program ini ialah bahasa,
matematika, IPA, dan IPS bagi ajaran tertentu, serta musik, kesenian, dan
olahraga yang bersifat perorangan.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

22

Program
pembelajaran
individual
dapat
berjalan
efektif
jika
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa
2) Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa
3) Prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa
4) Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
e. Orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan
kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Dalam pelaksanaan, guru
sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan rekan diskusi.
2. Pendekatan Pembelajaran berkelompok
Dalam pembelajaran ini, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap
anggota kelompok lebih intensif. Hal ini terjadi karena:
a. Hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat dan akrab
b. Siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,
dan minat
c. Siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar
Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi:
a. Tujuan pengajaran pada kelompok kecil
Tujuan pengajaran pada kelompok kecil adalah:
1) Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah secara rasional
2) Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan
3) Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa
diri sebagai bagian dari kelompok yang bertanggung jawab
4) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keterpimpinan pada tiap anggota
kelompok dalam pemecahan masalah kelompok
b. Siswa dalam pembelajaran kelompok kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk
memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang
kompak dan kohesif.
Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol adalah:
1) Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok
2) Tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok
3) Memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung
4) Ada interaksi dan komunikasi antar anggota
5) Ada tindakan berasama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok
Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan produktif diharapkan:
1) Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok
2) Siswa sebagai anggota kelompok memiliki tanggung jawab
3) Tiap anggota kelompok membina hubungan akrab
4) Kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif
c. Guru sebagai pembelajar dan pembelajaran kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari:
1) Pembentukan kelompok
Dengan pertimbangan tujuan yang akan diperoleh siswa dalam
berkelompok, latar belakang pengalaman siswa, serta minat atau pusat
perhatian siswa.
2) Perencanaan tugas kelompok
Tugas kelompok dapat paralel (semua kelompok memiliki tugas yang
sama) atau komplementer (kelompok saling melengkapi pemecahan masalah).
3) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan, guru dapat berperan sebagai berikut:
a) Pemberi informasi umum tentang proses belajar kelompok
b) Sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja
c) Melakukan evaluasi
4) Evaluasi hasil belajar kelompok
Pada pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
adalah peningkatan kemampuan kerja kelompok.
3. Pendekatan Pembelajaran Klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu
disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

23

efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Jumlah siswa tiap kelas pada
umumnya berkisar dari 10-45 orang. Dengan jumlah siswa sebanyak itu, guru masih
dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan
pengelolaan kelas, yaitu penciptaan kondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan
belajar dengan baik. Dan juga melaksanakan pengelolaan pembelajaran yang bertujuan
mencapai tujuan belajar.
Tekanan utama pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping
penyusunan desain instruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan
dengan:
a. Penciptaan tertib belajar
b. Penciptaan suasana senang dalam belajar
c. Pemusatan perhatian pada bahan ajar
d. Mengikutsertakan siswa belajar aktif
e. Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa. Guru dapat mengajar
seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar.
4. Posisi Guru-Siswa dalam Penyampaian Pesan
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berusaha menyampaikan sesuatu hal
yang disebut pesan. Sebaliknya, dalam kegiatan belajar siswa juga berusaha
memperoleh sesuatu hal. Pesan atau sesuatu hal tersebut dapat berupa pengetahuan,
wawasan, ketrampilan, atau isi ajaran yang lain.
a. Pembelajaran dengan strategi Ekspositori
Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat
pada guru. Peranan guru yang penting adalah:
1) penyusun program pembelajaran
2) pemberi informasi yang benar
3) pemberi fasilitas belajar yang baik
4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
5) penilai perolehan informasi
Peranan siswa yang penting adalah:
1) pencari informasi yang benar
2) pemakai media dan sumber yang benar
3) menyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru
b. Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah
pesan sehingga memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai.
Peranan guru yang penting adalah:
1) mencipatakan suasana bebas berpikir sehingga siswa berani bereksplorasi
dalam penemuan dan pemecahan masalah
2) fasilitator dalam penelitian
3) rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan masalah
4) pembimbing penelitian, pendorong keberanian berpikir alternatif dalam
pemecahan masalah
Peranan siswa yang penting adalah:
1) mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah
2) pelaku aktif dalam belajar, melakukan penelitian
3) penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan
4) penemu pemecahan masalah.
Evaluasi hasil belajar pada model inkuiri meliputi:
1) ketrampilan pencarian dan perumusan masalah
2) ketrampilan pengumpulan data atau informasi
3) ketrampilan meneliti tentang obyek, seperti benda, sifat benda, kondisi, atau
peristiwa dan pelaku
4) ketrampilan menarik kesimpulan
5) laporan
5. Kemampuan yang akan Dicapai dalam Pembelajaran
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Bila sebelum belajar
kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar selama lima bulan menjadi
100%. Hasil belajar tersebut akan meningkatkan kemampuan mental. Pada umumnya
hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.Kemampuan
mental yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Kondisi
kemampuan prabelajar dan kemampuan yang dicapai atau tujuan pembelajaran
tersebut dapat dilukiskan dalam Gambar berikut.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

24

Gambar Perkembangan kemampuan siswa dalam ranah Kognitif, Afektif, Psikomotorik berkat
pembelajaran
Dari Gambar diatas dapat diketahui hal berikut:
a) Guru melaksanakan tugas pembelajaran; tugas pembelajaran tersebut dilakukan
dengan pengorganisasian siswa, pengolahan pesan, dan evaluasi belajar,
b) Siswa memiliki motivasi belajar dan beremansipasi sepanjang hayat,
c) Siswa yang bersangkutan memiliki kemampuan pra-belajar; kemampuan tersebut
berupa kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
d) Berkat tindak pembelajaran ataupun motivasi intrinsiknya, siswa melakukan kegiatan
belajar. Dalam kegiatan belajar tersebut siswa mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan kognitif, afektifnya, dan psikomotoriknya menjadi lebih baik.
e) Berkat evaluasi belajar dari guru, maka siswa digolongkan telah mencapai suatu
hasil belajar, wujud dari hasil belajar tersebut adalah semakin bermutunya
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; hasil belajar tersebut dapat
digolongkan sebagai,
f) Dampak pengajaran,dan
g) Dampak pengiring.
Secara umum kegiatan belajar meliputi fase-fase sebagai berikut:
a) Motivasi yang berarti siswa sadar mencapai tujuan dan bertindak mencapai tujuan
belajar.
b) Konsentrasi, yang berarti siswa memusatkan perhatian pada bahan ajar.
c) Mengolah pesan, yang berarti siswa mengolah informasi dan mengambil makna
tentang apa yang dipelajari
d) Menyimpan, yang berarti siswa menyimpan dalam ingatan, perasaan, dan
kemampuan motoriknya
e) Menggali, dalam arti menggunakan hal yang dipelajari yang akan dipergunakan
untuk suatu pemecahan-pemecahan
f) Prestasi dalam arti menggunakan bahan ajar untuk kerja
g) Umpan balik dalam arti siswa melakukan pembenaran tentang hasil belajarnya atau
prestasinya.
Kegiatan belajar di sekolah, menurut Biggs dan Telfer, pada umumnya dapat
dibedakan menjadi empat hal berkenaan dengan
a) Belajar yang kognitif seperti pemerolehan pengetahuan
b) Belajar yang afektif seperti belajar tenteng perasaan, nilai-nilain dan emosi.
c) Belajar yang berkenaan dengan isi ajaran, seperti yang ditentukan dalam silabus
semacam pokok-pokok bahasan, dan
d) Belajar yang berkenaan dengan proses, seperti bagaimana suatu hasil dapat
diperoleh
Dengan kata lain menurut Biggs dan Tefler belajar di sekolah dapat dilukiskan
dalam Tabel berikut:
Tabel Tujuan Pengajaran dengan didikan Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Tujuan pengajaran
Isi
Proses
Ranah kognitif
Mata pelajaran sekolah
Pendekatan pemerolehan seperti
dan disiplin pengetahuan pemecahan masalah, penemuan, dan
sebagainya
Ranah Afektif
Pendidikan nilai dengan
Kejelasan nilai berkenaan dengan
sengaja
perasaan dan sikap
Ranah
Pendidikan keterampilan Kejelasan kecekatan psikotorik
Psikomotorik
dengan sengaja
dengan gerak

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

25

BAB V
MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI
A. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik Dan Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan
makna. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pendekatan pembelajaran; (2) strategi
pembelajaran; (3) metode pembelajran; (4) Teknik pembelajran; (5) Taktik pembelajaran;
dan (6) Model pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadai,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang
digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Kemp (dalam Sanjaya, 2006: 126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas,
Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi
dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goal (rencana, metode,
atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu) (J.
R. David dalam Sanjaya 2006:126). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan
strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab
tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi
pembelajaran
sifatnya
masih
konseptual
dan
untuk
mengimplementasikannya digunakan metode pembelajaran. Misalnya, untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau
bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan
media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk
pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang
dapat digunakan melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of
operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something
(Wina Senjaya (2008). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Sedangkan Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru,
yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan
teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementasi. Dengan perkataan lain,
metode yang dipilih oleh masing-masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan
teknik yang berbeda. Sedangkan menurut beberapa ahli yang telah diuraikan terdahulu
bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan arti yang lebih luas dari
metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian
dari strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk
memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar,
kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

26

penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula,
dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru
pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah
yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang
dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah strategi, metode,
atau teknik sering digunakan secara bergantian, walaupun pada dasarnya istilah-istilah
tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lain.
Gerlach dan Ely dalam (Hamzah, 2007:2) menyatakan bahwa teknik pembelajaran
seringkali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan, alat, atau
media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan
yang ingin dicapai
Apabila antara pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran sudah
terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan
model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku- buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain (Joyce dalam Ahmadi, dkk, 2011:8). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap
model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Ahmadi, dkk, 2011: 8) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
B. Macam-Macam Pendekatan Beserta Model Pembelajaran
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki
kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif
(Mulyasa 2008:95). Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif dan menyenangkan. Cara guru melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin
memerlukan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya.
Sedikitnya terdapat lima pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat
mengajar dengan baik yaitu: Pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses,
pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. (Mulyasa
2008:95-96).
1. Pendekatan Kompetensi
Mulyasa (2008:96) mengatakan bahwa Kompetensi menunjuk kepada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan,
kompetensi menunjuk kepada perbuatan (performance) yang bersifat rasional dan
memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1997) mengemukakan bahwa
Competency based education, an approach to instruction that aims to teach each
student the basic knowledge, skill, attitudes, and values essential to competence
(Pendidikan berbasis kompetensi, pendekatan untuk instruksi yang bertujuan untuk
mengajar setiap siswa pengetahuan dasar, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai penting
untuk kompetensi). Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan
penuh kesadaran mengapa dan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk
kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek aspek
pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap serta tahap-tahap pelaksanaannya secara
utuh.Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari pendidikan
berdasarkan pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari
pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan
konsep belajar tuntas (master learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for
mastery) adalah suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

27

sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil
yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Landasan teoritis ketiga bagi
perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali
definisi bakat.
Implikasi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut, Pertama, pembelajaran
perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara
klasikal, dalam pembelajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini
misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara kelompok. Kedua, perlu
diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang
bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan
tenang dan menyenangkan. Ketiga,dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang
cukup, terutama dalam penyelesaian tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta
didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia di
sekolah tidak mencukupi, berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan di luar kelas.
Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan
kompetensi, Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai
kompetensi, dan evaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar (behavioral
outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang
diperoleh dari belajar. Sejalan dengan uraian diatas Sukmadinata (1983)
mengemukakan tiga tahap yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran.yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
2. Pendekatan Keterampilan Proses
Mulyasa (2008:99) mengemukakan bahwa Pendekatan keterampilan proses
merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas
dan kreativitas peserta ddik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut,
termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial peserta didik dalam proses
pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan.
Indikator-indikator pendekatan keterampilan proses antara lain: kemampuan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur, mengamati, mencari
hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasikan, dan
mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan suatu karya.
Kemampuan-kemampuan yang menunjukkan keterlibatan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilihat melalui partisipasi dalam kegiatan
pembelajaran berikut:
a. Kemampuan bertanya
b. Kemampuan melakukan pengamatan
c. Kemampuan mengidentifikasi dan mengklasifikasi hasil pengamatan
d. Kemampuan menafsirkan hasil identifikasi dan klasifikasi
e. Kemampuan menggunakan alat dan bahan untuk memperoleh pengalaman secara
langsung
f. Kemampuan merencanakan suatu kegiatan penelitian
g. Kemampuan menggunakan dan menerapkan konsep yang telah dikuasai dalam
suatu situasi baru
h. Kemampuan menyajikan suatu hasil pengamatan dan atau hasil penelitian
Pendekatan keterampilan proses bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap
peserta didik memiliki potensi yang berbeda, dan dalam situasi yang normal, mereka
dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, tugas guru adalah
memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang
kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Pembelajaran
berdasarkan
pendekatan
keterampilan
proses
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar
b. Pendayagunaan potensi yang dimiliki peserta didik
c. Suasana kelas
d. Bimbingan dan motivasi guru
3. Pendekatan Lingkungan
Menurut Mulyasa (2008:101) Pendekatan lingkungan merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

28

melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi


bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang
dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaidah bagi lingkungannya.
Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan faidah
lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya
antara peserta didik dengan lingkungannya. Pengetahuan yang diberikan harus
memberi jalan keluar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan
tema seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik misalnya di
lingkungan petani, tema yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna
yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya dilingkungan pantai,
tema tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik.
Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapatkan
pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa-apa yang ada di
lingkungan sekolah, baik lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam pada
itu peserta didik dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di
lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang dihadapi.
Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua
cara:
a. Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa
dilakukan denga metode karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain-lain.
b. Membawa sumber-sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan
pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara sumber, bisa juga
sumber tiruan seperti model dan gambar.
c. Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan
cara-cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran.
4. Pendekatan Tematik (Thematic Approach)
Menurut Mulyasa (2008: 104) Pendekatan Tematik (Thematic Approach)
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yag digunakan dalam implementasi
kurikulum 2004, terutama di Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal (TK dan RA),
serta pada kelas rendah di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah (SD dan MI).
Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan
hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi peserta
didik dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut
pendekatan terpadu (integrated). Perlunya pendekatan tematik pada pembelajaran yang
mempunyai korelasi tinggi ialah kenyataan bahwa Dunia nyata itu menujukkan adanya
keterpaduan dan bahwa peserta didik ternyata lebih baik bila belajar menghubunghubungkan berbagai faktor yang ada.
Pendekatan tematik bertujuan:
a. Membentuk pribadi yang harmonis dan sanggup bertindak dalam menghadapi
berbagai situasi yang memerluka keterampilan pribadi.
b. Menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan peserta didik.
c. Memperbaiki dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode
mengajar hafalan.
Pelaksanaan pendekatan tematik secara optimal perlu ditunjang oleh kondisi
sekolah sebagai berikut:
a. Guru mesti berpartisipasi dalam sebuah tim serta mempunyai tanggung jawab untuk
menyukseskan tujuan tim
b. Guru harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program pembelajaran
tematis pada jadwal yang telah ditentukan.
c. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pendekatan tematik harus tersedia,
baik lingkungan sekolah maupun berupa pinjaman dari luar.
d. Pelaksanaan pendekatan tematik harus ada dalam struktur sekolah, sehingga guru
dapat menggunakan berbagai sarana sekolah yang diperlukan.
Pendekatan tematik dapat dilaksanakan oleh seorang guru, jadi semua bahan
ajar menjadi tanggung jawabnya. Dapat pula dilaksanakan beberapa orang guru secara
kolektif, namun harus dilandasi dengan kelancaran komunikasi, semangat kerjasama,
dan mengadakan koordinasi yang baik di antara mereka. Tema yang dipilih hendaknya
diangkat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar pembelajaran menjadi hidup dan
tidak kaku.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

29

BAB VI
PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pokok pikiran yang melandasi KBK adalah:
1. Menyadari bahwa peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai pada taraf
yang memadagi (critical mass) yang mampu meningkatkan taraf kegidupan masyarakat
pada umumnya.
2. Referensi mengenai mutu pendidikan perlu didudukkan secara utuh yang mencakup
dimensi manusia Indonesia seutuhnya.
3. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan
yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif.
Kerangka dasar kurikulum 2004
1. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum 2004
a. Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya
b. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika
c. Penguatan integritas Nasional
d. Perkembangan pengetahuan dan tegnologi informasi
e. Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlanjut sepanjang hayat
2. Prinsip-prinsip pelaksanaan
a. Kesamaan memperoleh kesempatan
b. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
c. Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan
d. Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dimadrasah.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum
pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan
dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus
mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum
yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada
satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat
dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu
dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir
pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada
Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi
kesempatan peserta didik untuk: belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

30

Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan
dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
1. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan
pendidikan yang bersangkutan.
2. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan
berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta
memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk
pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan
berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh
BSNP.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan
tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun
dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan
isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

31

e. Menyeluruh dan berkesinambungan


Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan peserta didik agar mampu dan mau belajar yang berlangsung
sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur
pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia
seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
4. Acuan Operasional Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia
Keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia menjadi dasar pembentukan
kepribadian peserta didik secara utuh. Kurikulum disusun agar sejauh mungkin mata
pelajaran dapat menunjang peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia.
b. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat perkembangan
dan kemampuan peserta didik
Pendidikan merupakan proses sistematik untuk meningkatkan martabat
manusia secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun
dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan
intelektual, emosional dan sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik.
c. Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan
Daerah memiliki potensi, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik
lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan sesuai dengan
karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum
harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan
dengan kebutuhan pengembangan daerah.
d. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional
Dalam era otonomi dan desentralisasi untuk mewujudkan pendidikan yang
otonom dan demokratis perlu memperhatikan keragaman dan mendorong partisipasi
masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, keduanya
harus ditampung secara berimbang dan saling mengisi.
e. Tuntutan dunia kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh kembangnya pribadi
peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh
sebab itu, kurikulum perlu memuat kecakapan hidup untuk membekali peserta didik
memasuki dunia kerja. Hal ini sangat penting terutama bagi satuan pendidikan
kejuruan dan peserta didik yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
f. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
Pendidikan perlu mengantisipasi dampak global yang membawa masyarakat
berbasis pengetahuan di mana IPTEKS sangat berperan sebagai penggerak utama
perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan adaptasi dan penyesuaian
perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan.
Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan
berkesinambungan sejalan dengan perkembangan IPTEK dan seni.
g. Agama
Kurikulum harus dikembangkan untuk mendukung peningkatan iman dan
taqwa serta akhlak mulia dengan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat
beragama. Oleh karena itu, muatan kurikulum semua mata pelajaran harus ikut
mendukung peningkatan iman, taqwa dan akhlak mulia.
h. Dinamika perkembangan global
Pendidikan harus menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun
bangsa, yang sangat penting dalam dinamika perkembangan global dimana pasar

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

32

bebas sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan semua bangsa. Pergaulan
antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu
bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku
dan bangsa lain.
i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Kurikulum harus dapat mendorong
berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk
memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI. Muatan kekhasan daerah harus
dilakukan secara proporsional.
j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu
ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan
dan mendukung upaya kesetaraan jender.
l. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan
ciri khas satuan pendidikan.
5. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4) Kelompok mata pelajaran estetika
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.
Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke
dalam isi kurikulum.
1) Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat
satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam
SI.
2) Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata
pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran
tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak
terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata
pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

33

diselenggarakan. Satuan pendidikan dapat menyelenggarakan satu mata


pelajaran muatan lokal setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satu tahun
satuan pendidikan dapat menyelenggarakan dua mata pelajaran muatan lokal.
3) Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan
kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara
lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri
pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik
serta kegiatan keparamukaan, kepemimpinan, dan kelompok ilmiah remaja.
Khusus untuk sekolah menengah kejuruan pengembangan diri terutama
ditujukan untuk pengembangan kreativitas dan bimbingan karier.
Pengembangan diri untuk satuan pendidikan khusus menekankan pada
peningkatan kecakapan hidup dan kemandirian sesuai dengan kebutuhan
khusus peserta didik.
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan
pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata
pelajaran.
4) Pengaturan Beban Belajar
a) Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat satuan pendidikan
SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB baik kategori standar maupun mandiri,
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori standar.
Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat digunakan
oleh SMP/MTs/SMPLB kategori mandiri, dan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/
MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS)
digunakan oleh SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri.
b) Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem paket
dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Pengaturan
alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester
ganjil dan genap dalam satu tahun ajaran dapat dilakukan secara fleksibel
dengan jumlah beban belajar yang tetap. Satuan pendidikan dimungkinkan
menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan
kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping
dimanfaatkan untuk mata pelajaran lain yang dianggap penting dan tidak
terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi.
c) Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak
terstruktur dalam sistem paket untuk SD/MI/SDLB 0% - 40%,
SMP/MTs/SMPLB 0% - 50% dan SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0% - 60% dari
waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan
alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta
didik dalam mencapai kompetensi.
d) Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik di sekolah setara
dengan satu jam tatap muka. Empat jam praktik di luar sekolah setara
dengan satu jam tatap muka.
e) Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK yang
menggunakan sistem SKS mengikuti aturan sebagai berikut.
(1) Satu SKS pada SMP/MTs terdiri atas: 40 menit tatap muka, 20 menit
kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
(2) Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka, 25
menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
5) Ketuntasan Belajar
Ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu
kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk
masing-masing indikator 75%. Satuan pendidikan harus menentukan kriteria
ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata
peserta didik, kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

34

diharapkan meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus menerus untuk


mencapai kriteria ketuntasan ideal.
Pelaporan hasil belajar (raport) peserta didik diserahkan pada satuan
pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu yang disusun oleh direktorat
teknis terkait.
6) Kenaikan Kelas dan Kelulusan
Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun ajaran. Kriteria
kenaikan kelas diatur oleh masing-masing direktorat teknis terkait.
Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik
dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah
setelah:
a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan
kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan;
c) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
d) lulus Ujian Nasional.
Ketentuan mengenai penilaian akhir dan ujian sekolah/madrasah diatur
lebih lanjut dengan peraturan Menteri berdasarkan usulan BSNP.
7) Penjurusan
Penjurusan dilakukan pada kelas XI dan XII di SMA/MA. Kriteria
penjurusan diatur oleh direktorat teknis terkait.
Penjurusan pada SMK/MAK didasarkan pada spektrum pendidikan
kejuruan yang diatur oleh direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
8) Pendidikan Kecakapan Hidup
a) Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/ SMALB,
SMK/MAK dapat memasukkan pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup
kecakapan pribadi, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan/atau
kecakapan vokasional.
b) Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian integral dari
pendidikan semua mata pelajaran dan/atau berupa paket/modul yang
direncanakan secara khusus.
c) Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik dari satuan
pendidikan yang bersangkutan dan/atau dari satuan pendidikan formal lain
dan/atau nonformal.
9) Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
a) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global adalah pendidikan yang
memanfaatkan keunggulan lokal dan kebutuhan daya saing global dalam
aspek ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi dan komunikasi,
ekologi, dan lain-lain, yang semuanya bermanfaat bagi pengembangan
kompetensi peserta didik.
b) Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan dapat memasukkan
pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
c) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global dapat merupakan bagian
dari semua mata pelajaran dan juga dapat menjadi mata pelajaran muatan
lokal.
d) Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh peserta didik dari
satuan pendidikan formal lain dan/atau satuan pendidikan nonformal.
c. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender
pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan
peserta didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan
sebagaimana yang dimuat dalam Standar Isi.
C. Kedudukan Geografi Dalam KBK dan KTSP

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

35

BAB VII
PERENCANAAN MEDIA PENGAJARAN GEOGRAFI
A. Pendahuluan
Media memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Dilihat dari pengadaan media
pembelajaran, dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu media yang sudah tersedia di
lingkungan sekolah atau tersedia di pasaran, dalam hal ini media dirancang secara khusus
oleh perusahaan tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku, diproduksi secara massal,
dan biasanya harganya relatif murah sehingga guru dengan mudah dapat memiliki dan
menggunakannya karena media ini sudah siap pakai. Jenis media seperti ini disebut
dengan media by utilization. Jenis media yang kedua disebut dengan media by design.Jenis
media yang kedua ini menuntut guru atau ahli media untuk merancang media sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran tertentu. Masing-masing jenis media tersebut
memiliki kelebihan dan keterbatasannya. Kelebihan dari media yang siap pakai adalah
hemat dalam waktu, tenaga dan biaya untuk pengadaannya. Sebaliknya untuk
mempersiapkan media yang dirancang secara khusus untuk kebutuhan tertentu
memerlukan banyak waktu, tenaga maupun biaya, karena untuk menghasilkan media media
yang baik diperlukan pengujian kesahihan dan keandalannya melalui serangkaian kegiatan
validasi prototipnya. Adapun kelebihan dari media ini adalah kecil kemungkinan untuk
ketidak sesuaian antara media dengan kebutuhan dan tujuan yang diharapkan
dibandingkan dengan media siap pakai yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan, tujuan
dan karakteristik materi serta siswa.
Pada saat pembelajaran, pernahkah Anda mengalami permasalahan bahwa
ternyata media yang Anda gunakan kurang tepat? dalam kata lain hasil belajar siswa tidak
meningkat, siswa tidak tertarik dengan media yang kita sajikan, atau siswa malah bingung
dan tidak meningkat motivasi belajarnya, padahal kita sudah bekerja keras untuk membuat
media tersebut. Atau Anda pernah merasa bingung untuk menentukan media apa yang
harus Anda pilih untuk materi pembelajaran yang sudah Anda siapkan?. Permasalahan
tersebut mungkin saja sering dialami guru karena banyaknya jenis media pembelajaran atau
ingin memilih media pembelajaran yang lebih efisien namun hasilnya memuaskan. Tentu
saja permasalahan tersebut tidak akan terjadi apabila Anda memahami bagaimana konsep
prosedur dan model yang tepat dalam memilih media pembelajaran.
B. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media
1. Alasan Teoritis Pemilihan Media
Anda tentu sudah tahu tentang media pembelajaran, atau sering melihat
bagaimana orang lain menggunakan media pembelajaran, bahkan mungkin Anda sering
menggunakan media dalam pembelajaran. Memang tepat adanya bahwa media identik
dengan guru, mengapa demikian? Karena media merupakan salah satu komponen
utama dalam pembelajaran selain, tujuan, materi, metode dan evaluasi, maka sudah
seharusnya dalam pembelajaran guru menggunakan media. Proses pemilihan media
menjadi penting karena kedudukan media yang strategis untuk keberhasilan
pembelajaran.
Alasan pokok pemilihan media dalam pembelajaran, karena didasari atas konsep
pembelajaran sebagai sebuah sistem yang didalamnya terdapat suatu totalitas yang
terdiri atas sejumlah komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Jika kita
lihat prosedur pengembangan desain instruksional maka diawali dengan perumusan
tujuan instruksional khusus sebagai pengembangan dari tujuan instruksional umum,
kemudian dilanjutkan dengan menentukan materi pembelajaran yang menunjang
ketercapaian tujuan pembelajaran serta menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
Upaya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran ditunjang oleh media yang sesuai
dengan materi, strategi yang digunakan, dan karakteristik siswa. Untuk mengetahui hasil
belajar, maka selanjutnya guru menentukan evaluasi yang tepat, sesuai tujuan dan
materi. Apabila ternyata hasil belajar tidak sesuai dengan harapan dalam kata lain hasil
belajar siswa rendah, maka perlu ditelusuri penyebabnya dengan menganalisis setiap
komponen, sehingga kita dapat mengetahui faktor penyebabnya dengan lebih objektif.
Analisis penyebab rendahnya hasil belajar dapat meninjau ketepatan seluruh
komponen diantaranya: mungkin keberhasilan ini disebabkan karena rumusan tujuan
tidak sesuai dengan row input dan kemampuan awal siswa entery behaviour level
siswa, bisa jadi tujuan yang ditetapkan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa
dalam kata lain terlalu tinggi. Penyebab yang lain bisa dari materi kurang sesuai dengan
tujuan, terlalu kompleks, terlalu sulit sehingga tidak dikuasai sepenuhnya oleh siswa.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

36

Apabila dua komponen telah dianalisis yaitu tujuan dan materi ternyata sudah sesuai
selanjutnya perlu dikaji penerapan strategi dan penggunaan media pembelajaran.
Strategi bisa jadi tidak tepat, membuat siswa tidak aktif, menjenuhkan, membosankan,
tidak merangsang siswa untuk aktif sehingga berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
Jika media dan strategi sudah tepat, maka perlu dikaji evaluasi yang digunakan apakah
sudah tepat baik bentuknya, jenis, instrumen evaluasi dan prosedur evaluasinya.
Mekanisme tersebut jelas menunjukan pendekatan sistem dalam pembelajaran
dengan pengertian bahwa setiap komponen dalam pembelajaran saling berkaitan satu
sama lain, saling berinteraksi, saling berhubungan, saling terobos dan saling
ketergantungan. Uraian diatas juga menggambarkan dengan jelas bagaimana
kedudukan media dalam pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan
sistem pembelajaran. Penggunaan media akan meningkatkan kebermaknaan
(meaningful learning) hasil belajar. Dengan demikian pemilihan media menjadi penting
artinya dan ini menjadi alasan teoritis mendasar dalam pemilihan media.
Pentingnya pemilihan media dengan melihat kedudukan media dalam
pembelajaran dapat kita lihat dengan model sistem pembelajaran yang dikemukakan
oleh Gerlach dan Elly, sebagai berikut:

Gambar Sistem Pembelajaran Gerlach dan Elly


Prosedur pengembangan pembelajaran menurut Gerlach dan Elly dengan
menggunakan pendekatan sistem dapat dijelaskan bahwa perumusan tujuan
instruksional merupakan langkah pertama dalam merencanakan pembelajaran sebagai
rumusan tingkah laku yang harus dimiliki oleh siswa setelah selesai mengikuti
pembelajaran. Langkah kedua adalah merinci materi pembelajaran yang diharapkan
dapat menunjang pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Perlu juga dilakukan tes
entering behavoiur level yaitu untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki siswa
yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagai dasar untuk menentukan dari mana
guru harus mengawali pembelajaran.
Tujuan, isi dan entery behaviour level menjadi dasar untuk menetapkan
komponen pembelajaran yang lainnya, yaitu: menentukan strategi yang harus sesuai
dengan karakteristik tujuan maupun materi yang diberikan juga termasuk mengatur dan
mengelompokan siswa. Pengelompokan siswa diselaraskan dengan waktu yang
tersedia, dan ruang belajar yang tersedia. Penentuan media yang akan digunakan
merupakan langkah selanjutnya. Bagaimana siswa agar mampu menguasai materi
sesuai tujuan, media apa yang cocok digunakan. apakah media cetak?, atau media
elektronik? apakah media tersebut digunakan sebagai alat bantu bagi guru seperti OHP,
TV, Slide Projector, Multimedia Projector, atau digunakan sepenuhnya oleh siswa
dengan bimbingan guru seperti pembelajaran berbasis komputer (CAI dan CBI).
Menentukan media yang cocok digunakan dalam pembelajaran disesuaikan dengan
tujuan, strategi, waktu yang tersedia, dan fasilitas pendukung lainnya. Seluruh kegiatan
pembelajaran diakhiri dengan penilaian terhadap penampilan (performance) siswa
disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan, dari penilaian ini guru dapat menentukan
umpan balik untuk melakukan revisi rencana dan pelaksanaan pembelajaran.
Pengkajian sistem pembelajaran yang dikembangkan oleh Gerlach dan Elly
tersebut menempatkan komponen media sebagai bagian integral dalam keseluruhan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

37

sistem pembelajaran. Dengan demikian secara teoritis model tersebut menjadi dasar
alasan mengapa kita perlu melakukan pemilihan terhadap media, agar memiliki
kesesuaian dengan tujuan (spesification of objective), kesesuaian dengan isi
(spesification of content), strategi pembelajaran (determination of strategy), dan waktu
yang tersedia (alocation of time).
2. Alasan Praktis Pemilihan Media
Alasan praktis berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan si
pengguna seperti guru, dosen, instruktur mengapa menggunakan media dalam
pembelajaran. Terdapat beberapa penyebab orang memilih media, antara lain
dijelaskan oleh Arif Sadiman (1996: 84) sebagai berikut:
a. Demonstration
Dalam hal ini media dapat digunakan sebagai alat untuk mendemonstrasikan
sebuah konsep, alat, objek, kegunaan, cara mengoperasikan dan lain-lain. Media
berfungsi sebagai alat peraga pembelajaran, misalnya seorang guru sedang
menerangkan teknik mengoperasikan Overhead Projector (OHP), pada saat
menjelaskannya menggunakan alat peraga berupa OHP, dengan cara
mendemonstrasikan
dosen
tersebut
menjelaskan,
menunjukkan
dan
memperlihatkan cara-cara mengoperasikan OHP. Contoh lain, seorang guru
geografi akan menjelaskan proses terjadinya gerhana dengan menggunakan media
solar system, sebelum dilakukan praktikum, terlebih dahulu guru tersebut
memperagakan bagaimana cara proses kerja penggunaannya dengan baik hingga
dirinya paham betul proses terjadinya gerhana tersebut.
b. Familiarity
Pengguna media pembelajaran memiliki alasan pribadi mengapa ia
menggunakan media, yaitu karena sudah terbiasa menggunakan media tersebut,
merasa sudah menguasai media tersebut, jika menggunakan media lain belum tentu
bisa dan untuk mempelajarinya membutuhkan waktu, tenaga dan biaya, sehingga
secara terus menerus ia menggunakan media yang sama. Misalnya seorang guru
yang sudah terbiasa menggunakan media LCD proyektor, kebiasaan menggunakan
media tersebut didasarkan atas alasan karena sudah akrab dan menguasai detil dari
media tersebut, meski sebaiknya seorang guru lebih variatif dalam memilih media,
dalam konsepnya tidak ada satu media yang sempurna, dalam arti kata tidak ada
satu media yang sesuai dengan semua tujuan pembelajaran, sesuai dengan semua
situasi dan sesuai dengan semua karakteristik siswa. Media yang baik adalah
bersifat kontekstual sesuai dengan realitas kebutuhan belajar yang dihadapi siswa.
Jika kita lihat pada contoh di atas, media LCD proyektor lebih tepat untuk
mengajarkan konsep dan aspek-aspek kognitif, dapat digunakan dalam jumlah siswa
maksimal 50 orang dengan ruangan yang tidak terlalu besar dan siswa cenderung
pasif tidak dapat melibatkan secara optimal potensi mental, emosional dan motor
skill, karena kontrol pembelajaran ada pada guru. Tentu saja OHP kurang tepat
untuk mengajarkan keterampilan yang menuntut demonstrasi, praktek langsung
yang lebih membuat siswa aktif secara fisik dan mental. Alasan familiarity tentu saja
tidak selamanya tepat, jika tidak memperhatikan tujuannya. Meski demikian alasan
ini cukup banyak terjadi dalam pembelajaran.
c. Clarity
Alasan ketiga ini mengapa guru menggunakan media adalah untuk lebih
memperjelas pesan pembelajaran dan memberikan penjelasan yang lebih konkrit.
Pada praktek pembelajaran, masih banyak guru tidak menggunakan media atau
tanpa media, metode yang digunakan dengan ceramah (ekspository), cara seperti ini
memang tidak merepotkan guru untuk menyiapkan media, cukup dengan menguasai
materi, maka pembelajaran dapat berlangsung, namun apakah pembelajaran seperti
ini akan berhasil? cara pembelajaran seperti ini cenderung akan mengakibatkan
verbalistis, yaitu pesan yang disampaikan guru tidak sama dengan persepsi siswa,
mengapa hal ini bisa terjadi? Karena informasi tidak bersifat konkrit, jika guru tidak
mampu secara detil dan spesifik menjelaskan pesan pembelajaran, maka verbalistis
akan terjadi.
d. Active Learning
Media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan oleh guru. Salah satu
aspek yang harus diupayakan oleh guru dalam pembelajaran adalah siswa harus
berperan secara aktif baik secara fisik, mental, dan emosional. Dalam prakteknya
guru tidak selamanya mampu membuat siswa aktif hanya dengan cara ceramah,
tanya jawab dan lain-lain namun diperlukan media untuk menarik minat atau gairah

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

38

belajar siswa. Seperti pendapat Lesle J. Briggs (1979) menyatakan bahwa media
pembelajaran sebagai the physical means of conveying instructional
content..........book, films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs menyatakan media
adalah alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses
belajar. Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi
bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi
efektifitas program belajar mengajar. Sebagai contoh seorang guru memanfaatkan
teknologi komputer berupa CD interaktif untuk mengajarkan materi geografi. Dengan
CD interaktif seorang siswa dapat lebih aktif mempelajari materi dan menumbuhkan
kemandirian belajar, guru hanya mengamati, dan mereviu penguasaan materi oleh
siswa. Cara seperti ini membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar, terlebih
kemasan program CD interaktif dengan multimedia menarik perhatian dan membuat
pesan pembelajaran lebih lengkap dan jelas.
Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa keberadaan media dapat diperoleh
dengan cara memanfaatkan yang sudah ada, baik media realia yaitu media alami yang
tersedia di alam sekitar misalnya: gunung, sawah, air, berbagai jenis batuan, hewan,
tumbuhan dan lain-lain. Media juga dapat diperoleh dengan cara pembelian.
Membeli berarti tidak terjadi proses desain oleh pengguna, media yang sudah
ada langsung dimanfaatkan oleh pengguna. Beberapa media dengan berbagai materi
pelajaran sekolah dengan berbagai jenjang pendidikan sudah dapat dijumpai di
beberapa toko buku, atau di toko yang khusus menjual alat-alat dan media
pembelajaran. Media yang mudah kita jumpai terutama yang berhubungan dengan
pelajaran geografi misalnya globe, peta, dan lain-lain.
Tugas pengguna adalah memilih media yang tepat dengan kebutuhan
pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi pembelajaran.
Tentu saja hal ini tidaklah mudah, diperlukan analisis dan pertimbangan-pertimbangan
yang matang sehingga membeli media berarti manfaat yang diperoleh bukan kesia-sian,
dalam hal ini Arif Sadiman (1996: 85) mengemukakan beberapa pertimbangan yang
dapat dijadikan rujukan untuk membeli media, hal tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:

C. Kriteria Pemilihan Media


1. Kriteria Umum Pemilihan Media
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan dalam pemilihan
media adalah dapat terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan pembelajaran, jika
tidak sesuai dengan kebutuhan dan tujuan maka media tersebut tidak digunakan. Mc. M.
Connel (1974) dengan tegas mengatakan if the medium fits use it artinya jika media

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

39

sesuai maka gunakanlah. Namun demikian dalam aplikasinya tidak sesederhana itu,
diperlukan satu pengkajian yang mendalam untuk sampai pada ketepatan dalam
memilih media. Pertanyaan mendasar kemudian adalah untuk memperoleh kesesuaian
tersebut, apakah yang menjadi indikator atau kriterianya? Jawaban atas pertanyaan
tersebut tidaklah mudah, namun diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesesuaian media. Diantara faktor yang perlu diperhatikan diantaranya:
tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, modalitas belajar siswa (auditif, visual dan
kinestetik), lingkungan, ketersediaan fasilitas pendukung, dan lain-lain.
Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media.
Namun demikian secara teoritik bahwa setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan
yang akan memberikan pengaruh kepada afektifitas program pembelajaran. Sejalan
dengan hal ini, pendekatan yang ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian
integral dalam proses pendidikan yang kajiannya akan sangat dipengaruhi beberapa
kriteria umum sebagai berikut:

Gambar Kriteria Pemilihan Media


Kriteria Pertama, Kesesuaian dengan Tujuan (instructional goals). Perlu di kaji
tujuan pembelajaran apa yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran. Dari
kajian Tujuan Instruksional Umum (TIU) atau Tujuan Instruksional Khusus (TIK) ini bisa
dianalisis media apa yang cocok guna mencapai tujuan tersebut. Selain itu analisis
dapat diarahkan pada taksonomi tujuan dari Bloom, dkk apakah tujuan itu bersifat
kognitif, afektif dan psikomotorik. Begitu halnya dalam kurikulum berbasis kompetensi
(2006), kriteri pemilihan media didasarkan atas kesesuaiannya dengan standar
kompetensi, kompetensi dasar dan terutama indikator.
Kriteria Kedua, Kesesuaian dengan materi pembelajaran (instructional content),
yaitu bahan atau kajian apa yang akan diajarkan pada program pembelajaran tersebut.
Pertimbangan lainnya, dari bahan atau pokok bahasan tersebut sampai sejauhmana
kedalaman yang harus dicapai, dengan demikian kita bisa mempertimbangkan media
apa yang sesuai untuk penyampaian bahan tersebut. Contohnya dapat dilihat pada
kolom kriteria dua di atas. Di sana tertera dengan jelas materi pembelajaran, misalnya
Peran OS dalam komputer dengan demikian media yang dinggap tepat adalah sesuai
dengan materi yang diajarkan, jika pokok materinya itu maka komputer merupakan
media yang dianggap paling tepat.
Kriteria Ketiga, Kesesuaian dengan Karakteristik Pebelajar atau siswa. Dalam
hal ini media haruslah familiar dengan karakteristik siswa/guru. Yaitu mengkaji sifat-sifat
dan ciri media yang akan digunakan. Hal lainnya karakteristik siswa, baik secara
kuantitatif (jumlah) ataupun kualitatif (kualitas, ciri, dan kebiasaan lain) dari siswa
terhadap media yang akan digunakan. Terdapat media yang cocok untuk sekelompok
siswa, namun tidak cocok untuk siswa yang lain. Misalnya, seorang guru tidak akan
menggunakan media video atau film walaupun media tersebut secara umum dipandang
baik apabila akan diajarkan pada siswa yang memiliki gangguan pada indra
penglihatannya. Demikian juga untuk media audio untuk siswa yang mengalami
gangguan pendengaran. Dengan demikian pemilihan media harus melihat kondisi siswa
Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

40

secara fisik terutama keberfungsian alat indra yang dimilikinya. Selain pertimbangan
tersebut perlu juga diperhatikan aspek kemampuan awal siswa, budaya maupun
kebiasaan siswa. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari respon negatif siswa,
serta kesenjangan pemahaman antara pemahaman yang dimiliki peserta didik sebagai
hasil belajarnya dengan isi materi yang terdapat pada media tersebut.
Kriteria Keempat, Kesesuaian dengan teori. Pemilihan media harus didasarkan
atas kesesuaian dengan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap
suatu media yang dianggap paling disukai dan paing bagus, namun didasarkan atas
teori yang di angkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan
media bukan pula karena alasan selingan atau hiburan semata. Melainkan media harus
merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, yang fungsinya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kriteri kelima, Kesesuaian dengan gaya belajar siswa. Kriteria ini didasarkan
atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar
siswa. Bobbi DePorter (1999:117) dalam buku Quantum Learning mengemukakan
terdapat tiga gaya belajar siswa, yaitu: tipe visual, auditorial dan kinestetik. Siswa yang
memiliki tipe visual akan mudah memahami materi jika media yang digunakan adalah
media visual seperti TV, Video, Grafis dan lain-lain. Berbeda dengan siswa dengan tipe
auditif, lebih menyukai cara belajar dengan mendengarkan dibanding menulis dan
melihat tayangan. Untuk mengidentifikasi tipe auditorial ini dapat dilihat dari kebiasaan
belajarnya, misalnya: berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, mudah terganggu oleh
keributan, senang membaca keras dan mendengarkannya, merasa kesulitan dalam
menulis namun memiliki kecerdasan dalam berbicara, belajar dengan cara
mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan. Tipe kinestetik lebih suka
melakukan dibandingkan membaca dan mendengarkan. Ciri-ciri tipe ini diantaranya:
berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk
memperoleh perhatian dari orang lain, belajar melalui manipulasi dan praktek, belajar
dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari telunjuk ketika membaca dan lainlain.
Kriteria Keenam, Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung,
dan waktu yang tersedia. Bagaimana bagusnya sebuah media, apabila tidak didukung
oleh fasilitas dan waktu yang tersedia, maka kurang efektif.
2. Prosedur Pemilihan Model Assure
Seperti yang telah diuraikan di atas, prosedur pemilihan media dapat dianalisis
dengan menggunakan prosedur menggunakan berbagai format baik matrik, checklist
maupun flowchart. Cara lain dalam pemilihan media dapat menggunakan pola ASSURE
model dari Heinich, Molenda dan Russel. ASSUR mengandung makna dari masingmasing huruf, yaitu Analisis Learner Characteristics, State Objectives, Slec, Modify or
Design materials, Utilitize Materilas, Require Learner response dan Evaluate.
3. Prosedur Pemilihan Model Anderson
Media merupakan bagian integral dalam pembelajaran, sebagai salah satu
komponen dari beberapa komponen dalam sistem pembelajaran, dengan demikian
prosedur pemilihan media hendaklah mengacu pada keterkaitan dengan komponen
lainnya. Hal inilah yang mendasari Anderson (1976) untuk membuat satu model
pemilihan media yang mengacu pada keterkaitannya dengan komponen lain.
Komponen yang menjadi fokus perhatian adalah tujuan, metode dan karakteristik
media itu sendiri. Tujuan berkaitan dengan efektivitas media yang dibuat, artinya baik
atau tidaknya sebuah media yang dipiilih dapat dilihat dari ketercapaian tujuannya,
semakin banyak tujuan pembelajaran tercapai maka semakin baik media tersebut,
begitu juga sebaliknya.
Metode berkenaan dengan cara penyampaian media tersebut kepada siswa.
Dalam hal ini perlu di diperhatikan jumlah siswa, keadaan fasilitas belajar, sarana
pendukung dan waktu yang tersedia. Untuk lebih jelasnya lihatlah bagan Model
Anderson (1976) berikut ini:

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

41

Gambar Model Pemilihan Media Menurut Anderson

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

42

BAB VIII
PENYUSUNAN EVALUASI PENGAJARAN DALAM PENGAJARAN GEOGRAFI
B. Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan
penilaian. (test, measurement,and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk
menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons
seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Tes merupakan
salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi
karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat,
maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan
kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by which
information about the attributes or characteristics of thing are determinied and differentiated
(Oriondo,1998: 2). Guilford mendefinisi pengukuran dengan assigning numbers to, or
quantifying, things according to a set of rules (Griffin & Nix, 1991: 3). Pengukuran
dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya
menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie. 1986: 14). Allen & Yen mendefinisikan pengukuran
sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu
(Djemari Mardapi, 2000: 1). Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi
atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan
tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur
karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala
rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task
Group on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan asesmen sebagai semua cara
yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok (Griffin & Nix, 1991: 3).
Popham (1995: 3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah
usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai
kepentingan pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan asesmen sebagai proses yang
menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang
institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. processes that provide
information about individual students, about curricula or programs, about institutions, or
about entire systems of institutions (Stark & Thomas,1994: 46). Berdasarkan berbagai
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai
kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes.
Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159) menyatakan bahwa:
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and
judgmental information about the worth and merit of some objects goals, design,
implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for
accountability, and promote understanding of the involved phenomena.
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan
yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan,
membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena.
Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis
dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta
penyusunan program selanjutnya.
Selanjutnya Griffin & Nix (1991:3) menyatakan:
Measurement, assessment and evaluation are hierarchial. The comparison of
observation with the criteria is a measurement, the interpretation and description of
the evidence is an assessment and the judgement of the value or implication of the
behavior is an evaluation.
Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan
penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran
diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian
(assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran,
sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

43

Brikerhoff (1986:ix) menjelaskan bahwa evaluasi merupakan proses yang


menentukan sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Menurut Brikerhoff (1986: ix),
dalam pelaksanaan evaluasi ada tujuh elemen yang harus dilakukan, yaitu:
1. penentuan fokus yang akan dievaluasi (focusing the evaluation),
2. penyusunan desain evaluasi (designing the evaluation),
3. pengumpulan informasi (collecting information),
4. analsis dan intepretasi informasi (analyzing and interpreting),
5. pembuatan laporang (reporting information),
6. pengelolaan evaluasi (managing evaluation), dan
7. evaluasi untuk evaluasi (evaluating evaluation).
Dalam pengertian tersebut menunjukkan bahwa dalam melakukan evaluasi,
evaluator pada tahap awal harus menentukan focus yang akan dievaluasi dan desain yang
akan digunakan. Hal ini berarti harus ada kejelasan apa yang akan dievaluasi yang secara
implisit menenkankan adanya tujuan evaluasi, serta adanya perencanaan bagaimana
melaksanakan evaluasi. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data, menganalisis dan
membuat intepretasi terhadap data yang terkumpul serta membuat laporan. Selain itu,
evaluator juga harus melakukan pengaturan terhadap evaluasi dan mengevaluasi apa yang
telah dilakukan dalam melaksanakan evaluasi secara keseluruhan. Weiss (1972:4)
menyatakan bahwa tujuan evaluasi adalah:
The purpose of evaluation research is to measure the effect of program against the
goals it set out accomplish as a means of contributing to subsuquest decision
making about the program and improving future programming.
Ada empat hal yang ditekankan pada rumusan tersebut, yaitu: 1) menunjuk pada
penggunaan metode penelitian, 2) menekankan pada hasil suatu program, 3) penggunaan
kriteria untuk menilai, dan 4) kontribusi terhadap pengambilan keputusan dan perbaikan
program di masa mendatang.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan proses
yang
sistematis
dan
berkelanjutan
untuk
mengumpulkan,
mendeskripsikan,
mengintepretasikan dan menyajikan informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar
membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program selanjutnya. Adapun
tujuan evaluasi adalah untuk memperoleh informasi yang akurat dan objektif tentang suatu
program. Informasi tersebut dapat berupa proses pelaksanaan program, dampak/hasil yang
dicapai, efisiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk program itu
sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan, diperbaiki atau dihentikan.
Selain itu, juga dipergunakan untuk kepentingan penyusunan program berikutnya maupun
penyusunan kebijakan yang terkait dengan program.
Dalam bidang pendidikan ditinjau dari sasarannya, evaluasi ada yang bersifat makro
dan ada yang mikro. Evaluasi yang bersifat makro sasarannya adalah program pendidikan,
yaitu program yang direncanakan untuk memperbaiki bidang pendidikan. Evaluasi mikro
sering digunakan di tingkat kelas, khususnya untuk mengetahui pencapaian belajar peserta
didik. Pencapaian belajar ini bukan hanya yang bersifat kognitif saja, tetapi juga mencakup
semua potensi yang ada pada peserta didik. Jadi sasaran evaluasi mikro adalah program
pembelajaran di kelas dan yang menjadi penanggungjawabnya adalah guru untuk sekolah
atau dosen untuk perguruan tinggi (Djemari Mardapi, 2000: 2).
C. Model-model Evaluasi Program
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat dipakai
dalam mengevaluasi program pembelajaran. Kirkpatrick, salah seorang ahli evaluasi
program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan model evaluasi
yang diberi nama Kirkpatricks training evaluation model juga menunjuk model-model lain
yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam mengadakan evaluasi terhadap sebuah
program. Model-model yang ditunjuk tersebut di antaranya adalah:
1. Jack PhillPS' Five Level ROI Model
2. Daniel Stufflebeam's CIPP Model (Context, Input, Process, Product)
3. Robert Stake's Responsive Evaluation Model
4. Robert Stake's Congruence-Contingency Model
5. Kaufman's Five Levels of Evaluation
6. CIRO (Context, Input, Reaction, Outcome)
7. PERT (Program Evaluation and Review Technique)
8. Alkins' UCLA Model
9. Michael Scriven's Goal-Free Evaluation Approach
10. Provus's Discrepancy Model

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

44

11. Eisner's Connoisseurship Evaluation Models


12. Illuminative Evaluation Model
13. Portraiture Model
Dari berbagai model tersebut di atas dalam tulisan ini hanya akan diuraikan secara
singkat beberapa model yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman
kerja dalam pelaksanaan evaluasi program.
1. Evaluasi model Kirkpatrick
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah
Kirkpatrick four levels evaluation model. Evaluasi terhadap efektivitas program training
menurut Kirkpatrick mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 Reaction, level 2
Learning, level 3 Behavior, level 4 Result
a. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur kepuasan
peserta (customer satisfaction). Program training dianggap efektif apabila proses
training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training sehingga
mereka tertarik termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta
training akan termotivasi apabila proses training berjalan secara memuaskan bagi
peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta yang
menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses
training yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti training
lebih lanjut. Menurut Center Partner dalam artikelnya yang berjudul Implementing
the Kirkpatrick Evaluation Model Plus mengatakan bahwa the interest, attention and
motivation of the participants are critical to the success of any training program.
People learn better when they react positively to the learning environment
(http://www.coe.wayne.edu/eval/pdf). Dengan demikian dapat dimaknai bahwa
keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari minat, perhatian dan
motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya kegiatan training. Orang akan
belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan
belajar.
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi
yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan
oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan sampai menu
dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan
reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
b. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the extend to
which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a
result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur ajarkan dalam
program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun ketrampilan. Peserta training
dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalamai perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan maupun peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu untuk
mengukur efektivitas program training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk
diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun
perbaikan ketrampilan pada peserta training maka program dapat dikatakan gagal.
Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaiah hasil (output)
belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement)
berarti penentuan satu atau lebih hal berikut: a). Pengetahuan apa yang telah
dipelajari ?, b). Sikap apa yang telah berubah ?, c). Ketrampilan apa yang telah
dikembangkan atau diperbaiki ?.
c. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi
terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan
pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga
lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan
tingkah laku setelah peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang
telah terjadi setelah mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta
kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat esternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta mengikuti
program training. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa
senang setelah mengikuti training dan kembali ke tempat kerja?. Bagaimana peserta
dapat mentrasfer pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama
training untuk diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

45

perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan training.
d. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam
kategori hasil akhir dari suatu program training di antaranya adalah kenaikan
produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya
kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program
mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang
lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program. Tidak semua
impact dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi
pada level-level sebelumnya.
2. Evaluasi model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Prosess and Product) pertama kali
ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi
ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on the view that
the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve (Madaus,
Scriven, Stufflebeam, 1983: 118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam
berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan
Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input,
process dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP
model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut. Nana Sudjana & Ibrahim
(2004: 246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai
berikut:
a. Context: situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan,
seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara,
pandangan hidup masyarakat dan seterusnya.
b. Input: sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan.
c. Process: pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam
kegiatan nyata di lapangan.
d. Product: hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem
pendidikan yang bersangkutan.
Dalam makalah yang dipresentasikan dalam Annual Conference of the Oregon
Program Evaluation Network (OPEN) Portland pada tahun 2003, Stufflebeam
memperluas makna evaluasi product menjadi: impact evaluation, effectiveness
evaluation, sustainability evaluation dan transportability evaluation (Stufflebeam, 2003:
59 62).
3. Evaluasi model Stake (Model Couintenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description
dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu
antecedent (context), transaction (process) dan outcomes. Stake mengatakan bahwa
apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif
antara program dengan program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu
membandingkan suatu program dengan standar tertentu.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa
evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan
bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain fihak. Dalam model
ini antecendent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data di
bandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan
dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang
absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000: 22).
D. Cakupan Evaluasi Program Pembelajaran
Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang efektivitas program
pembelajaran, ada sekurang-kurangnya tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi,
yaitu desain program pembelajaran, implementasi program dan hasil yang dicapai.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

46

1. Desain Program Pembelajaran


Desain program pembelajaran dinilai dari aspek tujuan yang ingin dicapai
ataupun kompetensi yang akan dikembangkan, strategi pembelajaran yang akan
diterapkan, isi program pembelajaran.
a. Kompetensi yang akan dikembangkan
Salah satu aspek dari program pembelajaran yang dijadikan obyek evaluasi
adalah kompetensi yang akan dikembangkan, khususnya kompetensi dasar dari
mata pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan
untuk menilai kompetensi dasar yang akan dikembangkan, yaitu antara lain:
4) Menunjang pencapaian kompetensi standar kompetensi maupun kompetensi
lulusan.
5) Jelas rumusan yang digunakan (observable). Mampu menggambarkan dengan
jelas perubahan tingkah laku yang diharapkan diri siswa .
6) Mempunyai kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
b. Strategi pembelajaran
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menilai strategi
pembelajaran yang direncanakan, yaitu antara lain:
1) Kesesuaian dengan kompetensi yang akan dikembangkan.
2) Kesesuaian dengan kondisi belajar mengajar yang diinginkan.
3) Kejelasan rumusan, terutama mencakup aktivitas guru maupun siswa dalam
proses pembelajaran
4) Kemungkinan keterlaksanaan dalam kondisi dan alokasi waktu yang ada.
c. Isi program pembelajaran
Isi program pembelajaran yang dimaksud adalah pengalaman belajar yang
akan disiapkan oleh guru maupun yang harus diikuti siswa. Ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan untuk menilai isi program pembelajaran, yaitu antara lain:
1) Relevansi dengan kompetensi yang akan dikembangkan.
2) Relevansi dengan pengalaman murid dan lingkungan.
3) Kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
4) Kesesuaian dengan alokasi waktu yang tersedia.
5) Keauthentikan pengalaman dengan lingkungan hidup siswa.
2. Implementasi Program Pembelajaran
Selain desain program pembelajaran, proses implementasi program atau proses
pelaksanaan pun perlu dijadikan obyek evaluasi, khususnya proses belajar dan
pembelajaran yang berlangsung di lapangan. National Council for the Social Studies
(2006: 4) merekomendasikan bahwa evaluasi dalam social studies seharusnya
mengukur isi maupun proses pembelajaran. Evaluation istrument should measure both
content and process. Sedangkan mengenai standar evaluasi proses pembelajaran
Nama sudjana & Ibrahim (2004: 230 - 232) menampilkan sejumlah kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi proses belajar dan pembelajaran yaitu:
a. Konsistensi dengan kegiatan yang terdapat dalam program pembelajaran
b. Keterlaksanaan oleh guru
c. Keterlaksanaan dari segi siswa
d. Perhatian para siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung
e. Keaktifan para siswa dalam proses belajar
f. Kesempatan yang diberikan untuk menerapkan hasil peembelajaran dalam situasi
yang nyata
g. Pola interaksi antara guru dan siswa
h. Kesempatan untuk mendapatkan umpan balik secara kontinu
3. Hasil Program Pembelajaran
Selain desain program dan implementasi, komponen ketiga yang perlu dievaluasi
adalah hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Hasil yang dicapai ini dapat
mengacu pada pencapaian tujuan jangka pendek (ouput) maupun mengacu pada
pencapaian tujuan jangka panjang (outcome). Outcome program pembelajaran tidak
kalah pentingnya dengan output, karena dalam outcome ini akan dinilai seberapa jauh
siswa mampu mengimplementasikan kompetensi yang dipelajari di kelas ke dalam dunia
nyata (realworld) dalam memecahkan berbagai persoalan hidup dan kehidupan dalam
masyarakat.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

47

BAB IX
PENYUSUNAN SILABUS DAN RPP GEOGRAFI
BERDASARKAN KTSP
A. Kerangka dan Isi Silabus
1. Pengembangan Silabus
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berkenaan dengan
kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan guru
untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah/satuan pendidikan.
Secara spesifik pengawas satuan pendidikan harus memiliki kemampuan untuk
membantu guru dalam mengembangkan silabus sebagai sarana/pedoman dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Sejalan dengan adanya kebijakan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia
yang diawali dengan adanya UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, telah dibentuk suatu Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang salah satu tugasnya mengembangkan
standar kompetensi dan standar isi. Standar kompetensi terdiri atas standar kompetensi
lulusan (SKL), standar kompetensi kelompok mata pelajaran (SK-KMP), standar
kompetensi mata pelajaran (SK-MP), dan kompetensi dasar (KD). Standar isi terdiri atas
kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, dan kalender pendidikan. Kedua
standar tersebut dijadikan sebagai panduan dalam penyusunan kurikulum operasional
pada tingkat satuan pendidikan. Dengan adanya kebijakan baru tersebut, maka
pengembangan kurikulum secara operasional sampai dengan penyusunan silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang lebih spesifik menjadi tanggung jawab
sekolah.
Silabus pada dasarnya merupakan rencana pembelajaran jangka panjang pada
suatu dan/atau kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus sebagai suatu rencana
pembelajaran diperlukan sebab proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam
jangka waktu yang sudah ditentukan. Selain itu, proses pembelajaran sendiri pada
hakikatnya merupakan suatu proses yang ditata dan diatur sedemikian rupa menurut
langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang
diharapkan dan kompetensi dasar dapat tercapai secara efektif.
Memperhatikan hal di atas, salah satu peran yang harus dilakukan pengawas
sekolah adalah bagaimana mengarahkan pihak pengelola sekolah, khususnya guru,
agar dalam penyusunan silabus didasarkan atas pertimbangan yang matang supaya
siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna. Silabus yang dikembangkan
dengan tepat dan efektif akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran. Komponen-komponen dalam silabus tersebut harus disusun dan
dikembangkan secara sistematis dan sistemik, dan dalam pengembangannya harus
berorientasi pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dikembangkan
oleh BSNP.
2. Pengertian Silabus
Silabus merupakan produk utama dari pengembangan kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis pada suatu satuan pendidikan yang harus memiliki keterkaitan dengan
produk pengembangan kurikulum lainnya, yaitu proses pembelajaran. Silabus dapat
dikatakan sebagai kurikulum ideal (ideal/potential curriculum), sedangkan proses
pembelajaran merupakan kurikulum aktual (actual/real curriculum).
Silabus juga merupakan hasil atau produk pengembangan disain pembelajaran,
seperti Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar (PDKBM) dan Garis-garis Besar Program
Pembelajaran (GBPP). Dalam silabus tersebut memuat komponen-komponen minimal
dari kurikulum satuan pendidikan. Untuk mengadakan pengkajian terhadap kurikulum
yang sedang dilaksanakan pada suatu satuan pendidikan, bisa dilakukan melalui
penelaahan silabus yang telah dikembangkan dan diberlakukan. Dari pengkajian
terhadap silabus bisa memberikan berbagai informasi, di antaranya dapat dilihat apakah
kurikulum sebagai suatu teori telah diterjemahkan dengan baik. Melalui silabus dapat
ditelaah standar kompetensi dan kompetensi yang akan dicapai, materi yang akan
dikembangkan, proses yang diharapkan terjadi, serta bagaimana cara mengukur
keberhasilan belajar. Dari silabus juga akan tampak apakah hubungan antara satu

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

48

komponen dengan komponen lainnya harmonis atau tidak. Karena itu kedudukan
silabus dalam telaah kurikulum tingkat satuan pendidikan sangatlah penting.
Silabus merupakan salah satu tahapan dalam pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, khususnya untuk menjawab apa yang harus dipelajari?, juga
merupakan penjabaran lebih lanjut tentang pokok-pokok program dalam satu mata
pelajaran yang diturunkan dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi
penilaian, dan pengalokasian waktu.
Silabus pada dasarnya merupakan program yang bersifat makro yang harus
dijabarkan lagi ke dalam program-program pembelajaran yang lebih rinci, yaitu rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus merupakan program yang dilaksanakan
untuk jangka waktu yang cukup panjang (satu semester), menjadi acuan dalam
mengembangkan RPP yang merupakan program untuk jangka waktu yang lebih singkat.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
3. Manfaat Silabus
Dengan memperhatikan beberapa pengertian di atas, pada dasarnya silabus
merupakan acuan utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Beberapa manfaat dari
silabus ini, di antaranya:
a. Sebagai pedoman/acuan bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut, yaitu dalam
penyusunan RPP, pengelolaan kegiatan pembelajaran, penyediaan sumber belajar,
dan pengembangan sistem penilaian.
b. Memberikan gambaran mengenai pokok-pokok program yang akan dicapai dalam
suatu mata pelajaran.
c. Sebagai ukuran dalam melakukan penilaian keberhasilan suatu program
pembelajaran.
d. Dokumentasi tertulis (witten document) sebagai akuntabilitas suatu program
pembelajaran.
4. Prinsip Pengembangan Silabus
Dalam pengembangan silabus perlu dipertimbangkan beberapa prinsip. Prinsip
tersebut merupakan kaidah yang akan menjiwai pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Terdapat beberapa prinsip yang harus dijadikan dasar dalam
pengembangan silabus ini, yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,
memadai/adequate, aktual/kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Penjelasan dari prinsip-prinsip tersebut yaitu:
a. Ilmiah, maksudnya bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi/materi pembelajaran yang akan
dipelajari siswa, maka materi/isi pembelajaran tersebut harus memenuhi kebenaran
ilmiah. Untuk itu, dalam penyusunan silabus disarankan melibatkan ahli bidang
keilmuan masing-masing mata pelajaran agar materi pembelajaran tersebut memiliki
validitas yang tinggi.
b. Relevan, maksudnya bahwa cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan
penyajian materi dalam silabus harus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
c. Sistematis, maksudnya bahwa komponen-komponen dalam silabus harus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Silabus pada
dasarnya merupakan suatu sistem, oleh karena itu dalam penyusunannya harus
dilakukan secara sistematis.
d. Konsisten, maksudnya bahwa dalam silabus harus nampak hubungan yang
konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
e. Memadai, maksudnya bahwa cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian cukup memadai untuk menunjang pencapaian
kompetensi dasar yang pada akhirnya mencapai standar kompetensi.
f. Aktual dan Kontekstual, maksudnya bahwa cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

49

perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel, maksudnya bahwa keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah
dan tuntutan masyarakat.
h. Menyeluruh, maksudnya bahwa komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
5. Pengorganisasian dan Tatalaksana Tim Pengembang Silabus
Berdasarkan apa yang terlulis dalam panduan penyusunan KTSP,
pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau
berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Silabus dapat disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan
mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya. Selain
itu, guru juga harus sudah memahami dengan benar langkah-langkah
mengembangkan silabus.
b. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan
untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus
yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.
c. Di SMK, IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
d. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya
bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/ PKG untuk bersamasama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam
lingkup MGMP/PKG setempat.
e. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan
membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya
masing-masing.
Agar silabus dapat tersusun dengan baik, dibutuhkan tim kerja yang memadai
dan memiliki beberapa kapabilitas. Sebaiknya dalam tim kerja tersebut tersedia ahli
kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli disain pembelajaran, ahli evaluasi, dan ahli lainnya
yang diperlukan. Selanjutnya, perlu juga ditetapkan struktur organisasi dan tatalaksana
tim pengembang silabus tersebut.
6. Prosedur Pengembangan Silabus
Untuk memperoleh silabus yang berkualitas dan sesuai dengan prinsip-prinsip
sebagaimana telah diuraikan di atas, diperlukan prosedur pengembangan silabus yang
tepat. Prosedur pengembangan silabus yang disarankan yaitu melalui tahapan:
perancangan, validasi, pengesahan, sosialisasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara
singkat, prosedur pengembangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Perancangan (Design).
Tahap ini diawali dengan kegiatan mengidentifikasi standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi, dilanjutkan dengan menetapkan
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, jenis penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang diperlukan.
Produk dari tahap ini yaitu berupa draf awal silabus untuk setiap mata pelajaran
(disarankan dalam bentuk matriks agar memudahkan dalam melihat hubungan antar
komponen).
b. Validasi.
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah draf awal silabus yang telah
disusun itu sudah tepat atau masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan
lebih lanjut, baik berkenaan dengan ruang lingkup, urutan penyajian, substansi
materi pokok, maupun cakupan isi dalam komponen-komponen silabus yang
lainnya. Tahap validasi bisa dilakukan dengan cara meminta tanggapan dari pihakpihak yang dianggap memiliki keahlian untuk itu, seperti ahli disiplin keilmuan mata
pelajaran. Apabila setelah dilakukan validasi ternyata masih banyak hal yang perlu
diperbaiki, maka sebaiknya secepatnya dilakukan penyempurnaan atau
perancangan ulang sampai diperoleh silabus yang siap diimplementasikan. Hal ini
terutama sekali apabila silabus itu dikembangkan oleh suatu tim yang dibentuk dari
perwakilan beberapa sekolah yang hasilnya akan dijadikan acuan oleh guru dalam
menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

50

c. Pengesahan.
Tahap ini dilakukan sebelum silabus final dimplementasikan dengan tujuan
agar memperoleh pengesahan dari pihak yang dianggap kompeten. Tahap
pengesahan ini merupakan pertanda bahwa silabus tersebut secara resmi sudah
bisa dijadikan pedoman oleh guru dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan penilaian.
d. Sosialisasi.
Tahap ini dilakukan terutama apabila silabus dikembangkan pada level yang
lebih luas dan dilakukan oleh tim yang secara khusus dibentuk dan dipercaya untuk
mengembangkannya. Silabus final yang dihasilkan dan telah disahkan perlu
disosialisasikan secara benar dan tepat kepada guru sebagai pelaksana kurikulum.
e. Pelaksanaan.
Tahap ini merupakan kulminasi dari tahap-tahap sebelumnya yang diawali
dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sampai dengan
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
f. Evaluasi.
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah silabus yang telah
dikembangkan itu mencapai sasarannya atau sebaliknya. Dari hasil evaluasi ini
dapat diketahui sampai dimana tingkat ketercapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, silabus dapat segera
diperbaiki dan disempurnakan.
7. Langkah-langkah Penyusunan Silabus
Secara umum proses penyusunan silabus terdiri atas delapan langkah utama
sebagai berikut:
a. Mengisi kolom identitas mata pelajaran
Pada bagian ini perlu dituliskan dengan jelas nama sekolah, mata pelajaran,
ditujukan untuk kelas berapa, pada semester mana, dan alokasi waktu yang
dibutuhkan. Perlu juga dituliskan standar kompetensi mata pelajaran yang akan
dicapai.
b. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar kompetensi pada dasarnya merupakan kualifikasi kemampuan
minimal siswa yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester untuk
mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang
harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi. Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini berlaku secara
nasional, ditetapkan oleh BSNP.
Para pengembang silabus perlu mengkaji secara teliti standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada dalam standar isi;
2) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran;
3) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata
pelajaran.
c. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Materi pokok/pembelajaran ini merupakan pokok-pokok materi pembelajaran
yang harus dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator. Jenis
materi pokok bisa berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, atau keterampilan. Materi
pokok dalam silabus biasanya dirumuskan dalam bentuk kata benda atau kata kerja
yang dibendakan. Untuk mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang
menunjang pencapaian kompetensi dasar dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Potensi peserta didik;
2) Relevansi dengan karakteristik daerah,
3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta
didik;
4) Kebermanfaatan bagi peserta didik;
5) Struktur keilmuan;
6) Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
8) Alokasi waktu.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

51

d. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk/pola umum
kegiatan yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Kegiatan
pembelajaran ini dapat berupa kegiatan tatap muka maupun bukan tatap muka.
Kegiatan tatap muka, berupa kegiatan pembelajaran dalam bentuk interaksi
langsung antara guru dengan siswa (ceramah, tanya jawab, diskusi, kuis, tes).
Kegiatan non tatap muka, berupa kegiatan pembelajaran yang bukan interaksi
langsung
guru-siswa
(mendemonstrasikan,
mempraktikkan,
mengukur,
mensimulasikan, mengadakan eksperimen, mengaplikasikan, menganalisis,
menemukan, mengamati, meneliti, menelaah), kegiatan pembelajaran kontekstual,
dan kegiatan pembelajaran kecakapan hidup.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar
yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud
melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada
peserta didik. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar baik di dalam
maupun di luar kelas. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu
dikuasai peserta didik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan
kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
1) Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para
pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses pembelajaran
secara profesional.
2) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh
peserta didik secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
3) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki konsep
materi pembelajaran.
4) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua
unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa, yaitu
kegiatan siswa dan materi.
e. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik,
mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi daerah dan dirumuskan dalam kata kerja
operasional yang terukur dan/atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai
dasar untuk menyusun alat penilaian.
f. Penentuan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk
tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan/atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian.
1) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
2) Penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu berdasarkan apa yang bisa
dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk
menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
3) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan siswa.
4) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa
perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik
yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program
pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
5) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh
dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan
pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

52

proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk/hasil


melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.
g. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar didasarkan pada
jumlah minggu efektif dan alokasi waktu mata pelajaran per minggu dengan
mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat
kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang
dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu rerata untuk menguasai
kompetensi dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
Silabus mata pelajaran disusun berdasarkan seluruh alokasi waktu yang
disediakan untuk mata pelajaran selama penyelenggaraan pendidikan di tingkat
satuan pendidikan. Penyusunan silabus memperhatikan alokasi waktu yang
disediakan per semester, per tahun, dan alokasi waktu mata pelajaran lain yang
sekelompok. Implementasi pembelajaran per semester menggunakan penggalan
silabus sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata
pelajaran dengan alokasi waktu yang tersedia pada struktur kurikulum. Khusus untuk
SMK/MAK menggunakan penggalan silabus berdasarkan satuan kompetensi.
h. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik, nara sumber, serta
lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan sumber belajar didasarkan
pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.
8. Format Silabus
Silabus sebagai bagian dalam proses pembelajaran terdiri dari komponenkomponen yang saling berkaitan satu sama lain. Komponen silabus yang disarankan
terdiri dari: identitas mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber belajar. Komponen-komponen tersebut sebaiknya disusun dalam format dan
sistematika yang jelas. Format berkaitan dengan bentuk penyajian isi silabus,
sedangkan sistematika berkaitan dengan urutan penyajian komponen silabus. Format
silabus ini sebaiknya disusun dalam bentuk matriks (bukan naratif) untuk mempermudah
dalam melihat keterhubungan antar komponen.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

53

Contoh Format Silabus


SILABUS
Sekolah
:
Mata pelajaran
:
Kelas/Semester
:
Alokasi waktu :
Standar kompetensi :
Kompetensi Dasar
(1)

Materi Pokok/
Pembelajaran
(2)

Kegiatan
Pembelajaran
(3)

Indikator

Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/Rujukan

(4)

(5)

(6)

(7)

54
Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

Contoh Format Silabus Pembelajaran Terpadu


SILABUS
Sekolah
:
Kelas/Semester
:
Alokasi waktu :
Tema
:
Standar kompetensi :
Mata Pelajaran
(1)

Kompetensi
Dasar
(2)

Materi Pokok/
Pembelajaran
(3)

Kegiatan
Pembelajaran
(4)

Indikator

Penilaian

Alokasi Waktu

Sumber/Rujukan

(5)

(6)

(7)

(8)

55
Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

B. Kerangka dan Isi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)


Silabus sebagaimana diuraikan di atas merupakan pegangan guru dalam
pelaksanaan pembelajaran yang sifatnya masih umum/luas. Silabus tersebut sebaiknya
disusun sebagai program yang harus dicapai selama satu semester atau satu tahun ajaran.
Untuk pegangan dalam jangka waktu yang lebih pendek, guru harus membuat program
pembelajaran yang disebut rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP ini merupakan
satuan atau unit program pembelajaran terkecil untuk jangka waktu mingguan atau harian
yang berisi rencana penyampaian suatu pokok atau satuan bahasan tertentu atau satu tema
yang akan dibahas.
Isi dan alokasi waktu setiap RPP ini tergantung kepada luas dan sempitnya
pokok/satuan bahasan yang dicakupnya. Misalnya suatu pokok/satuan bahasan yang
membutuhkan waktu hanya 2 jam pelajaran, mungkin bisa selesai diajarkan dalam satu kali
pertemuan saja. Tetapi pokok/satuan bahasan yang membutuhkan waktu 4 jam pelajaran
perlu disampaikan dalam dua kali pertemuan. Supaya tidak terlalu kaku/rigid, tidak perlu
membuat RPP untuk setiap kali pertemuan secara terpisah-pisah, namun bisa diatur untuk
satu RPP misalnya mencakup materi pembelajaran untuk 3-4 kali pertemuan.
Komponen-komponen RPP ini lebih rinci dan lebih spesifik dibandingkan dengan
komponen-komponen dalam silabus. Bentuk RPP yang dikembangkan pada berbagai
daerah atau sekolah mungkin berbeda-beda, tetapi isi dan prinsipnya seharusnya sama.
Komponen minimal yang ada dalam RPP adalah tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
metode pembelajaran, sumber belajar, penilaian hasil belajar.
1. Pengertian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Pembelajaran pada dasarnya merupakan proses yang ditata dan diatur
sedemikian rupa, menurut langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya dapat
mencapai hasil yang diharapkan. Pengaturan tersebut dituangkan dalam bentuk
perencanaan pembelajaran. Setiap perencanaan selalu berkenaan dengan perkiraan
atau proyeksi mengenai apa yang diperlukan dan apa yang akan dilakukan. Demikian
halnya, perencanaan pembelajaran memperkirakan atau memproyeksikan mengenai
tindakan apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan kegiatan pembelajaran.
Mungkin saja dalam pelaksanaannya tidak begitu persis seperti apa yang telah
direncanakan, karena proses pembelajaran itu sendiri bersifat situasional. Namun,
apabila perencanaan sudah disusun secara matang, maka proses dan hasilnya tidak
akan terlalu jauh dari apa yang sudah direncanakan. Istilah perencanaan pembelajaran
yang saat ini digunakan berkaitan dengan penerapan KTSP di sekolah-sekolah di
Indonesia yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pada waktu yang lalu
dikenal istilah satuan pelajaran (satpel), rencana pelajaran (renpel), dan istilah-istilah
sejenis lainnya.
Terdapat beberapa pendapat berkenaan dengan perencanaan pembelajaran ini,
di antaranya:
a. Secara garis besar perencanaan pengajaran mencakup kegiatan merumuskan
tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pengajaran, cara apa yang dipakai
untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi/bahan apa yang akan
disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media apa yang
diperlukan (Ibrahim 1993: 2).
b. Untuk mempermudah proses belajar-mengajar diperlukan perencanaan pengajaran.
Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pengembangan instruksional
sebagai sistem yang terintegrasi dan terdiri dari beberapa unsur yang saling
berinteraksi (Toeti Soekamto 1993: 9).
c. Perencanaan pengajaran dapat dikatakan sebagai pedoman mengajar bagi guru
dan pedoman belajar bagi siswa. Melalui perencanaan pengajaran dapat
diidentifikasi apakah pembelajaran yang dikembangkan/dilaksanakan sudah
menerapkan konsep belajar siswa aktif atau mengembangkan pendekatan
keterampilan proses.
d. Gambaran aktivitas siswa akan terlihat pada rencana kegiatan atau dalam rumusan
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang terdapat dalam perencanaan pengajaran.
Kegiatan belajar dan mengajar yang dirumuskan oleh guru harus mengacu pada
tujuan pembelajaran. Sehingga perencanaan pengajaran merupakan acuan yang
jelas, operasional, sistematis sebagai acuan guru dan siswa berdasarkan kurikulum
yang berlaku.
Istilah pengajaran yang digunakan dalam pengertian di atas sebaiknya diubah
dengan pembelajaran, untuk memberi tekanan pada aktivitas belajar yang dilakukan
siswa.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

56

Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas maka rencana pelaksanaan


pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi
dan dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1
(satu) kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) indikator atau beberapa indikator
untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
2. Unsur Pokok dalam RPP
Unsur-unsur pokok yang terkandung dalam RPP meliputi:
a. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran, kelas, semester, dan
waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).
b. Kompetensi dasar dan indikator-indikator yang hendak dicapai.
c. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka mencapai
kompetensi dasar dan indikator.
d. Kegiatan pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan
siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk
menguasai kompetensi dasar dan indikator).
e. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi dasar,
serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan
kompetensi dasar yang harus dikuasai.
f. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan untuk
menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian).
3. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
RPP pada dasarnya merupakan kurikulum mikro yang menggambarkan
tujuan/kompetensi, materi/isi pembelajaran, kegiatan belajar, dan alat evaluasi yang
digunakan. Efektivitas RPP tersebut sangat dipengaruhi beberapa prinsip perencanaan
pembelajaran berikut:
a. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kondisi siswa.
b. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan kurikulum yang berlaku.
c. Perencanaan pembelajaran harus memperhitungkan waktu yang tersedia
d. Perencanaan pembelajaran harus merupakan urutan kegiatan pembelajaran yang
sistematis.
e. Perencanaan pembelajaran bila perlu lengkapi dengan lembaran kerja/tugas dan
atau lembar observasi.
f. Perencanaan pembelajaran harus bersifat fleksibel.
g. Perencanaan pembelajaran harus berdasarkan pada pendekatan sistem yang
mengutamakan keterpaduan antara tujuan/kompetensi, materi, kegiatan belajar dan
evaluasi.
Prinsip-prinsip tersebut harus dijadikan landasan dalam penyusunan RPP. Selain
itu, secara praktis dalam penyusunan RPP, seorang guru harus sudah menguasai
bagaimana menjabarkan kompetensi dasar menjadi indikator, bagaimana dalam memilih
materi pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar, bagaimana memilih
alternatif metode mengajar yang dianggap paling sesuai untuk mencapai kompetensi
dasar, dan bagaimana mengembangkan evaluasi proses dan hasil belajar.
4. Langkah-langkah Penyusunan RPP
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran dapat ditempuh langkahlangkah sebagai berikut:
a. Mengisi kolom identitas
b. Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah ditetapkan
c. Menentukan SK, KD, dan Indikator yang akan digunakan yang terdapat pada silabus
yang telah disusun.
d. Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan SK, KD, dan Indikator yang telah
ditentukan (lebih rinci dari KD dan Indikator, pada saat-saat tertentu rumusan
indikator sama dengan tujuan pembelajaran, karena indikator sudah sangat rinci
sehingga tidak dapat dijabarkan lagi). Rumusan tujuan pembelajaran tidak
menimbulan penafsiran ganda.
e. Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok/pembelajaran yang terdapat
dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi pokok/pembelajaran
f. Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
g. Merumuskan langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan awal, inti, dan
akhir. Langkah-langkah pembelajaran berupa rincian skenario pembelajaran yang
mencerminkan penerapan strategi pembelajaran termasuk alokasi waktu setiap

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

57

tahap. Dalam merumuskan langkah-langkah pembelajaran juga harus


mencerminkan proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi.
h. Menentukan alat/bahan/ sumber belajar yang digunakan.
i. Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal, teknik penskoran, dll.
Tuliskan prosedur, jenis, bentuk, dan alat/instrumen yang digunakan untuk menilai
pencapaian proses dan hasil belajar siswa, serta tindak lanjut hasil penilaian,
seperti: remedial, pengayaan, atau percepatan. Sesuaikan dengan teknik penilaian
berbasis kelas, seperti: penilaian hasil karya (product), penugasan (project), kinerja
(performance), dan tes tertulis (paper & pen).
Berkaitan dengan penyusunan RPP ini, terdapat beberapa catatan yang perlu
diperhatikan oleh para guru, yaitu:
a. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan secara nasional
untuk seluruh mata pelajaran harus dijadikan acuan utama dalam merumuskan
komponen-komponen RPP. Karena itu, rumusan standar kompetensi dan
kompetensi dasar sekalipun sudah dituliskan dalam silabus, perlu tetap dituliskan
kembali dalam RPP agar dapat terlihat secara langsung keterkaitannya dengan
komponen yang lainnya dan menjadi titik tolak untuk menentukan materi
pembelajaran, indikator ketercapaian kompetensi, media, metoda, kegiatan
pembelajaran serta menentukan cara penilaian.
b. Penjabaran kompetensi dasar menjadi indikator-indikator ketercapaian kompetensi
perlu dipahami oleh guru. Setelah itu guru harus mampu menuliskannya dalam RPP
dengan menggunakan rumusan-rumusan yang tepat, terukur, dan operasional.
Ketidakmampuan guru dalam merumuskan indikator-indikator tersebut akan
mempengaruhi pencapaian kompetensi dasar, yang akhirnya berakibat terhadap
rendahnya kemampuan yang dimiliki siswa.
c. Dalam penentuan materi pembelajaran pada umumnya guru sering menjadikan buku
teks sebagai titik tolak dan sumber utama pembelajaran. Hal ini akan membawa
akibat bahwa seluruh proses pembelajaran akan berada di sekitar buku teks
tersebut. Dalam RPP yang dikembangkan, sebenarnya buku teks hanya merupakan
salah satu sumber. Sumber itu tidak hanya hanya buku, namun ada buku, alat,
manusia, lingkungan maupun teknik yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Sebenarnya dengan adanya kompetensi dasar dan indikator akan memudahkan
penentuan materi. Apabila kompetensi dasar dan indikator ada dalam kawasan
belajar kognitif, maka sifat materi yang akan disajikanpun akan berkenaan dengan
pengetahuan ataupun pemahaman. Demikian pula halnya untuk kawasan belajar
afektif maupun psikomotor. Materi pembelajaran ini dapat diuraikan secara terinci
atau cukup dengan pokok-pokok materi saja, dan materi terinci nantinya dapat
dilampirkan. Materi pembelajaran sifatnya bermacam-macam ada yang berupa
informasi, konsep, prinsip, keterampilan dan sikap. Sifat dan materi tersebut akan
membawa implikasi terhadap metoda yang akan digunakan dan kegiatan belajar
yang harus ditempuh oleh siswa.
d. Dalam penentuan atau pemilihan kegiatan pembelajaran perlu disesuaikan metoda
mana yang paling efektif, efesien, dan relevan dengan pencapaian kompetensi
dasar dan indikator. Penentuan metode pembelajaran harus memungkinkan
terlaksananya cara belajar siswa aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Guru
perlu memilih kegiatan-kegiatan pembelajaran yang benar-benar efektif dan efesien
dengan mempertimbangkan:
1) Karakteristik kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
2) Keadaan siswa, mencakup perbedaan-perbedaan individu siswa seperti
kemampuan belajar, cara belajar, latar belakang, pengalaman, dan
kepribadiannya.
3) Jenis dan jumlah fasilitas/sumber belajar yang tersedia untuk dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
4) Sifat dan karakteristik masing-masing metode yang dipilih untuk mencapai
kompetensi dasar.
5. Format RPP
Setelah memahami setiap langkah di atas, maka selanjutnya rencana
pelaksanaan pembelajaran dapat disusun dengan menggunakan format RPP tertentu.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

58

Contoh Format Rencana Pelaksanaan Pembelajaran:


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah
: ..
Mata Pelajaran
: .....
Kelas/Semester
: ..
Alokasi Waktu
: . x pertemuan (@ menit)
Standar Kompetensi : .......................................................................................
Kompetensi Dasar
: .......................................................................................
Indikator
: .......................................................................................
A. Tujuan Pembelajaran
....................................................................................................................
....................................................................................................................
B. Materi Pembelajaran
....................................................................................................................
....................................................................................................................
C. Metode Pembelajaran
....................................................................................................................
....................................................................................................................
D. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal

2. Kegiatan Inti

3. Kegiatan Akhir

4. Alat, Bahan, dan Sumber Belajar

5. Penilaian

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

59

Berikut ini disampaikan contoh format RPP untuk pembelajaran terpadu yang dilaksanakan di
SMK.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
: ..............................................................
Tema
: ..
Kelas/Semester
: ..
Alokasi Waktu
: . x pertemuan (@ menit)
Standar Kompetensi : ......................................................................................
Kompetensi Dasar
: .....................................................................................
Indikator
: .....................................................................................
A. Tujuan Pembelajaran
......................................................................................................................
......................................................................................................................
B. Materi Pembelajaran
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
C. Metode Pembelajaran
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
D. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal

2. Kegiatan Inti

3. Kegiatan Akhir

4. Alat, Bahan, dan Sumber Belajar

5. Penilaian

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

60

C. Struktur Organisasi, Bentuk, dan Kriteria Pembuatan RPP


1. Identitas
Tuliskan identitas RPP terdiri dari: Nama sekolah, Mata Pelajaran,
Kelas/Semester, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Alokasi Waktu.
Catatan:
a. RPP disusun untuk satu Kompetensi Dasar.
b. Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator dikutip dari silabus yang
disusun dan telah diberlakukan dalam suatu satuan pendidikan (SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK).
Standar kompetensi kompetensi dasar indikator adalah suatu alur pikir yang
saling terkait tidak dapat dipisahkan.
Indikator adalah perilaku (bukti terukur) yang dapat memberikan gambaran
bahwa siswa telah mencapai kompetensi dasar.
Kompetensi Dasar adalah sejumlah kompetensi yang memberikan gambaran
bahwa siswa telah mencapai standar kompetensi.
Indikator merupakan:
a. Penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan perilaku yang
dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
b. Dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik, satuan pendidikan, dan
potensi daerah.
c. Rumusannya menggunakan kerja operasional yang terukur dan/atau dapat
diobservasi.
d. Digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat penilaian.
e. Disusun dengan kalimat operasional (dapat diukur) berisi komponen ABCD
(Audience = Siswa, Behavior = Perilaku, Competency = Kompetensi dan Degree =
peringkat/ukuran).
Alokasi waktu diperhitungkan untuk pencapaian satu kompetensi dasar,
dinyatakan dalam jam pelajaran dan banyaknya pertemuan (contoh: 2 x 40 menit).
Karena itu, waktu untuk mencapai suatu kompetensi dasar dapat diperhitungkan dalam
satu atau beberapa kali pertemuan bergantung pada karakteristik kompetensi dasarnya.
2. Tujuan Pembelajaran
Tuliskan output (hasil langsung) dari satu paket pengalaman belajar yang
dikemas oleh guru, karena itu penetapan tujuan pembelajaran dapat mengacu pada
pengalaman belajar siswa.
Misalnya:
Pengalaman belajar: Mengumpulkan informasi tentang jenis-jenis tanah yang
ada di sekitar tempat tinggal (SMP/MTs).
Tujuan Pembelajaran: Siswa dapat melaporkan hasil pengumpulan informasi
tentang berbagai jenis tanah yang ada di sekitar tempat tinggal.
Tujuan pembelajaran, boleh salah satu di antara atau keseluruhan tujuan
pembelajaran berikut:
Siswa dapat menjawab pertanyaan guru berikut:
a. Apa saja nama jenis tanah yang ada di sekitar tempat tinggalmu?
b. Sebutkan ciri-ciri tanah yang ada di sekitar tempat tinggalmu!
c. Deskripsikan penggunaan tanah untuk apa saja?
d. Siswa dapat merespon dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh
teman-teman sekelasnya.
e. Siswa dapat mengulang kembali informasi tentang jenis-jenis tanah yang telah
disampaikan oleh guru.
Bila pembelajaran dilakukan lebih dari 1 (satu) pertemuan, ada baiknya tujuan
pembelajaran juga dibedakan menurut waktu pertemuan, sehingga target-target produk
tiap pembelajaran jelas kelihatan.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

61

3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada dalam silabus.
Materi pokok tersebut kemudian dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk
memudahkan penetapan uraian materi dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator: siswa dapat menyebutkan ciri-ciri batuan beku dalam (SMA/MA)
Materi pembelajaran:
Ciri-Ciri Batuan Beku Dalam:
Batuannya keras, berwarna kehitaman, tidak berpori, memiliki susunan berbentuk
kristal.
4. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan
sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik
pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metodemetode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa:
a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses,
kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya.
b. Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inquiri, observasi, tanya jawab,
dan seterusnya.
5. Langkah-langkah Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah
kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur
kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pendahuluan
Orientasi: memusat perhatian siswa terhadap materi yang akan dibelajarkan.
Dapat dilakukan dengan menunjukkan benda yang menarik, memberikan illustrasi,
membaca berita di surat kabar dan sebagainya.
Contoh:
Anak-anak sekalian, perhatikan apa yang saya pegang. Karim, silahkan kamu
menyebutkan apa yang saya pegang.
Penyebutan nama siswa dalam RPP akan sangat membantu guru dalam melakukan
pengendalian siswa yang dilibatkan dalam pembelajaran.
Apersepsi: memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang
akan diajarkan.
Contoh:
Siswa mengamati gambar (gunting koran) tentang bangunan/benda-benda yang
rusak akibat gempa bumi (gambar tidak harus seragam).
Tahap ini juga dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat
yang harus dimiliki siswa, dapat digali dengan melakukan pretest.
Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari gempa bumi,
bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi, dsb.Pemberian Acuan:
biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa
penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.Pembagian
kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman
belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).
b. Kegiatan inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat
menkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

62

langkah tersebut disusun sedemikian rupa agar siswa dapat menunjukkan


perubahan perilaku sebagaimana dituangkan pada tujuan pembelajaran dan
indikator.
Untuk memudahkan, sebaiknya kegiatan inti dilengkapi dengan Lembaran
Kerja Siswa (LKS).
Catatan: LKS yang ada pada buku LKS yang diperdagangkan belum tentu
sesuai dengan rencana yang disusun oleh guru.
c. Kegiatan penutup
Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman/simpulan.
Guru memeriksa hasil belajar siswa. Dapat dengan memberikan tes tertulis
atau tes lisan atau meminta siswa untuk mengulang kembali simpulan yang telah
disusun atau dalam bentuk tanya jawab dengan mengambil 25% siswa sebagai
sampelnya.
Memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan di
luar kelas, di rumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.
Langkah-langkah pembelajaran dimungkinkan disusun dalam bentuk seluruh
rangkaian kegiatan, sesuai dengan karakteristik model pembelajaran yang dipilih,
menggunakan urutan sintaks sesuai dengan modelnya. Oleh karena itu, kegiatan
pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup tidak harus ada dalam
setiap pertemuan.
Contoh:
Pada suatu pembelajaran digunakan model Pembelajaran Langsung. Langkahlangkah pembelajaran disusun sesuai dengan sintaks pembelajaran langsung sebagai
berikut:
FASE-FASE
PERILAKU GURU
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan
Menjelaskan tujuan pembelajaran/indikator, informasi
mempersiapkan siswa
latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,
mempersiapkan siswa untuk belajar
Fase 2 Mendemonstrasikan
Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau
pengetahuan atau keterampilan
menyajikan informasi tahap demi tahap.
Fase 3 Membimbing pelatihan
Merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
Fase 4 Mengecek pemahaman dan
Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas
memberikan umpan balik
dengan baik, memberi umpan.
Fase 5 Memberikan kesempatan
Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan
untuk pelatihan lanjutan dan
lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan
penerapan
kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari
hari
6. Sumber Belajar
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus
yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan,
lingkungan, media, narasumber (tenaga ahli, seperti bidang, lurah, polisi, dsb), alat, dan
bahan. Sumber belajar dituliskan secara lebih operasional. Misalnya, sumber belajar
dalam silabus dituliskan buku referens, dalam RPP harus dicantumkan judul buku teks
tersebut, pengarang, dan halaman yang diacu.
7. Penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang
dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk
matrik horisontal atau vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian,
tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.
Contoh:
Soal : Tuliskan 3 akibat terjadinya gempa tektonik yang ada di Indonesia!

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

63

Pedoman Penskoran:
No.
Kunci/Kriteria Jawaban
1.
Korban meninggal dunia
2.
Kerusakan harta benda
3.
Perekonomian terhambat
Skor maksimum

Skor
1
1
1
3

Perlu disadari oleh guru, bahwa:


1. RPP yang benar akan berdampak pada penulisan materi ajar dan LKS sendiri oleh guru.
Sebab materi ajar pada Buku Pegangan Belajar Siswa dan LKS (yang dijual bebas)
belum tentu sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun oleh guru.
2. Karena RPP disusun sendiri oleh guru, maka akan timbul dorongan pada diri guru untuk
menyiapkan fasilitas pembelajaran untuk memudahkan siswa untuk belajar.
3. Ide-ide kreatif yang bertujuan membelajarkan siswa akan berdampak pada peningkatan
efektifitas pembelajaran.
4. Ide-ide kreatif tersebut hanya dapat dihasilkan oleh seorang guru yang ikhlas berusaha
mencerdaskan siswanya.

Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .

64

Anda mungkin juga menyukai