Oleh:
Mustofa, S.Pd.
BAB I
PENGERTIAN DAN TUJUAN
PERENCANAAN PEMBELAJARAN
A. Pengertian Perencanaan Pengajaran
Perencanaan atau rencana (planning) dewasa ini telah dikenal oleh hampir setiap
orang. Kita mengenal rencana pembangunan, perencanaan pendidikan dan sebagainya.
Definisi mengenai perencanaan memang diperlukan agar dalam uraian selanjutnya tidak
terjadi kesimpangsiuran. Definisi pada umumnya merupakan suatu pintu gerbang untuk
memasuki pengertian-pengertian yang ada kaitannya dengan istilah yang dipakai, dalam hal
ini perencanaan. Namun hingga saat ini belum didefinisikan secara resmi dan hingga kini
perencanaan itu sendiri belum merupakan suatu disiplin ilmu sendiri.
Supaya diperoleh suatu komitmen atau kesepakatan, sehingga kesimpangsiuran
atau kesalahpahaman dapat dihindarkan, langkah awal yang ditempuh adalah
mengemukakan pengertian perencanaan pengajaran. Upaya untuk dimaksud itu dilakukan
dengan mengemukakan beberapa batasan atau definisi.
Kaufman mengatakan perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang
diperlukan dalam rangka mencapai tujuan absah dan bernilai. Perencanaan berkaitan
dengan penentuan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan,
mengingat perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan ke mana harus pergi
dan mengidentifikasi persyaratan yang diperlukan dengan cara paling efektif dan efisien. Di
dalamnya mencangkup elemen-elemen:
1. Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan kebutuhan.
2. Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diprioritaskan
3. Spesifikasi rinci hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang diprioritaskan.
4. Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan.
5. Sekuensi hasil yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
6. Identifikasi strategi alternatif yang mungkin dan alat atau tools untuk melengkapi tiap
persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk didalamnya merinci keuntungan
dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai.
Menurut Cunningham perencanaan adalah menyeleksi dan menghubungkan
pengetahuan, fakta, imajinasi, dan asumsi untuk masa yang akan datang dengan tujuan
menvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan,
dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima, yang akan digunakan dalam
penyelesaian.
Banghart dan Albert Trull berpendapat perencanaan pengajaran dapat dilihat dalam
3 dimensi, yakni karakteristik perencanaan pengajaran berusaha menggambarkan sifat-sifat
aktivitas perencanaan pengajaran. Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran,
berkenaan dengan luas dan cakupan aktivitas perencanaan yang mungkin dalam sistem
pendidikan. Ritchy: Ilmu yang merancang detail secara spesifik untuk pengembangan,
evaluasi dan pemeliharaan situasi dengan fasilitas pengetahuan diantara satuan besar dan
kecil persoalan pokok. Smith & Ragan (1993) Proses sistematis dalam mengartikan prinsip
belajar dan pembelajaran kedalam rancangan untuk bahan dan aktifitas pembelajaran. Zook
(2000) Proses berfikir sistematis untuk membantu pelajar memahami (belajar).
Perencanaan pengajaran berarti pemikiran tentang penerapan prinsip-prinsip umum
mengajar di dalam pelaksanaan tugas mengajar dalam suatu interaksi pengajaran tertentu
yang khusus baik yang berlangsung di dalam kelas ataupun diluar kelas. Rencana
pembelajaran pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek yang dilakukan
oleh guru untuk dapat memperkirakan berbagai tindakan yang akan dilakukan di kelas atau
di luar kelas. Perencanaan pembelajaran tersebut perlu dilakukan agar guru dapat
mengkoordinasikan berbagai komponen pembelajaran yang berorientasi (berbasis) pada
pembentukan kompetensi siswa, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil
belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).
Kompetensi dasar berfungsi untuk memberikan makna terhadap kompetensi dasar.
Indikator hasil belajar berfungsi sebagai alat untuk mengukur ketercapaian kompetensi.
Sedangkan PBK sebagai alat untuk mengukur pembentukan kompetensi serta menentukan
tindakan yang harus dilakukan jika kompetensi standar belum tercapai. Jadi dapat dikatakan
perencanaan pembelajaran adalah persiapan seluruh komponen yang dapat membantu dan
memperlancar proses pengajaran.
Dengan demikian, perencanaan berkaitan dengan penentuan apa yang akan
dilakukan. Perencanaan mendahului pelaksanaan, mengingat perencanaan merupakan
suatu proses untuk menentukan langkah pembelajaran dan mengidentifikasikan
persyaratan yang diperlukan dengan cara yang paling efektif dan efisien. Berawal dari
pemahaman diatas, maka perencanaan mengadung enam pokok pikiran yakni:
1. Perencanaan melibatkan proses penetapan keadaan masa depan yang diinginkan.
2. Keadaan masa depan yang diinginkan itu kemudian dibandingkan dengan keadaan
sekarang, sehingga dapat dilihat kesenjangannya.
3. Untuk menutup kesenjangan itu perlu dilakukan usaha-usaha,
4. Usaha yang dilakukan untuk menutup kesenjangan itu dapat beranekaragam dan
merupakan alternatif yang mungkin ditempuh.
5. Pemilaihan altenatif yang paling baik, dalam arti mempunyai efektifitas dan efesiensi
yang paling tinggi perlu dilakukan.
6. Altenatif yang dipilih harus diperinci sehingga dapat menjadi pedoaman dalam
mengambil keputusan apabila akan dilaksanakan.
Berikut dikemukakan pendapat Banghart dan Albert Trull. Mereka tidak memberikan
batasan perencanaan pengajaran secara eksklusif, melainkan mangatakan bahwa dalam
rangka mengerti makna perencanaan pengajaran dapat dilihat dari 3 dimensi, yakni
karekteristik prencanaan pengajaran berusaha menggambarkan sifat-sifat aktivitas
perencanaan pengajaran. Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran, berkenaan
dengan luas dan cakupan aktivitas perencanaan yang mungkin dalam sistem pendidikan.
Karekteristik perencanaan pengajaran diantaranya adalah:
1. Merupakan proses rasional, sebab berkaitan dengan tujuan sosial dan konsepkonsepnya dirancang oleh banyak orang.
2. Merupakan konsep dinamik, sehingga dapat dan perlu dimodifikasi jika informasi yang
masuk mengharapkan demikian.
3. Perencanaan terdiri dari beberapa aktivitas, aktivitas itu banyak ragamnya, namun dapat
dikategorikan menjadi prosedur-prosedur dan pengarahan.
4. Perencanaan pengajaran berkaitan dengan pemilihan sumber dana, sehingga harus
mampu mengurangi pemborosan, duplikasi, salah penggunaan dan salah dalam
memanajemennya.
Bicara tentang dimensi perencanaan pengajaran yakni berkaitan dengan cakupan
dan sifat-sifat dari beberapa karekteristik yang ditemukan dalam perencanaan pengajaran.
Pertimbangan terhadap dimensi-dimensi itu memungkinkan diadakannya perencanaan
komprehensif yang menalar dan efisien, yakni:
1. Signifikasi. Tingkat signifikasi tergantung pada kegunaan sosial dari tujuan pendidikan
yang diajukan. Dalam mencapai tujuan itu, keputusan perlu diambil secara jelas, setiap
pengamat pendidikan dapat mengadakan evaluasi kontribusi perencanaan, dan
signifikasi dapat ditentukan berdasarkan kreteria-kreteria yang dibangun berdasarkan
proses perencanaan.
2. Feasibilitas. Maksudnya perlu dipertimbangkan feasibilitas perencanaan pengajaran.
Salah satu faktor penentu adalah otoritas institusi sekolah yang memadai, sebab
dengan itu feabisibilas teknik dan estimasi biaya serta aspek-aspek lainnya dapat dibuat
dalam pertimbangan yang realistis.
3. Relevansi. Konsep ini berkaitan dengan jaminan bahwa perencanaan pengajaran
memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat
agar dapat dicapai tujuan spesifik secara opimal.
4. Kepastian atau definitiveness. Diakui bahwa tidak semua hal-hal yang sifatnya
kebutulan dapat dimasukan dalam perencanaan pengajaran, namun perlu diupayakan
agar sebanyak mungkin hal-hal tersebut dimasukan dalam pertimbangan. Penggunaan
teknik atau metode simulasi sangat menolong mengantipasi hal-hal tersebut. Konsep
kepastian menimbulkan atau mengurangi kejadian-kejadian yang tidak terduga.
5. Ketelitian atau parsimoniusness. Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar
perencanaan pengajaran disusun dalam bentuk sederhana, serta perlu diperhatikan
secara sensitif kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen. Dalam
penerapan prinsip ini berarti diperlukan waktu yang lebih banyak dalam menggali
beberapa alternatif, sehingga perencanaan dan mengambil keputusan dapat
mempertimbangkan alternatif mana yang efisien.
6. Adaptabilitas. Diakui bahwa perencanaan pengajaran bersifat dinamik, sehingga perlu
senantiasa mencari informasi sebagai umpan balik atau balikan. Kalau perencanaan
pengajaran sudah lengkap, penyimpangan-penyimpangan sedah semakin berkurang
dan aktivitas-aktivitas spesifik dapat ditentukan. Penggunaan berbagai proses
memungkinkan perencanaan pengajaran yang fleksibel atau adaptabel dapat dirancang
untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan.
7. Waktu. Faktor-faktor yang berkaitan dengan waktu cukup banyak, selain keterlibatan
perencanaan dalam memperediksi masa depan, juga validasi dan realibilitas analisis
yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuhan pendidikan masa kini dalam
kaitannya dengan masa mendatang.
8. Monitoring atau pemantauan. Termasuk di dalamnya adalah mengembangkan kreteria
untuk menjamin bahwa berbagai komponen bekerja secara efektif. Ukurannya dibangun
untuk selama pelaksanan pengajaran, namun perlu diberi pertimbangan tentang
toleransi terbatas atas penyimpangan perencanaan. Menjamin agar pelaksanaan dapat
mulus, perlu dikembangkan suatu prosedur yang memungkinkan perencanaan
pengajaran menentukan alasan-alasan mengadakan variasi dalam perencanaan.
9. Isi perencanaan. Dimensi terakhir adalah hal-hal yang akan direncanakan. Perencanaan
pengajaran yang baik perlu memuat:
a. Tujuan atau apa yang diinginkan sebagai hasil proses pendidikan
b. Program dan layanan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan
layanan-layanan pendukungnya.
c. Tenaga manusia, yakni mencangkup cara-cara mengembangkan prestasi,
spesialisasi, perilaku, kompetensi, maupun kepuasan mereka.
d. Bangunan fisik mencangkup tentang cara-cara penggunaan pola distribusi dan
kaitannya dengan bangunan fisik lain.
e. Keuangan, meliputi rencana pengeluaran dan rencana penerimaan.
f. Struktur organisasi, maksudnya bagaimana cara mengorganisasi dan manajemen
operasi dan pengawasan program dan akotivitas kependidikan yang direncanakan.
g. Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam
perencanaan pengajaran.
Batasan lain yang dikemukakan adalah pendapat Philip Commbs. Beliau
mengatakan dalam arti yang luas, perencanaan pengajaran adalah suatu penerapan yang
rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan
masyarakatnya.
Definisi-definisi diatas masih perlu disempurnakan untuk dapat menyatakan secara
jelas dan tegas apakah sebenarnya perencanaan pengajaran itu, khususnya untuk
pendidikan di negara kita ini. Penyempurnaannya mungkin dapat dilakukan dengan
mengawinkan dua definisi terakhir yaitu definisi yang dikemukakan oleh C.E Beeby dan
definisi berikutnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan belum merumuskan satu
definisi, namun kita sudah melaksanakan perencanaan pengajaran secara sungguhsungguh sejak tahun 1968. Perencanaan pengajaran di Indonesia merupakan suatu proses
penyusunan alternatif kebijakan mengatasi masalah yang akan dilaksanakan dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan
kenyataan-kenyataan yang ada di bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan
pembangunan secara meyeluruh terhadap pendidikan nasional. Definisi ini memperlihatkan
suatu tanggung jawab pendidikan yang besar sebagai bagian integral dari pembangunan
bangsa.
B. Manfaat Perencanaan Pengajaran
Perencanaan pengajaran sebelum melakukan pembelajaran di kelas sangat penting
dilakukan. Oleh karena itu, hendaknya perencanaan pengajaran disusun atau direncanakan
dengan baik dan matang sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
Manfaat yang didapat dari perencanaan pengajaran yang baik antara lain:
1. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang dilakukan
2. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang
terlibat dalam kegiatan pembelajaran
3. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik guru maupun murid
4. Sebagai alat ukur keefektifan suatu proses pembelajaran sehingga setiap saat dapat
diketahui ketepatan dan kelambanan kerja
5. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja
6. untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat, dan biaya
Perencanaan pengajaran mempunyai beberapa faktor yang mendukung tujuan
pembelajaran tercapai misalnya:
1. Persiapan sebelum mengajar
2. Situasi ruangan dan letak sekolah dari jangkauan kendaraan umum
3. Tingkat intelegensi siswa
4. Materi pelajaran yang akan disampaikan
yang nyata. Sumberdaya mana yang secara maksimal dan efektif dapat diserap oleh
pendidikan dalam suatu periode tertentu.
4. Siapa yang akan membiayai. Bagaimana biaya yang menjadi beban pendidikan itu
dibagi di antara yang langsung menikmati hasil pendidikan dan masyarakat pada
umumnya dan diantara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Bagaimana penerimaan pajak dari masyarakat pada saat ini dan lain-laian sumber dana
pendidikan untuk memperoleh pemerataan social yang diinginkan atas pendidikan dan
sekaligus atas pendapatan yang diperuntukkan bagi pendidikan itu agar menjadi lancar.
5. Bagaimana hendaknya semua sumber yang diperuntukkan bagi pendidikan (berapa pun
jumlahnya) dibagi diantara bermacam-macam tingkat jenis, dan segi-segi dari sistem itu.
Pertanyaan-pertanyaan diatas dapat berbeda tergantung pada siapa yang akan
menjawabnya, karena setiap pandangan dan persepsi orang berbeda tergantung dari
sudut mana dia melihatnya, sehingga permasalahan seperti ini haruslah dijawab oleh
orang yang tepat dan kompeten dibidangnya sehingga tidak merugikan peserta didik.
Masalah terkadang tidak hanya terdapat pada system pengajarannya saja tetapi juga
ada pada guru dan peserta didik itu sendiri tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi,
hal-hal kecil yang perlu perhatian khususn harus segera diselesaikan dan tidak
menambah masalah sehingga proses belajar-mengajar dapat berjalan sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diinginkan oleh guru tersebut.
Kategori masalah-masalah dalam pengajaran
Jenis Masalah Deskripsi Masalah
Beberapa Konsekuensinya
Arah
Tujuan tidak dipahami oleh siswa
Para siswa mencoba menduga
gurunya
Evaluasi
Prosedur evaluasi tidak dikenal
Prosedur kenaikan dan pengujian
oleh siswa
tidak adil dan tidak memuaskan
para siswa
Isi dan Urutan Isi pelajaran tidak jelas dan
Materi pelajaran diapandang tidak
urutannya tidak logis
serasi dan tak terorganisasi.
Metode
Kurang mendorong dan tak
Para siswa tidak bermotivasi dan
memajukan belajar
tidak belajar
Hambatan
Sumber-sumber seperti
Guru dan siswa tidak mampu
keterampilan guru, kemampuan
menggunakan sumber-sumber
siswa, dan sumber-sumber
yang tersedia.
sekolah tidak dikenal.
D. Jenis-jenis Perencanaan Pembelajaran
1. Menurut besaran atau magnitude, maka perencanaan dapat dibagi dalam:
a. Perencanaan makro, yakni perencanaan yang mempunyai telaah nasional, yang
menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh.
b. Perencanaan meso, kebijakan yang ditetapkan dalam perencanaan makro,
kemudian dijabarkan lebih rinci kedalam program dalam dimensi yang lebih kecil.
c. Perencanaan mikro diartikan sebagai perencanaan tingkat institusional, dan
merupakan jabaran lebih spesifik dari perencanaan tingkat meso
2. Menurut telaahnya, maka perencanaan dapat dibagi menjadi:
a. Perencanaan strategis yakni perencanaan yang berkaitan dengan penetapan tujuan,
pengalokasikan sumber dalam mencapai tujuan dan kebijakan yang dipakai sebagai
pedoman.
b. Perencanaan manajerial, yaitu perencanaan yang ditujukan untuk mengarahkan
proses pelaksanaan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.
c. Perencanaan operasional, yakni perencanaan bersifat spesifik dan berfungsi
memberi petunjuk konkret tentang pelaksanaan suatu program atau proyek, baik
tentang aturan, prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.
3. Ditinjau dari jangka waktu, maka perencanaan dibedakan dalam:
a. Perencanaan jangka panjang yaitu perencanaan yang mencakup kurun waktu 10
sampai dengan 25 tahun.
b. Perencanaan jangka menengah yaitu rencana yang mencakup kurun waktu antara 4
sampai dengan 10 tahun.
c. Rencana jangka pendek yaitu rencana yang mencakup kurun waktu antara 1 sampai
dengan 3 tahun.
BAB II
PENDEKATAN SISTEM DALAM PENGAJARAN
A. Konsep Pendekatan Sistem dalam Perencanaan Pembelajaran
Sistem adalah komposisi (susunan yang serasi) dari fungsi komponennya. Sistem
juga bisa diartikan rangkaian komponen yang saling berkaitan dan berfungsi ke arah
tercapainya tujuan sistem yang telah ditetapkan lebih dahulu (Warijan, dkk., 1984: 1).
Sistem merupakan pengkoordinasian (pengorganisasian) seluruh komponen serta
kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan lebih dulu.
Sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri dari sejumlah komponen yang saling
berhubungan dan berinteraksi untuk mencapai sautu tujuan. Dengan mengidentifikasi
tujuan, dapat dianalisis komponen dalam sistem itu.
Menurut Hayanto, pendekatan sistem adalah merupakan jumlah keseluruhan dari
bagian-bagian yan saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan
atas kepentingan tertentu
Dari berbagai pengertian yang didefinisikan dapat di tarik kesimpulan bahwa sistem
adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi
secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
B. Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
1. Model berorientasi pada kelas (Model ASSURE)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi kelas biasanya
ditujukan untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan
setiap dua jam pelajaran atau lebih.Menyiapkan pembelajaran yang menyenangkan dan
menantang, pembelajaran PAIKEM (Pembelajaran aktif, interaktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan).
Model Assure merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas
Menurut Heinich at.al model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu:
a. Analyze Learners (analisis peserta didik), disesuaikan dengan tingkat
perkembangan, gaya belajar, dan kebutuhan peserta didik.
b. States Objectives (menyatakan tujuan), difokuskan pada tujuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
c. Select Methods, Media, and Material (memilih metode, media, dan materi),
pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih media yang tepat
dengan materi yang disampaikan .
d. Utilize Media and materials (penggunaan media dan bahan), menggunakan dan
mendesaian media sebagus mungkin agar pembelajaran lebih menarik dan
menantang.
e. Require Learner Participation (partisipasi peserta didik di kelas), partisipasi aktif
peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada pengalaman belajar yang
diperoleh selama proses pembelajaran.
f. Evaluate and Revise (penilaian dan revisi), melihat seberapa efektif dan efisiennya
metode dan media pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2. Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada hasil (model
Hannafin and Peck.)
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi produk adalah
model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media
pembelajaran misalnya video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul.
Tahap-tahap dalam model Hannafin and Peck: tahap analisis keperluan, tahap
desain, dan tahap pengembangan dan implementasi. Tahap analisa kebutuhan atau
mengidentifikasi kebutuhan yang meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran:
a. Tujuan dan objek media pembelajaran yang dibuat.
b. Pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran.
c. Peralatan dan keperluan media pembelajaran.
3. Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi pada sistem
Model beroreintasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan
suatu sistem pembelajaran yang cakupannya luas, seperti desain sistem suatu
pelatihan, kurikulum sekolah, contohnya adalah model ADDIE. Sistem pembelajaran:
input-proses-output. Ini lahir pada tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan
Mollenda.
BAB III
DASAR PENDIDIKAN DALAM KONSEP DAN
MAKNA PEMBELAJARAN
A. Hakekat dan Teori Pendidikan
Kita sepakat bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang tidak asing bagi kita,
terlebih lagi karena kita bergerak di bidang pendidikan. Juga pasti kita sepakat bahwa
pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini
dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan
makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas,
cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya.
Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia
pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan,
merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya.
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk
membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu
masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah
sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan
pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya.
Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik yaitu ilmu menuntun
anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai educare, yaitu mengeluarkan dan
menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia. Bangsa
Jerman melihat pendidikan sebagai Erzichung yang setara dengan educare, yakni
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam
bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah,
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak.
Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada
yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.(M.R. Kurniadi, STh;1)
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.
Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik.
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
1. Tinjauan Etimologis
Istilah pendidikan, menurut Carter V. Good dalam Dictionary of Education
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pedagogy
1) The art, practice of profession of teaching seni, praktik atau profesi sebagai
pengajar (pengajaran)
2) The sistematized learning or instruction concerning principles and methods of
teaching and of student control and guidance; lagerly replaced by the term of
education. ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan
prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar pengawasan dan bimbingan murid
dalam arti luas diartikan dengan istilah pendidikan
b. Education
1) proses perkembangan pribadi;
2) proses sosial;
3) professional cources;
4) seni untuk membuat dan memahami ilmu pengetahuan yang tersusun yang
diwarisi/dikembangkan generasi bangsa.
2. Tinjauan Terminologis
a. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi
pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Lebih lanjut
beliau (Ki Hajar Dewantara 1962: 14) menjelaskan bahwa Pendidikan umumnya
berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak; dalam pengertian Taman Siswa tidak
b.
c.
d.
e.
10
11
Pendidikan dan pengajaran merupakan elemen penting yang tidak dapat dipisahkan.
Pendidikan tanpa pengajaran tidaklah akan berhasil. Dalam membentuk peserta didik yang
memiliki kecerdasan, akhlak mulia, kekuatan spiritual, juga keterampilan tidaklah mudah.
Peserta didik memerlukan bimbingan maupun pengarahan untuk mewujudkan semua itu.
Bimbingan dan pengarahan tersebut biasanya melalui pengajaran. Dari aktivitas nyata yang
sering disebut dengan pengajaran ini maka peserta didik akan memahami apa saja yang
harus dilakukan dan apa saja yang seharusnya tidak dilakukan dalam mencapai
pendidikannya itu.
Adapun konsep mengajar adalah membantu (mencoba membantu) seseorang
untuk mempelajari sesuatu dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada
kontribusinya terhadap pendidikan orang yang belajar. Artinya mengajar pada hakekatnya
suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa
sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa belajar.Hal ini akan dapat terwujud jika
dilakukan melalui proses pengajaran dengan strategi pelaksanaan melalui:
1. Bimbingan yaitu pemberian bantuan, arahan, motivasi, nasihat dan penyuluhan agar
siswa mampu mengatasi, memecahkan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
2. Pengajaran yaitu bentuk kegiatan dimana terjalin hubungan interaksi dalam proses
belajar dan mengajar antara tenaga kependidikan dengan peserta didik.
3. Pelatihan yaitu sama dengan pengajaran khususnya untuk mengembangkan
keterampilan tertentu.
Menurut Langford (1978) yang penting hubungan yang relevan bukanlah antara
pengajaran dengan pendidikan tetapi antara pengajaran sebagai suatu profesi dengan
pendidikan.
C. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah menghilangkan segala sumber penderitaan rakyat dari
kebodohan dan ketertinggalan. Sedangkan menurut UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan
bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan
serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia. (UndangUndang Nomor 20
Tahun 2003). Siswa sebagai subjek belajar, memiliki potensi dan karakteristik unik, sangat
menentukan keberhasilan pendidikan. Kemampuan dan kesungguhan siswa merespon
pengetahuan, nilai dan ketrampilan mempunyai andil yang besar dalam keberhasilan
belajar.
Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak hal yang sangat kompleks,
yaitu siswa, sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang
berkualitas dan berprestasi, perlu adanya optimalisasi seluruh unsur tersebut.
Tugas guru membantu siswa mencapai tujuannya, maksudnya guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi, tetapi justru siswa yang aktif
mencari informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama
untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Guru juga dapat
mengembangkan iklim komunikasi di kelas selama pembelajaran berlangsung. Iklim
komunikasi yang dimaksud adalah adanya umpan balik interaktif antara guru dan peserta
didik. Dengan demikian, siswa akan mampu memberikan respon balik 2 terhadap materi
pembelajaran secara aktif, tidak harus menunggu informasi dari guru.
D. Konsep Belajar
Belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan
bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit (tersembunyi). Untuk
menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan
kemampuan pada ranah-ranah:
1. Kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran
terdiri dari kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi.
2. Afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang
berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori penerimaan, partisipasi, penilaian
sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup.
3. Psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari
persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks,
penyesuaian pola gerakan dan kreativitas.
12
13
14
15
16
BAB IV
MAKNA DAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN
A. Konsep Pembelajaran
Menurut
Akhmad
Sudrajat
dalam
(http://akhmadsudrajat.wordpress.com)
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered
approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru
(teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran, metode pembelajaran, serta teknik dan taktik dalam
pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun dalam Akhmad Sudrajat,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif
untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak
titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard)
untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Hubungan antara pendekatan, strategi, metode, serta teknik dan taktik dalam
pembelajaran dapat divisualisasikan seperti pada Gambar berikut.
17
3. Strategi Pembelajaran
Suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien
4. Metode pembelajaran
Cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat
beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan
strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4)
simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9)
simposium, dan sebagainya.
5. Teknik Pembelajaran
Cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode
secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah
siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis
akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya
terbatas.
6. Taktik Pembelajaran
Gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu
yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan
metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.
Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena
memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang
memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena
dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
B. Pendekatan Pembelajaran
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada
tahun 1916, yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat
dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan
oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang
bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah
melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia
untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP
Depdiknas.
Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di Indonesia
tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan pemaksaan terhadap
siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal. Harus segera ada pilihan
strategi pembelajaran yang lebih berpihak dan memberdayakan siswa.
Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka
sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi
yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada
awal abad 20 yang lalu.
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan
belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika
anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab,
pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam
kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di
sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa
pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas
berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah
merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan:
a. sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa
b. kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap
diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa
18
c. kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa
manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah
berguna bagi hidupnya.
d. posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada
pemberi informasi.
Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Departement of Education, 2001).
Dalam konteks ini siswa perlu mengerti apa makna belajar, manfaatnya, dalam status
apa mereka dan bagaimana mencapainya. Dengan ini siswa akan menyadari bahwa
apa yang mereka pelajari berguna sebagai hidupnya nanti. Sehingga, akan membuat
mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal yang
bermanfaat untuk hidupnya nanti dan siswa akan berusaha untuk menggapinya.
Pendekatan konstektual merupakan pendekatan yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Pendekatan kontekstual sendiri dilakukan dengan melibatkan komponen-komponen
pembelajaran yang efektif yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat
belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya Dalam pengajaran kontekstual
memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu:
a. Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme.
Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu
yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah
diketahui siswa dengan informasi baru.
b. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti
menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui
sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi
peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
c. Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan
pemecahan masalah. Guru dapet memotivasi siswa dengan memberikam latihan
yang realistik dan relevan.
d. Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan
yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat
mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama
tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia
nyata.
e. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan
focus pada pemahaman bukan hapalan
2. Pendekatan Konstruktivisme
Pendekatan konstruktivisme merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang
lebih menekankan pada tingkat kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang
dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan.
Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan
dan pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar
yang dapat diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah
maupun dalam lingkungan masyarakat.
Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembibimbing
dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Olek karena itu, guru lebih mengutamakan
keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide
baru yang sesuai dengan materi yang disajikan unutk meningkatkan kemampuan siswa
secara pribadi.
Jadi pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih
mengutamakan pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
Secara umum yang disebut konstruktivisme menekankan kontribusi seseorang
pembelajar dalam memberikan arti, serta belajar sesuatu melalui aktivitas individu dan
sosial. Tidak ada satupun teori belajar tentang konstruktivisme, namun terdapat
beberapa pendekatan konstruktivis, misalnya pendekatan yang khusus dalam
pendidikan matematik dan sains. Beberapa pemikir konstruktivis seperti Vigotsky
19
20
f.
21
a. Tujuan pengajaran
Tujuan pengajaran yang menonjol adalah pemberian kesempatan dan
keleluasaan siswa untuk berlajar berdasarkan kemampuan sendiri serta
pengembangan kemampuan tiap individu secara optimal.
b. Siswa sebagai subyek yang belajar
Siswa memiliki keleluasaan berupa: (1) kebebasan menggunakan waktu
belajar (2) keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas
belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang ditetapkan. (3) siswa melakukan
penilaian sendiri atas hasil belajar. (4) siswa dapat mengetahui kemampuan dan
hasil belajar sendiri (5) siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program
belajarnya sendiri (6) jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya
perbedaan tanggung jawab belajar-mengajar. Hal ini terkait dengan perkembangan
emansipasi diri siswa. Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan
dasar siswa dididik memiliki rasa tanggung jawab dalam belajar sendiri.
c. Guru sebagai pembelajar
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu,
berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa:
1) Perencanaan kegiatan belajar
2) Pengorganisasian kegiatan belajar
3) Penciptaan pendekatan terbuka anatara guru dan siswa
4) Fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa: dengan musyawarah guru
membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai
kemampuan siswa
2) Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan kriteria keberhasilan
belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar
3) Berperan sebagai penasihar atau pembimbing
4) Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri
Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan
memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut:
1) Memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu
2) Membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan
3) Mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media,
dan sumber
4) Membagi perhatian pada sejumlah pelajar, menurut tugas dan kebutuhan pelajar
5) Memberikan balikan terhadap setiap pelajar
6) Mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar.
Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan
menimbulkan perasaan bebas dalam belajar, dilakukan dengan cara:
1) Membuat hubungan akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa
2) Mendengarkan secara simpatik terhadap segala ungkapan jiwa siswa
3) Membina suasana aman sehingga siswa leluasa bereksplorasi, memberi
kemungkinan penemuan-penemuan dan mendorong terjadinya emansipasi
dengan penuh tanggung jawab.
Cara guru untuk menjadi fasilitator dalam belajar adalah:
1) Membimbing siswa belajar
2) Menyediakan media dan sumber belajar
3) Memberi penguatan belajar
4) Menjadi teman dalam mengevaluasi pelaksanaan, cara, dan hasil belajar
5) Memberi kesempatan siswa untuk memperbaiki
d. Program pembelajaran
Program pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan
pengajaran klasikal. Dari segi kebutuhan pelajar, program ini lebih efektif, sebab
siswa belajar sesuai dengan programnya sendiri.
1) Dari segi guru, kurang efisien jika jumlah siswa terlalu besar.
2) Dari segi usia perkembangan belajar, program ini cocok untuk siswa SMP ke
atas, karena siswa dipandang telah dapat membaca dengan baik, mengerti dan
memahami dengan baik, serta dapat bekerja mandiri dan mampu bekerjasama.
3) Dari segi bidang studi, bidang studi yang cocok untuk program ini ialah bahasa,
matematika, IPA, dan IPS bagi ajaran tertentu, serta musik, kesenian, dan
olahraga yang bersifat perorangan.
22
Program
pembelajaran
individual
dapat
berjalan
efektif
jika
mempertimbangkan hal-hal berikut:
1) Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa
2) Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti oleh siswa
3) Prosedur dan cara kerja dimengerti oleh siswa
4) Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
e. Orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan
kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Dalam pelaksanaan, guru
sebagai fasilitator, pembimbing, pendiagnosis kesukaran belajar, dan rekan diskusi.
2. Pendekatan Pembelajaran berkelompok
Dalam pembelajaran ini, guru memberikan bantuan atau bimbingan kepada tiap
anggota kelompok lebih intensif. Hal ini terjadi karena:
a. Hubungan antarguru-siswa menjadi lebih sehat dan akrab
b. Siswa memperoleh bantuan, kesempatan, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan,
dan minat
c. Siswa dilibatkan dalam penentuan tujuan belajar
Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran secara kelompok dapat ditinjau dari segi:
a. Tujuan pengajaran pada kelompok kecil
Tujuan pengajaran pada kelompok kecil adalah:
1) Memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah secara rasional
2) Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong-royong dalam kehidupan
3) Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga tiap anggota merasa
diri sebagai bagian dari kelompok yang bertanggung jawab
4) Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keterpimpinan pada tiap anggota
kelompok dalam pemecahan masalah kelompok
b. Siswa dalam pembelajaran kelompok kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk
memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang
kompak dan kohesif.
Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol adalah:
1) Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok
2) Tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama berupa tujuan kelompok
3) Memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung
4) Ada interaksi dan komunikasi antar anggota
5) Ada tindakan berasama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok
Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan produktif diharapkan:
1) Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok
2) Siswa sebagai anggota kelompok memiliki tanggung jawab
3) Tiap anggota kelompok membina hubungan akrab
4) Kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif
c. Guru sebagai pembelajar dan pembelajaran kelompok
Peranan guru dalam pembelajaran kelompok terdiri dari:
1) Pembentukan kelompok
Dengan pertimbangan tujuan yang akan diperoleh siswa dalam
berkelompok, latar belakang pengalaman siswa, serta minat atau pusat
perhatian siswa.
2) Perencanaan tugas kelompok
Tugas kelompok dapat paralel (semua kelompok memiliki tugas yang
sama) atau komplementer (kelompok saling melengkapi pemecahan masalah).
3) Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan, guru dapat berperan sebagai berikut:
a) Pemberi informasi umum tentang proses belajar kelompok
b) Sebagai fasilitator, pembimbing, dan pengendali ketertiban kerja
c) Melakukan evaluasi
4) Evaluasi hasil belajar kelompok
Pada pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan utama pelaksanaan
adalah peningkatan kemampuan kerja kelompok.
3. Pendekatan Pembelajaran Klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama. Hal itu
disebabkan oleh pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong
23
efisien. Secara ekonomis, pembiayaan kelas lebih murah. Jumlah siswa tiap kelas pada
umumnya berkisar dari 10-45 orang. Dengan jumlah siswa sebanyak itu, guru masih
dapat membelajarkan siswa secara berhasil. Pembelajaran kelas berarti melaksanakan
pengelolaan kelas, yaitu penciptaan kondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan
belajar dengan baik. Dan juga melaksanakan pengelolaan pembelajaran yang bertujuan
mencapai tujuan belajar.
Tekanan utama pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Di samping
penyusunan desain instruksional yang dibuat, maka pembelajaran kelas dapat dilakukan
dengan:
a. Penciptaan tertib belajar
b. Penciptaan suasana senang dalam belajar
c. Pemusatan perhatian pada bahan ajar
d. Mengikutsertakan siswa belajar aktif
e. Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa. Guru dapat mengajar
seorang diri atau bertindak sebagai tim pembelajar.
4. Posisi Guru-Siswa dalam Penyampaian Pesan
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berusaha menyampaikan sesuatu hal
yang disebut pesan. Sebaliknya, dalam kegiatan belajar siswa juga berusaha
memperoleh sesuatu hal. Pesan atau sesuatu hal tersebut dapat berupa pengetahuan,
wawasan, ketrampilan, atau isi ajaran yang lain.
a. Pembelajaran dengan strategi Ekspositori
Model pengajaran ekspositori merupakan kegiatan mengajar yang terpusat
pada guru. Peranan guru yang penting adalah:
1) penyusun program pembelajaran
2) pemberi informasi yang benar
3) pemberi fasilitas belajar yang baik
4) pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
5) penilai perolehan informasi
Peranan siswa yang penting adalah:
1) pencari informasi yang benar
2) pemakai media dan sumber yang benar
3) menyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru
b. Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah
pesan sehingga memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai.
Peranan guru yang penting adalah:
1) mencipatakan suasana bebas berpikir sehingga siswa berani bereksplorasi
dalam penemuan dan pemecahan masalah
2) fasilitator dalam penelitian
3) rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternatif pemecahan masalah
4) pembimbing penelitian, pendorong keberanian berpikir alternatif dalam
pemecahan masalah
Peranan siswa yang penting adalah:
1) mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahan masalah
2) pelaku aktif dalam belajar, melakukan penelitian
3) penjelajah tentang masalah dan metode pemecahan
4) penemu pemecahan masalah.
Evaluasi hasil belajar pada model inkuiri meliputi:
1) ketrampilan pencarian dan perumusan masalah
2) ketrampilan pengumpulan data atau informasi
3) ketrampilan meneliti tentang obyek, seperti benda, sifat benda, kondisi, atau
peristiwa dan pelaku
4) ketrampilan menarik kesimpulan
5) laporan
5. Kemampuan yang akan Dicapai dalam Pembelajaran
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Bila sebelum belajar
kemampuannya hanya 25% misalnya, maka setelah belajar selama lima bulan menjadi
100%. Hasil belajar tersebut akan meningkatkan kemampuan mental. Pada umumnya
hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.Kemampuan
mental yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran. Kondisi
kemampuan prabelajar dan kemampuan yang dicapai atau tujuan pembelajaran
tersebut dapat dilukiskan dalam Gambar berikut.
24
Gambar Perkembangan kemampuan siswa dalam ranah Kognitif, Afektif, Psikomotorik berkat
pembelajaran
Dari Gambar diatas dapat diketahui hal berikut:
a) Guru melaksanakan tugas pembelajaran; tugas pembelajaran tersebut dilakukan
dengan pengorganisasian siswa, pengolahan pesan, dan evaluasi belajar,
b) Siswa memiliki motivasi belajar dan beremansipasi sepanjang hayat,
c) Siswa yang bersangkutan memiliki kemampuan pra-belajar; kemampuan tersebut
berupa kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.
d) Berkat tindak pembelajaran ataupun motivasi intrinsiknya, siswa melakukan kegiatan
belajar. Dalam kegiatan belajar tersebut siswa mengembangkan atau meningkatkan
kemampuan kognitif, afektifnya, dan psikomotoriknya menjadi lebih baik.
e) Berkat evaluasi belajar dari guru, maka siswa digolongkan telah mencapai suatu
hasil belajar, wujud dari hasil belajar tersebut adalah semakin bermutunya
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor; hasil belajar tersebut dapat
digolongkan sebagai,
f) Dampak pengajaran,dan
g) Dampak pengiring.
Secara umum kegiatan belajar meliputi fase-fase sebagai berikut:
a) Motivasi yang berarti siswa sadar mencapai tujuan dan bertindak mencapai tujuan
belajar.
b) Konsentrasi, yang berarti siswa memusatkan perhatian pada bahan ajar.
c) Mengolah pesan, yang berarti siswa mengolah informasi dan mengambil makna
tentang apa yang dipelajari
d) Menyimpan, yang berarti siswa menyimpan dalam ingatan, perasaan, dan
kemampuan motoriknya
e) Menggali, dalam arti menggunakan hal yang dipelajari yang akan dipergunakan
untuk suatu pemecahan-pemecahan
f) Prestasi dalam arti menggunakan bahan ajar untuk kerja
g) Umpan balik dalam arti siswa melakukan pembenaran tentang hasil belajarnya atau
prestasinya.
Kegiatan belajar di sekolah, menurut Biggs dan Telfer, pada umumnya dapat
dibedakan menjadi empat hal berkenaan dengan
a) Belajar yang kognitif seperti pemerolehan pengetahuan
b) Belajar yang afektif seperti belajar tenteng perasaan, nilai-nilain dan emosi.
c) Belajar yang berkenaan dengan isi ajaran, seperti yang ditentukan dalam silabus
semacam pokok-pokok bahasan, dan
d) Belajar yang berkenaan dengan proses, seperti bagaimana suatu hasil dapat
diperoleh
Dengan kata lain menurut Biggs dan Tefler belajar di sekolah dapat dilukiskan
dalam Tabel berikut:
Tabel Tujuan Pengajaran dengan didikan Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik
Tujuan pengajaran
Isi
Proses
Ranah kognitif
Mata pelajaran sekolah
Pendekatan pemerolehan seperti
dan disiplin pengetahuan pemecahan masalah, penemuan, dan
sebagainya
Ranah Afektif
Pendidikan nilai dengan
Kejelasan nilai berkenaan dengan
sengaja
perasaan dan sikap
Ranah
Pendidikan keterampilan Kejelasan kecekatan psikotorik
Psikomotorik
dengan sengaja
dengan gerak
25
BAB V
MODEL MENGAJAR DALAM PEMBELAJARAN GEOGRAFI
A. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik Dan Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan
makna. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pendekatan pembelajaran; (2) strategi
pembelajaran; (3) metode pembelajran; (4) Teknik pembelajran; (5) Taktik pembelajaran;
dan (6) Model pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadai,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis
tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang
digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Kemp (dalam Sanjaya, 2006: 126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas,
Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi
dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goal (rencana, metode,
atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu) (J.
R. David dalam Sanjaya 2006:126). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam
pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan
langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan
strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab
tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.
Strategi
pembelajaran
sifatnya
masih
konseptual
dan
untuk
mengimplementasikannya digunakan metode pembelajaran. Misalnya, untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau
bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan
media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk
pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang
dapat digunakan melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of
operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something
(Wina Senjaya (2008). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2)
demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7)
brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.
Sedangkan Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru,
yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan
teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementasi. Dengan perkataan lain,
metode yang dipilih oleh masing-masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan
teknik yang berbeda. Sedangkan menurut beberapa ahli yang telah diuraikan terdahulu
bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan arti yang lebih luas dari
metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian
dari strategi pembelajaran.
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk
memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan
tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar,
kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan,
26
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak
membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan
penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula,
dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru
pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah
yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang
dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah strategi, metode,
atau teknik sering digunakan secara bergantian, walaupun pada dasarnya istilah-istilah
tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lain.
Gerlach dan Ely dalam (Hamzah, 2007:2) menyatakan bahwa teknik pembelajaran
seringkali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan, alat, atau
media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan
yang ingin dicapai
Apabila antara pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran sudah
terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan
model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu
perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku- buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain (Joyce dalam Ahmadi, dkk, 2011:8). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap
model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Adapun Soekamto, dkk (dalam Ahmadi, dkk, 2011: 8) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar.
B. Macam-Macam Pendekatan Beserta Model Pembelajaran
Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki
kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif
(Mulyasa 2008:95). Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang
kondusif dan menyenangkan. Cara guru melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin
memerlukan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya.
Sedikitnya terdapat lima pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat
mengajar dengan baik yaitu: Pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses,
pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. (Mulyasa
2008:95-96).
1. Pendekatan Kompetensi
Mulyasa (2008:96) mengatakan bahwa Kompetensi menunjuk kepada
kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan,
kompetensi menunjuk kepada perbuatan (performance) yang bersifat rasional dan
memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1997) mengemukakan bahwa
Competency based education, an approach to instruction that aims to teach each
student the basic knowledge, skill, attitudes, and values essential to competence
(Pendidikan berbasis kompetensi, pendekatan untuk instruksi yang bertujuan untuk
mengajar setiap siswa pengetahuan dasar, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai penting
untuk kompetensi). Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan
penuh kesadaran mengapa dan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk
kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek aspek
pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap serta tahap-tahap pelaksanaannya secara
utuh.Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari pendidikan
berdasarkan pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari
pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan
konsep belajar tuntas (master learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for
mastery) adalah suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan
27
sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil
yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Landasan teoritis ketiga bagi
perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali
definisi bakat.
Implikasi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut, Pertama, pembelajaran
perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara
klasikal, dalam pembelajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini
misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara kelompok. Kedua, perlu
diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang
bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan
tenang dan menyenangkan. Ketiga,dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang
cukup, terutama dalam penyelesaian tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta
didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia di
sekolah tidak mencukupi, berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan di luar kelas.
Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan
kompetensi, Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai
kompetensi, dan evaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar (behavioral
outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang
diperoleh dari belajar. Sejalan dengan uraian diatas Sukmadinata (1983)
mengemukakan tiga tahap yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran.yakni
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran.
2. Pendekatan Keterampilan Proses
Mulyasa (2008:99) mengemukakan bahwa Pendekatan keterampilan proses
merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas
dan kreativitas peserta ddik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan
sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian tersebut,
termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial peserta didik dalam proses
pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan.
Indikator-indikator pendekatan keterampilan proses antara lain: kemampuan
mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur, mengamati, mencari
hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasikan, dan
mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan suatu karya.
Kemampuan-kemampuan yang menunjukkan keterlibatan peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilihat melalui partisipasi dalam kegiatan
pembelajaran berikut:
a. Kemampuan bertanya
b. Kemampuan melakukan pengamatan
c. Kemampuan mengidentifikasi dan mengklasifikasi hasil pengamatan
d. Kemampuan menafsirkan hasil identifikasi dan klasifikasi
e. Kemampuan menggunakan alat dan bahan untuk memperoleh pengalaman secara
langsung
f. Kemampuan merencanakan suatu kegiatan penelitian
g. Kemampuan menggunakan dan menerapkan konsep yang telah dikuasai dalam
suatu situasi baru
h. Kemampuan menyajikan suatu hasil pengamatan dan atau hasil penelitian
Pendekatan keterampilan proses bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap
peserta didik memiliki potensi yang berbeda, dan dalam situasi yang normal, mereka
dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, tugas guru adalah
memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang
kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara optimal.
Pembelajaran
berdasarkan
pendekatan
keterampilan
proses
perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar
b. Pendayagunaan potensi yang dimiliki peserta didik
c. Suasana kelas
d. Bimbingan dan motivasi guru
3. Pendekatan Lingkungan
Menurut Mulyasa (2008:101) Pendekatan lingkungan merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik
28
29
BAB VI
PENGEMBANGAN KURIKULUM DALAM
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN GEOGRAFI
A. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pokok pikiran yang melandasi KBK adalah:
1. Menyadari bahwa peningkatan mutu pendidikan selama ini belum mencapai pada taraf
yang memadagi (critical mass) yang mampu meningkatkan taraf kegidupan masyarakat
pada umumnya.
2. Referensi mengenai mutu pendidikan perlu didudukkan secara utuh yang mencakup
dimensi manusia Indonesia seutuhnya.
3. Selama ini telah terjadi kecenderungan dalam memberikan makna mutu pendidikan
yang hanya dikaitkan dengan aspek kemampuan kognitif.
Kerangka dasar kurikulum 2004
1. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum 2004
a. Peningkatan keimanan, budi pekerti luhur, dan penghayatan nilai-nilai budaya
b. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika
c. Penguatan integritas Nasional
d. Perkembangan pengetahuan dan tegnologi informasi
e. Pendidikan diarahkan pada proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
yang berlanjut sepanjang hayat
2. Prinsip-prinsip pelaksanaan
a. Kesamaan memperoleh kesempatan
b. Pendekatan menyeluruh dan kemitraan
c. Kesatuan dalam kebijakan dan keberagaman dalam pelaksanaan
d. Standar kompetensi disusun pusat dan cara pelaksanaannya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kemampuan masing-masing daerah atau sekolah dimadrasah.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan
pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah,
satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang ada di daerah.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan
nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian
pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI)
dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum
pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan
dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus
mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005.
Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum
yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada
satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang
terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat
dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu
dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir
pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada
Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat
mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi
kesempatan peserta didik untuk: belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
30
Maha Esa, belajar untuk memahami dan menghayati, belajar untuk mampu melaksanakan
dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
1. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan
pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan
pendidikan yang bersangkutan.
2. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender
pendidikan, dan silabus.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk
penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau
satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk
pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan
berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta
memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk
pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan
berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh
BSNP.
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki
posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan,
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan
tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status
sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib
kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun
dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan
isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan
kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan
dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan
berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional
merupakan keniscayaan.
31
32
bebas sangat berpengaruh pada semua aspek kehidupan semua bangsa. Pergaulan
antarbangsa yang semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu
bersaing serta mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan suku
dan bangsa lain.
i. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan
peserta didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan
kesatuan bangsa dalam kerangka NKRI. Kurikulum harus dapat mendorong
berkembangnya wawasan dan sikap kebangsaan serta persatuan nasional untuk
memperkuat keutuhan bangsa dalam wilayah NKRI. Muatan kekhasan daerah harus
dilakukan secara proporsional.
j. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial
budaya masyarakat setempat dan menunjang pelestarian keragaman budaya.
Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat harus terlebih dahulu
ditumbuhkan sebelum mempelajari budaya dari daerah dan bangsa lain.
k. Kesetaraan Jender
Kurikulum harus diarahkan kepada terciptanya pendidikan yang berkeadilan
dan mendukung upaya kesetaraan jender.
l. Karakteristik satuan pendidikan
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi, tujuan, kondisi, dan
ciri khas satuan pendidikan.
5. Komponen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri
dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
b. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Struktur dan muatan KTSP pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
yang tertuang dalam SI meliputi lima kelompok mata pelajaran sebagai berikut.
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
3) Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4) Kelompok mata pelajaran estetika
5) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui muatan dan/atau
kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan dalam PP 19/2005 Pasal 7.
Muatan KTSP meliputi sejumlah mata pelajaran yang keluasan dan
kedalamannya merupakan beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan.
Di samping itu materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri termasuk ke
dalam isi kurikulum.
1) Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing tingkat
satuan pendidikan berpedoman pada struktur kurikulum yang tercantum dalam
SI.
2) Muatan Lokal
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata
pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran
tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak
terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata
pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengembangkan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk setiap jenis muatan lokal yang
33
34
35
BAB VII
PERENCANAAN MEDIA PENGAJARAN GEOGRAFI
A. Pendahuluan
Media memiliki banyak jenis dan klasifikasinya. Dilihat dari pengadaan media
pembelajaran, dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu media yang sudah tersedia di
lingkungan sekolah atau tersedia di pasaran, dalam hal ini media dirancang secara khusus
oleh perusahaan tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku, diproduksi secara massal,
dan biasanya harganya relatif murah sehingga guru dengan mudah dapat memiliki dan
menggunakannya karena media ini sudah siap pakai. Jenis media seperti ini disebut
dengan media by utilization. Jenis media yang kedua disebut dengan media by design.Jenis
media yang kedua ini menuntut guru atau ahli media untuk merancang media sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran tertentu. Masing-masing jenis media tersebut
memiliki kelebihan dan keterbatasannya. Kelebihan dari media yang siap pakai adalah
hemat dalam waktu, tenaga dan biaya untuk pengadaannya. Sebaliknya untuk
mempersiapkan media yang dirancang secara khusus untuk kebutuhan tertentu
memerlukan banyak waktu, tenaga maupun biaya, karena untuk menghasilkan media media
yang baik diperlukan pengujian kesahihan dan keandalannya melalui serangkaian kegiatan
validasi prototipnya. Adapun kelebihan dari media ini adalah kecil kemungkinan untuk
ketidak sesuaian antara media dengan kebutuhan dan tujuan yang diharapkan
dibandingkan dengan media siap pakai yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan, tujuan
dan karakteristik materi serta siswa.
Pada saat pembelajaran, pernahkah Anda mengalami permasalahan bahwa
ternyata media yang Anda gunakan kurang tepat? dalam kata lain hasil belajar siswa tidak
meningkat, siswa tidak tertarik dengan media yang kita sajikan, atau siswa malah bingung
dan tidak meningkat motivasi belajarnya, padahal kita sudah bekerja keras untuk membuat
media tersebut. Atau Anda pernah merasa bingung untuk menentukan media apa yang
harus Anda pilih untuk materi pembelajaran yang sudah Anda siapkan?. Permasalahan
tersebut mungkin saja sering dialami guru karena banyaknya jenis media pembelajaran atau
ingin memilih media pembelajaran yang lebih efisien namun hasilnya memuaskan. Tentu
saja permasalahan tersebut tidak akan terjadi apabila Anda memahami bagaimana konsep
prosedur dan model yang tepat dalam memilih media pembelajaran.
B. Dasar Pertimbangan Pemilihan Media
1. Alasan Teoritis Pemilihan Media
Anda tentu sudah tahu tentang media pembelajaran, atau sering melihat
bagaimana orang lain menggunakan media pembelajaran, bahkan mungkin Anda sering
menggunakan media dalam pembelajaran. Memang tepat adanya bahwa media identik
dengan guru, mengapa demikian? Karena media merupakan salah satu komponen
utama dalam pembelajaran selain, tujuan, materi, metode dan evaluasi, maka sudah
seharusnya dalam pembelajaran guru menggunakan media. Proses pemilihan media
menjadi penting karena kedudukan media yang strategis untuk keberhasilan
pembelajaran.
Alasan pokok pemilihan media dalam pembelajaran, karena didasari atas konsep
pembelajaran sebagai sebuah sistem yang didalamnya terdapat suatu totalitas yang
terdiri atas sejumlah komponen yang saling berkaitan untuk mencapai tujuan. Jika kita
lihat prosedur pengembangan desain instruksional maka diawali dengan perumusan
tujuan instruksional khusus sebagai pengembangan dari tujuan instruksional umum,
kemudian dilanjutkan dengan menentukan materi pembelajaran yang menunjang
ketercapaian tujuan pembelajaran serta menentukan strategi pembelajaran yang tepat.
Upaya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran ditunjang oleh media yang sesuai
dengan materi, strategi yang digunakan, dan karakteristik siswa. Untuk mengetahui hasil
belajar, maka selanjutnya guru menentukan evaluasi yang tepat, sesuai tujuan dan
materi. Apabila ternyata hasil belajar tidak sesuai dengan harapan dalam kata lain hasil
belajar siswa rendah, maka perlu ditelusuri penyebabnya dengan menganalisis setiap
komponen, sehingga kita dapat mengetahui faktor penyebabnya dengan lebih objektif.
Analisis penyebab rendahnya hasil belajar dapat meninjau ketepatan seluruh
komponen diantaranya: mungkin keberhasilan ini disebabkan karena rumusan tujuan
tidak sesuai dengan row input dan kemampuan awal siswa entery behaviour level
siswa, bisa jadi tujuan yang ditetapkan tidak sesuai dengan tingkat kemampuan siswa
dalam kata lain terlalu tinggi. Penyebab yang lain bisa dari materi kurang sesuai dengan
tujuan, terlalu kompleks, terlalu sulit sehingga tidak dikuasai sepenuhnya oleh siswa.
36
Apabila dua komponen telah dianalisis yaitu tujuan dan materi ternyata sudah sesuai
selanjutnya perlu dikaji penerapan strategi dan penggunaan media pembelajaran.
Strategi bisa jadi tidak tepat, membuat siswa tidak aktif, menjenuhkan, membosankan,
tidak merangsang siswa untuk aktif sehingga berpengaruh terhadap hasil belajarnya.
Jika media dan strategi sudah tepat, maka perlu dikaji evaluasi yang digunakan apakah
sudah tepat baik bentuknya, jenis, instrumen evaluasi dan prosedur evaluasinya.
Mekanisme tersebut jelas menunjukan pendekatan sistem dalam pembelajaran
dengan pengertian bahwa setiap komponen dalam pembelajaran saling berkaitan satu
sama lain, saling berinteraksi, saling berhubungan, saling terobos dan saling
ketergantungan. Uraian diatas juga menggambarkan dengan jelas bagaimana
kedudukan media dalam pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan
sistem pembelajaran. Penggunaan media akan meningkatkan kebermaknaan
(meaningful learning) hasil belajar. Dengan demikian pemilihan media menjadi penting
artinya dan ini menjadi alasan teoritis mendasar dalam pemilihan media.
Pentingnya pemilihan media dengan melihat kedudukan media dalam
pembelajaran dapat kita lihat dengan model sistem pembelajaran yang dikemukakan
oleh Gerlach dan Elly, sebagai berikut:
37
sistem pembelajaran. Dengan demikian secara teoritis model tersebut menjadi dasar
alasan mengapa kita perlu melakukan pemilihan terhadap media, agar memiliki
kesesuaian dengan tujuan (spesification of objective), kesesuaian dengan isi
(spesification of content), strategi pembelajaran (determination of strategy), dan waktu
yang tersedia (alocation of time).
2. Alasan Praktis Pemilihan Media
Alasan praktis berkaitan dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan si
pengguna seperti guru, dosen, instruktur mengapa menggunakan media dalam
pembelajaran. Terdapat beberapa penyebab orang memilih media, antara lain
dijelaskan oleh Arif Sadiman (1996: 84) sebagai berikut:
a. Demonstration
Dalam hal ini media dapat digunakan sebagai alat untuk mendemonstrasikan
sebuah konsep, alat, objek, kegunaan, cara mengoperasikan dan lain-lain. Media
berfungsi sebagai alat peraga pembelajaran, misalnya seorang guru sedang
menerangkan teknik mengoperasikan Overhead Projector (OHP), pada saat
menjelaskannya menggunakan alat peraga berupa OHP, dengan cara
mendemonstrasikan
dosen
tersebut
menjelaskan,
menunjukkan
dan
memperlihatkan cara-cara mengoperasikan OHP. Contoh lain, seorang guru
geografi akan menjelaskan proses terjadinya gerhana dengan menggunakan media
solar system, sebelum dilakukan praktikum, terlebih dahulu guru tersebut
memperagakan bagaimana cara proses kerja penggunaannya dengan baik hingga
dirinya paham betul proses terjadinya gerhana tersebut.
b. Familiarity
Pengguna media pembelajaran memiliki alasan pribadi mengapa ia
menggunakan media, yaitu karena sudah terbiasa menggunakan media tersebut,
merasa sudah menguasai media tersebut, jika menggunakan media lain belum tentu
bisa dan untuk mempelajarinya membutuhkan waktu, tenaga dan biaya, sehingga
secara terus menerus ia menggunakan media yang sama. Misalnya seorang guru
yang sudah terbiasa menggunakan media LCD proyektor, kebiasaan menggunakan
media tersebut didasarkan atas alasan karena sudah akrab dan menguasai detil dari
media tersebut, meski sebaiknya seorang guru lebih variatif dalam memilih media,
dalam konsepnya tidak ada satu media yang sempurna, dalam arti kata tidak ada
satu media yang sesuai dengan semua tujuan pembelajaran, sesuai dengan semua
situasi dan sesuai dengan semua karakteristik siswa. Media yang baik adalah
bersifat kontekstual sesuai dengan realitas kebutuhan belajar yang dihadapi siswa.
Jika kita lihat pada contoh di atas, media LCD proyektor lebih tepat untuk
mengajarkan konsep dan aspek-aspek kognitif, dapat digunakan dalam jumlah siswa
maksimal 50 orang dengan ruangan yang tidak terlalu besar dan siswa cenderung
pasif tidak dapat melibatkan secara optimal potensi mental, emosional dan motor
skill, karena kontrol pembelajaran ada pada guru. Tentu saja OHP kurang tepat
untuk mengajarkan keterampilan yang menuntut demonstrasi, praktek langsung
yang lebih membuat siswa aktif secara fisik dan mental. Alasan familiarity tentu saja
tidak selamanya tepat, jika tidak memperhatikan tujuannya. Meski demikian alasan
ini cukup banyak terjadi dalam pembelajaran.
c. Clarity
Alasan ketiga ini mengapa guru menggunakan media adalah untuk lebih
memperjelas pesan pembelajaran dan memberikan penjelasan yang lebih konkrit.
Pada praktek pembelajaran, masih banyak guru tidak menggunakan media atau
tanpa media, metode yang digunakan dengan ceramah (ekspository), cara seperti ini
memang tidak merepotkan guru untuk menyiapkan media, cukup dengan menguasai
materi, maka pembelajaran dapat berlangsung, namun apakah pembelajaran seperti
ini akan berhasil? cara pembelajaran seperti ini cenderung akan mengakibatkan
verbalistis, yaitu pesan yang disampaikan guru tidak sama dengan persepsi siswa,
mengapa hal ini bisa terjadi? Karena informasi tidak bersifat konkrit, jika guru tidak
mampu secara detil dan spesifik menjelaskan pesan pembelajaran, maka verbalistis
akan terjadi.
d. Active Learning
Media dapat berbuat lebih dari yang bisa dilakukan oleh guru. Salah satu
aspek yang harus diupayakan oleh guru dalam pembelajaran adalah siswa harus
berperan secara aktif baik secara fisik, mental, dan emosional. Dalam prakteknya
guru tidak selamanya mampu membuat siswa aktif hanya dengan cara ceramah,
tanya jawab dan lain-lain namun diperlukan media untuk menarik minat atau gairah
38
belajar siswa. Seperti pendapat Lesle J. Briggs (1979) menyatakan bahwa media
pembelajaran sebagai the physical means of conveying instructional
content..........book, films, videotapes, etc. Lebih jauh Briggs menyatakan media
adalah alat untuk memberi perangsang bagi peserta didik supaya terjadi proses
belajar. Sedangkan mengenai efektifitas media, Brown (1970) menggaris bawahi
bahwa media yang digunakan guru atau siswa dengan baik dapat mempengaruhi
efektifitas program belajar mengajar. Sebagai contoh seorang guru memanfaatkan
teknologi komputer berupa CD interaktif untuk mengajarkan materi geografi. Dengan
CD interaktif seorang siswa dapat lebih aktif mempelajari materi dan menumbuhkan
kemandirian belajar, guru hanya mengamati, dan mereviu penguasaan materi oleh
siswa. Cara seperti ini membuat siswa lebih termotivasi untuk belajar, terlebih
kemasan program CD interaktif dengan multimedia menarik perhatian dan membuat
pesan pembelajaran lebih lengkap dan jelas.
Seperti yang dijelaskan di awal, bahwa keberadaan media dapat diperoleh
dengan cara memanfaatkan yang sudah ada, baik media realia yaitu media alami yang
tersedia di alam sekitar misalnya: gunung, sawah, air, berbagai jenis batuan, hewan,
tumbuhan dan lain-lain. Media juga dapat diperoleh dengan cara pembelian.
Membeli berarti tidak terjadi proses desain oleh pengguna, media yang sudah
ada langsung dimanfaatkan oleh pengguna. Beberapa media dengan berbagai materi
pelajaran sekolah dengan berbagai jenjang pendidikan sudah dapat dijumpai di
beberapa toko buku, atau di toko yang khusus menjual alat-alat dan media
pembelajaran. Media yang mudah kita jumpai terutama yang berhubungan dengan
pelajaran geografi misalnya globe, peta, dan lain-lain.
Tugas pengguna adalah memilih media yang tepat dengan kebutuhan
pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan karakteristik materi pembelajaran.
Tentu saja hal ini tidaklah mudah, diperlukan analisis dan pertimbangan-pertimbangan
yang matang sehingga membeli media berarti manfaat yang diperoleh bukan kesia-sian,
dalam hal ini Arif Sadiman (1996: 85) mengemukakan beberapa pertimbangan yang
dapat dijadikan rujukan untuk membeli media, hal tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
39
sesuai maka gunakanlah. Namun demikian dalam aplikasinya tidak sesederhana itu,
diperlukan satu pengkajian yang mendalam untuk sampai pada ketepatan dalam
memilih media. Pertanyaan mendasar kemudian adalah untuk memperoleh kesesuaian
tersebut, apakah yang menjadi indikator atau kriterianya? Jawaban atas pertanyaan
tersebut tidaklah mudah, namun diperlukan analisis terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesesuaian media. Diantara faktor yang perlu diperhatikan diantaranya:
tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, modalitas belajar siswa (auditif, visual dan
kinestetik), lingkungan, ketersediaan fasilitas pendukung, dan lain-lain.
Ada beberapa kriteria umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media.
Namun demikian secara teoritik bahwa setiap media memiliki kelebihan dan kelemahan
yang akan memberikan pengaruh kepada afektifitas program pembelajaran. Sejalan
dengan hal ini, pendekatan yang ditempuh adalah mengkaji media sebagai bagian
integral dalam proses pendidikan yang kajiannya akan sangat dipengaruhi beberapa
kriteria umum sebagai berikut:
40
secara fisik terutama keberfungsian alat indra yang dimilikinya. Selain pertimbangan
tersebut perlu juga diperhatikan aspek kemampuan awal siswa, budaya maupun
kebiasaan siswa. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari respon negatif siswa,
serta kesenjangan pemahaman antara pemahaman yang dimiliki peserta didik sebagai
hasil belajarnya dengan isi materi yang terdapat pada media tersebut.
Kriteria Keempat, Kesesuaian dengan teori. Pemilihan media harus didasarkan
atas kesesuaian dengan teori. Media yang dipilih bukan karena fanatisme guru terhadap
suatu media yang dianggap paling disukai dan paing bagus, namun didasarkan atas
teori yang di angkat dari penelitian dan riset sehingga telah teruji validitasnya. Pemilihan
media bukan pula karena alasan selingan atau hiburan semata. Melainkan media harus
merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembelajaran, yang fungsinya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kriteri kelima, Kesesuaian dengan gaya belajar siswa. Kriteria ini didasarkan
atas kondisi psikologis siswa, bahwa siswa belajar dipengaruhi pula oleh gaya belajar
siswa. Bobbi DePorter (1999:117) dalam buku Quantum Learning mengemukakan
terdapat tiga gaya belajar siswa, yaitu: tipe visual, auditorial dan kinestetik. Siswa yang
memiliki tipe visual akan mudah memahami materi jika media yang digunakan adalah
media visual seperti TV, Video, Grafis dan lain-lain. Berbeda dengan siswa dengan tipe
auditif, lebih menyukai cara belajar dengan mendengarkan dibanding menulis dan
melihat tayangan. Untuk mengidentifikasi tipe auditorial ini dapat dilihat dari kebiasaan
belajarnya, misalnya: berbicara kepada diri sendiri saat bekerja, mudah terganggu oleh
keributan, senang membaca keras dan mendengarkannya, merasa kesulitan dalam
menulis namun memiliki kecerdasan dalam berbicara, belajar dengan cara
mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan. Tipe kinestetik lebih suka
melakukan dibandingkan membaca dan mendengarkan. Ciri-ciri tipe ini diantaranya:
berbicara dengan perlahan, menanggapi perhatian fisik, menyentuh orang untuk
memperoleh perhatian dari orang lain, belajar melalui manipulasi dan praktek, belajar
dengan cara berjalan dan melihat, menggunakan jari telunjuk ketika membaca dan lainlain.
Kriteria Keenam, Kesesuaian dengan kondisi lingkungan, fasilitas pendukung,
dan waktu yang tersedia. Bagaimana bagusnya sebuah media, apabila tidak didukung
oleh fasilitas dan waktu yang tersedia, maka kurang efektif.
2. Prosedur Pemilihan Model Assure
Seperti yang telah diuraikan di atas, prosedur pemilihan media dapat dianalisis
dengan menggunakan prosedur menggunakan berbagai format baik matrik, checklist
maupun flowchart. Cara lain dalam pemilihan media dapat menggunakan pola ASSURE
model dari Heinich, Molenda dan Russel. ASSUR mengandung makna dari masingmasing huruf, yaitu Analisis Learner Characteristics, State Objectives, Slec, Modify or
Design materials, Utilitize Materilas, Require Learner response dan Evaluate.
3. Prosedur Pemilihan Model Anderson
Media merupakan bagian integral dalam pembelajaran, sebagai salah satu
komponen dari beberapa komponen dalam sistem pembelajaran, dengan demikian
prosedur pemilihan media hendaklah mengacu pada keterkaitan dengan komponen
lainnya. Hal inilah yang mendasari Anderson (1976) untuk membuat satu model
pemilihan media yang mengacu pada keterkaitannya dengan komponen lain.
Komponen yang menjadi fokus perhatian adalah tujuan, metode dan karakteristik
media itu sendiri. Tujuan berkaitan dengan efektivitas media yang dibuat, artinya baik
atau tidaknya sebuah media yang dipiilih dapat dilihat dari ketercapaian tujuannya,
semakin banyak tujuan pembelajaran tercapai maka semakin baik media tersebut,
begitu juga sebaliknya.
Metode berkenaan dengan cara penyampaian media tersebut kepada siswa.
Dalam hal ini perlu di diperhatikan jumlah siswa, keadaan fasilitas belajar, sarana
pendukung dan waktu yang tersedia. Untuk lebih jelasnya lihatlah bagan Model
Anderson (1976) berikut ini:
41
42
BAB VIII
PENYUSUNAN EVALUASI PENGAJARAN DALAM PENGAJARAN GEOGRAFI
B. Tes, Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes, pengukuran, dan
penilaian. (test, measurement,and assessment). Tes merupakan salah satu cara untuk
menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui respons
seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan (Djemari Mardapi, 1999: 2). Tes merupakan
salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi
karakteristik suatu objek. Objek ini bisa berupa kemampuan peserta didik, sikap, minat,
maupun motivasi. Respons peserta tes terhadap sejumlah pertanyaan menggambarkan
kemampuan dalam bidang tertentu. Tes merupakan bagian tersempit dari evaluasi.
Pengukuran (measurement) dapat didefinisikan sebagai the process by which
information about the attributes or characteristics of thing are determinied and differentiated
(Oriondo,1998: 2). Guilford mendefinisi pengukuran dengan assigning numbers to, or
quantifying, things according to a set of rules (Griffin & Nix, 1991: 3). Pengukuran
dinyatakan sebagai proses penetapan angka terhadap individu atau karakteristiknya
menurut aturan tertentu (Ebel & Frisbie. 1986: 14). Allen & Yen mendefinisikan pengukuran
sebagai penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu
(Djemari Mardapi, 2000: 1). Dengan demikian, esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi
atau penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan individu menurut aturan-aturan
tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor.
Pengukuran memiliki konsep yang lebih luas dari pada tes. Kita dapat mengukur
karakateristik suatu objek tanpa menggunakan tes, misalnya dengan pengamatan, skala
rating atau cara lain untuk memperoleh informasi dalam bentuk kuantitatif.
Penilaian (assessment) memiliki makna yang berbeda dengan evaluasi. The Task
Group on Assessment and Testing (TGAT) mendeskripsikan asesmen sebagai semua cara
yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok (Griffin & Nix, 1991: 3).
Popham (1995: 3) mendefinisikan asesmen dalam konteks pendidikan sebagai sebuah
usaha secara formal untuk menentukan status siswa berkenaan dengan berbagai
kepentingan pendidikan. Boyer & Ewel mendefinisikan asesmen sebagai proses yang
menyediakan informasi tentang individu siswa, tentang kurikulum atau program, tentang
institusi atau segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem institusi. processes that provide
information about individual students, about curricula or programs, about institutions, or
about entire systems of institutions (Stark & Thomas,1994: 46). Berdasarkan berbagai
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa assessment atau penilaian dapat diartikan sebagai
kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran.
Evaluasi memiliki makna yang berbeda dengan penilaian, pengukuran maupun tes.
Stufflebeam dan Shinkfield (1985: 159) menyatakan bahwa:
Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing descriptive and
judgmental information about the worth and merit of some objects goals, design,
implementation, and impact in order to guide decision making, serve needs for
accountability, and promote understanding of the involved phenomena.
Evaluasi merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan
sebagai pertimbangan untuk menentukan harga dan jasa (the worth and merit) dari tujuan
yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan,
membantu pertanggung jawaban dan meningkatkan pemahaman terhadap fenomena.
Menurut rumusan tersebut, inti dari evaluasi adalah penyediaan informasi yang dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan.
Evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan, pengumpulan, analisis
dan penyajian informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan serta
penyusunan program selanjutnya.
Selanjutnya Griffin & Nix (1991:3) menyatakan:
Measurement, assessment and evaluation are hierarchial. The comparison of
observation with the criteria is a measurement, the interpretation and description of
the evidence is an assessment and the judgement of the value or implication of the
behavior is an evaluation.
Pengukuran, penilaian dan evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan
penilaian (assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran. Pengukuran
diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, penilaian
(assessment) merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran,
sedangkan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku.
43
44
45
perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan training.
d. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result)
yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program. Termasuk dalam
kategori hasil akhir dari suatu program training di antaranya adalah kenaikan
produksi, peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya
kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program
mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang
lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program. Tidak semua
impact dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup
lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi
pada level-level sebelumnya.
2. Evaluasi model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Prosess and Product) pertama kali
ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil usahanya mengevaluasi
ESEA (the Elementary and Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan oleh
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan
membuktikan tetapi untuk memperbaiki. The CIPP approach is based on the view that
the most important purpose of evaluation is not to prove but to improve (Madaus,
Scriven, Stufflebeam, 1983: 118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam
berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan
Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input,
process dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP
model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut. Nana Sudjana & Ibrahim
(2004: 246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai
berikut:
a. Context: situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan
strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem yang bersangkutan,
seperti misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi negara,
pandangan hidup masyarakat dan seterusnya.
b. Input: sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan.
c. Process: pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di dalam
kegiatan nyata di lapangan.
d. Product: hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem
pendidikan yang bersangkutan.
Dalam makalah yang dipresentasikan dalam Annual Conference of the Oregon
Program Evaluation Network (OPEN) Portland pada tahun 2003, Stufflebeam
memperluas makna evaluasi product menjadi: impact evaluation, effectiveness
evaluation, sustainability evaluation dan transportability evaluation (Stufflebeam, 2003:
59 62).
3. Evaluasi model Stake (Model Couintenance)
Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description
dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu
antecedent (context), transaction (process) dan outcomes. Stake mengatakan bahwa
apabila kita menilai suatu program pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif
antara program dengan program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu
membandingkan suatu program dengan standar tertentu.
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini adalah bahwa
evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan
bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain fihak. Dalam model
ini antecendent (masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) data di
bandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan
dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang
absolut untuk menilai manfaat program (Farida Yusuf Tayibnapis, 2000: 22).
D. Cakupan Evaluasi Program Pembelajaran
Untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang efektivitas program
pembelajaran, ada sekurang-kurangnya tiga komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi,
yaitu desain program pembelajaran, implementasi program dan hasil yang dicapai.
46
47
BAB IX
PENYUSUNAN SILABUS DAN RPP GEOGRAFI
BERDASARKAN KTSP
A. Kerangka dan Isi Silabus
1. Pengembangan Silabus
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berkenaan dengan
kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan guru
untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah/satuan pendidikan.
Secara spesifik pengawas satuan pendidikan harus memiliki kemampuan untuk
membantu guru dalam mengembangkan silabus sebagai sarana/pedoman dalam
penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran.
Sejalan dengan adanya kebijakan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia
yang diawali dengan adanya UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, telah dibentuk suatu Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP) yang salah satu tugasnya mengembangkan
standar kompetensi dan standar isi. Standar kompetensi terdiri atas standar kompetensi
lulusan (SKL), standar kompetensi kelompok mata pelajaran (SK-KMP), standar
kompetensi mata pelajaran (SK-MP), dan kompetensi dasar (KD). Standar isi terdiri atas
kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, dan kalender pendidikan. Kedua
standar tersebut dijadikan sebagai panduan dalam penyusunan kurikulum operasional
pada tingkat satuan pendidikan. Dengan adanya kebijakan baru tersebut, maka
pengembangan kurikulum secara operasional sampai dengan penyusunan silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang lebih spesifik menjadi tanggung jawab
sekolah.
Silabus pada dasarnya merupakan rencana pembelajaran jangka panjang pada
suatu dan/atau kelompok mata pelajaran tertentu yang mencakup standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus sebagai suatu rencana
pembelajaran diperlukan sebab proses pembelajaran di sekolah dilaksanakan dalam
jangka waktu yang sudah ditentukan. Selain itu, proses pembelajaran sendiri pada
hakikatnya merupakan suatu proses yang ditata dan diatur sedemikian rupa menurut
langkah-langkah tertentu agar dalam pelaksanaannya dapat mencapai hasil yang
diharapkan dan kompetensi dasar dapat tercapai secara efektif.
Memperhatikan hal di atas, salah satu peran yang harus dilakukan pengawas
sekolah adalah bagaimana mengarahkan pihak pengelola sekolah, khususnya guru,
agar dalam penyusunan silabus didasarkan atas pertimbangan yang matang supaya
siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna. Silabus yang dikembangkan
dengan tepat dan efektif akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran. Komponen-komponen dalam silabus tersebut harus disusun dan
dikembangkan secara sistematis dan sistemik, dan dalam pengembangannya harus
berorientasi pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah dikembangkan
oleh BSNP.
2. Pengertian Silabus
Silabus merupakan produk utama dari pengembangan kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis pada suatu satuan pendidikan yang harus memiliki keterkaitan dengan
produk pengembangan kurikulum lainnya, yaitu proses pembelajaran. Silabus dapat
dikatakan sebagai kurikulum ideal (ideal/potential curriculum), sedangkan proses
pembelajaran merupakan kurikulum aktual (actual/real curriculum).
Silabus juga merupakan hasil atau produk pengembangan disain pembelajaran,
seperti Pola Dasar Kegiatan Belajar Mengajar (PDKBM) dan Garis-garis Besar Program
Pembelajaran (GBPP). Dalam silabus tersebut memuat komponen-komponen minimal
dari kurikulum satuan pendidikan. Untuk mengadakan pengkajian terhadap kurikulum
yang sedang dilaksanakan pada suatu satuan pendidikan, bisa dilakukan melalui
penelaahan silabus yang telah dikembangkan dan diberlakukan. Dari pengkajian
terhadap silabus bisa memberikan berbagai informasi, di antaranya dapat dilihat apakah
kurikulum sebagai suatu teori telah diterjemahkan dengan baik. Melalui silabus dapat
ditelaah standar kompetensi dan kompetensi yang akan dicapai, materi yang akan
dikembangkan, proses yang diharapkan terjadi, serta bagaimana cara mengukur
keberhasilan belajar. Dari silabus juga akan tampak apakah hubungan antara satu
48
komponen dengan komponen lainnya harmonis atau tidak. Karena itu kedudukan
silabus dalam telaah kurikulum tingkat satuan pendidikan sangatlah penting.
Silabus merupakan salah satu tahapan dalam pengembangan kurikulum tingkat
satuan pendidikan, khususnya untuk menjawab apa yang harus dipelajari?, juga
merupakan penjabaran lebih lanjut tentang pokok-pokok program dalam satu mata
pelajaran yang diturunkan dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah
ditetapkan ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi
penilaian, dan pengalokasian waktu.
Silabus pada dasarnya merupakan program yang bersifat makro yang harus
dijabarkan lagi ke dalam program-program pembelajaran yang lebih rinci, yaitu rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus merupakan program yang dilaksanakan
untuk jangka waktu yang cukup panjang (satu semester), menjadi acuan dalam
mengembangkan RPP yang merupakan program untuk jangka waktu yang lebih singkat.
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata
pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan
sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
3. Manfaat Silabus
Dengan memperhatikan beberapa pengertian di atas, pada dasarnya silabus
merupakan acuan utama dalam suatu kegiatan pembelajaran. Beberapa manfaat dari
silabus ini, di antaranya:
a. Sebagai pedoman/acuan bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut, yaitu dalam
penyusunan RPP, pengelolaan kegiatan pembelajaran, penyediaan sumber belajar,
dan pengembangan sistem penilaian.
b. Memberikan gambaran mengenai pokok-pokok program yang akan dicapai dalam
suatu mata pelajaran.
c. Sebagai ukuran dalam melakukan penilaian keberhasilan suatu program
pembelajaran.
d. Dokumentasi tertulis (witten document) sebagai akuntabilitas suatu program
pembelajaran.
4. Prinsip Pengembangan Silabus
Dalam pengembangan silabus perlu dipertimbangkan beberapa prinsip. Prinsip
tersebut merupakan kaidah yang akan menjiwai pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan. Terdapat beberapa prinsip yang harus dijadikan dasar dalam
pengembangan silabus ini, yaitu: ilmiah, relevan, sistematis, konsisten,
memadai/adequate, aktual/kontekstual, fleksibel, dan menyeluruh.
Penjelasan dari prinsip-prinsip tersebut yaitu:
a. Ilmiah, maksudnya bahwa keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi/materi pembelajaran yang akan
dipelajari siswa, maka materi/isi pembelajaran tersebut harus memenuhi kebenaran
ilmiah. Untuk itu, dalam penyusunan silabus disarankan melibatkan ahli bidang
keilmuan masing-masing mata pelajaran agar materi pembelajaran tersebut memiliki
validitas yang tinggi.
b. Relevan, maksudnya bahwa cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan
penyajian materi dalam silabus harus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spritual peserta didik.
c. Sistematis, maksudnya bahwa komponen-komponen dalam silabus harus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi. Silabus pada
dasarnya merupakan suatu sistem, oleh karena itu dalam penyusunannya harus
dilakukan secara sistematis.
d. Konsisten, maksudnya bahwa dalam silabus harus nampak hubungan yang
konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian.
e. Memadai, maksudnya bahwa cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar,
sumber belajar, dan sistem penilaian cukup memadai untuk menunjang pencapaian
kompetensi dasar yang pada akhirnya mencapai standar kompetensi.
f. Aktual dan Kontekstual, maksudnya bahwa cakupan indikator, materi pokok,
pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian memperhatikan
49
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel, maksudnya bahwa keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah
dan tuntutan masyarakat.
h. Menyeluruh, maksudnya bahwa komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
5. Pengorganisasian dan Tatalaksana Tim Pengembang Silabus
Berdasarkan apa yang terlulis dalam panduan penyusunan KTSP,
pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau
berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Silabus dapat disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan
mampu mengenali karakteristik siswa, kondisi sekolah dan lingkungannya. Selain
itu, guru juga harus sudah memahami dengan benar langkah-langkah
mengembangkan silabus.
b. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan
untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus
yang akan digunakan oleh sekolah tersebut.
c. Di SMK, IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
d. Sekolah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya
bergabung dengan sekolah-sekolah lain melalui forum MGMP/ PKG untuk bersamasama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah dalam
lingkup MGMP/PKG setempat.
e. Dinas Pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan
membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya
masing-masing.
Agar silabus dapat tersusun dengan baik, dibutuhkan tim kerja yang memadai
dan memiliki beberapa kapabilitas. Sebaiknya dalam tim kerja tersebut tersedia ahli
kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli disain pembelajaran, ahli evaluasi, dan ahli lainnya
yang diperlukan. Selanjutnya, perlu juga ditetapkan struktur organisasi dan tatalaksana
tim pengembang silabus tersebut.
6. Prosedur Pengembangan Silabus
Untuk memperoleh silabus yang berkualitas dan sesuai dengan prinsip-prinsip
sebagaimana telah diuraikan di atas, diperlukan prosedur pengembangan silabus yang
tepat. Prosedur pengembangan silabus yang disarankan yaitu melalui tahapan:
perancangan, validasi, pengesahan, sosialisasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Secara
singkat, prosedur pengembangan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Perancangan (Design).
Tahap ini diawali dengan kegiatan mengidentifikasi standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang terdapat dalam standar isi, dilanjutkan dengan menetapkan
materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, jenis penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang diperlukan.
Produk dari tahap ini yaitu berupa draf awal silabus untuk setiap mata pelajaran
(disarankan dalam bentuk matriks agar memudahkan dalam melihat hubungan antar
komponen).
b. Validasi.
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah draf awal silabus yang telah
disusun itu sudah tepat atau masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan
lebih lanjut, baik berkenaan dengan ruang lingkup, urutan penyajian, substansi
materi pokok, maupun cakupan isi dalam komponen-komponen silabus yang
lainnya. Tahap validasi bisa dilakukan dengan cara meminta tanggapan dari pihakpihak yang dianggap memiliki keahlian untuk itu, seperti ahli disiplin keilmuan mata
pelajaran. Apabila setelah dilakukan validasi ternyata masih banyak hal yang perlu
diperbaiki, maka sebaiknya secepatnya dilakukan penyempurnaan atau
perancangan ulang sampai diperoleh silabus yang siap diimplementasikan. Hal ini
terutama sekali apabila silabus itu dikembangkan oleh suatu tim yang dibentuk dari
perwakilan beberapa sekolah yang hasilnya akan dijadikan acuan oleh guru dalam
menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran.
50
c. Pengesahan.
Tahap ini dilakukan sebelum silabus final dimplementasikan dengan tujuan
agar memperoleh pengesahan dari pihak yang dianggap kompeten. Tahap
pengesahan ini merupakan pertanda bahwa silabus tersebut secara resmi sudah
bisa dijadikan pedoman oleh guru dalam menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran, dan penilaian.
d. Sosialisasi.
Tahap ini dilakukan terutama apabila silabus dikembangkan pada level yang
lebih luas dan dilakukan oleh tim yang secara khusus dibentuk dan dipercaya untuk
mengembangkannya. Silabus final yang dihasilkan dan telah disahkan perlu
disosialisasikan secara benar dan tepat kepada guru sebagai pelaksana kurikulum.
e. Pelaksanaan.
Tahap ini merupakan kulminasi dari tahap-tahap sebelumnya yang diawali
dengan kegiatan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran sampai dengan
pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran.
f. Evaluasi.
Tahap ini dilakukan untuk mengetahui apakah silabus yang telah
dikembangkan itu mencapai sasarannya atau sebaliknya. Dari hasil evaluasi ini
dapat diketahui sampai dimana tingkat ketercapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Dengan demikian, silabus dapat segera
diperbaiki dan disempurnakan.
7. Langkah-langkah Penyusunan Silabus
Secara umum proses penyusunan silabus terdiri atas delapan langkah utama
sebagai berikut:
a. Mengisi kolom identitas mata pelajaran
Pada bagian ini perlu dituliskan dengan jelas nama sekolah, mata pelajaran,
ditujukan untuk kelas berapa, pada semester mana, dan alokasi waktu yang
dibutuhkan. Perlu juga dituliskan standar kompetensi mata pelajaran yang akan
dicapai.
b. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Standar kompetensi pada dasarnya merupakan kualifikasi kemampuan
minimal siswa yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap tingkat dan/atau semester untuk
mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar merupakan sejumlah kemampuan yang
harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan
indikator kompetensi. Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini berlaku secara
nasional, ditetapkan oleh BSNP.
Para pengembang silabus perlu mengkaji secara teliti standar kompetensi
dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1) Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada dalam standar isi;
2) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran;
3) Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata
pelajaran.
c. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Materi pokok/pembelajaran ini merupakan pokok-pokok materi pembelajaran
yang harus dipelajari siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator. Jenis
materi pokok bisa berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur, atau keterampilan. Materi
pokok dalam silabus biasanya dirumuskan dalam bentuk kata benda atau kata kerja
yang dibendakan. Untuk mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran yang
menunjang pencapaian kompetensi dasar dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Potensi peserta didik;
2) Relevansi dengan karakteristik daerah,
3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta
didik;
4) Kebermanfaatan bagi peserta didik;
5) Struktur keilmuan;
6) Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
8) Alokasi waktu.
51
52
53
Materi Pokok/
Pembelajaran
(2)
Kegiatan
Pembelajaran
(3)
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/Rujukan
(4)
(5)
(6)
(7)
54
Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .
Kompetensi
Dasar
(2)
Materi Pokok/
Pembelajaran
(3)
Kegiatan
Pembelajaran
(4)
Indikator
Penilaian
Alokasi Waktu
Sumber/Rujukan
(5)
(6)
(7)
(8)
55
Bahan Aj ar Per encanaan Pengaj ar an Geogr af i ~~ Oleh: Must of a, S.Pd. .
56
57
58
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Akhir
5. Penilaian
59
Berikut ini disampaikan contoh format RPP untuk pembelajaran terpadu yang dilaksanakan di
SMK.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran
: ..............................................................
Tema
: ..
Kelas/Semester
: ..
Alokasi Waktu
: . x pertemuan (@ menit)
Standar Kompetensi : ......................................................................................
Kompetensi Dasar
: .....................................................................................
Indikator
: .....................................................................................
A. Tujuan Pembelajaran
......................................................................................................................
......................................................................................................................
B. Materi Pembelajaran
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
C. Metode Pembelajaran
.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
D. Langkah-langkah Pembelajaran
1. Kegiatan Awal
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Akhir
5. Penilaian
60
61
3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi pokok yang ada dalam silabus.
Materi pokok tersebut kemudian dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk
memudahkan penetapan uraian materi dapat diacu dari indikator.
Contoh:
Indikator: siswa dapat menyebutkan ciri-ciri batuan beku dalam (SMA/MA)
Materi pembelajaran:
Ciri-Ciri Batuan Beku Dalam:
Batuannya keras, berwarna kehitaman, tidak berpori, memiliki susunan berbentuk
kristal.
4. Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan
sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik
pendekatan dan/atau strategi yang dipilih.
Karena itu pada bagian ini cantumkan pendekatan pembelajaran dan metodemetode yang diintegrasikan dalam satu pengalaman belajar siswa:
a. Pendekatan pembelajaran yang digunakan, misalnya: pendekatan proses,
kontekstual, pembelajaran langsung, pemecahan masalah, dan sebagainya.
b. Metode-metode yang digunakan, misalnya: ceramah, inquiri, observasi, tanya jawab,
dan seterusnya.
5. Langkah-langkah Pembelajaran
Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah-langkah
kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur
kegiatan pendahuluan/pembuka, kegiatan inti, dan kegiatan penutup.
Langkah-langkah standar yang harus dipenuhi pada setiap unsur kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan pendahuluan
Orientasi: memusat perhatian siswa terhadap materi yang akan dibelajarkan.
Dapat dilakukan dengan menunjukkan benda yang menarik, memberikan illustrasi,
membaca berita di surat kabar dan sebagainya.
Contoh:
Anak-anak sekalian, perhatikan apa yang saya pegang. Karim, silahkan kamu
menyebutkan apa yang saya pegang.
Penyebutan nama siswa dalam RPP akan sangat membantu guru dalam melakukan
pengendalian siswa yang dilibatkan dalam pembelajaran.
Apersepsi: memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang
akan diajarkan.
Contoh:
Siswa mengamati gambar (gunting koran) tentang bangunan/benda-benda yang
rusak akibat gempa bumi (gambar tidak harus seragam).
Tahap ini juga dapat digunakan untuk mengetahui pengetahuan prasyarat
yang harus dimiliki siswa, dapat digali dengan melakukan pretest.
Motivasi: Guru memberikan gambaran manfaat mempelajari gempa bumi,
bidang-bidang pekerjaan berkaitan dengan gempa bumi, dsb.Pemberian Acuan:
biasanya berkaitan dengan kajian ilmu yang akan dipelajari. Acuan dapat berupa
penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.Pembagian
kelompok belajar dan penjelasan mekanisme pelaksanaan pengalaman
belajar (sesuai dengan rencana langkah-langkah pembelajaran).
b. Kegiatan inti
Berisi langkah-langkah sistematis yang dilalui siswa untuk dapat
menkonstruksi ilmu sesuai dengan skemata (frame work) masing-masing. Langkah-
62
63
Pedoman Penskoran:
No.
Kunci/Kriteria Jawaban
1.
Korban meninggal dunia
2.
Kerusakan harta benda
3.
Perekonomian terhambat
Skor maksimum
Skor
1
1
1
3
64