Anda di halaman 1dari 12

PENYISIHAN SENYAWA ORGANIK PADA BIOWASTE FASA CAIR MENGGUNAKAN

UPFLOW ANAEROBIC FIXED BED REACTOR DENGAN MEDIA PENUNJANG BAMBU


DEGRADATION OF ORGANIC COMPOUND IN LIQUID PHASE BIOWASTE USING
UPFLOW ANAEROBIC FIXED BED REACTOR WITH BAMBOO SUPPORTING
MATERIAL
Meilia Dwi Ramdhani1 and Marisa Handajani2
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl Ganesha 10 Bandung 40132
1
butterfly200587@yahoo.com,2marisa.handajani@ftsl.itb.ac.id

Abstrak
: Timbulan sampah di Indonesia mengandung 70 % sampah organik (biowaste). Timbulan sampah
yang besar tidak diimbangi dengan kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang ada. Oleh karena itu, fraksi
organik dari sampah harus dikurangi. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mereduksi kandungan organik
dari sampah adalah sistem Mechanical Biological Treatment (MBT). MBT dapat digunakan sebagai pengolahan
pendahuluan untuk menstabilkan sampah kota sebelum dibuang ke TPA. Terdapat dua tahap MBT yakni proses
mekanis yang menghasilkan fasa padat dan cair serta proses biologis. Pada penelitian ini akan diteliti biowaste fasa
cair. Biowaste fasa cair yang mengandung senyawa organik yang tinggi diolah menggunakan upflow anaerob fixed
bed reactor dengan media penunjang bambu dengan 3 variasi Hydraulic Retention Time (HRT) yaitu 10 hari, 8 hari ,
dan 6 hari dengan konsentrasi Chemical Pxygen Demand(COD) pada influen 6000 mg/L.Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui kinerja upflow anaerob fixed bed reactor dengan media penujang bambu dalam menyisihkan
senyawa organik yang terkandung dalam biowaste fasa cair dan kondisi optimum operasinya. Senyawa organik
dinyatakan dalam konsentrasi COD. Kondisi optimum operasi dicapai saat reaktor dioperasikan dengan HRT 8hari.
Pada kondisi ini efisiensi penyisihan COD terlarut mencapai 76,5%, gas metan yang dihasilkan sebesar 75%, dan
metan yield sebesar 0,13 m3CH4/Kg COD.
Kata kunci

: biowaste fasa cair, MBT, upflow anaerob fixed bed reactor, bambu, senyawa organik, gas metan.

Abstract
: Garbage in Indonesia contains 70% of organic (biowaste). The large number of garbage has been
produced isnt balancing with capacity of final disposal sites that exists. Therefore, organic fraction in garbage should
be reduced. One of the technology that can be used for reducing organic fraction of waste is Mechanical Biological
Treatment (MBT) system, that combine mechanical and biological process. MBT system can be used as a pre-treatment
stabilizing municipal solid waste (MSW) before it is disposed on final dump. MBT has 2 stage, first stage is mechanical
process (to separate solid and liquid phase) and second stage is biological process. Liquid phase biowaste will be
observed in this research. Liquid phase biowaste that has high concentration organic compound was treated by upflow
anaerob fixed bed reactor with bamboo supporting material. Reactor was operated with 3 variations of HRTwere 10
days, 8 days, and 6 days with concentration of COD in ifluent was 6000 mg/L .The objectives of this research were
knowing upflow anaerob fixed bed reactor with bamboo as support performance and its operation optimum condition.
Organic compound was determined by Chemical Oxygen Demand (COD) concentration.Operation optimum condition
has been achieved in HRT 8 day. In this condition, efficiency of COD is achieved 76,5 %,has produced metan gas 75%
and methane yield is 0,13 m3CH4/Kg COD.
Key Words

: liquid phase biowaste, MBT, upflow anaerob fixed bed reactor, bamboo, organic compound, and
methane gas.

PENDAHULUAN
Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat
(UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah [68]). Jumlah timbulan sampah akan
meningkat seiring dengan meningkatnnya jumlah penduduk. Akan tetapi, peningkatan jumlah
timbulan sampah ini tidak diikuti dengan peningkatan lahan bagi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),
sehingga diperlukan pengolahan yang tepat terhadap sampah agar volume timbulan sampah yang
harus dibuang ke TPA dapat berkurang.
Di Indonesia, sampah digolongkan menjadi sampah organik dan anorganik. Sampah organik
(biodegradable waste /biowaste) adalah sampah yang mudah membusuk atau terdekomposisi
disebabakan oleh aktivitas mikroorganisme. Salah satu sumber timbulan sampah organik adalah
pasar. Menurut Sriwidagdo (2005) dalam Cahyani (2008) timbulan sampah dari pasar di Kota
Bandung berkisar antara 0,322 - 1,22 Liter/m/hari dan sekitar 85,31 86,86 % dari keseluruhan
sampah tersebut merupakan sampah organik.
Salah satu alternatif pengolahan sampah organik (biowaste) yang telah diaplikasikan di
Eropa yaitu teknologi pengolahan mekanis biologis yang dikenal dengan Mechanical Biological
Treatment (MBT). MBT merupakan suatu pre-treatment atau pengolahan awal untuk menstabilkan
biowaste sebelum dibuang ke TPA. Proses MBT terdiri dari dua macam proses yaitu proses secara
mekanis (meliputi pemilahan, pencacahan, pencampuran dengan air pencampur, pemisahan) dan
proses biologis (degradasi komponen organik oleh mikroorganisme baik secara aerob maupun
anaerob).
Setelah sampel biowaste dicacah kemudian biowaste dipisahkan menjadi dua fasa yaitu fasa
padat dan cair. Penelitian ini difokuskkan pada biowaste fasa cair. Konsentrasi senyawa organik
yang ada pada biowaste fasa cair akan direduksi dengan menggunakan anaerob fixed bed reactor
secara upflow dengan media penunjang bambu. Terdapat beberapa keuntungan dari pengolahan
anaerob (Benefield dan Randall, 1980), diantaranya yaitu kurangnya biomasa yang dihasilkan per
unit substrat (senyawa organik) yang digunakan, yang berarti kurangnya kebutuhan terhadap
nitrogen dan phosfat, serta dihasilkannya gas metan. Nilai Chemical Oxygen Demand (COD)
terlarut pada biowaste fasa cair yang diolah secara anaerob menggunakan reaktor batch mengalami
penurunan sebesar 81,3% (COD mula-mula:10.790,70 mg/L COD terlarut setelah 89 hari menjadi
2.016,81 mg/L COD terlarut) (Ramdanthi,2008).
Penggunaan anaerobic fixed bed reactor pada penelitian ini dengan pertimbangan tidak
membutuhkan lahan luas dan dari proses pengolahannya tidak menghasilkan endapan lumpur yang
membutuhkan pengolahan lanjutan. Selain itu pula, ada beberapa keuntungan penggunaan reaktor
fixed bed, antara lain relatif stabil terhadap perubahan kualitas influent dan keberadaan senyawa
toksik, konsentrasi biomassa yang tinggi dan waktu retensi solid yang panjang dapat dicapai
(Malina dan Pohland,1992), mudah dalam proses aklimatisasi dan mampu mengatasi influen limbah
yang bervariasi tanpa kesalahan proses (Umana,dkk., 2008). Pada reaktor kontinyu fixed bed ini
digunakan media bambu dengan pertimbangan yaitu mudah diperoleh, murah (Tritt,dkk., 1993), dan
media pertumbuhan bakteri yang baik. Selain itu pula menurut Colin,dkk (2006) bambu mempunyai
kemampuan yang rendah terhadap degradasi secara biologis yang merupakan salah satu ketentuan
sebagai media penunjang yang ideal (Pearson dan Chipperfield dalam Grady, 1980).
Tujuan dari penelitian ini adalah melihat kinerja Upflow Anaerob Fixed Bed Reactor (UAFB) bermedia bambu dalam menyisihkan senyawa organik pada biowaste fasa cair dengan 3 variasi
Hydraulic Retention Time (HRT) dan mengetahui kondisi optimum operasi (UAF-B) dalam
menyisihkan senyawa organik biowaste fasa cair skala lab.

MATERIAL DAN METODOLOGI


Sampling Biowaste
Sampling sampah organik (biowaste) dilakukan di Pasar Induk Caringin, Kota Bandung.
Metode sampling yang digunakan yaitu grab sampling. Biowaste yang diambil berupa sayuran,
buah-buahan, rimpang, dan umbi-umbian. Sampling biowaste dilakukan tiga kali, yaitu pada 10
Desember 2008, 31 Maret 2009, dan 22 Juni 2009. Sampling dilakukan pada pagi hari dimana
kegiatan jual beli sedang berlangsung dan sampah belum diangkut oleh petugas kebersihan.
Perlakuan Terhadap Biowaste
Keseluruhan biowaste yang telah diambil dari Pasar Induk Caringin ditimbang. Setelah itu
biowaste dipisahkan berdasarkan komponennya (sayuran, buah-buahan, umbi-umbian dan rimpang)
kemudian setiap komponen tersebut ditimbang untuk diukur beratnya. Tahap selanjutnya yaitu
penentuan densitas. Dalam penentuan densitas, berat biowaste yang digunakan yaitu berat dan
volume biowaste yang merupakan hasil dari quadrant method.
Setelah itu biowaste dicampur kembali, kemudian dicacah dengan menggunakan mesin
grinding atau pencacah bermerek SHREDDER tipe FT0101-2HP dengan kecepatan sekitar 800 rpm
menjadi ukuran 1 cm. Pencacahan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Khusus untuk biowaste yang keras, seperti kentang, singkong , wortel, semangka, nanas, melon
dilakukan pemotongan secara manual terlebih dahulu dengan menggunakan pisau menjadi ukuran
lebih kecil untuk memudahkan proses pencacahan. Tujuan dilakukannya pencacahan yaitu
memperluas permukaan biowaste, sehingga mempercepat proses degradasi secara biologis. Setelah
proses pencacahan akan dilakukan uji karakteristik awal pada biowaste segar, parameter yang
diukur adalah kadar kering, kadar air, kadar volatile, kadar abu, karbon organik, Nitrogen Total
Kejhdahl (NTK), dan total phosfat.
Karakteristik Biowaste Fasa Cair
Dari proses pencacahan, proses berlanjut ke pencampuran dengan cara diblender antara
biowaste dengan air pencampur. Air pencampur yang digunakan yaitu air ledeng. Biowaste dan air
ledeng diblender selama 60 detik dengan perbandingan berat yaitu 1:2 (berat biowaste sebesar 200
gram). Proses pembelenderan ini bertujuan untuk menghaluskan ukuran biowaste yang akan diolah
secara biologis.
Setelah proses pencampuran dengan diblender, slurry yang terbentuk kemudian dipisahkan
menjadi fasa cair dan padat dengan cara diperas dengan menggunakan kain, kemudian cairannya
ditampung dan siap dipergunakan, sedangkan untuk fasa padat akan dianalisa oleh peneliti lain.
Pada biowaste fasa cair dilakukan uji karakteristik awal meliputi pH, temperatur, potensial redoks,
total COD, COD terlarut,Total Suspended Solid (TSS), Volatile Suspended Solid (VSS), NTK, total
phosfat, dan Total Acid Volatile (TAV).
Karakteristik Air Pencampur
Air yang digunakan sebagai air pencampur adalah air ledeng dari keran di Laboratorium
Penelitian Air Program Studi Teknik Lingkungan ITB. Pelarutan materi organik biowaste dalam air
pencampur akan meningkatkan kualitas materi organik untuk pengolahan selanjutnya sehingga
dapat mencegah kegagalan mekanis dan mengurangi volume reaktor yang dibutuhkan (Brinkmann,
1999). Uji karakteristik dilakukan pada air pencampur meliputi pH, temperatur, COD, NTK,dan
total phosfat.

Karakteristik Inokulum
Bakteri yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kotoran dan isi rumen sapi. Bakteri
yang digunakan adalah bakteri yang sudah teradaptasi dengan biowaste fasa cair selama 3 bulan
yang dilakukan peneliti sebelumnya. Adapun langkah kerja yang sudah dilakukan adalah dengan
mencampurkan isi rumen sapi, kotoran sapi dan biowaste dengan perbandingan berat 1:1:3.
Aklimatisasi
Proses ini merupakan proses pengoperasian reaktor secara batch resirkulasi aliran upflow
dengan volume operasi 12,5 liter. Proses ini dibagi menjadi dua yaitu tahap pertama batch
resirkulasi (komposisi influen yang dimasukkan yaitu 80% biowaste fasa cair dan 20% glukosa
(basis COD substrat influen sebesar 25.000 mg/l)). Adapun tujuan dari kegiatan ini yaitu agar
bakteri tidak terlalu kaget dengan konsentrasi COD total biowaste fasa cair yang tinggi, meskipun
sebelumnya telah teraklimatisasi secara batch tanpa adanya medium bambu. Sedangkan tahap
berikutnya yaitu tahap kedua batch resirkulasi, influen yang dimasukkan kedalam reaktor adalah
100% biowaste fasa cair. Oleh karena itu dengan volume operasi reaktor yang sebesar 12,5 L maka
dengan komposisi limbah 100% biowaste fasa cair maka volume biowaste yang akan dimasukkan
adalah sebanyak 10 L dengan inokulum 2,5 L.
Pada kedua tahap batch resirkulasi ini dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisa
beberapa parameter seperti pH, COD, TAV, alkalinitas. Proses ini berhenti hingga reaktor mencapai
kondisi tunak atau steady state ditandai dengan efisiensi penyisihan COD terlarut yang konstan dan
pH mengalami peningkatan mencapai 6,5-7,5.
Upflow Anaerobic Fixed Bed Reactor Skala Lab

Gambar 1: Konfigurasi Reaktor (UAF-B).

Reaktor yang digunakan berbahan plexy glass dan berbentuk silinder dengan kapasitas 14 L
dengan ukuran diameter 14 cm dan tinggi 88 cm. Pada reaktor ini dibuat 3 lubang, 1 lubang di dasar
reaktor untuk tempat masuk influen dan 2 lubang lagi dibuat di kiri dan kanant atas reaktor. Lubang
sebelah kiri untuk resirkulasi limbah dan lubang sebelah kanan untuk aliran effluent. Reaktor ini
dilengkapi dengan pH adjustment automatic, pompa resirkulasi, pompa influen, pompa asam dan
basa, selang plastic, thermometer, ember penampung effluent, dan 2 buah botol pengukur volume
gas.
Media penunjang pada reaktor ini adalah bambu. Bambu tersebut merupakan bambu
Lengka (Gigantochloa nigrochiliata) (Sastrapratdja,et.al., 1977) yang berasal dari daerah Dago,
Bandung. Bambu ini mempunyai bentuk silinder kemudian dipotong membujur menjadi 2 bagian
4

dengan diameter 2-3 cm, dipotong melintang dengan panjang setiap bagian 3 cm dan ketebalan 0,51 cm, serta mempunyai luas permukaan rata-rata = 34,5 cm. Sebelum bambu dimasukkan ke dalam
reaktor, bambu direndam dalam air selama 2 bulan dan dicuci bersih untuk melarutkan zat-zat
organik yang terdapat di bambu. Air yang digunakan untuk merendam adalah air ledeng yang
berasal dari keran Lab Penelitian Air Teknik Lingkungan ITB. Jumlah bambu yang digunakan
adalah 435 buah (aklimatisasi) dan 1050 buah (kontinyu).
Prosedur Penelitian
Setelah proses aklimatisasi selesai, maka pengoperasian reaktor secara kontinyu dimulai.
Pada tahap ini reaktor dioperasikan dengan volume 12,3 L dengan volume void 9,3L. Volume void
adalah volume cairan yang mengisi reaktor yang telah dipenuhi dengan media. Reaktor akan
dioperasikan pada variasi 3 HRT yaitu 10, 8 dan 6 hari dengan nilai COD dalam feed (influen) tetap
dijaga sebesar 11.000 mg/L COD total dan 6.000 mg/L COD terlarut.
Debit influen yang masuk bervariasi sesuai dengan HRT, debit aliran 0.65 ml/menit (HRT
10 hari), 0,72 ml/menit (HRT 8 hari), dan 1,08 ml/menit (HRT 6 hari) dengan debit resirkulasi
sebesar 24 ml/menit. Pada tahap ini pemberian umpan yang berupa biowaste fasa cair segar
dilakukan sehari sekali 1-2 L dengan pH yang telah diadjust dengan basa (NaOH 20%) sampai
netral (pH 7-7,5). Pada saat penambahan umpan, dalam tangki ifluen masih terdapat umpan 2 L,
sehingga total umpan saat yang ada dalam tangki influen setiap harinya 3,5-4 L. pH dalam reaktor
dijaga pada kondisi netral 6,8-7,1 dengan menggunakan pH adjust automatic. Larutan yang
digunakan untuk menetralkan yaitu basa (NaOH 0,1 N) dan asam (HCl 0,1 N).
Sampling dan Analisis
Sampling influen dan effluent dilakukan sekali dalam sehari. Parameter yang diperiksa yaitu
COD total, COD terlarut, pH dan volume gas diukur pada influen dan effluent setiap hari . Selain
itu pula dilakukan pengukuran TAV,alkalinitas, TOC, NTK, total phosfat, nitrit, nitrat, ammonia,
dan biogas seminggu sekali. Pergantian HRT dilakukan ketika laju penyisihan COD terlarut dan
laju pembentukan gas metan sudah konstan. Pengukuran parameter-parameter seperti pH,
temperatur, COD, TAV,alkalinitas, NTK, total phosfat, nitrit, nitrat, ammonia, tersebut mengacu
pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Methods (AWWA,1998). Analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Penelitian Air Teknik Lingkungan ITB. Sedangkan untuk biogas
pengukuran dilakukan dengan menggunakan gas chromatografi di Program Studi Teknik Kimia
ITB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa hal yang perlu dibahas untuk mengetahui kinerja upflow anaerob fixed bed reactor
dalam menyisihkan senyawa organik yang terkandung dalam biowaste fasa cair adalah karakteristik
awal biowaste fasa cair, konsentrasi COD sebagai materi organik, efisiensi penyisihan materi
organik, komposisi biogas, laju pembentukan gas metan, methane yield, dan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses penyisihan senyawa organik secara anaerob dalam reaktor.
Karakteristik Biowaste Fasa Cair
Sampling biowaste dilakukan 3 kali, pada tanggal 8 Desember 2008, 31 Maret 2009 dan 22
Juni 2009. Setelah sampling dilakukan, tahap selanjutnya adalah proses pemisahan antara fasa padat
dan fasa cair biowaste. Pada penelitian ini biowaste fasa cair akan diteliti. Karakteristik biowaste
fasa cair dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1:Karakteristik biowaste fasa cair (rasio air pencampur:biowaste =1:2)


Sampling I
Parameter

Satuan

Ph

Sampling II

Sampling III

Nilai
4,50

5,44

4,19

Potensial redoks (U)

Mv

141,75

86,30

142,80

Temperatur

25,00

26,30

25,00

VSS

mg/L

21.100,00

1.111,46

13.694,35

TSS

mg/L

92.340,00

1.293,33

14.370,00

COD total

mg/L

24.074,07

25668,45

23.636,36

COD terlarut

mg/L

14.814,82

11.764,71

12.363,64

Total Phospat

mg/L

20,48

15,27

26,39

Total nitrogen (NTK)

mg/L

583,67

770,44

398,60

TAV

mg/L

406,32

440,18

453,63

C:P

1.175,77

1.680,70

895,73

C:N

41,25

33,32

59,30

Pada penelitian ini konsentrasi senyawa organik diyatakan dengan COD. Konsentrasi COD
total yang terkandung pada biowaste fasa cair berada pada rentang 23.000-26.000 mg/L. Menurut
Malina dan Pohland (1992) proses anaerob cocok untuk limbah dengan konsentrasi COD sebesar
2.000 hingga lebih dari 20.000 mg/L COD total.
Konsentrasi total phosfat dan nitrogen berada pada rentang 15-27 mg/L dan 390-800 mg/L.
Dengan diketahuinya konsentrasi COD, total phosfat dan nitrogen maka akan diperoleh
perbandingan C:N:P. Perbandingan COD:N:P pada air limbah yang akan diolah dengan
menggunakan proses anaerob harus mendekati 250:5:1 (Metcalf & Eddy,1991; USEPA,1995;Henze
et al.,1997;Maier, 1995 yang diyatakan dalam Ammary, 2004 dikutip dari Oktaviani, 2008).
Namun, untuk memudahkan, maka rasio COD:N:P dalam proses anaerob dibedakan menjadi
COD:N=50 dan COD:P=250. Pada penelitian ini diperoleh nilai COD:N dan COD:P berada pada
rentang 33-60 mg/L dan 800-1700 mg/L.
Perbandingan COD:N dan COD:P pada biowaste fasa cair yang digunakan pada penelitian
kali ini tidak sesuai dengan lieratur. Namun demikian, disebabkan oleh konsentrasi COD pada
biowaste fasa cair >20000 mg/L COD total maka pengolahan biowaste fasa cair akan dilakukan
dalam kondisi anaerob.
Temperatur
Temperatur merupakan faktor lingkungan yang penting dalam akitivitas mikroorganisme
pada proses biologis secara anaerob. Menurut Grady dan Lim (1980) pengolahan secara anaerob
umumnya didesain pada kondisi mesofilik. Pada penelitian ini, reaktor upflow anaerobic fixed bed
dioperasikan pada temperatur/suhu ruang (temperatur sekitar 25C, kondisi mesofilik). Oleh karena
itu hasil pengukuran terhadap temperatur effluent berfluktuasi, cenderung mengikuti temperatur
ruangan.
Menurut Metcalf&Eddy (2003), rentang temperatur terjadinya aktivitas biologis secara
anaerob adalah rentang mesofilik (20-45C) dan termofilik (45-75C). Speece (1996) menuliskan
bahwa bakteri metanogen juga dapat tumbuh pada rentang temperatur 4-100 C. Namun bakteri
metanogen dapat menurun jumlahnya ketika temperatur lebih besar sama dengan 70C (Malina dan
Pohland, 1992). Pada HRT 10 hari temperatur reaktor berada pada rentang 24,5-27C, HRT 8 hari
(24-26C), dan pada HRT 6 hari (23-25,5C). Rentang temperatur yang terukur pada semua HRT
masih berada pada rentang temperatur kondisi mesofilik.
6

Konsentrasi COD
Pada penelitian kali ini akan ditampilkan garfik COD terlarut yang terukur pada masingmasing HRT. Dengan ditampilkannya grafik COD terlarut maka dapat mengetahui proses
degaradasi yang terjadi di dalam reaktor.
Pada gambar 2 dapat dilihat bahwa COD terlarut pada influen pada HRT 10, 8, dan 6 hari
6000 mg/L. Pada saat reaktor dioperasikan dengan HRT 10 hari, kondisi tunak tercapai dalam
waktu 22 hari dengan efisiensi penyisihan COD terlarut sebesar 71,43% dan COD terlarut effluent
sebesar 1.632,65 mg/L. Kondisi tunak dicapai ketika efisiensi penyisihan COD dan rata-rata laju
produksi biogas sudah konstan (Coil,dkk., 2006). Sedangkan untuk HRT 8 hari, kondisi tunak
tercapai dalam waktu 30 hari dengan efisiensi penyisihan COD terlarut sekitar 76,5%. Saat kondisi
tunak pada HRT 8 hari, COD terlarut yang terukur pada effluent sebesar 1.447,96 mg/L. Pada HRT
10 dan 8 hari efisiensi penyisihan COD terlarut berfluktuasi namun memiliki kecendrungan
mengalami peningkatan.
HRT 10 hari

HRT 8 hari

HRT 6 hari

Gambar 2: Grafik COD terlarut terhadap waktu pada masing-masing HRT

HRT 10 hari

HRT 8 hari

HRT 6 hari

Gambar 3: Grafik Penyisihan COD terlarut terhadap waktu pada masing-masing HRT

Pada saat reaktor dioperasikan dengan HRT 6 hari, kondisi tunak bisa dicapai dalam waktu
30 hari dengan efisiensi penyisihan COD terlarut sebesar 62,5 % dan COD terlarut effluent sekitar
2.181,82 mg/L. Efisiensi penyisihan senyawa organik yang diukur dengan menghitung efisiensi
penyisihan COD terlarut pada biowaste fasa cair yang diolah di dalam reaktor dengan HRT 6 hari
mengalami fluktuasi, dari hari ke nol dioperasikannya reaktor dengan HRT 6 hari sampai dengan
hari ke 9, efisiensi penyisihan senyawa organik mengalami kenaikan hingga mencapai 75%, namun
setelah hari ke 10, efisiensi penyisihan senyawa organik mengalami penurunan hingga mencapai
sebesar 62,5 % pada hari ke 16.
7

Efisiensi penyisihan senyawa organik tertinggi yaitu sekitar 76,5 %. Nilai ini terjadi pada
HRT 8 hari saat reaktor dalam kondisi tunak. Oleh karena itu dapat dikatakan kondisi optimum
proses degradasi senyawa organik pada biowaste fasa cair dengan rasio air pencampur 1:2 dalam
kondisi mesofilik terjadi ketika reaktor UAF-B dioperasikan dengan HRT 8 hari.
Hubungan TAV, pH,dan Alkalinitas
HRT 10 hari

HRT 6 hari

HRT 8 hari

Gambar 4: Profil pH pada effluen pada masing-masing HRT.


HRT 10 hari

HRT 8 hari

HRT 6 hari

Gambar 5: Hubungan antara konsentrasi TAV dan rasio TAV/Alkalinitas pada masing-masing HRT.

pH merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting dalam aktivitas
mikroorgaisme dalam proses anaerob. Aktivitas bakteri pada anaerob umumnya berlangsung baik
pada pH 6-8 (Sahm, 1984). Untuk pembentukan metan terjadi saat nilai pH berada pada rentang pH
netral, yakni 6,8-7,2 (Eckenfelder, 2000). Mikroorganisme metan dapat tumbuh pada pH 6,5-8,5
(Speece, 1996) dan dapat bekerja dengan baik pada pH 6,6-7,6 (Eckenfelder, 2000).
Pada HRT 10 hari pH berada pada rentang 7-7,14, kondisi pH yang netral dalam reaktor ini
menandakan kapasitas buffer dalam reaktor yang mencukupi. Kapasitas buffer dinyatakan dalam
alkalinitas, konsentrasi alkalinitas pada HRT 10 hari berada pada rentang 2.700-3.000 mg/L CaCO3.
Menurut Speece (1996) syarat minimum alkalinitas sebesar 2000 mg/L CaCO3. Meskipun
konsentrasi TAV pada HRT 10 hari berada pada rentang 1.000-4.000 mg/L, namun dengan
konsentrasi alkalinitas yang cukup maka pH dalam reaktor selama proses berlangsung masih terjaga
dalam kondisi netral. Rasio TAV:alkalinitas < 0,4-0,5 maka proses anaerob akan berlangsung baik
tanpa asidifikasi yang berlebihan (Umana,dkk, 2008). Rasio TAV dan alkalinitas maksimum 1,44
pada hari ke nol, hal ini disebabkan tingginya konsentrasi TAV.
Pada HRT 8 hari pH reaktor mengalami penurunan dan berada pada rentang 6,73-7,04.
Penurunan pH ini disebabkan oleh turunnya alkalinitas sampai nilai 2.000 mg/L CaCO3. Namun
demikian, pH tersebut masih dalam kondisi netral dan menjaga proses penyisihan senyawa organik
dan pembentukan metan yang lebih baik dibandingkan HRT 10 hari. Rasio TAV:alkainitas berada
pada rentang 0,20-0,54. Sedangkan pH pada HRT 6 hari mengalami penurunan dan berada pada
8

rentang 6,64-6,99. Hal ini disebabkan oleh turunnya konsentrasi alkalinitas dengan rentang 1.4001.800 mg/L CaCO3. Selain itu pula Rasio TAV: alkalinitas meningkat dan bearada pada rentang
0,25-0,52.
Pada proses ini nilai pH menurun seiring dengan menurunnya HRT begitu pula dengan nilai
TAV namun masih dalam kondisi netral. Oleh karena itu konsenrasi alkalinitas meningkat seiring
dengan meningkatnya HRT. pH selama 3 HRT pada penelitian ini berada pada rentang 6,64-7,14
nilai ini mendekati pH pada percobaan pengolahan piggery waste dengan menggunakan anaerobic
fixed bed reactor, pH berada pada rentang 6,8-7,6 selama 2 HRT (Nikolavea,dkk., 2002). Hal ini
membuktikan bahwa penggunaan anaerobic fixed bed reactor dalam mengolah limbah organik
dapat mempertahankan pH tetap dalam kondisi netral.
Biogas dan Methane Yield
Proses pengolahan anareob menghasilkan biogas sebagai produk akhir. Pada penelitian ini,
untuk mengetahui apakah biogas dihasilkan atau tidak maka dilakukan evaluasi pembentukan
biogas dengan cara melakukan pengukuran produksi biogas dan pemeriksaan komposisi biogas.
HRT 10 hari

HRT 8

HRT 6 hari

Gambar 6: Grafik Profil Volume Total Gas yang dihasilkan pada masing-masing HRT

Berdasarkan gambar 6 bahwa pengolahan biowaste fasa cair dengan menggunakan reaktor
upflow anaerobic fixed bed menghasilkan biogas dan besarnya terukur pada setiap HRT. Pada HRT
10 hari, biogas sudah terukur pada hari ke nol sebesar 0,15 L. Namun biogas tidak keluar setiap hari
melainkan 2-3 hari biogas baru terukur.Volume biogas tertinggi terjadi pada hari ke 15 sebesar 0,22
L. Sedangkan pada HRT 8 hari, biogas tidak terukur pada hari ke nol. Biogas terukur pada hari
pertama dan selanjutnya biogas terukur setiap hari dengan volume terbesar terjadi pada hari ke 19
sebesar 1,21 L. Untuk HRT 6 hari, volume biogas baru terukur pada hari kedua.Setelah hari ketiga
volume biogas tidak terukur hingga hari ke 13.Volume biogas tertinggi terjadi pada hari ke 22
sebesar 0,39 L.

Gambar 7: Grafik Komposisi Gas pada HRT 10 hari.

Gambar 8: Grafik Komposisi Gas pada HRT 8 hari.

Gambar 9: Grafik Komposisi Gas pada HRT 6 hari.

Berdasarkan gambar 7 dapat dilihat bahwa pada HRT 10 hari gas metan (CH4) yang
dihasilkan berada pada rentang 68-72%. Pada HRT 8 hari gas metan yang dihasilkan 71-75 %
(gambar 8), sedangkan pada HRT 6 hari metan yang dihasilkan 56-67% (gambar 9). Persentase gas
metan terjadi pada HRT 8 hari dan terendah pada HRT 6 hari.
Berdasarkan gambar 7,8, dan 9 komposisi gas oksigen pada reaktor selama proses untuk 3
HRT cukup rendah,berada pada rentang 1-4%. Kondisi ini masih bisa ditoleransi oleh bakteri
metanogen, terbukti dengan terukurnya gas CH4 dengan persentase berada pada rentang 56-75%
dari biogas yang terukur.
HRT 10 hari

HRT 8 hari

HRT 6 hari

Gambar 10 : Grafik Hubungan antara Laju Produksi CH4 dengan Laju Penyisihan COD pada masing-masing HRT

Berdasarkan gambar 10, terlihat laju penyisihan COD terlarut (laju penyisihan senyawa
organik) befluktuatif. laju penyisihan COD terlarut tertinggi terjadi pada HRT 6 hari yaitu berkisar
antara 3,6-4,7 g/L/hari. Akan tetapi laju penyisihan COD terlarut ini cenderung menurun selama
proses berlangsung. Sedangkan untuk HRT 10 dan 8 hari, laju penyisihan COD terlarut berada pada
rentang 2,3-4,1 g/L/hari dan 3.4-4,7 g/L/hari dengan kecendrungan meningkat selama proses.
Laju pembentukan gas metan HRT 10 , 8 dan 6 hari yakni 0,02-0,16 L/hari , 0,05-0,87
L/hari, dan 0,00008-0,25 L/hari. Pada HRT 8 hari terjadi laju pembentukan metan tertinggi diantara
HRT lainnya. Tingginya laju pembentukan metan ini disebabkan kondisi proses yang stabil ditandai
dengan pH yang netral (pH 6,73-7,04), konsentrasi TAV menurun, dan konsentrasi alkalinitas
meningkat. Dengan demikian, senyawa organik yang diuraikan menjadi asam asetat selama proses
asetogenesis hampir sebagian besar diubah menjadi gas metan. Mikroorganisme metanogen dapat
bekerja optimal ketika reaktor dioperasikan dengan HRT 8 hari.
Methan yield pada HRT 10, 8, dan 6 hari adalah 0,017 , 0,13, 0,02 m3 CH4/kg COD.
Menurut Speece (1996), methane yield pada proses anaerob adalah sebesar 0,35 m3 CH4/kg COD
dan methan yield yang dihasilkan sebesar 0,36 m3/kg COD dari percobaan pengolahan limbah
tapioka dengan menggunakan reaktor filter aliran horizontal bermedia bambu (Colin,dkk., 2006).
10

Nilai methan yield selama proses pada setiap HRT tidak sesuai dengan lietaratur. Hal ini disebabkan
volume gas yang dihasilkan tidak dapat terukur dengan baik dengan alat pengukur gas yang ada dan
ini sangat berpegaruh terhadap volume gas ynag seharusnya terukur. Nilai methan yield diketahui
untuk mengetahui proses berlangsung ideal atau tidak dalam meproduksi gas metan. Meskipun nilai
methan yield yang dihasilkan untuk setiap HRT kurang dari 0,36 m3 CH4/kg COD, gas metan
terukur dengan persentase yang besar antara 56-75%.
KESIMPULAN
Penyisihan senyawa organik pada biowaste fasa cair berhasil dilakukan dengan
menggunakan upflow anaerob fixed bed reactor skala lab. Konsentrasi COD dalam biowaste fasa
cair sebagai influen dijaga pada 11.000 mg/L COD total dan 6.000 mg/L COD terlarut. Kondisi
optimum operasi reaktor ini dalam menyisihkan senyawa organik terjadi pada HRT 8 hari. Pada
kondisi ini pH berada pada rentang 6,73-7,04, konsentrasi alkalinitas berada pada rentang 2.0003.600 mg/L COD, dan rasio TAV dan alkalinitas berada pada rentang 0,20-0,54. Efisiensi
penyisihan COD terlarut pada kondisi ini mencapai 76,5 persen dengan laju penyisihan sebesar 4,7
g/L/hari, gas metan yang dihasilkan sebesar 75 % dengan laju produksi sebesar berada pada
rentang 0,05-0,86 L/hari , dan methan yield sebesar 0,13 m3 CH4/kg COD.
KETERANGAN
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian kerjasama tiga institusi, yaitu ITB, LIPI dan
Karlsruhe (UNI) Jerman dengan judul penelitian Propionic Acid Metabolism during Anaerobic
Biowaste Treatment Comparison of Diverence Digestion Regimesdan dibiayai oleh
DFG/BMZ/PROJECT(GA 546/4-1), 2008-2009.
DAFTAR PUSTAKA
AWWA.1998.Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater 20th Edition.American Public Health
Assoociation:Washington DC.
Benefield, Laary D. and Clifford W.Randall.1980.Biological rocess Design for Wastewater Treatment. PrenticeHall,Inc.:New York.
Brinkmann, A. J. F. 1997. Biological Treatment of Household Biowaste : The Triangle of Collection Technology
Market. Tobin Environmental.Services : Dublin.
Cahyani, Savitri Dwi. 2008. Pengaruh Proses Mekanis Terhadap Karakteristik Fraksi Cair Sampah Organik Pada Proses
Mechanical Biological Treatment. (Studi Kasus: Sampah Organik Pasar Induk Caringin), Tugas Akhir
S1,Program Studi Teknik Lingkungan, ITB.
Colin, X, J.-L. Farinet, O. Rojas, D. Alazard. 2006. Anaerobic treatment of cassava starch extraction wastewater using
a horizontal flow filter with bamboo as support. Bioresource Technlogy 99 (2007) 1602-1607.
Eckenfelder, Wesley. 2000. Industrial Water Pollution Control. McGraw Hill :Singapore.
Grady and Lim. 1990. Biological Wastewater Treatment. Marcel Dekker Inc : New York.
Malina, Joseph F. and Fredrick G. Pohland. 1992.Design of Anaerobic Process for The Treatment of Industrial and
Municipal Wastes.Water Quality Management Library vol.7. Technomic Publishing Co. Inc..Lancester-USA.
Nikolavea, S, E. Sanchez, R. Borja , L. Travieso, P. Weiland, Z. Milan.2002. Treatment of piggery waste by anaerobic
fixed bed reactor aand zeolite bed filter in a tropical climate:a pilot scale study. Process Biochemistry38
(2002) 405-409.
Oktaviani, Dwina. 2008. Degradasi Biowaste Dalam Reaktor Batch Anaerob Sebagai Bagian Dari Proses Mechanical
Biological Treatment, Tugas Akhir S1,Program Studi Teknik Lingkungan, ITB.
Ramadanthi, Gita Prima. 2008. Degradasi Biowaste Fasa Cair Dengan Reaktor Batch Anaerob, Tugas Akhir
S1,Program Studi Teknik Lingkungan, ITB.
Sastrapradja, Setijati, dkk. 1977. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional-LIPI:Bogor.
Speece, RE. 1996. Anaerobic Biotechnology For Industrial Wastewaters. Vanderbilt University.
Tritt,W.P., F. Zadrazil, U. Menge-Hartmann, S. Schwarz.1992. Bamboo as a support material in anaerobic reactors.
World Journal of Microbiology and Biotechnology, Vol 9. 1993.
Umana,Oscar, Svetlana Nikolaeva, Enrique Sanchez, Rafael Borja, Francisco Raposol.2008. Treatment of screened
dairy manure by upflow anaerobic bed reactors packed with waste tyre rubber and combination of waste tyre
rubber and zeolite:Effect of hydraulic retention time.Bioresource Technlogy 99 (2008) 7412-7417.

11

12

Anda mungkin juga menyukai