Anda di halaman 1dari 24
POLICY PAPER OUTLOOK PENYERAPAN BELANJA K/L 2011 Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal 2011 KATA PENGANTAR Dalam rangka mendesiminasikan berbagai pemikiran mengenai kebijakan Pemerintah di bidang Keuangan Negara khususnya dalam pelaksanaan belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Tahun Anggaran 2011, Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PK-APBN), Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menerbitkan Policy Paper Series untuk menginventarisir permasalahan penyerapan belanja K/L dan upaya percepatan belanja K/L sebagai lanjutan dari Policy Paper “Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2010’. Policy Paper dengan judul “Outlook Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga Tahun 2011” menjadi sangat strategis untuk disampaikan khususnya kepada para pengambil keputusan di bidang Keuangan Negara baik di lingkungan Kementerian Keuangan, maupun di masing-masing K/L, atau pihak-pihak terkait lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa penyerapan belanja K/L belum menunjukkan tingkat penyerapan yang proporsional di setiap triwulan, bahkan menunjukkan_tingkat penyerapan belanja yang rendah sampai dengan triwulanIII, dan akibatnya terjadi penumpukan di akhir triwulan-IV atau rata-rata 6 minggu sebelum tahun anggaran berakhir. Apabila kondisi demikian berjalan terus-menerus, dikhawatirkan kualitas pekerjaan hasiInya kurang optimal, di samping itu juga diindikasikan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, dan cenderung mengganggu tingkat inflasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi dari berbagai peraturan dan kendala-Kendala kegiatan dan penyerapan di internal K/L, serta usulan bahan masukan untuk direkomendasikan kepada pimpinan, agar ke depan dapat dilakukan tingkat penyerapan yang proporsional, fleksibel, dan tepat manfaat. Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal melakukan quick research untuk mengetahui gambaran kemampuan tingkat penyerapan belanja K/L dengan mengambil sampel 10 K/L yang memiliki pagu terbesar dari seluruh, K/L dengan judul “Outlook Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga 2011” ‘Apabila dalam policy paper ini masih terdapat kekurangan, maka saran dan masukan yang bersifat konstruktif sangat diperlukan untuk penyempurnaannya. Selanjutnya kepada penulis serta rekan-rekan dari Bidang Kebijakan Belanja Pusat, Pusat Kebijakan APBN, kami mengucapkan apresiasi schingga policy paper ini dapat diterbitkan, dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kepala Pusat Kf¥ijakan APBN’ =>— Luky Alfirman DAETAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Abstraksi I. PENDAHULUAN 11. Latar Belakang 1.2. Identifikasi Masalah 13. Tujuan Penelitian 14, Output Yang Diharapkan I, TINJAUAN PUSTAKA 24. 2.2. 23. 2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pengelolaan Keuanagn Negara Mekanisme Penyusunan APBN Kebijakan Pelaksanaan APBN I. PROFIL BELANJA K/L 34. 3.2. 33. 34. 35. Perkembangan Realisasi Belanja K/L Berdasarkan Jenis Belanja Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja K/L Upaya Percepatan Penyerapan Belanja K/L Realisasi Penyerapan Belanja Berdasarkan Provinsi periode 31 Ok ~ tober Tahun 2010 - 2011 Outlook Penyerapan Belanja K/L tahun 2011 IV. REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA puwoeerean Con ae 13 uW 15 Ww 18 2 Policy Paper Pusut Kebijakan APBNT Outlook Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga 2011 Oleh : Sri Lestari Rahayu' Abstraksi Sampai dengan 31 Oktober Tahun 2011, realisasi penyerapan selueruk belanyja Kementerian/ Lembaga (K/L) baru mencapai sebesar Rp247,3.trilium ataw 53,6 persen dari total pagu belanja K/L sebesar Rp461,5 triliun, artinya prosentase penyerapan belanja K/L lebilt rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama talun 2010 sebesar Rp221,3 triliun atau 66,5 persen dari total pagw brelanja K/L tahun 2010 sebesar Rp332,9 triliun. Hasil femuan dari kompilasi data realisasi penyerapan belanja pada 10 K/L yang memperolelt alokasi belanja terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) Tahun 2011, sampai dengan 31 Oktober 2011 mencapai sebesar Rp195,7 triliun atau sebesar 79,1 persen dari seluruh total belanja K/L. Jika dibandingkan dengan realisesi penyerapan belanja pada periode yang sama tahun 2010 sebesar Rp176,7 triliun atau 79,8 persen dari total belanja berarti prosentasenya lebitt rendah 0,7 persen. Beberapa upaya untuk meningkathan tingkat penyerapan telah dilakukan sebagai perbrikan inerja penyerapan belanja K/L atas respon hasil temuan dari faktor-faktor yang menghambat artara Iain yaitu-memperbaiki prosedur operasi baku penganggaran termasick mengubah ketentuan ‘mengenai kontrak-kontrak talun jamak (multiyears contract), penunjukan pejabat perbendakaraa K/L yang tidak perlu dilakuckan setiap talun, dan revisi Keppres 80 Tahun 2003 yang selanjutnyn ‘menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Taltun 2010 tentang pengadaan barang dat jjasa, upaya percepatan, serta adanya kebijakan rewards and punishment terkadap K/L pada tabu 2010. Selanjutnya untuk mempercepat proses pencairan anggaran pada K/L, Pemerintal antara lain telah memberikan kesempatan kepada K/L untuk melaksanakan proses lelang setelah APBN ditetapkan oleh DPR, tanpa harus menunggu ketetapan DIPA, menyusun mekanisme monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran pada K/L, dan meningkatkan pelatihan kompetensi teknis di bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan kegiatan, dan pengadaa kepada Sumber Daya ‘Manusia pada K/L. Berdasarkan kebijakan-kebijakan tersebut, kajian ini memperkirakan baltoa dari hasil pengamatan data penyerapan belanja K/L dalam Tahun 2011 hanya berpotensi sekitar 87 persen tidak ‘merata di seluruh K/L Khususnya dipicu oleh rendaknye belanja model, 1, PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang, Pola belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L) selalu ditengarai dengan karakteristik tingkat penyerapan belanja yang rendah pada semester pertama dan menumpuk pada akhir tahun anggaran, hampir terjadi di semua K/L di tingkat pusat maupun di daerah, Akibatnya akan mengganggu rencana kinerja kebijakan APBN terhadap pertumbuhan ekonomi sesuai yang diharapkan dalam kebijakan fiskal, serta berdampak pada penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan. Dengan diterbitkannya 3 paket Undang-Undang di bidang keuangan yang, terdiri dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang 1 Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI; Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Pusat Kebijakan ‘Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Rekan-rekan di Bidang Kebijakan Belanja Pusat yang telah memberikan dukungan dan sumbangan pemikiran serta data atas penerbitan policy paper ini Policy Paper PusetKebijakan APBN Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, maka peran K/L telah mengalami perubahan yang mendasar. Sistem penganggaran mengact kepada praktik-praktik yang berlaku secara internasional sehingga format dan struktur belanja telah dilakukan melalui penyesuaian-penyesuaian, yaitu dengan diterapkannya sistem penganggaran berbasis kinerja di sektor publik sehingga penggunaan anggaran dapat dinilai manfaatnya oleh masyarakat, Penganggaran berbasis kinerja berorientasi pada sistem pengganggaran yang menekankan pada program dan kegiatan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang terbatas dan efektif dalam pencapaian output dengan outcomenya, schingga diperlukan standar biaya. Kinerja hasil dan keluaran tersebut merupakan kinerja yang melekat pada K/L yang perlu dikoordinasikan secara lebih intensif guna mensinergikan kinerja yang hendak dicapai oleh Kementerian Keuangan dan K/L terkait Sistem pengganggaran ini memerlukan pendekatan efisiensi dan pendekatan hierarkhi, sedangkan untuk mengukur keberhasilan program dan kegiatan diperlukan evaluasi kinerja Sejalan dengan reformasi di bidang keuangan, Kementerian Keuangan mempunyai peran yang sangat strategis, yaitu selain menjadi Bendahara Umum Negara juga pengelola otoritas fiskal antara lain yaitu merumuskan kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan fungsi stabilisasi ekonomi makro dalam upaya meningkatkan pertumbuhan perekonomian Realisasi penyerapan belanja K/L sampai dengan 31 Oktober tahun 2011? mencapai sebesar Rp247,3 triliun (53,6 persen) dari pagu belanja K/L APBN-P tahun 2011 sebesar Rp4615 triliun, meliputi belanja pegawai sebesar Rp83,2 triliun (33,6 persen), belanja barang sebesar Rp72,7 triliun (29,3 persen), belanja modal sebesar Rp53,5 triliun (21,6 persen), serta belanja bantuan sosial sebesar Rp37,9 triliun (153 persen). Sementara itu, realisasi penyerapan belanja K/L dalam periode yang sama tahun 2010 sebesar Rp221,3 triliun, ‘meliputi belanja pegawai sebesar Rp728 triliun (32,9 persen), belanja barang sebesar Rp62,5 triliun (28,2 persen), belanja modal sebesar Rp39,2 triliun (17,7 persen), serta belanja bantuan sosial sebesar Rp46,8 triliun (21,1 persen). Dari tingkat penyerapan per jenis belanja tersebut menunjukkan bahwa kinerja penyerapan belanja modal adalah paling rendah Dengan rendahnya penyerapan belanja K/L sampai dengan 31 Oktober 2011 tersebut, maka untuk mengejar target penyerapan belanja K/L yang cukup tinggi sampai dengan akhir tahun anggaran dapat berpotensi menimbulkan kualitas output yang kurang baik, terhambatnya pertumbuhan ekonomi, adanya peningkatan peredaran wang yang ‘tinggi cenderung memicu kepada peningkatan inflasi. Untuk menghindari pola penyerapan belanja yang berulang kali menumpuk di akhir tahun, perlu dirumuskan identifikasi faktor- faktor penyebab dan usulan perbaikan kebijakan yang diperlukan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, agar di masa mendatang kinerja penyerapan belanja dapat ditingkatkan pada derajat yang lebih baik. Dalam tahun 2011, terdapat 10 K/L yang memiliki pagu belanja sebesar 79,6 persen dari total pagu belanja seluruh K/L, yaitu meliputi Kementerian: 1) Agama, 2) Dalam Negeri, 3) Keuangan, 4) Kesehatan, 5) Pekerjaan Umum, 6) Pendidikan dan Kebudayaan, 7) Perhubungan, 8) Pertahanan, 9) Pertanian, dan 10) Kepolisian Negara. Dari 10 K/L tersebut, hingga 31 Oktober 2011, K/L yang memiliki tingkat penyerapan rendah di bawah 50 persen adalah Kementerian Pendidikan Nasional (44,0 persen), Kementerian Dalam Negeri (48,1 ® Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan Policy Paper Pusat Kebijkon APBN persen), dan Kementerian Kesehatan (49,2 persen). Adapun K/L yang mepunyai tingkat penyerapan optimal adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (77,7 persen), dan Kementerian Pertahanan (71,8 persen). Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis ingin menyampaikan outlook penyerapan belanja K/L tahun 2011, berdasarkan permasalahan umum yang terjadi pada K/L sebagai bahan masukan usulan rekomendasi kebijakan penyusunan APBN ke depan. 1.2, Identifikasi Masalah Dari uraian tersebut di atas, untuk menyusun outlook penyerapan belanja K/L Tahun, 2011 dapat disampaikan permasalahan sebagai berikut 1. Masih terdapat kebijakan di internal K/L yang diindikasikan dapat menghambat mekanisme penyerapan belanja K/L; 2, Belum adanya pemahaman yang sama dalam proses mekanisme pemanfaatan anggaran dan penyerapan belanja; 3. Belum adanya perkiraan realisasi tingkat penyerapan belanja K/L secara keseluruhan dalam triwulan IV dan tahun 2011. 1.3. Tujuan Penelitian ‘Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut; 1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat disusun usulan rekomendasi yang lebih Konkret mengenai kebijakan kepada masing-masing K/L, Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan), Bappenas maupun LKPP, dalam rangka peningkatan kualitas penyerapan belanja secara lebih proporsional pada setiap bulan atau triwulan; Diperolehnya pemahaman yang lebih baik atas seluruh proses pelaksanaan APBN Khususnya dalam hal pemanfatan dan pencairan belanja K/L; 3. Menyusun outlook penyerapan belanja Tahun Anggaran 2011 1.4, Output Yang Diharapkan Dari hasil penelitian diharapkan dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang, berpotensi menghambat penyerapan belanja pada K/L dan mengetahui outlook penyerapan belanja K/L Tahun Anggaran 2011, dan diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan masukan usulan rekomendasi untuk memperbaiki kinerja penyerapan belanja K/L secara proporsional, cepat, dan tepat manfaat. I TINJAUAN PUSTAKA 2.41, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat. Penyusunan RAPBN mengacu kepada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang Policy Paper Pusat Kebijakan APBN berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP), kerangka ekonomi makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal. APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, dan pembiayaan adalah merupakan instrumen utama kebijakan fiskal untuk mengarahkan perekonomian nasional dan menstimulus pertumbuhan ekonomi sehingga besarnya penyerapan akan berdampak pada semakin besarnya daya dorong terhadap pertumbuhan dan sebaliknya Indikator terwujudnya efektivitas belanja negara antara lain dapat diukur dari rasio realisasi penyerapan belanja K/L terhadap pagu anggaran belanja. Kebijakan APBN diharapkan dapat merespon dinamika rakyat, baik yang terkait dengan perkembangan perekonomian secara Iuas, maupun perkembangan kehidupan rakyat itu sendiri, sehingga diperlukan kebijakan fiskal yang fleksibel. Pendapatan Negara dan hibah terdiri dari: 1) Penerimaan Dalam Negeri yaitu mencakup pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional, serta penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan 2) hibah yaitu bersifat bilateral dan multilateral, Sedangkan pembiayaan bersumber dari: 1) non utang dan 2) utang, dengan proporsi yang bervariasi dalam setiap tahunnya, yaitu bersifat inflow yang berarti penerimaan pembiayaan, dan bersifat outflow yang berarti pengeluaran pembiayaan. Beberapa sifat penting belanja K/L hanya terdapat pada beberapa komponen yang, terkait dengan asumsi ekonomi makro, terdiri dari sebagian belanja pegawai, belanja modal, belanja barang, belanja bansos, dan hanya dilakukan ketika melakukan perencanaan murni, Sedangkan perencanaan murni hanya dilakukan ketika menyusun resource envelope dan pagu indikatif. Setelah menjadi pagu (sejak pagu indikatif),terlepas dengan asumsi ekonomi makro, hanya mempertimbangkan perubahan usulan dan kebutuhan belanja baru (dampak dari kebijakan Pemerintah). Penyusunan perkiraan penyerapan belanja K/L didasarkan atas penyusunan resource envelope dan page indikatif, yaitu perkiraan penyusunan Belanja Negara untuk tahun baru dimulai_pelaksanaannya, sedang untuk menyusun APBN-P memerlukan_ perkiraan penyerapan belanja K/L, dan perencanaan kas akhir tahun, biasanya dilakukan mulai bulan November. Bolanja Negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah. Belanja Pemerintah Pusat, meliputi ‘© Belanja Pegawai, yaitu mencakup seluruh pengeluaran Negara yang digunakan untuk membayar gaji pegawai, termasuk berbagai tunjangan yang menjadi haknya, membayar honorarium, lembur, vakasi, tunjangan khusus dan belanja pegawai transito, pensiun serta asuransi Kesehatan. + Belanja Barang, digunakan untuk membiayai kegiatan operasional pemerintahan untuk pengadaan barang dan jasa. © Belanja Modal, mencakup seluruh pengeluaran Negara yang dialokasikan untuk pembelian barang-barang kebutuhan investasi (dalam bentuk aset tetap dan aset lainnya). Dalam praktiknya, selama ini belanja aset lainnya secara mayoritas terdiri dari belanja pegawai, bunga, dan perjalanan yang tidak terkait langsung dengan investasi untuk pembangunan. ‘+ Pembayaran Bunga Utang, yaitu meliputi wtang Dalam Negeri dan utang Luar Negeri, « Subsidi, mencakup seluruh pengeluaran Negara yang dialokasikan untuk membayar beban subsidi atas komoditas vital dan strategis tertentu yang menguasai hajat hidup Policy Paper Pusat Kebijakan APBN orang banyak dalam rangka menjaga stabilitas harga agar dapat terjangkau oleh sebagian. besar golongan masyarakat + Belanja Hibah, merupakan belanja pemerintah pusat dalam bentuk uang atau barang atau jasa dari Pemerintah kepada pemerintah daerah dan instansi lainnyayang, tidak perlu dibayar kembali, sifatnya tidak wajib dan tidak mengikat. ‘+ Bantuan Sosial, merupakan transfer wang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi kemungkinan terjadinya risiko sosial, yaitu berupa bantuan untuk pemenuhan kebutuhan dasar di bidang pendidikan, Kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan perlindungan sosial. * Belanja lain-lain adalah merupakan pengeluaran pemerintah yang bersifat mendesak dan bbelum terprogram, terprogram, belanja penunjang, dan cadangan. Sementara itu, belanja Transfer ke Daerah adalah menampung seluruh pengeluaran Pemeriniah Pusat yang dialokasikan ke daerah yang pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya kepada daerah. Dalam menyusun APBN, perencanaan alokasi belanja negara diarahkan untuk. ‘mendorong alokasi sumber-sumber ekonomi agar dapat digunakan secara produktif, yaitu terjadinya realokasi faktor-faktor produksi yang akan digunakan secara lebih efisien dan efektif untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi khususnya dalam stabilisasi perekonomian nasional, Oleh karena itu, Pemerintah perlu menyusun langkah- Jangkah peningkatan kualitas belanja negara dengan mengutamakan belanja modal sebagai pendukung pendanaan bagi kegiatan pembangunan, mengefisienkan pendanaan bagi kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif, dan menghindari peningkatan pengeluaran ‘wajib, Belanja modal difokuskan untuk mendukung program infrastrukrur, mendukung target pertumbuhan ekonomi, dan perbaikan kesejahteraan rakyat, infrastruktur pertanian, dan infrastruktur energi dan komunikasi Di sisi lain, APBN dapat digunakan sebagai fungsi otorisasi, perencanaan, dan pengawasan. Fungsi otorisasi merupakan pelaksanaan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang yang berhubungan dengan pendapatan dan belanja negara, melalui ketetapan DPR, maka pemerintah mempunyai legitimasi untuk memungut sumber-sumber pendapatan negara dan membiayai belanja negara dan akan bertanggung jawab kepada rakyat Fungsi perencanaan APBN, memuat berbagai target pendapatan dan belanja negara yang digunakan sebagai pedoman bagi negara untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pada periode satu tahun anggaran. Melalui APBN, pemerintah mempunyai arahan mengenai besarnya sumber pembiayaan yang tersedia untuk mendukung_pelaksanaan kegiatan yang akan dilakukan. Dengan demikian, diperlukan langkah antisipasi yang lebih dini agar tidak menimbulkan hambatan dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Selanjutnya, fungsi pengawasan dalam APBN menyatakan bahwa Pemerintah dan rakyat mempunyai pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan negara yang telah dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Akuntabilitas penggunaan anggaran diperlukan agar setiap rupiah yang dipungut dari rakyat, dan sumber daya yang dimiliki telah digunakan dapat dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah. 2.2. Pengelolaan Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan wang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan Poticy Paper Pusat Kebijakan APBN pengelolaan perusahaan negara atau badan lain dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan dan kewajiban tersebut’ Yang dimaksud dengan Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan, dan pertanggungjawaban, yang dikelola secara tertib, taat terhadap peraturan perundang- undangan, efisien, ckonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan Keuangan Negara perlu dilakukan secara terbuka dan bertanggungjawab sesuai dengan prinsip-prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam UUD 1945 dan amanat GBHIN. Dalam Pasal 23 UUD 1945 disebutkan bahwa : 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang- Undang. Apabila DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah, maka Pemerintah menjalankan anggaran tabwn lal; 2. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang; Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang; 4. Keuangan Negara selanjutnya ditetapkan dengan Undang-Undang; Untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara dibentuk Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan melalui Undang-Undang, selanjutnya hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR, Sistem pengelolaan reformasi Keuangan Negara, mencakup 3. paket peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga produk Undang-Undang tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan mengandung empat prinsip utama dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu! : 1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja; 2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah; 3. Pemberdayaan manajer profesional; dan 4. Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri serta tidak adanya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaan. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan alokasi anggaran yang disediakan dalam APBN dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, sehingga tercapai akuntabilitas yang terukur dalam bentuk capaian yang dihasilkan oleh K/L/Satuan Kerja (Satker) yang mengelola APBN. Dalam pengelolaan Keuangan Negara, bidang pengelolaan fiskal memiliki 6 fungsi yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan K/L teknis terkait, yaitu : 1) pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal, output yang dihasilkan adalah Nota Keuangan dan RAPBN, analisis kebijakan, evaluasi dan estimasi perkembangan ekonomi ‘makro, pendapatan negara, belanja negara, pembiayaan, rencana pendapatan, hibah, belanja dan pembiayaan jangka menengah. 2) penganggaran yang menghasilkan rumusan, norma, kriteria, prosedur, pedoman dan kebijakan di bidang APBN, 3) administrasi perpajakan, 4) administrasi_kepabean, 5) perbendaharaan yang menyangkut perumusan_kebijakan, ® Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara 4 Suminto, MSe. 2004. “Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara.” Makalah. Jakarta Policy Paper Pusat Kebijakan APBN standarisasi, sistem dan prosedur yang mengatur pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta sistem akuntansi, dan 6) pengawasan keuangan. 23. Mekanisme Penyusunan APBN Proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran diatur dalam Undang-Undang, Nomor Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Nomor Nomor 1 Tahun 2004, dan Undang Nomor Nomor 15 Tahun 2004, menyatakan bahwa dalam sistem keuangan negara, APBN dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPR, dan dituangkan dalam Undang-Undang APBN setiap tahunnya. Proses penyusunan APBN diawali dari Pemerintah Pusat menyampaikan pokok- pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan. Proses ini merupakan tahap awal di mana pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan. Selanjutnya Pemerintah Pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya, Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan _fiskal, Pemerintah Pusat bersama DPR membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap K/L dalam penyusunan usulan anggaran. Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, Menteri/pimpinan lembaga selaku. pengguna anggaran/ pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran K/L tahun berikutnya. Ketentuan Tebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran K/L diatur dengan Peraturan Pemerintah, Rencana kerja dan anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja yang, ‘akan dicapai disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya, lalu disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Seluruh rangkaian proses penyusunan APBN akan berakhir pada tanggal 31 Desember disyahkan Undang-Undang APBN bersamaan dengan tersusunnya alokasi anggaran bagi setiap belanja negara, termasuk DIPA untuk masing-masing K/L Selanjutnya diagram penyusunan APBN dapat diikuti sebagaimana berikut Policy Paper Pusat Kebijakan APBN Diagram 1 : Sistematika Penyusunan APBN Pemerintah Pusat Dewan Perwakilan Rakyat Pokok2 Kebjakan. skal ‘an kerangka ekonom mao (= Me) Ditahas bersama Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendanuluan RAPEN. pembahas,kebsakan unum dan pionitas fnggaran unk djadan acuan bagi sap it dalam penyusunan usulan anggaran Rencana mentor pimpinan lembaga selaku pengguna ‘anggaranipengauna Darang menyusun rencana koja dan fnogaran Kementerian berdasarkan PP Menten Keuangan, a, ee tentang APBN ‘susunan dan kedudukan DPR & dapat ‘mengajukan utul yang mengakibaean ‘perubahan jumiah penemaan dan fcuarie Pengetaran dalam RUU femang APEN rmangajukan RUU tentang JAPAN, isrtai Nota Keuangan dan dokumen pendukungnya (Bulan Agustus) Pembahiasan RUU tentang APN dlakukan ‘sesua dengan UU yang mengatursusunan ‘dan keduukan DPR & dapat mengalukan teu! yang mengakiatkan perubananjumiah penerimaan dan pengelaran dalam RLU. tentang APN ovisijka ada perubahan dan tindaklanutusulan DPR ‘Pembshasan visi dan pengambian ‘eputusan oleh DPR mengenal RLU tentang [APBN dlakucan sebelun awal Noverber Revi jka ada perubanan dari tindaklenut Usolan OPR APBN yang aise olen DPR ternal sempai dengan unt organisa fangs, ‘program, Kegiatan dan jnisbelanja, ‘Apabila DPR tidak menyetu RU tereobut ‘Pemesintan Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggltingginya sebeser angka APEN tahun anggavan sebolumnya. ‘Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan 24. Kebijakan Pelaksanaan APBN Proses penyusunan Nota Keuangan dan APBN secara komprehensif terdiri dari proses perencanaan, penganggaran,pengesahan anggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban, Proses penyusunan Nota Keuangan dimulai dengan melakukan proses perencanaan, yaitu sejak awal tahun dengan adanya pagu indikatif melalui SEB, Policy Paper Pusat Kebijakan APBN Kemudian diikuti dengan tahap penyusunan rencana kerja (renja) K/I. Dalam proses penganggaran disusun pagu anggaran, RKA-K/L, Himpunan RKA-K/L, Nota Keuangan dan RAPBN dilakukan pada bulan Juni, kemudian setelah selesai ditetapkan oleh Pemerintah dan DPR, menjelang pidato kenegaraan 17 Agustus. Setelah itu, proses pengesahan anggaran ditetapkan melalui Undang-Undang dan diikuti oleh rincian APBN yaitu disahkan melalui PERPRES. Selanjutnya, pelaksanaan APBN dilakukan oleh K/L dan Kementerian Keuangan berdasarkan DIPA yang sudah disusun, Tahapan_terakhir pelaksanaan APBN adalah merupakan proses pertanggungjawaban kepada Pemerintah dan DPR, Selanjutnya siklus perencanaan, penganggaran, pengesahan anggaran, dan pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN dapat diikuti dalam Tabel 2-1 sebagai berikut Tabel 2-1 ‘Tahapan Penyusunan APBN Tahap Wewenang Penyusunan Output 1. Perencanaan BAPBENAS RPIM Ea Kemenienani-onbaga Rensta— WL | BAPPENASKemenfoan Keuangat | Pagu Inkatt 3B Kementoran ‘Lembaga RENIA — Ki BAPPENAS RKP PP Z-Penganggaran | Kementeran Kevengan Pagu Anggaren | SEK Kementoran/Lembaga + KonisiOPR_| RKA — KL ‘Kemenfeien Keuangan Himpunan RA~KL_ Kementeian Keuangan NK dan RAPBN Pengesain Anggaren | Pemerintah + DPR APBN ww, [ Kementean Keuangan Rincian APBN PERBRES 7 Pelaksanaan KemenisranlLeméaga + Kerertaian | DIPA Kevangen 5 Parianggungjawaban | Pemenniah + DPR to Ww ‘Sumber : Direktorat Jenderal Perbendaharaan IIL, PROFIL BELANJA K/L. 3.1. Perkembangan Realisasi Belanja K/L Berdasarkan Jenis Belanj Realisasi penyerapan belanja K/L sampai dengan tanggal 31 Oktober 2011 mencapai sebesar Rp247,3 triliun, atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2010 sebesar Rp221,3 ttiliun. Apabila dilihat prosentase penyerapannya dalam periode yang sama tahun 2011 mencapai sebesar 53,6 persen, berarti 6,9 persen lebih kecil dari periode yang sama tahun 2010 sebesar 60,5 persen. Realisasi penyerapan per jenis belanja sampai dengan 31 Oktober 2011 meliputi belanja pegawai Rp83,2 triliun, belanja barang sebesat Rp72,7 trliun, belanja modal sebesar Rp53,5 triliun, dan belanja bansos sebesar Rp37,9 triliun. Sementara itu, realisasi penyerapan per jenis belanja dalam periode yang sama tahun 2010 mencakup belanja pegawai Rp72,8 triliun, belanja barang sebesar Rp62,5 triliun, belanja modal sebesar Rp39,2 triliun, dan belanja bansos sebesar Rp6,8 triliun. Selanjutnya perbandingan pagu dan realisasi penyerapan belanja K/L. tahun 2010 dan 2011 dapat diikuti sebagai berikut Policy Paper Pusat Kebijaan APBN ‘Tabel 3-1 Perbandingan Pagu dan Tingkat Penyerapan Belanja K/L Sampai dengan 31 Oktober 2010 dan 31 Oktober 2011 [i Tkementeian OsamNegen | 15.3638 x sur] 167927, 48 2 | Kenoniarian Pertshanan #28990 Tas | 800339 718] [3 | Rementean Kouargan 15.368,3 8 B15 | 74507 08] “| Kemenisrian Patrian 88877 [00 06. sa 5 Kemenlefan Porubungan | 17.5681 5A | 24s 528 | Kenenteian Pendidikan Nas | 6348 [420816 [653 67.740.1 uo [7 [Renentefen Kesehatan | irae 11532485 | Zoadr7 G2 _[Kenenteren Agara | 30.1287 | te0045 | 630 | 354095 389 | Kementeran Pekeraan Umum | 36082, | 20956,7 | 98,1 | 565353 333 10 | Koposian Negars “zr 760 | 207854 [748 | 31261, 717 duit 3e5 1345 | aonse7.0 [| —e05 | @eng37 536] ‘Sumber : Ditjen Perbendaharaan Tabel di atas menunjukkan tingkat penyerapan belanja pada 10 K/L sampai dengan 31 Oktober 2011 berkisar antara 44,0 persen sampai dengan 77,7 persen, atau jika dirata-rata sekitar 56,9 persen. Adapun K/L yang memiliki tingkat penyerapan di atas rata-rata adalah: Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, dan Kepolisian Negara RI. Sementara itu, rata-rata tingkat penyerapan belanja pada periode yang sama tahun 2010 adalah sebesar 60,4 persen. Pada periode tersebut penyerapan belanja K/L di atas tingkat rata-rata adalah Kementerian Pertahanan, Kementeian Keuangan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama dan Kepolisian Republik Indonesia. Selanjutnya perkembangan realisasi penyerapan belanja pada 10 K/L dengan pagu terbesar sampai dengan 31 Oktober 2010 dan 2011 secara rinci dapat dilihat dalam Tabel berikut Tabel 3-2 Perbandingan Rata-Rata Realisasi Penyerapan Belanja pada 10 K/L s.d. 31 Oktober 2010 dan 31 Oktober 2011 f I 210 T A T ‘KementeriaiLembaga Disewah | Dlats | Dibawah | Dialas Kiera ! = ratarata | ratarata | ratarata | rtarata 1. Keener Dalam Negar v : ¥ Buk 7 Kereterin Prahanan v ¥ Sodan 3 Kenerietan Keusaan W v Sedang “Kerertran Potarian v v Bunk [3 Kemeniotan Perubngan ¥ v. Bun 6 Kementrian Pendidikan Nasional ¥ v Bun "7_Kemeerian Kesehatan ¥ v [aun 8 Kemnentoan gaa ; ay v Sedang 8. Keneniefan Pekeraar Ut v v Buk [ir Kepolsan Ropbikindonessa Tv v Opis Dari Tabel di atas dapat diuraikan sebagi berikut 1) Kinerja penyerapan Optimal (0): di atas rata-rata dan sekaligus di atas penyerapan tahun 2011 adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. 10 Policy Paper Pusat Kebijakann APBN 2). Kinerja penyerapan Sedang (S): di atas rata-rata tetapi di bawah 2010 atau di bawah rata- rata tetapi di atas 2010, yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Agama (perlu ditingkatkan kinerjanya dengan percepatan penyerapan dengan tetap memperhatikan kualitas output/oietcome); 3) Kinerja penyerapan Buruk (B): di bawah rata-rata dan sekaligus di bawah penyerapan 2010 yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, dan (perlu extre effort untuk mempercepat penyerapan dan meminimalisir faktor penghambat penyerapan. Selanjutnya perkembangan prosentase penyerapan belanja 10 K/L dalam tahun 2005-2011 adalah sebagai berikut Tabel 3-3 Prosentase Penyerapan Belanja 10 K/L Tahun 2005-2011 Ne KIL, “wos © | 2006# | ao0r* | 2008 | anos [ano | aot) ‘|_| Kemerteian Dalam Neger 350 | a1 | ano | 028 | oy | %6 | 481 2-_| Kemerieran Pertahanan ‘ua | ero | 1026 | 54 | toad [see | rie 3-_| Kementeran Kevangan 745} 20 | vey | 606 | 765 | oa | 600 “| Kementoran Potanian Big] s38 | a05 [657 | oe | s02 [st 5 | Kementeran Porhbungan 380] 752 | 697 | 087 | 04 | eee | 526 | Kemenirian Pendakan Nason’ [656 | 924 | 1009 [951 | 956 | ea8 [440 T__| Kementeran Kesohatan S84] 058 | 901 | 862 | arg | sar | 92 | Kementeran Agama 26 | 919 930 | 936 | 930 | smo 9 | Kemenieran PekeqaanUmun | 638 | 00,1 5 | 63 | wy | 533 70 Kepoisian Repubikdanosia 573 _| 990. 5 | 1035 [eee [rer Tinglat Penyerapan Rata-Rata 10K | 749 | 678 | 920 | 912 | 920 | 921 | sos) atatan 1) Prosentase realisasi penyerapan berdasarkan LKPP terhadap APBN-P I! 2) Prosentase realisasi penyerapan berdasarkan LKPP tethadap APBN-P 3) Prosentase realisasi penyerapan berdasarkan LKPP terhadap pagu riil 4) Prosentase realisasi penyerapan terhadap APBN-P sd tgl 31 Oktober 2011 ‘Apabila dilihat rata-rata tingkat penyerapan belanja pada 10 K/L dari tahun 2005- 2010, hanya mencapai penyerapan tertinggi sebesar 92,1 persen yaitu terjadi pada tahun 2010. Sementara itu, sampai dengan 31 Oktober 2011 tingkat penyerapan baru mencapai 56,9 persen. Dengan sisa waktu 6 minggu menjelang tutup tahun anggaran 2011 diperkirakan sulit untuk melebihi dari penyerapan tahun 2010, dengan mengejar penyerapan sebesar 43,1 persen. Tabel 3-4 Realisasi Penyerapan Berdasarkan Jenis Belanja 10 K/L s.d. 31 Oktober 2010 dan 31 Oktober 2011 . __(miliar rupiah ) efanjaPagawai_|-Belanja Garang” | Belen Modal. | Belanja Banaoe No i mio | it] 2010 | aati | aot | ont | aa | ott | Remericfan Daim Nogei | 2087 | 2426 | 13136] tours | mss] 6792] Sasb7 | $5898 2 | Kemeneran Pecahanan | 16.1165 | 201603 | 7.9059 | Biz | 64993 | 7.5028 ° a 3 | Kemertran Kevargen Gaia | 65000] 2asi2 [3135 | eta Tae © 0 [74 Kementeen Peni Tes | e687 | 19010 [amr | teas | mee | Temes | S188 | Kemenierian Prhubungan —| 9465 | 1677 | 1698.2 | 22764 | 6060, | 6,955 0 0 5 Kemeneran Penden as | 5509563514 | 7.7463 | tei. [16303 [19870 | 27665 | 199039 7 Kernenisnan Kesehatan | ~2.3813 | 26705] 4004 | 62596 | ross | au0| 38047 |” 45203 | Kemerieren Agama gaze [i203 [acee? [soese | taeer [Tara [starr | $2133 [73 [kementeian Pek Una ras [_ ara] 4204 | 5088.1 | taza | zeaer | 1788 | 1762 [io kepoision Rep. indonesia —| THETAO- TrassA | atsAz | aeeea | vera] 15748 o o ‘Sumber : Ditjen Perbendaharaan u Policy Paper Pusat Kebjakan APBN ‘Tabel di atas menunjukkan bahwa realisasi penyerapan belanja pada 10 K/L tahun 2011 relatif lebih besar jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2010, yaitu sejalan dengan adanya peningkatan alokasi anggaran dalam tahun 2011. Belanja pegawai pada Kementerian Pertahanan dan Kepolisian Negara RI relatif lebih tinggi dari K/L yang Iain. Di bidang belanja barang tertinggi terdapat pada Kementerian Pertahanan dan Kementerian Pendidikan Nasional, Sedang belanja modal tertinggi terdapat pada Kementerian Pekerjaan Umum, dan belanja bansos terdapat pada Kementerian Pendidikan Nasional. Namun demikian, belanja modal pada K/L di atas secara keseluruhan menunjukkan penyerapan yang relative rendah di antara jenis belanja lainnya, sebagaimana diuraikan dalam Tabel 3-5 sebagaimana berikut : ‘Tabel 3-5 Prosentase Penyerapan Belanja Modal 10 K/L. sd. 31 Oktober 2010 dan 31 Oktober 2011 2010 8 2H No KIL Pagu') | Realisasi | Penyerapan” | Pagu® | Realissi | Penyerapan evar) | (oiian)_| 3) | (inh _—tniar)_—| (8). ‘| Kemente‘an alam Negor 1 2295 Zo] 19908] 67a 31 2 | Kementoran Peraharsr 518 | tss75 | 78828 oe 3_[ Kamenteran Kevengan m4 | za02s| 7128 Ba 4 Kementenan Pertanian 752 | 8558 | 2388 7g [5 | Kemeniean Peubungan 312 | Ta06.2 | 87965) Br | Kementaian Pendstan Nasional | 6988. 235] 108036 | 13870) a | Kereniaian Kesehatan 56659 25 | 7as47 | m000T 108 | Kementeran Agama 33284 351 | 37762 | 12374 328 [79 | Kementoian Pe Umar z3i0g 520 | #36708 | M4at7 52 0_[ Keposian Rep. indonesia 4287.3 a] _aes7o| 15749 315 Setinh KL 7388 >| 1454217 | 95.4922 2] umber ijen Aragaran "Ragu haan Tahun 2010 2 Pagu hain Tahun 2011 abel di atas menunjukkan rendahnya tingkat penyerapan belanja modal di seluruh K/L sampai dengan periode 31 Oktober 2010 sebesar 40,2 persen dalam periode yang sama tahun 2011 menurun menjadi 368 persen. Rendahnya penyerapan belanja modal tersebut terutama sangat berpengaruh terhadap sektor tenaga kerja, dan sektor rill ainnya. Penyebab rendahnya belanja modal antara lain disebabkan oleh masalah penyelesaian revisi, adanya tender ulang, pengadaan tanah/lahan/bangunan/gedung, keterlambatan dimualinya pekerjaan, perawatan jalan/jembatan, juga dipicu oleh keterlambatan para investor untuk mengklaim pembayaran di akhir tahun, tertundanya kegiatan pemeliharaan irigasi, jalan, jembatan, penyelesaian tender, maupun persiapan pengadaan tanah yang masih dalam tahap proses. Selain itu juga adanya instruksi presiden untuk merampingkan pengeluaran sektor pengadaaan tanah dan bangunan serta kendaraan dinas sebagaimana terjadi hamper di semua K/L. Namun demikian rendahnya realisasi penyerapan tersebut tidak selalu dibarengi dengan rendahnya kegiatan pisik. Apabila diperhatikan maka penyerapan belanja modal sangat rendah terdapat pada Kementerian Kesehatan dalam tahun 2010 (12,6 persen) dan tahun 2011 menurun menjadi sebesar 10,8 persen, diikuti oleh Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian. Di pihak lain K/L dengan penyerapan di atas 50 persen adalah Kementerian Pekerjaan Umum masing-masing dalam tahun 2010 sebesar 52 persen dan 2011 sebesar 51,2 persen. Selanjutnya perkembangan prosentase penyerapan belanja Pemerintah Pusat per jenis belanja Tahun 2005-2011 akan disampaikan dalam Tabel sebagai ber Policy Paper Puset Kebijakan APBN Tabel 26 Prosentase Penyerapan Belanja Pemerintah Pusat per Jenis Belaja Terhadap APBN-P Tahun 2005—2011") Ua 20S [0G [Boa aoa IO |] 1. Belaja Peco eh a74_| 918 | 055 | 910 | 7e6 2. Bana Barng a w5_[ smd aby | a0 3 Beana Nodal 0. #57_| 900 | Was | eas | a4 4. Penyerapan Bunga Uiang | 1069 %5 | s3| ee t7 | 737 5. Sibi oi wo [ad | eg | 967117 Bean Hah Ear ae me_| 205 7 Bantuan Soins] [#80 wa er | er | maar [B.Belje Landen 783 eae | roa _[7a0| 058 |_256 Total a7 fois | 995_| 09 [082 | a57 eae KL 785 920 | 805 | 75 | 909 | 838 Belanja Non KL ms | 950 | 1103 | 108s | a4 | err | 741 _| ‘1 Prosentase penyerapan belana sampai dengan 31 Oktober 2011 (pagu belanja pada APEN-P mengalamreis) ‘Sumber: Dijon Anggaren Penyerapan belanja K/L tertinggi terjadi dalam tahun 2009 sebesar 97,5 persen. Namun dalam tahun 2010 menuran menjadi sebesar 90,9 persen, Selanjutnya, sampai dengan 31 Oktober 2011 baru mencapai 53,6 persen, dengan sisa waktu penyerapan selama 6 minggu kiranya K/L sulit untuk dapat menyerap melebihi tahun 2010. 322. Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja K/L Secara umum, untuk meminimalisir adanya duplikasi anggaran antar-K/L, Pemerintah telah memperbaiki proses perencanaan pengaggaran melalui reformasi perencanaan dan penganggaran serta diterbitkannya paket kebijakan dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sebagai tindaklanjut untuk melaksanakan Undang-Undang tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) yang telah diperbarui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010, yaitu perencanaan pembangunan nasional berpegang pada : Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Term Expenditure Framework), Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework), dan Sistem Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting). Selanjutnya melalui revisi Keppres Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN menjadi Perpres Nomor 53 Tahun 2010, Perpres Nomor 80 Tahun 2003 menjadi Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Untuk menindaklanjuti ketentuan dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang APBN 2011, Pemerintah telah menrbitkan PMK Nomor 38/PMK.02/2011 Tentang fata Cara Pengenaan Reward and Punishment atas pelaksanaan anggaran belanja Tahun ‘Anggaran 2010. Yang secara professional dan konsisten akan mendorong K/L untuk lebih berhati-hati dalam perencanaan, tepat dan cepat dalam pelaksanaannya. Di sisi lain, Pemerintah telah menyusun Pedoman dalam Pengajuan Ijin Kontrak Tahun Jamak oleh Menteri Keuangan kepada K/L. Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi dan optimalisasi, Policy Paper Pusat Kebijakan APBN maka setiap K/L diminta menyampaikan progress realisasi penyerapan belanja dan laporan kegiatan pisiknya Dari hasil rapat koordinasi dengan 10 K/L? yang memiliki pagu terbesar bahwa faktor penyebab rendahnya penyerapan belanja disebabkan oleh 4 faktor, yaitu 1) Internal K/L, 1. Spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/ tidak jelas; 2. Perencanaan pemilihan sumber dana yang tidak tepat (antara PHLN dengan Rupiah murni; Biaya di lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya Khusus (mengakibatkan terbatasnya peserta lelang, pelelangan ulang, menjadi temuan auditor); Banyaknya sanggahan dalam proses lelang; Banyaknya pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan; Kurangnya sosialisasi mekanisme pengadaan barang dan jasa; Kurangnya panitia pengadaan yang bersertifikat; Ketidakharmonisanperaturan perundang-undangan _terkait _perencanaan, pelaksanaan dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD; ‘Masalah pengadaan/pembebasan lahan/tanah; 10. Tidak seimbangnya risiko pekerjaan dengan imbalan yang diterima oleh pejabat pelaksana pengadaan; 11. Kehati-hatian pejabat pengadaan barang dan jasa mengambil tindakan. 2). Proses Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa, a. Tahap Perencanaan: 1. Kegiatan/proyek tidak ada kerangka acuan kerja atau studi kelayakannya. 2. Kerangka acuan kerja atau studi kelayakan tidak jelas maksud, tujuan dan ruang, lingkupnya, . Perencanaan kegiatan/proyek tidak sesuai dengan kebutuhan, Spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada atau tidak jelas, Untuk kegaiatan jasa konsultansi: kualifikasi tenaga abli tidak jelas dan cenderung terlalu tinggi, Perencanaan kegiatan/proyek yang sentralistis yang seharusnya lebih layak didesentralisasikan, 7. Perencanaan pemilihan sumber dana (antara Pinjaman/Hibah Luar Negeri dengan Rupiah Murni) banyak yang kurang tepat, seharusnya cukup didanai dengan Rupiah murni dan tidak layak didanai PHLN, dan 8, Perencanaan kegiatan swakelola yang tidak benar b. Tahap Penganggaran 1. Harga satuan barang/jasa yang ditetapkan dalam standar biaya umum (SBU) atau standar biaya khusus (SBK) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau Kepala Daerah yang akan digunakan sebagai acuan penyusunan perencanaan anggaran terlalu rendah/ tinggi, 2. Perencanaan biaya yang terlalu rendah/ tinggi (tidak sesuai dengan harga pasar) Karena hanya mengacu kepada standar biaya umum atau standar biaya khusus yang ditetapkan Menteri Keuangan atau Kepala Daerah, 5 Hasil rapat koordinasi antara Pusat Kebijakan APBN dengan 10 K/L dalam rangka monitoring dan cevaluasi belanja K/L Tahun 2010 4 Policy Paper Pusat Kebijakan APBN 3. Pembahasan anggaran yang terlalu lama akibat dari ketidaksiapan Kementerian, Lembaga, dan Daerah (KLD) dalam = memberikan data pendukung (KAK/FS/ perbandingan harga), 4, Pengesahan dokumen anggaran yang terlambat (baru disahkan bulan April untuk APBD bahkan ada yang disahkan bulan Desember untuk APBN-P/ APBD-P), 5. Anggaran kegiatan yang dibintangi (dipending) karena ketidaksiapan data pendukung atau belum disetujui DPR/DPRD, 6. Adanya kesalahan penetapan akun schingga perlu revisi dokumen anggaran, 7. Banyak terjadi revisi dokumen anggaran Karena ketidak matangan proses perencanaan, 8, Proses revisi dokumen anggaran yang terlalu lama, dan 9, Tidak keluarnya jjin kontrak tahun jamak. c. Tahap Pencairan Anggaran 1. Uang persediaan yang terlalu kecil, 2. Terlalu lamanya penerbitan SPP akibat verivikator di K/L yang terlalu lama, 3. Penundaan penangihan dari penyedia barang/jasa, 4. Dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi 1. Tambahan anggaran belanja K/L dalam APBN-P 2010 ditetapkan untuk program/kegiatan baru, sementara itu dokumen pendukung (TOR dan RAB) belum disiapkan secara lengkap, 2. Banyaknya revisi dokumen anggaran (DIPA dan SRAA) yang mencapai, yang, disebabkan antara lain = Perencanaan anggaran yang kurang baik di K/L, - Tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP, tambahan/luncuran PHLN/PHDN, penerimaan hibah, = Pergeseran antar bagian anggaran, antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar prop/kab/kola, dengan alasan diperlukan K/L karena lebih prioritas, = Pembukaan blokir, perubahan nomenklatur satker, dan perubahan parameter dalam penghitungan subsidi, - Kesalahan bagan akun standar (BAS), = Persyaratan revisi DIPA Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan memerlukan persetujuan dari Pejabat Eselon I yang bersangkutan, dan - Kelengkapan dokumen anggaran dalam revisi anggaran. 3.3. Upaya Percepatan Penyerapan Belanja K/L Berbagai upaya percepatan penyerapan anggaran sebenarnya sudah dilakukan pada K/L dilakukan, namun hasilnya belum dapat memberikan dampak yang signifikan. Hal ini teradi Karena percepatan penyerapan anggaran tersebut sepenuhnya tergantung pada Satker selaku Kuasa Pengguna Anggaran, Untuk mempercepat penyerapan anggaran, dalam tahun 20116 telah dilakukan berbagai upaya antara lain adalah 1. Meminta K/L untuk menerbitkan Surat Edaran kepada Satker, agar dapat mempercepat realisasi penyerapan anggaran; 2, Mendorong K/T. untuk segera memproses revisi pembukaan blokir; Jawaban Pemerintah Atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi DPR-RI Terhadap RUU Tentang APBN 2012 beserta Nota Keuangan, ditambah hasil kajian. Policy Paper Pusat Kebijakan APBN 3. Mendorong K/L untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman para pelaksana kegiatan mengenai ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta mekanisme pengelolaan Keuangan Negara; 4, Memberikan kewenangan kepada K/L untuk melakukan kontrak tahun jamak dengan kondisi tertentu (PP Nomor 53 Tahun 2010); 5, Memberi kewenangan kepada KPA untuk melakukan proses lelang sebelum diterbitkannya dokumen anggaran (PP Nomor 54 Tahun 2010); 6. Menyederhanakan pelaksanaan tender melalui e-procurement dan membentuk unit layanan pengadaan/ULP (Perpres 54 Tahun 2010); Mengatur batas waktu penyelesaian tagihan atas beban APBN, agar tidak terjadi penundaan pembayaran kepada pihak ketiga dalam 5 hari kerja. (PMK No.170/PMK.05/2010); 8 Menaikkan nilai “pengadaan langsung” sampai dengan nilai Rp 100 juta, dan “pelelangan sederhana” sampai nilai Rp 200 juta (Perpres 54 Tahun 2010); 9. Pengadaan kendaraan bermotor, jasa hotel dapat dilakukan dengan “penunjukan Jangsung” tanpa batasan nilai pekerjaan (Perpres 54 Tahun 2010); 10. Penganggaran yang tepat dan ketepatan waktu penunjukan Pejabat Perbendaharaan; 11, Penyusunan perencanaan penarikan dana (cash forecasting) yang baik; 12. Mekanisme penyelesaian pencairan dana yang cepat, tepat, transparan dan akuntabel; 13. Memberikan fleksibilitas/kewenangan yang lebih Iuas kepada KPA dalam melakukan revisi anggaran (PMK 49/PMK.02/2011 dan PER-22/PB/2011); 1M. Meningkatkan jumlah UP sampai nilai Rp500 juta dan dapat mengajukan lagi dispensasi UP dengan penetapan/persetujuan Kanwil DJPBN dan/atau Dirjen Perbendaharaan (PER-11/PB/2011); 15. Menambah besaran pembayaran yang dapat dilakukan Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan menjadi Rp20 juta (PER-11/PB/2011); 16. Mempermudah dispensasi TUP sampai Nilai Rp500 juta cukup oleh Kepala KPPN (PER- 11/PB/2011); 17. Peningkatan pelatihan SDM Satker dan menyelenggarakan sosialisasi di bidang perencanaan, penganggaran dan pengadaan; 18. Menerapkan sistem reward and punishment atas pelaksanaan anggaran (PMK No.38/PMK 02/2011); 19. Pencairan dana dapat dilakukan pejabat Perbendaharaan Tahun Anggaran sebelumnya jika Pejabat Perbendaharaan yang baru belum ada SK Definitif (PER-57/PB/2010); 20. Meningkatkan honorarium bagi pejabat Perbendaharaan, panitia pengadaan/ULP dan panitia penerima barang/ jasa. 34. Realisasi Penyerapan Belanja Menurut Provinsi periode 31 Oktober Tahun 2010-2011 Rendahnya realisasi penyerapan belanja tidak hanya terdapat pada pusat melainkan juga di daerah. Sehubungan dengan hal tersebut maka perkembangan realisasi penyerapan belanja berdasarkan provinsi sampai dengan periode 31 Oktober 2010 dan 2011 adalah sebagai berikut : Tabel 3-7 Perkembangan Realisasi Penyerapan Belanja Berdasarkan Provinsi s.d, periode 31 Oktober 2010 dan 2011 {on rupiat Prov | SAH Oktober 2041 Pag % 1 [OKI akat 353 2008 033 2 [wa Brat eo [ 7 Bi7 Policy Paper Pusat Kebijkan APBN 7 [avi Bo] eo] ea, as [Deen eivopaors | — 86a. | eal eal az ora | Jawa Tina ma [160 Teae| zz | Tea | eat S| Nangoe ADaussen|— 744s | s52[— a2] sas, 7 | Sumatera Ura as 7a} een || reo S| Sumatera Barat eat aif oar | 72, a2 | 83 3 Ra 4a] so az as | dani 3a] 22} ear [38 11 sunetra Satan e[ as} sez] ar 12 Lanpung g2) ar | ng] 35 13 [Kelman Bat 45) 3s |r| a8 14 Kaimanin Tergsh_| 3 [ 22 er] 40 15 KaimanianSeltan [43 [30 [-@ge | 45 18_| Keimanion Timur Xe 7 | Sunes ina az] art eas 82 "e_| Sunes Tengah 3725] ers a2 79_| Sunes Seton Tig[ 10a | 19 | Suawes! erggare | 30] 20[ a7 [40 Zi Wave S727 |-a0 ar Z| Bali C5 ET 23_[ Wise Tonga _| 4328 ora a8 24 [Nisa Tenggoa Time | 84[ 35 | ot8 | 08 B Pemua A a | Benak 2 1 27 [Was Uaw | 20. 14 [roo [27 28 Basn ee| 43} wa] 68 25 | Banga Beg 14 [ 0943 [18 | Gort ia] 13 ae 2 31] Kepuovan Ran zo ta moa | Papua Bart at eat: soda 35 Slowest Sart +s [ 10-25. 20 Pwailan Tia[—os|~ 4a} 40 Total wet mats | cod | as ‘Sumter Anggaran Tabel di atas menunjukkan bahwa total pagu belanja Tahun 2011 sebesar Rp461,5 triliun, penyerapan sampai dengan 31 Oktober 2011 mencapai sebesar Rp247,3 trliun (53,6 persen). Sementara itu, total pagu belanja K/L tahun 2010 sebesar Rp366,1 triliun, realisasi penyerapan belanja K/L sampai dengan 31 Oktober 2010 mencapai sebesar Rp221,3 triliun, dan prosentase penyerapannya mencapai 60,4 persen. Dalam periode tahun 2010, Provinsi dengan penyerapan belanja tertinggi adalah Maluku (73,0 persen), dan terrendah yaitu Provinsi DKI Jakarta (85,3 persen), sedang, dalam periode yang sama tahun 2011 Provinsi dengan penyerapan belanja tertinggi adalah Provinsi Papua (72,0 persen), dan terendah yaitu tetap Provinsi DKI Jakarta (43,9 persen). Sementara itu, terdapat 7 Provinsi yang tingkat penyerapannya lebih baik dari periode yang sama tahun 2010 yaitu : Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, Papua, Maluku Utara, Kepulauan Bangka Belitung dan Sulawesi Barat. 35. Outlook Penyerapan Belanja K/L Tahun 2011 Prosentase penyerapan belanja K/L dalam tahun 2011 jika dibandingkan dengan tahun 2010, adalah lebih Kecil 6,9 persen. Maka jika dipaksakan melakukan penyerapan selama 6 minggu terakhir, dikhawatirkan hasilnya tidak dapat menyerap secara optimal, bahkan dikhawatirkan Kualitas pekerjaan cenderung kurang optimal. Walaupun beberapa pihak ke tiga akan mencairkan dananya pada akhir pekerjaan (November-Desember) Di sisi lain, tingkat penyerapan dari 10 K/L yang memiliki pagu terbesar hingga 31 Oktober 2011, rata-rata mencapai sekitar 56,9 persen, oleh Karena itu dikhawatirkan akan 7 Policy Paper Pusat Kebijakas APBN kesulitan mengejar penyelesaian kegiatan dan pencairan sisa pagu belanja K/L 2011, seperti yang terjadi pada Kementerian Pendidikan Nasional baru menyerap sebesar 44,0 persen, dan Kementerian Pekerjaan Umum sebesar 53,3 persen. Penyerapan belanja pegawai merupakan pengeluaran rutin sehingga penyerapannya stabil dan berpotensi maksimal. Sedang, penyerapan belanja barang, belanja modal, dan belanja bansos berpotensi relative rendah atau kurang optimal Realisasi penyerapan belanja K/L sampai dengan 31 Oktober 2011 sebesar 53,6 persen masih dalam status tahap penyelesaian kegiatan, diharapkan dalam bulan Desember memasuki proses pencairan. Mengingat waktu efektif tinggal 6 minggu, khususnya bagi K/L yang tingkat penyerapannya masih rendah sulit dapat mencairkan sekitar 46 persen dana yang belum terserap. Apabila K/L mampu meningkatkan penyerapan sebesar 30 petsen saja, maka potensi penyerapan belanja K/L diperkirakan hanya mencapai sekitar 87 persen dari pagu anggaran, karena beberapa kegiatan pisik baru mulai tahap pengerjaan. IV. REKOMENDASI Upaya untuk memperbaiki kinerja penyerapan belanja K/L ke depan dengan tetap memlihara kualitas pekerjaan, kiranya perlu direkomendasikan hal-hal sebagai berikut: 1. Mempercepat penyerapan a) Memperkuat perencanaan (ketepatan alokasi dan penentuan kegiatan) masing- masing K/L agar pelaksanaan sesuai dengan perencanaan dan berjalan lancar; b) Upaya untuk mengatasi ketidaktepatan perencanaan anggaran, kiranya perlu dilakukan penegasan kepada satker agar mempertajam program dan rencana kerja dengan melakukan seleksi terhadap usulan kegiatan K/L, sehingga alokasi anggaran dapat disesuaiksn dengan kebutuhan, dan dapat menghindari terjadinya inefisiensi; ©) Upaya untuk menyederhanakan dan mempercepat mekanisme revisi, disarankan agar dapat dilaksanakan melalui satu pintu di Kementerian Keuangan (DJA/DIPB). Selanjutnya untuk meminimalisir revisi DIPA, perlu dilakukan penyederhanaan format DIPA agar setiap terjadi perubahan pergeseran satu jenis belanja dapat dilakukan tanpa melalui proses revisi, oleh karena itu K/L diwajibkan membuat perencanaan kegiatan secara matang; d) Meningkatkan fleksibilitas K/L dalam melaksanakan kegiatannya dan meningkatkan peran Kementerian Keuangan untuk mengendalikan pencapaian output melalui implementasi rewand and punishment secara Konsisten dan didasarkan pencapaian output (output based) 2. Menyeimbangkan pola penyerapan a) Mendisiplinkan bendaharawan untuk mencairkan dana sesuai rencana penarikan; b) Untuk mengatasi keterlambatan penunjukan pejabat perbendaharaan, kiranya perlu dihimbau kepada seluruh satker segera menunjuk pejabat perbendaharaan sebelum tahun anggaran dimulai, dan mempersiapkan pengganti pejabat yang akan pensiun jika mungkin sebelum tahun anggaran baru dimulai walaupun berdasar Perpres Nomor 54 Tahun 2010 masa jabatan pejabat pengelola keuangan bisa berlaku lebih dari satu tahun anggaran; ©) Upaya untuk mengatasi keterlambatan penerbitan pedoman pelaksanaan kegiatan (uklak dan Juknis) perlu dikomunikasikan agat K/L membuat time schedule Policy Paper Pusat Kebijkan APBN pelaksanaan pekerjaan (pisik dan non pisik) dan segera menerbitkan pedoman pelaksanaan kegiatan setelah DIPA disahkan; e) Upaya untuk mengatasi kurangnya pemahaman di bidang perbendaharaan, kiranya perlu dilakukan sosialisasi masalah perbendaharaan dan mekanisme pelaksanaan APBN dengan lebih intensif kepada satker pada Kanwil DJPB dan KPPN; f) Upaya untuk mengatasi kelambatan penarikan oleh rekanan/pihak ketiga, perlu dilakukan himbauan kepada satker agar dalam menunjuk rekanan/pihak ketiga dapat lebih selektif dengan mempertimbangkan aspek profesionalisme; g) Untuk mengatasi keterlambatan penyaluran bansos, kiranya perlu dilakukan tindakan yang tegas dari K/L kepada KPA yang lambat menyalurkan bansos yang ditujukan kepada masyarakat miskin, 3. Mengurangi tingkat kesenjangan a) Meningkatkan konsolidasi masing-masing internal K/L dalam mengalokasikan dana dan pencapaian output; b) Pengalokasiaan anggaran masing-masing Satker pada K/L disesuaikan dengan fungsi pokoknya (money follow function}; ©) Upaya untuk menghindari tanda bintang, kiranya perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh K/L mengenai mekanisme penyusunan APBN agar dalam proses penyusunan seluruh persyaratan yang ditetapkan dapat terpenuhi «) Upaya untuk mempercepat penyerapan, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi ‘untuk mengidentifikasi faktor penghambat penyerapan belanja K/L secara period ©) Upaya untuk optimalisasi pemanfaatan APBN perlu disusun estimasi penyerapan belanja K/L 2011 berdasarkan realisasi yang dimonitor dan dievaluasi secara periodik; ) Upaya untuk perbaikan penyerapan belanja K/L di masa mendatang, kiranya perlu dilakukan komunikasi secara intensif antara K/L, Kementerian Keuangan dan Bappenas; ) Untuk percepatan pemanfaatan dana, kegiatan prioritas didanai dari rupiah murni bukan dari dana yang bersumber dari PHLN; 1h) Untuk mempercepat proses pengadaan barang dan jasa serta menjaga kualitas output, perlu dilakukan perbaikan harga satuan dalam SBU/SBK secara periodik disesuaikan kondisi rill dan disusun standar dokumen lelang, standar kontrak, dan petunjuk teknis pelaksanaan pengadaan bagi pejabat pelaksana pengadaan dari mulai persiapan sampai dengan pembayaran; ) Untuk mempercepat kegiatan yang bersifat multiyears, kiranya perlu memberikan kemudahan ijin kontrak berlaku tidak hanya untuk konstruksi saja; j) Untuk mempercepat kinerja penyerapan, kiranya perlu dilakukan_ peningkatan Kapasitas profesionalisme SDM pejabat pelaksana pengadaan (PPK/Panitia/ Pejabat/ULP); i). Untuk menghindari tumpang tindih kebijakan, kiranya perlu dilakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pengadaan, pelaksanaan APBN/APBD, pencairan anggaran dan pertanggung- jawaban anggaran; Policy Paper Pusat Kebijokan APBN 1} Untuk Kinerja pengelola keuangan perlu diberikan peningkatan penghargaan dan perlindungan terhadap pejabat pelaksana pengadaan (PPK, Panitia/Pejabat Pengadaan/ULP/Bendahara/Panitia Pemeriksa dan Penerima Barang/Staff Proyek; mm) Upaya untuk memperbaiki penumpukan penyerapan pada akhir tahun kiranya perlu dilakukan studi komparasi ke beberapa Negara yang mempunyai karakteristik relatif sama dengan Indonesia DAFTAR PUSTAKA Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.05/2010 tentang, Penyelesaian Tagihan Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pada Satuan Kerja, Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengenaan Reward dan Punishment Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2010, Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.02/2011 tentang ‘Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2011, Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Perubahan dan Tata Cara Pembetulan Atau Penggantian Faktur Pajak, Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.02/2011 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, Jakarta Kementerian Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 11/PB/2011, tentang Tata Perubahan Atas Peraturan DJPB Nomor PER 66/PB/2005 tentang. Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 21/PB/2011, tentang Petunjuk Pencairan Dana Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Kementerian Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 22/PB/2011, tentang Tata Cara Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2011, Jakarta, Kementerian Keuiangan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER- 57/PB/2010 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Perintah Membayar dan Surat Perintah Pencairan Dana, Jakarta Kementerian Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 57/PB/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencairan dan Hibah IBRD No. TF 0993302, Jakarta, Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Jakarta Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyustnan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL), Jakarta. Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksana APBN, Jakarta, Republik Indonesia, Peraruran Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Jakarta. 20 Policy Paper Pusat Kebijaen APBN' Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Jakarta. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011, Jakarta. 21

Anda mungkin juga menyukai