Chapter II
Chapter II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1 Definisi
Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu
golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun , sedangkan di Indonesia lazimnya
anak yang berusia 7-12 tahun.
2.1.2 Karakteristik
Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai
mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma.
Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan
perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian,
serta asupan makanan (Yatim, 2005). Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini
adalah sebagai berikut :
Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5
jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah,
bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak
memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan
cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih
kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).
Pada usia sekolah dasar anak akan mencari jati dirinya dan akan sangat
mudah terpengaruh lingkungan sekitarnya, terutama teman sebaya yang
pengaruhnya sangat kuat seperti anak akan merubah perilaku dan kebiasaan
temannya,
penting dalam mengatur aktivitas anaknya sehari misalnya pola makan, waktu
tidur, dan aktivitas bermain anak (Moehyi 1996).
2.2
Pola Makan
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran
mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh
seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan
dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis , psikologis,
sosial, dan budaya (Suhardjo, 2003).
Kebiasaan makan dalam kelompok memberi dampak pada distribusi
makanan bagi anggota kelompok. Mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir
selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota , bukan atas dasar
pertimbangan-pertimbangan gizi. Ada 2 faktor utama yang mempengaruhi
kebiasaan makan, yaitu : faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri yang meliputi asosiasi
emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan serta penilaian yang lebih terhadap
makanan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar dari tubuh
manusia yang meliputi lingkungan alam, sosial, ekonomi, budaya, dan agama
(Khumaidi, 1994).
2.2.1 Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang
Pada usia sekolah ini kebiasaan makan pada anak tergantung pada
kehidupan sosial, kadang-kadang anak malas makan di rumah karena kondisi
yang tidak disukai. Pada usia ini kemampuan makan dengan menggunakan
sendok, piring, dan garpu sudah baik. Pada usia sekolah, tata cara dalam makan
seperti makan dengan posisi duduk, mencuci tangan sebelum makan, tidak
mengisi mulut secara penuh dan mengambil makanan secara bersamaan. Kadangkadang anak usia sekolah juga malas untuk makan akibat stress atau sakit
sehingga perlu pemantauan dan anak sekolah cenderung suka makan secara
bersamaan dengan teman sekolahnya (Hidayat, 2005).
2.2.2 Pemberian Makan pada Anak Umur 7-12 Tahun
Golongan umur ini sudah mempunyai daya tahan tubuh yang cukup.
Mereka jarang terjangkit infeksi atau penyakit gizi. Tetapi kebutuhan nutrien
justru bertambah, karena mereka sering melakukan berbagai aktivitas, seperti
bermain di luar rumah, olahraga, pramuka, dan kegiatan sekolah lainnya.
Kebutuhan energi pada golongan umur 10-12 tahun lebih besar daripada golongan
umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan yang lebih pesat dan aktivitas yang lebih
banyak. Sejak umur 10-12 tahun kebutuhan energi anak laki-laki berbeda dengan
anak perempuan. Selain itu, anak perempuan yang sudah haid memerlukan
tambahan protein dan mineral besi (Markum, dkk, 2002).
Tujuan pemberian makan pada bayi dan anak adalah : 1) Memberikan
nutrien yang cukup sesuai dengan kebutuhan, yang dimanfaatkan untuk tumbuh
kembang yang optimal, penunjang berbagai aktivitas, dan pemulihan kesehatan
setelah sakit, dan 2) Mendidik kebiasan makan yang baik, mencakup penjadwalan
makan, belajar menyukai, memilih, dan menentukan jenis makanan yang bermutu
(Markum, dkk, 2002).
Makan bersama dengan anggota keluarga tetap dianjurkan untuk menjalin
keakraban keluarga. Beberapa anak kurang menyukai makanan di rumah dan
lebih banyak jajan di luar karena itu harus pandai-pandai memilih dan
menghidangkan makanan di rumah. Namun sewaktu-waktu anak dapat makan di
luar bersama keluarga (Markum, dkk , 2002).
Cara pemberian makan pada anak yang tidak tepat dapat menjadikan anak
sulit makan, contohnya memberikan makanan dengan kasar atau dengan marahmarah, suka memaksa anak untuk cepat-cepat menghabiskan makanan setiap kali
makan, memberikan makan terlalu banyak, menetapkan banyak aturan yang harus
dilakukan anak pada saat makan, dan waktu yang tidak tepat (Widodo, 2009).
7-9 tahun
9-12 tahun
BB 23kg(1900
BB 30 kg(2100
kkal)
kkal)
200
1 gelas
200
1 gelas
07.00 : nasi 1)
100
gelas
150
1 gelas
50
1 butir
50
1 butir
50
1potong
50
1 potong
150
1 gelas
200
1 gelas
hewani 2)
50
1potong
50
1 potong
nabati 3)
25
1potong
25
1 potong
sayuran
50
gelas
75
gelas
buah
50
1potong
50
1 potong
200
1 gelas
200
1 gelas
18.00 : nasi
150
1 gelas
150
1 gelas
hewani
50
1potong
50
1 potong
nabati
25
1potong
25
1 potong
sayuran
50
gelas
75
gelas
buah
50
1potong
50
1 potong
200
1 gelas
200
1 gelas
20
2 buah
20
2 buah
telur
10.00 : kue
12.00 : nasi 1)
urt
urt
Keterangan :
1) Dapat diganti dengan makanan penukarnya seperti roti, jagung,
kentang, sagu.
2) Diartikan sumber protein hewani : daging, telur, hati, ikan laut, ikan
tawar.
3) Diartikan sumber protein nabati : tahu, tempe, kacang-kacangan.
4) Dapat diganti dengan makanan penukar sebanyak 25 gram.
5) Berat biskuit Regal : 8-10 gr/buah
Berat biskuit Farley : 15-16 gr/buah
Urt : ukuran rumah tangga
G : gram
Jenis bahan makanan pokok untuk dihidangkan terdiri atas : 1) Serealia,
yang merupakan makanan pokok dan sumber kalori. Misalnya tepung, beras, ubi,
ketela, sagu, jagung. 2) Makanan asal hewan sebagai lauk-pauk dan sumber
protein hewan, seperti telur, daging, jeroan, ikan tawar , ikan laut, dan daging
unggas. 3) Sayuran sebagai lauk-pauk. Misalnya kacang-kacangan sebagai sumber
protein nabati, seperti kacang hijau, kacang panjang, daun-daunan seperti bayam,
kangkung, daun ketela, kubis, dan umbi-umbian seperti wortel, bit (makanan yang
telah diolah menjadi tahu dan tempe). 4) Buah-buahan merupakan sumber vitamin
A dan vitamin C, seperti alpukat, nenas, pisang, jeruk, pepaya, dan mangga
(Markum, dkk, 2002).
2.2.4 Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances
(RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari
makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan utama penyusunan
AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi
makanan individu/masyarakat ( Almatsier, 2001).
Berat
Tinggi
Angka
Kecukupan Angka
Kecukupan
(tahun)
Badan
Badan
Energi
Protein
(kg)
(kg)
(kkal/orang/hari)
(gram/orang/hari)
7-9
25.0
120
1800
45
Pria
35.0
138.0
2050
50
38
145
2050
50
10-12
Wanita
10-12
Sumber : Hardiansyah dan Tambunan (2004) diacu dalam Widya karya Nasional
Pangan dan Gizi VIII, 2004.
2.2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intake Makan pada Anak Sekolah
Dasar
1.
Peran Keluarga
Peranan keluarga amat penting bagi anak sekolah, bahkan pada pemilihan
bahanan makanan sekalipun. Makan bersama keluarga dengan suasana yang akrab
akan dapat meningkatkan nafsu makan mereka (Widodo, 2009).
2. Peranan Ibu
Sekalipun anak-anak sudah bermain dengan anak-anak lain di luar rumah,
keluarga masih merupakan pengaruh sosialisasi yang terpenting. Tidak hanya
lebih banyak kontak dengan anggota-anggota keluarga daripada dengan orangorang lain tetapi hubungan itu lebih erat, lebih hangat, dan lebih bernada
emosional. Hubungan keluarga yang erat ini pengaruhnya lebih besar pada anak
daripada pengaruh-pengaruh sosial lainnya.
Peranan ibu terhadap lingkungan anak-anak ini tidak terhenti dimasa anakanak saja tetapi harus terus berlangsung dan kadang-kadang sampai seumur
hidupnya, khususnya pengaruh yang berupa pengalaman yang menegangkan ,
menakutkan, menggoncangkan dan membahayakan. Secara khusus, ibu sebagai
orang dekat dengan anak akan dapat menjaga kesehatan anak. Ibu dapat
memberikan pengertian, memperbaiki pola asuh makan, meningkatkan kegiatan
aktivitas fisik, mengenalkan pendidikan gizi sedini mungkin , membatasi promosi
makanan yang tidak sehat. Kesemuanya itu sangat berpengaruh pada tumbuh
kembang anak. Pola asuh yang tidak memadai dapat menyebabkan anak tidak
suka makan atau tidak diberikan makanan seimbang, dan juga dapat memudahkan
terjadinya infeksi (Soekirman, 2000).
3. Teman Sebaya
Tidak heran jika asupan makan akan banyak dipengaruhi oleh kebiasaan
makan teman-teman atau sekelompoknya. Apa yang diterima oleh kelompok
(berupa figur idola, makanan, minuman) juga dengan mudah akan diterimanya.
Demikian pula halnya dengan pemilihan bahan makanan. Untuk itu, perlu
diciptakan dalam sekelompok itu suatu kondisi supaya mereka mendapatkan
informasi yang baik dan benar mengenai kebutuhan dan kecukupan gizinya
sehingga mereka tidak perlu membenci makanan yang bergizi.
4. Media Massa
Media massa lebih banyak berperan disini adalah media televisi, koran, dan
majalah. Di satu sisi banyak sekali iklan makanan yang kurang memperhatikan
perilaku yang baik terhadap pola makan. Oleh sebab itu, informasi tersebut harus
pula ditunjang dengan informasi ilmiah yang benar mengenai kesehatan dan gizi
(Judiono, 2003).
2.2.6 Pengaruh Makan Malam Bersama Keluarga Terhadap Status Gizi
Anak Usia Sekolah Dasar (7-12 Tahun)
Suasana dalam keluarga yang menyenangkan berpengaruh pada pola
kebiasaan makan anak. Hal ini dapat meningkatkan gairah makan dan membuat
anak menyukai makanan yang disajikan. Suatu studi mengungkapkan, pola makan
anak usia sekolah dasar dari keluarga bahagia cenderung lebih baik daripada
mereka yang berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Hal ini dilandasi oleh
tidak adanya kebiasaan makan bersama. Pola makan seorang anak pada dasarnya
dapat dibentuk oleh keluarganya, kalau orang tua dapat memperhatikan pola
konsumsi anak-anaknya, maka mereka bisa mengontrol dan menasihati makanan
apa yang seharusnya dikonsumsi dan makanan apa yang seharusnya dihindari
(Khomsan, 2010).
Makan bersama keluarga dihubungkan dengan asupan makanan yang
bergizi dan sehat bagi keluarga. Pada penelitian Gillman et al (2000) menemukan
makan malam keluarga banyak mengkonsumsi buah dan sayur, sedikit makanan
yang berminyak dan soda, sedikit saturated and trans fat, rendah gula, dan
banyak serat. Neumark-Sztainer et al (2000) juga menemukan hubungan positif
antara frekuensi makan keluarga dengan asupan buah, sayuran, makanan tinggi
kalsium, dan hubungan negatif dengan konsumsi soft drink.
Pada era kemajuan seperti saat ini, orang tua memang telah menjadi
manusia sibuk karena urusan pekerjaan di luar rumah. Oleh karena itu kebiasaan
makan bersama akhirnya luntur karena tiadanya waktu saling berkumpul, apalagi
makan bersama. Orang tua yang terlalu sibuk tidak bisa menyajikan makanan
Tahap 3 : tahap awal dari tidur yang dalam, tidur sulit dibangunkan
dan jarang bergerak, otot-otot dalam keadaan relaksasi penuh, tanda
tanda vital menurun tapi tetap teratur, tahap berakhir dalam 15-30 menit.
periode mengantuk. Periode ini berkembang selama kurang lebih 10-30 menit.
Ketika seseorang tertidur, biasanya akan melewati 4-6 siklus tidur penuh. Tiap
siklus terdiri dari 1 periode tidur REM (Rapid Aye Movement) dan 4 tahap tidur
NREM. 50% waktu tidur bayi berada dalam keadaan REM, dengan interval
NREM selama 50 sampai 60 menit diantara fase aktif. Sedangkan pada anak dan
orang dewasa, hanya 20% dari waktu tidurnya terdiri atas tidur REM yang
diselingi oleh interval 90 sampai 100 menit tidur tenang atau NREM (Rudolph,
2006). Apabila seseorang mengalami periode REM yang kurang, maka esok
harinya ia akan menunjukkan kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang
dapat mengendalikan emosinya, nafsu makan bertambah dan nafsu birahinya juga
akan lebih besar. Sedangkan jika NREM yang kurang, keadaan fisik menjadi
kurang gesit. Dengan adanya tidur, maka manusia dapat
memelihara
sekitar 11 jam tidur malam hari, dan anak usia 10 tahun memerlukan tidur malam
sekitar 9.5 jam sampai 10 jam. Sebagian besar remaja memerlukan tidur 8 sampai
9 jam setiap malam, sedangkan pada usia dewasa memiliki waktu tidur malam
hari rata-rata 6-8.5 jam perhari (Rudolph, 2006).
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur
Menurut Alimul (2006), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi beberapa
faktor. Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk
tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tidur tersebut adalah :
1. Penyakit
Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit
yang memperbesar kebutuhan tidur, misalnya : penyakit yang disebabkan
oleh infeksi (infeksi limfa) akan memerlukan lebih banyak waktu tidur
untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan sakit yang menjadikan
pasien kurang tidur bahkan sampai tidak bisa tidur.
2. Latihan dan kelelahan
Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak
tidur untuk menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal ini
terlihat pada seseorang yang telah melakukan aktivitas dan mencapai
kelelahan. Maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena
tahap gelombang lambat (NREM) diperpendek.
3. Stress psikologis
Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa.
Hal tersebut dapat terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah
psikologis mengalami kegelisahan saat tidur.
4. Obat
Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang
dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat
mempengaruhi proses tidur adalah : obat diuretik bisa menyebabkan
Otot skelet berelaksasi secara progresif dan tidak adanya kontraksi otot,
menyimpan energi kimia untuk proses seluler.
5. Tidur
untuk
meningkatkan
kapasitas
penyimpanan
memori
dan
pembelajaran
2.3.4 Hubungan Tidur Malam Terhadap Status Gizi Anak Usia Sekolah
Dasar (Usia 7-12 Tahun)
Menurut penelitian yang dilakukan sebelumnya menyatakan ada hubungan
antara tidur yang cukup terhadap berat badan anak. Jumlah waktu tidur yang tidak
cukup pada anak usia sekolah (< 9.5 sampai 10 jam pada malam hari) dapat
meningkatkan resiko kegemukan. Mekanisme fisiologisnya jumlah waktu tidur
yang tidak cukup pada malam hari pada anak dapat menyebabkan perubahan
siklus kadar ghrelin dan leptin yang berperan pada pengaturan nafsu makan
(Lumeng et al, 2007).
Rasa lapar dan rasa kenyang diatur di bagian otak yaitu hipotalamus.
Leptin dan ghrelin merupakan suatu hormon yang secara signifikan dapat
menyebabkan pengaturan berat badan. Hormon leptin adalah salah satu hormon
penting yang berperan dalam pembentukan berat badan setelah makan. Leptin
bekerja di arcuate nucleus untuk menekan nafsu makan dan meningkatkan
metabolic rate dengan menghambat NPY (Neuropeptida Y) dan menstimulasi
melanocortin. Pada orang gemuk yang memiliki simpanan lemak yang besar lebih
banyak produksi leptinnya daripada orang yang kurus. Kadar leptin di dalam
darah yang tinggi (pada orang yang memiliki simpanan lemak yang tinggi)
menginformasikan ke otak untuk mengurangi nafsu makan yang mana ditandai
dengan pengurangan asupan makanan. Kadar leptin di dalam darah yang rendah
televisi untuk anak 10.5 menit/jam dalam satu minggu dan 12 menit/jam pada
akhir minggu, namun banyak anak yang menonton televisi hampir 16 menit/jam.
Setiap anak menghabiskan total 6 jam sehari untuk menonton televisi, bermain
video game, mendengarkan musik atau membaca majalah, namun sebagian besar
orang tua tidak menanggapi hal ini dengan serius (Committee on communications,
2006) .
Pada saat seorang anak menonton televisi, dia tidak hanya menikmati program
intinya tetapi juga terkondisi untuk menerima iklan makanan. Ada kenikmatan
tersendiri bila seorang anak yang sedang nonton televisi makan panganan yang
sama dengan bintang film iklan. Apapun yang dikonsumsi selama menonton
televisi, selama makanan tersebut berupa panganan yang hanya padat kalori, maka
dampaknya adalah kelebihan bobot badan. Survei dari kedua peneliti tersebut juga
menunjukkan semakin lama seorang anak menonton televisi, maka konsumsi
makanan seperti yang diiklankan dalam televisi juga meningkat. Ini membuktikan
kebiasaan makan ini dapat berubah karena intervensi iklan di televisi. Penemuan
lainnya adalah meningkatnya waktu menonton televisi akan membuat anak
mempengaruhi pola belanja makanan orang tuanya di pasar swalayan. Pada saat
orang tua akan berbelanja, anak langsung menyampaikan daftar pesanan panganan
yang harus dibeli ibunya. Meningkatnya kebiasaan mengkonsumsi panganan
padat kalori dan banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi
membuat anak-anak rawan terhadap obesitas (Khomsan, 2010).
Menonton televisi tergolong ke dalam aktivitas ringan. Ini berarti tidak
banyak energi yang terpakai, sementara itu konsumsi energi panganan meningkat
terus sehingga terjadilah keseimbangan energi positif. Aktivitas anak sebelum dan
sesudah era televisi tampak berbeda, dulunya anak sering bermain bersama
teman-temannya di luar rumah tetapi sekarang anak lebih memilih untuk
menonton televisi seharian di rumah. Oleh karena itu, orang tua harus pandaipandai mengatur jadwal menonton televisi bagi anak-anaknya supaya energi
tubuh dapat tersalurkan keluar melalui aktivitas fisik lainnya. Hari minggu/libur
sebaiknya dimanfaatkan untuk rekreasi keluarga di luar rumah. Acara televisi
pada hari Minggu biasanya penuh dengan hiburan yang menarik, seperti film
kartun, oleh karena itu orang tua yang bijaksana harus mengajak putra-putrinya
untuk beraktivitas fisik sehabis menonton acara TV di pagi hari (Khomsan, 2010).
2.5
gizi.
Menurut
Hidayati,
dkk
(2006)
peningkatan
pendapatan
5. Aktivitas fisik
Sebagian besar energi masuk melalui makanan pada anak remaja dan orang
dewasa seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Kurangnya aktivitas fisik
menyebabkan banyak energi tersimpan sebagai lemak, sehingga orang-orang yang
kurang melakukan aktivitas cenderung menjadi gemuk. Aktivitas fisik
berkonstribusi terhadap kejadian obesitas terutama kebiasaan duduk terusmenerus, menonton televisi, penggunaan komputer, dan alat-alat berteknologi
tinggi lainnya.
6. Kebiasaan makan
Orang yang banyak makan akan memiliki gejala cenderung untuk menderita
kegemukan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan kurang serat
merupakan faktor penunjang timbulnya masalah kegemukan (Salam, 1989).
7. Faktor psikologis
Menurut Dariyo (2004), keadaan psikologis yang dapat menyebabkan status
gizi berlebih adalah ketidakstabilan emosional yang menyebabkan individu
cenderung untuk melakukan pelarian diri dengan cara banyak makan makanan
yang mengandung kalori atau kolesterol tinggi.
8. Faktor budaya
Kebiasaan makan keluarga dan susunan hidangan merupakan salah satu
manifestasi kebudayaan keluarga yang disebut life style (gaya hidup). Faktorfaktor yang merupakan asupan (input) bagi terbentuknya suatu life style keluarga
ialah : penghasilan, pendidikan, lingkungan kota atau desa, susunan keluarga,
pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan, pendapat tentang kesehatan, pengetahuan
gizi, produksi pangan. Tingkat obesitas (status gizi lebih) sangat erat hubungan
nya dengan proses modernisasi (akulturasi) dan meningkatnya kemakmuran bagi
sekelompok masyarakat. Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) dan pola
makan yang mengkonsumsi makanan siap saji (fast food)telah menjadi secular
trend bagi masyarakat kita terutama di kota-kota besar.
9. Faktor genetik
Menurut Whitney dkk, (1990) dan Hegarthy (1996) genetik memegang
peranan penting dalam mempengaruhi berat dan komposisi tubuh seseorang.
2.5.2 Cara Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan cara yang dilakukan untuk menilai status
gizi seseorang. Pada anak, untuk mengetahui pertumbuhannya secara praktis bisa
dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Cara
penilaian status gizi dapat ditentukan dengan cara penilaian langsung, meliputi :
antropometri, biokimia, klinis dan biofisik atau secara tidak langsung meliputi
survey konsumsi, statistik vital, dan faktor ekologi (Yuniastuti, 2008).
Penilaian status gizi (Yuniastuti, 2008)
1. Analisis diet
Untuk menilai kualitatif dan kuantitatif makanan dengan metode
wawancara atau pencatatan makanan sehari-hari. Dari analisis diet dapat
diketahui masalah-masalah yang timbul seperti kesulitan makan, kebiasaan
makan, alergi makanan. Secara kuantitatif akan diketahui jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi. Metode pengumpulan data yang dapat
digunakan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighting
method. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara
memperoleh pangan. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan
adalah food frequency questionaire dan dietary history.
2. Pemeriksaan klinis
a. Gizi kurang : Kelainan fisik tidak jelas, anak hanya tampak kurus
b. Gizi buruk : Marasmus, Kwashiorkor
Marasmus : Anak tampak sangat kurus, wajah seperti orangtua, cengeng,
perut umumnya cekung, dan kulit keriput seperti baggy pants (pakai celana
longgar).
3. Antropometri
Antropometri adalah pengukuran berbagai dimensi fisik tubuh manusia
pada berbagai usia. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu
pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Di Indonesia pengukuran
antropometri banyak digunakan dalam kegiatan program maupun dalam
penelitian salah satu adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Secara umum pengukuran antropometri memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Penggunaannya sederhana, aman, dan tidak mencederai, dan dapat
untuk ukuran sampel yang besar.
2. Peralatan yang digunakan tidak mahal, portable, tahan lama, dan dapat
dibuat atau dibeli secara lokal.
3. Dapat dilakukan oleh petugas yang relatif tidak ahli sehingga petugas
lapangan yang dilatih dengan baik dapat melaksanakan dengan teliti.
4. Dapat diperoleh informasi tentang riwayat gizi masa lampau, sesuatu
yang tidak dapat dilakukan dengan cara lain.
5. Dapat digunakan untuk melakukan pemantauan status gizi dari waktu
ke waktu, atau dari satu generasi ke generasi ke generasi berikutnya.
6. Dapat digunakan untuk melakukan screening test dalam rangka
mengidentifikasi individu yang beresiko terhadap malnutrisi.
Pengukuran antropometri juga memiliki kelemahan, antara lain :
1. Kurang sensitif apabila dibandingkan dengan cara lain.
2. Dapat mendeteksi gangguan status gizi yang terjadi dalam periode
waktu singkat, tetapi tidak dapat mengidentifikasi defisiensi zat gizi
khusus.
80-120%
: gizi baik
60-80%
<60%
: gizi buruk
b. Tinggi badan
Evaluasi TB memerlukan data : umur, seks, standar baku yang diacu, TB
diplot pada kurva TB dinyatakan dalam %:
Interpretasi :
< sentil 5
: defisiensi berat
sentil 5-10
: defisiensi nutrisi/genetik
BB/TB% = BB terukur saat itu dibagi BB baku dari pengukuran TB saat itu
x100%
Interpretasi :
< 70%
: malnutrisi berat
>70-80%
: malnutrisi sedang
>80-90%
: malnutrisi ringan
>90-110%
: normal
>110-120%
: overweight
> 120%
: obesitas