Tuberculosis (TB) merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tu
berculosis, sejenis bakteri berbentuk batang tahan asam dengan ukuran panjang 14m dan tebal 0.3-0.6m. Bakteri ini akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC den gan tingkat PH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) bakteri membutuhkan waktu 14- 20 jam. Kuman TB terdiri dari le mak dan protein. Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding bakteri d an terdiri dari asam stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord fac tor, sementara komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin). Pencegahan 1. Vaksinasi BCG Pemberian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberlulo sis yang virulen. Imunitas timbul 6-8minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun b iasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat. Rosenthal dkk (1961) mengatakan bahwa pemberian BCG dapat mengurangi morbiditas sampai 74 %. BCG biasanya diberikan pada anak dengan uji tuberkulin negatif dan biasanya diulangi 6 minggu setelah BCG dan kalau masih negatif dianjurkan untuk mengulang BCG. Tetapi sekarang dianjurkan pemberian BCG secara langsung tanpa di dahului uji tuberkulin karena cara ini dapat menghemat ongko dan mencakup lebih banyak anak. 2. Kemoprofilaksis Sebagai kemoprofilaksi biasanya dipakai INH dengan dosis 10mg/kgbb/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksi primer diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi pada anak deng an kontak tuberkulosis dan uji tuberkulin masih negatif yang berarti masih negat if yang berarti belum terkena atau masih dalam inkubasi. Kemoprofilaksi Sekunder diberikan unuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi pe nyakit, misalnya pada anak berumur kurang dari 5 tahun dengan uji tuberkulin pos itif tanpa kelainan radiologis paru dan anak dengan konversi uji tuberkulin tan kelainan radiologis paru. Selain itu juga diberikan pada anak dengan uji tuberku lin posistif tanpa kelainan radiologis paru yang telah sembuh dari tuberkolosis tetapi mendapat pengobatan dengan kortikosteroid yang lama, menderita penyakit m orbili atau pertusis, mendapat vaksin virus misalnya vaksin morbili atau pada ma sa akil balik (adolesen). Selanjutnya juga diberikan pada konversi uji tuberkuli n dari negatif menjadi positif dalam 12 bulan terakhir tanpa kelainan klinis dan radiologis. Pemeriksaan Penunjang Asma 1. Uji faal paru Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menilai asma meliputi diagnosa dan pengelol aanya. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasi l provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal paru penting pada asma ialah PEFR, FEVI, PVC, FEVI/FVC. Uji faa l paru tidak selalu mudah dilaksanakan, terutama pada anak di bawah umur 5-6 tah un. Peak flow meter adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer memb erikan data yang lebih lengkap. Uji provokasi bronkus dapat dilakukan dengan: 1. Histamin 2. Methacholin 3. Beban lari 4. Udara dingin 5. Uap air 6. Alergen Yang sering dilakukan adalah cara 1,2, dan 3. Hipereaktivitas positif bila PEFR, FEVI turun> 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilat or nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEVI sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% ini berarti hiperreaktivitas positif dan uji pro
vokasi tidak perlu.
2. Foto Rontgen Toraks Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada foto akan tampak corakan paru yang meningka t. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis ju ga sering ditemukan. Setiap anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya perlu dibuat foto rontgen parunya. Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu diulang bila ada indikasi misalnya dugaan pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bi la asmanya sulit terkontrol. 3. Pemeriksaan darah, eosinofil, dan uji tuberkulin Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagn osis asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum. Dalam sputum dapat ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Ourshman. Bila ad a infeksi mungkin akan didapatkan pula lekositosis polimorfonukleus. Uji tuberku lin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi jug a karena kalau ada tuberkulosisi dan tidak diobati, asmanya pun akan sulit dikon trol. 4. Uji kulit alergi dan imunologi Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Masing-masing cara mem punyai keuntungan dan kerugian. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banya k didapat didaerahnya. Hasil porsitif harus dicocokkan dengan keadaan penderita sehari-hari. Bila ada hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti. Kedua cara uji kulit alergi tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dalam perse ntase kecil mempunyai kolerasi yang baik dengan IgE yang beredar. Perlu diingat bahwa reaksi ini dapat ditekan dengan pemberian antihistamin. Pemeriksaan IgE atau kalau mungkin IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan m enentukan pengelolaannya. Tetapi bila tidak ditemukan kelainan ini diagnosa asma belum dapat disingkirkan. Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan alergen yang potensial sebagai pencet us. Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis, dan bila coc ok itulah alergen pencetus yang sesuai. Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat, yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen bersan gkutan.