Anda di halaman 1dari 6

Defenisi

Infeksi intra abdominal secara garis besar terbagi menjadi dua yakni Peritonitis dan Abscess. Peritonitis
didefinisikan sebagai suatu respon inflamasi akut pada ruang peritoneal yang disebabkan oleh bakteri,
senyawa kimia, radiasi, dan senyawa asing yang melukai cavum peritoneal. Sedangkan abscess
merupakan perkembangan dari peritonitis yang tidak mendapatkan terapi optimal, sebagai proses ekstensi
dan berusaha untuk mempertahankan colony bakteri dan infeksi.
Infeksi di cavum peritoneal atau cavum retroperitoneal tidak hanya biasa disebabkan oleh bakteri tetapi
juga oleh bahan kimia atau zat lain yang masuk saat proses pembedahan abdomen. Selain itu biasa juga
terjadi akibat keluarnya enzim-enzim dari suatu organ ke cavum peritoneal (mis. Enzim pankreas).
Etiologi
Peritonitis merupakan komplikasi serius pada pasien sirosis dengan ascietas yang mana terbagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
Peritonitis primer : Peritonitis tanpa ada infeksi lebih dahulu oleh organ-organ di cavum peritoneal, tetapi
infeksi tiba-tiba terjadi secara spontan pada peritonium, sehingga disebut juga Spontaneus bacterial
peritonitis.
Dialisis peritoneal
Sirosis dengan ascietas
Sindrom nefrotik
Peritonitis sekunder : Peritonitis dengan adanya infeksi lebih dahulu oleh organ-organ di cavum peritoneal
(Kantung organ perut).
Appendicitis
Inflamasi usus
Nekrosis pankreatitis
Obstruksi usus kecil
Kebocoran anastomosis peritoneal
Endoskopi
Peritonitis tersier : Peritonitis berulang, terjadi setelah peritonitis primer atau sekunder pada rentan waktu
maksimal 48 jam.
Patofisiologi
Infeksi intraabdominal sebagai hasil masuknya bakteri atau senyawa asing ke dalam rongga peritoneal atau
retroperitoneal, dimana bakteri tersebut bisa berasal dari luar tubuh juga merupakan kumpulan bakteri
dalam organ intraabdominal. Pada peritonitis perpindahan bakteri ke dalam abdomen melalui aliran darah
atau sistem limfatik melewati dinding usus, melalui kateter dialisis peritoneal oleh bakteri flora normal kulit
yang sering masuk bersamaan dengan proses dialisis atau melalui tuba fallopi pada wanita. Jika bakteri
masuk ke dalam abdomen tidak dikontrol oleh mekanisme pertahanan tubuh, akan terjadi penyebaran
bakteri melalui rongga peritoneal, hal tersebut menyebabkan peritonitis.
Sirosis dengan ascites merupakan salah satu pencetus terjadinya peritonitis primer. Ascites berupa
pengumpulan cairan pada rongga peritoneal akibat menurunnya tekanan osmotic pembuluh darah
(intravaskuler) sehingga cairannya keluar ke saluran ekstravaskular (interstisial). Hal ini diakibatkan oleh
turunnya supply albumin oleh hati, sebab terjadi kerusakan yang absolut pada organ hati yang disebut

dengan sirosis. Oleh karena itu diperlukan terapi albumin untuk menjaga agar tekanan osmotic (onkotik)
tersebut tetap terjaga. Selain sirosis, nefrotik syndrom juga dapat menyebabkan hipoalbuminemia akibat
dari proteinurea.
Terjadinya ascietas merupakan media pertumbuhan bakteri sehingga bakteri mudah berkembangbiak.
Organisme yang sangat berpotensi berkembangbiak pada cavum peritoneal yaitu Escerchia coli sebab
merupakan flora normal dalam organ abdomen, Namun tidak menutup kemungkinan terjadi polimikroba
yang menginfeksi.
Kemungkinan infeksi oleh bakteri Staphylococus aureus melalui proses peritoneal dialysis, sehingga bakteri
yang ada di permukaan kulit kemungkinan besar ikut masuk kedalam peritonium. Jika peritonitis tidak
diatasi segera, dapat menyebabkan sepsis yakni infeksi sistemik akibat bekterimea.
Sepsis didefinisikan sebagai respon infeksi sistemik. Jika tidak terdapat infeksi maka disebut sebagai
sindrom inflamasi sistemik, yang minimal ditandai oleh dua factor, yaitu : Suhu tubuh meningkat diatas 38 C
atau lebih rendah dari 36 C, detak jantung melebihi 90 kali per menit, kecepatan respirasi lebih dari
20/menit atau PaCO2 kurang dari 32 mmHg, dan jumlah sel darah putih >12.000/mm3 atau <4.000/mm3.
Cairan tubuh terbagi menjadi dua kelompok besar yakni :
Cairan intrasel : cairan yang berada di dalam sel
Cairan ekstrasel : cairan yang berada diluar sel yang terbagi ke dalam :
Interstisial : cairan di celah-celah antar sel (mis. Cairan serebrospinal)
Intravascular : cairan pembuluh darah dan limfa
Komplikasi
Sirosis yang disertai ascites merupakan faktor resiko utama terjadinya peritonitis. Sirosis tidak bisa lagi
disembuhkan sehingga yang dicegah adalah dampak dari sirosis. Hati merupakan organ penghasil
albumin, dimana albumin berfungsi dalam menjaga tekanan osmotic (onkotic) pada saluran intravaskuler,
jadi jika terjadi hipoalbuminemia akan mengakibatkan hipovolemia (penurunan volume cairan
intravaskuler), sebab terganggunya tekanan onkotik dalam saluran intravascular menyebabkan cairan
intravaskuler keluar dan menuju ke interstisial.
Ada beberapa akibat dari hipovolemia :
Tekanan darah meningkat akibat aktivasi dari ADH (antidiuretik hormone) Aldosteron
Kurangnya suplai darah menuju ginjal (hipoperfusi), menyebabkan terjadinya pelepasan rennin pada sel
sebelum glomerulus, sehingga mengaktifkan angiotensin II dan melepaskan aldosteron sehingga terjadilah
vasokonstriksi di pembuluh darah. Aldosteron yang dilepaskan oleh angiotensin II juga menyebabkan
peningkatan reabsorbsi natrium dan cairan lainnya akibat retensi pada tubulus ginjal sehingga terjadi
oligourea (turunnya jumlah urin).
Oligourea berakibat :
Gagal ginjal akut
Takikardia akibat aktivasi renin oleh sel-sel sebelum glomerulus
Asidosis : penurunan pH darah ( pH normal darah : 7,3-7,45, yang masih bisa ditolerir pada pH 7-8).
Pengobatannya dilakukan dengan pemberian infuse Ringer Laktat (RL).

Tanda-tanda klinis (sign) dan gejala (symptom)


Tanda klinis (mesureable)
Suhu tubuh meningkat (>38 OC )
Penurunan bising usus
Peningkatan jumlah leukosit pada cairan ascietas melebihi batas (>300 mm3)
Edema atau Pembesaran abdomen
Hati tidak biasa diraba karena terhalangi oleh tumpukan cairan
Gejala (unmesurable)
Demam
Mual-muntah
Diare
Nyeri abdomen
Gangguan saluran pencernaan
Tatalaksana Terapi
Pemilihan antibiotik sebaiknya spektrum luas untuk gram positif dan gram negatif yang juga aktif untuk
bakteri aerob dan anaerob pada saluran pencernaan.
Penggunaan tunggal antibiotik golongan sefalosporin, -laktam+anti-laktamase, atau Carbapenem, selain
digunakan tunggal juga sangat efektif dikombinasikan dengan Aminoglikosida.
Untuk kasus ringan dan sedang regiment yang direkomendasikan : Ampisilin-Sulbaktam atau TikarsilinKlavulanat
Peritonitis yang diakibatkan oleh sirosis ascites, direkomendasikan Sefotaxim, jika dicurigai adanya bakteri
anaerob maka ditambahkan Clyndamisin atau Metronidazol. Alternatif lainnya : Penisilin spektrum luas,
Vancomisin, gol sefalosporin lainnya, atau kombinasi antara Aminoglikosida dengan antipseudomonal
penisilin.
Peritonitis yang diakibatkan oleh peritoneal dialisis, direkomendasikan Sefalotin atau Sefazolin. Alternatif
gol Aminoglikosida atau Quinolon.
Peritonitis sekunder direkomendasikan golongan Sefalosporin generasi pertama atau golongan Penisilin+
anti-laktamase atau Cyprofloksasin+Metronidazole.
Jika terjadi sepsis, tatalaksana terapinya sama dengan peritonitis akibat sirosis ascites.
Contoh Kasus
Data Temuan (Finding)
John Chaves berusia 67 tahun, menderita mual, muntah, nyeri abdomen dan karena hal itu dia bertingkah
seperti orang linglung selama 2-3 hari, dia mendapatkan asupan makanan lebih dari minimal beberapa hari
yang lalu. Dia mengalami penyesuaian dosis dengan adanya intoksikasi alcohol dan encephalopathy
hapatik
Riwayat Penyakit sebelumnya
a. Sirosis dengan ascites selama 3 tahun terakhir
b. Encephalopathy hepatic
c. Gastroesofageal Refluks Disease (GERD)

d. Hipertensi (HTN)
e. Cholecystectomy 10 tahun yang lalu
f. Hepatitis C sejak juni 1997
Ibunya adalah pecandu alcohol dan meninggal 10 tahun yang lalu pada kecelakaan mobil. Riwayat
ayahnya tidak diketahui. Mr.Cheves pun merupakan pecandu alcohol dengan konsumsi 2-3 kaleng tiap
hari.
Tanda dan gejala klinis
Suhu tubuh 39,40 C
Berat badan meningkat menjadi 92 kg (idealnya 68 kg)
Kulit nampak kekuningan
Adanya leukosit asitas 720 mm3 ( normal 300 mm3)
pH darah 7,28 ( pH normal darah : 7,3-7,45, yang masih bisa ditolerir pada pH 7-8)
Pembesaran pada abdomen
Hati tidak biasa diraba karena terhalangi oleh tumpukan cairan
Nyeri abdomen
Gangguan saluran pencernaan
Diagnosis peradangan peritonium bakteri primer ( Spontaneus Bacterial Peritonitis )
Riwayat Pengobatan
Problem Medik Terapi Indikasi
Lactulosa 30 ml
1x1 p.o sehari prn Ensephalopathy hepatic
Pencahar
Procardia XL 60 mg
1x1 p.o sehari Hipertensi
Maalox 30 ml
1x1 p.o sehari prn Refluks Gastroesofageal
Axid 150 mg
1x1 p.o sehari Refluks Gastroesofageal
Procardia XL (Nifedipin sustained realeased)
Nifedipin diberikan long acting sebab dikhwatirkan terjadinya efek samping reflex baroreseptor (takikardia)
jika diberikan secara short acting.
Lactulosa
Pasien yang mengalami ascietas biasanya mengalami penurunan peristaltic usus akibat banyaknya cairan
yang menumpuk, sehingga diberikan lactulosa sebagai obat kontstipasi (ileus paralitik) yang bekerja local.
Maalox (antasida) Axid (Nizatidin)
Pemberian kombinasinya untuk pengobatan GERD
Penentuan DRPs (Assesment)
Pasien gagal mendapatkan obat

Melihat gejala yang dialami pasien, maka kami menyimpulkan bahwa pasien mengalami infeksi peritoneal
yang disebabkan oleh bakteri gram negative bacil (Esscercia coli) sehingga pasien perlu diberikan
antibiotic spectrum luas.
Pasien mengalami cirrhosis, tetapi sirosis tidak bias diobati maka yang diobati adalah symptom yang
diakibatkan, pengobatannya pun dilakukan dengan i.v sebab pasien mengalami mual-muntah.
Anti Hepatitis C
Analgetik untuk nyeri abdominalnya
Diuretik untuk ascietas
Mengatasi DRP yang terjadi (Resolution)
Sebaiknya pasien diberikan Antibiotik untuk pengobatan infeksi peritoneal, dan disarankan pemberian
Cefotaxim i.v, sebab merupakan golongan sefalosporin yang berspektrum luas dan paling rendah protein
bindingnya (ikatan dgn protein). Jika pemberian AB dengan protein binding tinggi, menyebabkan
terganggunya perbaikan tekanan onkotik oleh albumin.
Jika perlu diberikan antibiotic sefalosporin yang aktif untuk bakteri aerob dan anaerob misalnya :
Ceftizoxime, Cefotetan dan Cefoxitin. Jika golongan sefalosporin tidak memberikan respon yang berarti
maka alternative terapinya dapat diberikan Klindamisin, metronidazole, aminoglikosida, penisilin
antipseudomonas (tikarsilin, piperasilin)
Pasien telah mengidap hepatitis C, sehingga terapi yang diberikan hanya bersifat pemeliharaan bukan
untuk menyembuhkan, maka diberikan regiment HCV (hepatitis C virus) yakni IFN (interferon -2b 3 ui 3x
seminggu) dan ribavirin (2x sehari 1000 mg jika BB <75 kg dan 1200 mg jika BB > 75 kg).
Untuk mengatasi nyeri abdomen perlu diberikan injeksi atau suppositoria tramadol
Untuk ascietas diberikan loop diuretic Furosemid secara i.v
Disarankan agar pasien diet protein 20-30 g / hari, sayuran 60-80 g / hari untuk proses penyembuhan
symptom hepatic ensephalopathy.
Untuk menghindari kambuhnya Refluks Gastroesofageal, sebaiknya pasien menghindari konsumsi
berlebihan Caffein, Cokelat, Jus jeruk, Makanan berlemak, Alkohol dan merokok.
Pengawasan Penggunaan Obat (Monitoring)
No Nama Obat Indikasi Dosis Monitoring
1. Lactulosa
(laktulosa) Ensephalopathy hepatic, Pencahar 30 ml syrup sekali sehari prn. Konstipasi
2. Procardia XL
(nifedipin long acting) Hipertensi 60 mg tablet sekali sehari Tekanan darah
3. Maalox
(antasida) Refluks Gastroesofageal 30 ml p.o (2 sdm) sekali sehari prn Respon mual-muntah
4. Axid
(nizatidin) Refluks Gastroesofageal 150 mg tablet sekali sehari prn Respon mual-muntah
5. Cefotaxim Antibiotik peritonitis 1 g i.v tiap 12 jam Hipersensitif, konsentrasi leukosit ascietas
6. IFN (interferon -2b) Terapi HCV 3 ui 3x seminggu i.v HCV RNA, hitungan darah lengkap dengan
platelet, tes tiroid
7. Ribavirin Terapi HCV 2x sehari 1000 mg jika BB <75 kg dan 1200 mg jika BB > 75 kg Sama dengan IFN
8. Furosemid Diuretik kuat 20-40 mg i.v (1-2 ampul sehari) Pembesaran perut akibat Ascietas

References
Dipiro,T,J. et.all, 2008, Pharmacoterapy a Phatophisiologic Approach 7th Edition. Mc.GrawHill Medical.
Chicago. New York.
Kasper, L,D., et.all, 2005, Harrisons Manual of Medicine 16th Edition, Mc.GrawHill Medical. Chicago. New
York.
Margaret, T,J., Paul, D,C., 2004, Treatment Guidelines for Medicine and Primary Care, Current Clinical
Strategy Publishing, Laguna Hills California.

Anda mungkin juga menyukai