Anda di halaman 1dari 7

BAHAN BAKU PEMBUATAN SABUN

Sabun merupakan zat yang jika bereaksi dengan air sadah akan
membentuk endapan. Sabun terbentuk dari garam sodium atau potassium dari
asam karboksilat panjang (seperti asam stearat, asam oleat atau palmitat dan asam
myristat) sebagai hasil hidrolisis terhadap minyak atau lemak oleh basa (NaOH
atau KOH). Sabun berfungsi sebagai emulgator terhadap kotoran, minyak dan oli
sehingga kotoran-kotoran ini mudah terlepas dan terbawa melalui pembilasan
dengan air. Sifat sabun ini menjadi kurang berfungsi apabila air untuk pencuci
atau pembilasnya bersifat sadah.
Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun
1. Minyak atau Lemak
Lemak dan minyak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun
adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan
diesterifikasi dengan gliserol. Masing masing lemak mengandung sejumlah
molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C12 (asam laurik)
hingga C18 (asam stearat) pada lemak jenuh dan begitu juga dengan lemak tak
jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi
dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat sifat sabun yang
dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam
lemak yang digunakan. Komposisi asam-asam lemak yang sesuai dalam
pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya,
panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena
dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18
atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa.
Terlalu besar bagian asam asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah
teroksidasi bila terkena udara.
Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya
lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tidak memiliki ikatan rangkap,
sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada
temperatur tinggi. Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses

pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan


ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan
mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai
dalam proses pembuatan sabun di antaranya :
a. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
dengan bahan lainnya.
b. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat
c. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti
sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa
sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai
pendek lebih rendah, daripada minyak kelapa.
d. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asamasam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin. Lemak ini biasanya
dicampur dengan minyak kelapa di ketel sabun atau penghidrolisis untuk
meningkatkan kelarutan sabun tersebut. Dalam pembuatan sabun, fatty grases (
20%) adalah bahan baku yang paling penting setelah lemak. Lemak greases dapat

didapatkan dari babi dan hewan domestik dimana bahan ini penting sebagai
sumber gliserin dari asam karboksilat. Penambahan minyak kelapa pada
pembuatan sabun sangatlah penting. Sabun dengan bahan dasar minyak kelapa
bertekstur kuat dan terlihat lebih mengkilat. Minyak kelapa sebagian besar
mengandung gliserida dari asam laurtat dan asam myristat.
Bahan baku pembuatan sabun sangat banyak konsumennya, terutama
soda kausatik, garam, soda ash, dan kausatik potasium, begitu pula sodium silikat,
sodium bikarbonat, dan trisodium fosfat. Bahan anorganik yang ditambahkan pada
pembuatan sabun disebut Builders. Tetrasodium pirofosfat dan sodium
Tripolifosfat merupakan bahan tambahan pada sabun yang dinamakan Builders.
2. Alkali
Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah
NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa
dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling
banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam
pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu
soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan
asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).
Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut
dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan
sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan
air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat
mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun
industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga.
3. Bahan Pendukung Pembuatan Sabun
Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses
penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan
gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan
tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.
a. NaCl.

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun.


Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang
terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang
digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl
digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak
mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi,
sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan
magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.
b. Bahan aditif.
Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun
yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik
konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain :
1. Builders (Bahan Penguat)
Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat
mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang
berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat
berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan
kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung
lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran
yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa
senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat
atau zeolit.
2. Fillers Inert (Bahan Pengisi)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar
volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata
mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi
sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai
bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3.

Pewarna

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini


ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk
mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik.
Biasanya warna-warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau
maupun orange.
4. Parfum
Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang
peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya,
walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah
memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk
sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9.
Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke
mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum
untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan
parfum ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal
umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada
umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif.
Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain
yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan
harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum
yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water,
alpine, dan spring flower.
Sifat Sifat Sabun
a. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O
b.

CH3(CH2)16COOH + OH-

Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa
ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan
buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
2CH3(CH2)16COONa + CaSO4

Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

c.

Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia


koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci
kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus
polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16
yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut
dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik
(suka air) dan larut dalam air. Bagian non polar dari sabun yaitu CH3(CH2)16
larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar
sedangkan bagian polarnya yaitu COONa + larut dalam air, hidrofilik dan juga
memisahkan kotoran polar.

Prosedur pembuatan sabun


Sabun merupakan hasil produk dari trigliserida dan NaOH yang mempunyai
produk samping berupa gliserol. trigliserida merupakan ester dari gliserol dan tiga
asam lemak.
Cara mendapatkan trigliserida adalah minyak dari tumbuhan atau hewan
yang merupakan penyusun utamanya.cara pembuatan sabun adalah
mencampurkan trigliserida dengan NaOH.reaksinya dinamakan reaksi
penyabunan (saponifikasi)
beberapa cara pembuatan sabun:
1. proses dingin
pembuatan sabun dilakukan pada suhu biasa.pada proses ini reaksi penyabunan
berjalan lambat.dan gliserol tidak dapat dipisahkan
2. proses panas
minyak terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu 90 derajat celsius baru
ditambahkan NaOH.pada proses ini reaksi berjalan cepat.tetapi pada proses
ini gliserol tidak dapat dipisahkan
3. proses pendidihan
pada proses ini NaOH dan minyak dipanaskan bersama-sama. kemudian
ditambahkan larutan garam misal NaCI untuk memisahkan gliserol.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Bahan baku pembuatan sabun. http://inuyashaku.wordpress.com/.


2011/06/04/483/#more-483 (Diakses pada 21 September 2014)
Anonim.2013. Dasar-dasar pembuatan sabun. http://kerajinanhomeindustry.
blogspot.com/2013/06/dasar-dasar-pembuatan-sabun-dan-sufat.html
(Diakses pada 21 September 2014)
Fitri, devi. 2013. Mekanisme pembuatan sabun. http://devhyvhy.blogspot.com/
2013/10/mekanisme-pembuatan-sabun.html (Diakses pada 21 September
2014)
Riata, Rita.2010.Sabun. http://ritariata.blogspot.com/2010/08/sabun.html.(Diakses
pada 6 September 2014.)

Anda mungkin juga menyukai