Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Arie Muhardy
Afnan
Azwari
Elvin Yunandar
Eva Fitriani
Pendahuluan
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Kandungan
protein, glukosa, lipida, garam mineral, dan vitamin dengan pH sekitar 6,80
menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dalam susu. Sejumlah riset pada 2004
melaporkan konsumsi susu di Indonesia baru mencapai tujuh liter per kapita per tahun
atau baru 197, 5 juta liter per tahun untuk susu cair dan 625,7 juta liter susu bubuk. Dari
data itu pun terlihat bahwa komsumsi susu bubuk di Indonesia sangat tinggi dibanding
susu cair. Dalam SK Dirjen Peternakan No. 17 Tahun 1983, dijelaskan definisi susu
adalah susu sapi yang meliputi susu segar, susu murni, susu pasteurisasi, dan susu
sterilisasi.
Secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 10 3 per ml jika
diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat (Jay 1996).
Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu segar adalah Total
Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1 x 101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x
101 cfu/ml, Escherichia coli negatif, Salmonella negatif, dan Streptococcus group B negatif.
Beberapa bakteri seperti Listeria monocytogenes, Camphylobacter jejuni, E.coli, dan
Salmonella sp.
Kontaminasi susu oleh mikroorganisme dapat terjadi selama pemerahan
(milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan
(pre-processing) lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari
hulu hingga hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan
berkembang dalam susu (Jeffrey, et al, 2009)
Susu merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan mikroba, hal ini
disebabkan karena kadar airnya tinggi, pH-nya netral dan kaya akan zat-zat
makanan yang diperlukan oleh mikroba.
karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu (Australia/New Zealand Food
Standards Code. (2001)
Bakteri yang terlibat dalam proses pembusukan pada susu adalah bakteri-bakteri
psikotropik. Bakteri yang dapat membuat enzim proteolitik dan lipolitik ekstraseluler
(Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fluorescens) juga dapat menyebabkan kebusukan
pada susu. Bakteri psikotropik dapat dimusnahkan dengan pemanasan pada proses
pasteurisasi, namun Pseudomonas fragi dan Pseudomonas fuorescens tetap stabil pada suhu
panas. Bakteri lain yang dapat hidup setelah proses pasteurisasi Clostridium, Bacillus,
Cornebacterium, Arthrobacter, Lactobacillus, Microbacterium, dan Micrococcus. Bacillus
mampu menggumpalkan susu dengan mencerna lapisan tipis fosfolipid di sekitar butirbutir lemak melalui enzim yang dihasilkannya.
a. Pembentukan asam
Pembentukan asam disebabkan oleh bakteri laktat yang bersifat homofermentatif
(banyak menghasilkan asam laktat dan sedikit menghasilkan asam asetat, CO2
dan zat volatile) atau heterofermantatif yang memproduksi sejumlah zat yang
bersifat volatile disamping asam laktat.
b. Pembentukan gas
Dalam pembentukan gas selalu diikuti oleh asam. Pembentukan utama
disebabkan oleh bakteri Enterobacterium coli, Clostridium sp, Baccilus sp, gas H2 dan
CO2 dan bakteri laktat. Dalam lemari es, Clostridium dan Baccilus sp tumbuh
sedangkan bakteri lain tidak. Pada suhu ruangan umumnya tumbuh bakteri
Enterobacterium coli sedangkan pada suhu lebih tinggi yang tumbuh adalah
pembentukan spora.
c. Pemecahan protein
Hidrolisis protein susu oleh mikroba biasanya diikuti oleh pembentukan aroma
getir , yang disebabkan oleh beberapa polipeptida, bakteri proteolitik yang aktif
pada susu adalah spesies Micrococcus, Alkaligenus, Pseudomonas, Proteus, Achromo
bacter, Flaropacterium dan semuanya termasuk bakteri yang tidak membentuk
spora.
d. Pembentukan lendir
Pembentukan lendir terjadi pada susu yang disimpan pada suhu rendah dan akan
berkurang dengan kenaikan kadar asam pada suhu tinggi. Terdapat 2 macam
lendir dalam susu diantaranya adalah:
1)
2)
Bakteri pada pembentukan lendir pada air susu dapat berasal dari air, kotoran
Perubahan warna
Perubahan warna terutama disebabkan oleh:
1) Warna kuning disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syncantha, flavobakterium.
2) Warna coklat disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluoresescens.
3) Warna biru disebabkan oleh Pseudomonas Suncyanea, Streptococcus lactis dan
bakteri Ceotridium sp yang termasuk golongan kapang.
4) Warna kuning disebabkan oleh bakteri Pseudomonas syncantha dan bakteri
Flavobacterium sp.
Pemeriksaan Mikrobiologis
Total Plate Count (TPC)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk
mengetahui kualitas susu. Jumlah TPC >106 cfu/ml menyebabkan mikroba cepat
berkembang dan toksin sudah terbentuk. Susu akan cepat rusak apabila disimpan pada
suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat pengumpul susu jauh
tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin (Jayarao et al. 2006). Sebagian industri
pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >106 cfu/ml. Pemeriksaan
TPC dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan (AOAC 1996).
Koliform
Koliform merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya. Koliform
termasuk bakteri yang dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan dan manusia.
Pemeriksaan koliform dapat menggunakan metode Most Probe Number (MPN) dan
hitungan koloni dalam cawan (AOAC 1996).
Isolasi dan Identifikasi
Isolasi dan identifikasi merupakan metode konvensional dalam pemeriksaan
bakteri yang didasarkan pada reaksi biokimia. Oleh karena itu, dalam isolasi dan
identifikasi bakteri diperlukan media yang selektif. Setelah dilakukan pewarnaan Gram
dilanjutkan dengan uji biokimia pada berbagai media seperti gula. Bakteri yang sudah
diisolasi dan diidentifikasi selanjutnya diuji secara serologis untuk menentukan
serotipenya. Isolasi dan identifikasi untuk berbagai jenis bakteri dapat mengikuti
metode Cowan (1984).
Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan uji mikrobiologis yang lebih sensitif
dibandingkan dengan metode konvensional. Saat ini banyak pengembangan dari
metode PCR, salah satunya adalah Multiplex PCR. Metode ini dapat digunakan untuk
berlapis seng atau aluminium, diisi dengan timbunan es batu, dibubuhi garam
dapur, dan serbuk gergaji. Cara ini dapat menurunkan suhu hingga lebih rendah
dari 10C. Jika penyimpanan agak lama, diperlukan pengadukan secara berkala
sehingga suhu merata. Gunakan pengaduk yang berbahan stainless steel.
Peternak di daerah pegunungan bisa juga menerapkan teknologi sederhana,
dengan mengalirkan air dingin secara terus-menerus pada bak di mana wadah
susu ditempatkan. Cara ini bisa menghasilkan suhu sekitar 10-15C. Cara lain
yang lebih modern adalah surface cooler, refrigerator (lemari es) dan cooling unit.
Teknik pendinginan ini dilakukan dengan tujuan menunda waktu pengiriman.
Susu bisa tahan selama 12 jam pada suhu 12C, 12-24 jam pada suhu 8C, dan 72
jam pada suhu 4C.
e. Membunuh kuman. Pemanasan merupakan teknik yang umum digunakan
untuk membunuh kuman dalam susu. Susu yang telah dipanaskan bisa
disimpan lebih lama, dan tidak membahayakan konsumen. Cara ini memang
bisa mengubah susunan gizi air susu, tetapi sangat kecil artinya dibandingkan
dengan bahayanya (jika tak dipanaskan).
Untuk susu segar yang telah memenuhi standar SNI, proses penyimpanan dan
pendistribusiannya sampai ke tangan konsumen perlu diperhatikan. Penyimpanan
harus dilakukan pada suhu dingin sampai susu ke tangan konsumen karena meskipun
telah melalui proses pasteurisasi, susu masih mengandung bakteri pembusuk. Bakteri
pembusuk akan berkembang pada suhu ruang.
Kesimpulan
Susu merupakan minuman yang bergizi tinggi, namun mudah terkontaminasi
oleh bakteri. Sebelum dikonsumsi, susu perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologis
sehingga aman bagi konsumen. Bakteri yang mengontaminasi susu, yaitu bakteri
patogen dan bakteri pembusuk harus dihilangkan dengan memperbaiki proses
penerimaan susu segar, penanganan, pengolahan, hingga penyimpanan. Beberapa
tindakan yang dapat diterapkan sehingga susu aman untuk dikonsumsi antara lain
adalah melakukan beberapa tindakan sanitasi dari hulu ke hilir.
Daftar Pustaka
Adams, D. M., Barach, J. T., & Speck, M. L. (1975). Heat resistant proteases produced in
milk by psychrotrophic bacteria of dairy origin. Journal of Dairy Science, 58, 828
834.
AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1996. Official Methods of Analysis,
16th Ed. Association of Official Analytical Chemist, Washington, DC.
Australia/New Zealand Food Standards Code. (2001). Microbiological Limits for Food
Standard 1.6.1.
CDC (Center for Disease Control). 2005. Foodborne illness. Frequently asked questions.
Morbid. Mortal. Wkly Rep. January 10: 1 13.
Jay, M.J. 1996. Modern Food Microbiology. Fifth Ed. International Thomson Publishing,
Chapman & Hall Book, Dept. BC. p. 469471.
Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley, A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown.
2006. A survey of foodborne pathogens in bulk tank milk and raw milk
consumption among farm families in Pennsylvania. J. Dairy Sci. (89): 24512458.
Jeffrey, T., Lejeune, and P.J.R. Schultz. 2009. Unpasteurized milk: A continued public
health threat. Food Safety. Clinical Infectious Dis. (48): 93100.
Jorgensen, H.J., T. Mork, H.R. Hogasen, and L.M. Rorvik. 2005. Enterotoxigenic
Staphylococcus aureus in bulk milk in Norway. J. Appl. Microbiol. (99): 158166.
Sarati, A. 1999. Pemeriksaan angka kuman dan jenis kuman Salmonella pada air susu
sapi segar yang diperoleh dari loper/penjual di kota Semarang. Skripsi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.