Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KELENGKAPAN RESEP PEDIATRI YANG BERPOTENSI

MENIMBULKAN MEDICATION ERROR DI APOTEK HUSA INDAH MAKASSAR

OLEH :

SILFIA
PO. 71.3.251.07.1.044

JURUSAN FARMASI
POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES RI
MAKASSAR
2009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena atas rahmat-
Nyalah penulis dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul Analisis kelengkapan Resep
Pediatri yang berpotensi menimbulkan medication Error di Apotek Husa Indah di Makassar
ini tepat pada waktunya.

Penelitian ini dibuat agar para pembaca dapat mengetahui adanya resiko medication
error yang dapat timbul pada resep pediatric.

Dalam Penelitian ini penulis banyak mendapatkan kendala-kendala diantaranya


banyaknya banyaknya sampel resep yang harus diteliti kelengkapannya satu persatu.

Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu agar Laporan penelitian ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa Laporan penelitian ini masih banyak kekurangannya,untuk


itu Laporan ini masih memerlukan kritik dan saran dari pembaca sekalian demi
kesempurnaan laporan ini.

Makassar, November 2009

Penulis

SILFIA
PROPOSAL PENELITIAN

JUDUL : ANALISIS KELENGKAPAN RESEP PEDIATRIC


YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN
MEDICATION ERROR DI APOTEK HUSA
INDAH MAKASSAR

NAMA : SILFIA

NIM : PO.713251071044

PEMBIMBING : Dra.Nurisyah, Apt, M.Kes

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Medication error (ME) merupakan kesalahan yang terjadi pada proses pengobatan yang
sebenarnya dapat dicegah apabila faktor-faktor penyebab dapat diidentifikasi secara dini
(Cohen, 1991).
Untuk memudahkan cara pemakaian, pemberian terapi pada kelompok anak-anak
memerlukan bentuk sediaan khusus, misal sirup atau puyer. Sayangnya, seringkali
kemudahan cara pakai tidak mendukung ketepatan aturan pakai yang harus dipenuhi.
Padahal, aturan pakai (signatura) sangat penting karena berkaitan dengan ketersediaan obat
di dalam tubuh yang diperlukan untuk mencapai tujuan terapi. Sebagai contoh, untuk obat
simtomatika seperti obat penurun panas, diperlukan hanya pada saat demam. Ketika suhu
tubuh kembali normal maka obat simtomatika haru segera dihentikan karena sudah tidak
diperlukan lagi. Sedangkan obat kausatif seperti antibiotika, diperlukan dalam jumlah dan
waktu tertentu sehubungan dengan ketersediaannya di dalam tubuh untuk mencapai tujuan
terapi. Dengan demikian, meskipun kondisi tubuh tampak sudah baik (terasa nyaman) tetapi
obat tetap harus diberikan sampai jumlah dan waktu yang diperlukan terpenuhi. Jika kedua
obat diberikan bersama dalam satu racikan puyer/sirup maka obat simtomatika akan terus
terminum padahal sudah tidak diperlukan lagi. Keadaan itu akan dapat memicu timbulnya
efek yang tidak diinginkan dan tentunya akan mempengaruhi keberhasilan terapi. Hal
tersebut sering terjadi pada peresepan racikan. Sayangnya tidak banyak data tentang kejadian
medication error terutama di Indonesia.
Apotek Husa indah merupakan sampel yang diambil pada penelitian ini karena
sebagian besar resep yang diterima merupakan resep puyer untuk pasien pediatric. Selain itu
penulis yang telah mengetahui situasi apotek karena merupakan lokasi magang sebagai syarat
menempuh pendidikan di Poltekkes.
B. Rumusan Masalah
Sampai dimana kelengkapan resep-resep untuk pasien pediatric di apotek Husa
Indah Makassar yang berpotensi menimbulkan medication error

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jumlah resep pasien pediatric yang dilayani Apotek Husa
Indah Makassar yang berpotensi menimbulkan medication error.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data sederhana tentang
Medication Error pada resep pediatric sehingga dapat memberikan sumbangsi dalam
kasus-kasus kelengkapan resep sehingga dapat meminimalisir resiko medication error.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Resep (Wordpress.com, 2008; Nanizar, 2001)


Resep adalah suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter hewan
kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tertentu dan
menyerahkannya kepada pasien. Resep merupakan perwujudan hubungan profesi antara
dokter, apoteker dan pasien.
Penulisan resep harus ditulis dengan jelas agar dapat dibaca oleh ptugas di apotek.
Resep yang ditulis dengan tidak jelas akan menimbulkan terjadinya kesalahan saat
peracikan/ penyiapan obat dan penggunaan obat yang diresepkan.

B. Pengertian Medication Error (Cohen, 1991, Basse & Myers, 1998).


Medication error adalah suatu kesalahan dalam proses pengobatan yang masih
berada dalam pengawasan dan tanggung jawab profesi kesehatan, pasien atau konsumen,
dan seharusnya dapat dicegah.
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa pengertian medication error adalah
kejadian yang merugikan pasien, akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga
kesehatan, yang sebetulnya dapat dicegah. Kejadian medication error dibagi dalam 4
fase, yaitu fase prescribing, fase transcribing, fase dispensing dan fase administration
oleh pasien. Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat indikasi, tidak tepat
pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak
tepat dosis dan aturan pakai. Pada fase transcribing, error terjadi pada saat pembacaan
resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep karena tulisan yang tidak
jelas, misalnya Losec®(omeprazole) dibaca Lasix®(furosemide), aturan pakai 2 kali sehari
1 tablet terbaca 3 kali sehari 1 tablet. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan
resep dan signature juga dapat terjadi pada fase ini. Error pada fase dispensing terjadi
pada saat penyiapan hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu
kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat dari rak penyimpanan
karena kemasan atau nama obat yang mirip atau dapat pula terjadi karena berdekatan
letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang akan diracik, ataupun
salah dalam pemberian informasi. Sedangkan error pada fase administration adalah error
yang terjadi pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas apotek dan
pasien atau keluarganya. Error yang terjadi misalnya pasien salah menggunakan
supositoria yang seharusnya melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu
minum obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum bersama makan.
Menurut Cohen (1991) dari fase-fase medication error di atas, dapat dikemukakan
bahwa faktor penyebabnya dapat berupa: 1) Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis
(dalam resep) maupun secara lisan (antar pasien, dokter dan apoteker). 2) Sistem
distribusi obat yang kurang mendukung (sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat,
dan lain sebagainya). 3) Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang
berlebihan). 4) Edukasi kepada pasien kurang. 5) Peran pasien dan keluarganya kurang.
Medication error yang terjadi pada fase apapun tentu merugikan pasien dan dapat
menyebabkan kegagalan terapi, bahkan dapat timbul efek obat yang tidak diharapkan.
Menurut Buck (1999), beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh dokter dalam penulisan
resep untuk anak-anak, yaitu: 1) Mengetahui kebutuhan terapi pasien, alergi obat,
potensial interaksi obat. 2) Menuliskan berat badan anak. 3) Menggunakan nama generik.
4) Menghindari penggunaan singkatan nama obat. 5) Waspada terhadap peresepan obat
yang “look alike” dan “sound alike”, contohnya Celebrex®dan Cerebyx® 6) Menyesuaikan
dosis dengan referensi yang terkini. 7) Pembulatan dosis dilakukan terhadap angka
terdekat. 8) Untuk pecahan menggunakan angka nol di depan koma (contoh: ..,5 mg
sebaiknya ditulis 0,5 mg ) dan menghindari angka nol dibelakang koma (contoh: 5,0 mg,
cukup ditulis 5 mg). 9) Memeriksa ulang semua hitungan dan satuannya. 10)
Menggunakan instruksi dosis yang spesifik, hindari instruksi semacam “prn” atau “
titrate”, 11) Menghindari order secara verbal.
Berdasarkan laporan dari USP Medication Error Reporting Program, beberapa
hal berikut dapat dilakukan ketika dokter menulis resep untuk mencegah salah interpretasi
terhadap penulisan resep, yaitu: 1) Mencantumkan identitas dokter yang tercetak dalam
kertas resep. 2) Menuliskan nama lengkap obat (dianjurkan dalam nama generik),
kekuatan, dosis dan bentuk sediaan. 3) Nama pasien, umur dan alamat, juga berat badan
dan nama orang tua untuk pasien anak (Katzung and Lofholm, 1997). Dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 disebutkan bahwa
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error) dalam proses pengobatan. Dalam pelayanan resep Apoteker harus
melakukan skrining resep yang meliputi: 1) Persyaratan administratif (a. nama, SIP dan
alamat dokter, b. tanggal penulisan resep, c. tanda tangan / paraf dokter penulis resep, d.
nama, alamat, umur jenis kelamin dan berat badan pasien, e. nama obat, potensi, dosis
dan jumlah yang diminta, f. cara pemakaian yang jelas, g. informasi lainnya). 2)
Kesesuaian farmasetika (a. bentuk sediaan, b. dosis, c. potensi, d. stabilitas, e.
inkompatibilitas, f. cara dan lama pemberian). 3) Pertimbangan klinis (a. efek samping, b.
alergi, c. interaksi, d. kesesuaian indikasi, dosis, pasien, dan lain-lain).

C. Penyebab Medication Eror (ISMP :Institute for Safe Medication Practices, 2009)
Beberapa penulis menulis berbagai kategori penyebab ME yang berbeda-beda. Secara
umum, terdapat 6 kategori penyebab Medication Error :
• Failed Communication.
 Handwriting : Penulisan yang jelek dapat menyebabkan kesalahan
pembacaan order terutama untuk obat-obat yang mempunyai kemiripan
nama. Kesalahan interpretasi nama obat yang di order juga dapat terjadi
melalui order via telepon, karena kemiripan pengucapan beberapa nama obat.
 Drugs with similar names : Nama obat menjadi penyebab dua hingga tiga
kejadian ME. Terdapat ratusan, bahkan ribuan obat dengan nama yang
hampir mirip, baik nama paten maupun generik. Beberapa diantaranya:
Losec® (omeprazole) vs Lasix® (furosemide). Coumadin® (anticoagulant) vs
Kemadrin® (anti parkinson). Taxol® (paclitaxel) vs Paxil® (paroxetin).
Amrinone (Inocor®) vs amiodarone (Cordarone®). Ritonavir (Norvir®) vs
Retrovir® (zidovudine).
Kesalahan ini pada dasarnya bisa di prediksi. Akan tetapi dari sekian banyak
produk obat yang tersedia, tidak dapat diharapkan akan diingat semua oleh praktisi
kesehatan. Terutama untuk produk baru, seperti Losec® pembacanya secara terburu-
buru pasti akan langsung menyangka lasix®, produk yang terlebih dahulu telah
familiar dengannya. Kecenderungan ini disebut “confirmation bias”.
• Abbreviations
Sering pula terjadi ME karena kesalahan menstandardisasi singkatan, hingga
terjadi salah arti antara penulis dan pembaca. Contoh penulisan D/C yang
diartikan ganda sebagai “discharge” dan discontinue”. Seorang dokter menulis
order sebagai berikut: “D/C meds: digoxin, propranolol, regular insulin”. Ia
bermaksud meneruskan ketiga obat tersebut setelah pasien keluar dari rumah sakit
(discharge from the hospital). Akan tetapi, personel klinik nya mengira dokter
menginginkan agar ketiga obat tersebut dihentikan (discontinue). Akibatnya,
pasien tidak mendapatkan pengobatan ketika keluar dari rumah sakit selama 3
hari. Kesalahan terdeteksi setelah perawat memperhatikan resep tersebut di chart
pasien.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian jenis deskriptif observasional berdasarkan data
yang sudah ada (retrospektif).

B. Waktu dn Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November sampai Desember 2009 di
Apotek Husa Indah Makassar.

C. Desain Penelitian
Desain penelitian ini yaitu melihat kelengkapan peresepan pada pasien pediatric
yang berpotensi menimbulkan medication error. Parameter penelitian yang akan dinilai
sebagai indicator kerasionalan resep adalah :
1) Persyaratan administratif
2) Kesesuaian farmasetika
3) Pertimbangan klinis

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian adalah semua resep yang dilayani oleh apotek Husa Indah.
2. Sampel
Sampel penelitian adalah resep khususnya untuk pasien pediatric di apotek
Husa Indah.
E. Definisi Operasional
1. Peresepan obat rasional dalam penelitian ini adalah resep-resep yang dituliskan
oleh dokter terhadap pasien pediatric.
2. Resep dengan medication error adalah resep-resep yang tidak memiliki
kelengkapan sehingga dapat menimbulkan kesalahan yang terjadi pada proses
pengobatan.
3. Persyaratan administratif yaitu a. nama, SIP dan alamat dokter, b. tanggal
penulisan resep, c. tanda tangan / paraf dokter penulis resep, d. nama, alamat,
umur jenis kelamin dan berat badan pasien, e. nama obat, potensi, dosis dan
jumlah yang diminta, f. cara pemakaian yang jelas, g. informasi lainnya
4. Kesesuaian farmasetika yaitu a. bentuk sediaan, b. dosis, c. potensi, d. stabilitas, e.
inkompatibilitas, f. cara dan lama pemberian
5. Pertimbangan klinis yaitu a. efek samping, b. alergi, c. interaksi, d. kesesuaian
indikasi, dosis, pasien.

F. Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari kerasionalan resep yang dikumpulkan dan diolah
berdasarkan parameter penilaian kelengkapan resep kemudian dibuat dalam bentuk table
untuk mempermudah analisis data.
DAFTAR PUSTAKA

Basse, B. and Myers, L., 1998, Medication Error - Definition and Procedure, Hill
Country Memorial Health System Frederickburg, Texas.

Cohen, M.R.,, 1991, Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed), Medication
Error, American Pharmaceutical Association, Washington, DC.

Nanizar, Z.J.,2001, Resep yang rasional, edisi 2, penerbit Airlangga university


Press, Surabaya

http://arc.ugm.ac.id/files/(1620-H-2004).pdf/Kajian kelengkapan resep pediatric

file:///F:/syif/Medication%20Errors%20%C2%AB%20Blog%20Farmasi.htm
SKEMA KERJA

Persiapan
Penelitian

Penetapan Lokasi
Penelitian

Pengumpulan
Data

Observasi Catatan
Resep

Analisis Data

Pembahasan

Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai