Anda di halaman 1dari 42

DEVINISI RUANG OPERASI

I.

FASILITAS YANG TERDAPAT DALAM RUANG OPERASI


a) FASILITAS RUANGAN
Ruang Pendaftaran.
a. Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi,
khususnya pelayanan bedah.
b. Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan
dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.
c. Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang
pendaftaran.
d. Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket
pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan
pendataan pasien bedah dan penandatanganan surat pernyataan dari keluarga
pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.
e Kegiatan administrasi meliputi :

1) Pendataan pasien bedah.


2) Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah.
3) Rincian biaya pembedahan.
Ruang tunggu pengantar.
Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang
ini perlu disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas
pelayanan bedah. Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat

televisi dan ruangan dilengkapi sistem pengkondisian udara.


Ruang tunggu pasien.
Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien
sebelum dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh petugas
Ruang Operasi Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk ke
kompleks ruang operasi. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah
Sakit RS tidak memungkinkan, kegiatan pada ruangan ini dapat di
laksanakan di Ruang Transfer.

Ruang transfer.
a. Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi untuk
pasien bedah yang datang menggunakan stretcher dari ruang lain,
pasien tersebut dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi
Rumah Sakit.

b. Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga

pasien.
c. Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)
Ruang persiapan pasien.
a. Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum
memasuki ruang operasi.
b. Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit
membersihkan tubuh pasien bedah, dan mencukur bagian tubuh yang
perlu dicukur.
c. Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah
dengan pakaian khusus pasien Ruang Operasi Rumah Sakit.
e. Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke

ruang operasi.
Ruang induksi.
Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan
darah pasien bedah, memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien
untuk beristirahat/ menenangkan diri, dan memberikan penjelasan pada pasien
bedah mengenai tindakan yang akan dilaksanakan. Anastesi dapat dilakukan
pada ruangan ini. Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit RS tidak
memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di Ruang Operasi.

Ruang penyimpanan peralatan / instrumen bedah.


Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk
pembedahan dipersiapkan pada ruang ini.
Ruang operasi .
a. Ruang operasi digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan
operasi dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk
memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan operasi/bedah.
Ruang operasi harus dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi.
b. Di ruang operasi, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang
Operasi Rumah Sakit ke meja operasi/bedah.
c. Di ruang ini pasien operasi dilakukan pembiusan (anestesi).
d. Setelah pasien operasi tidak sadar, selanjutnya proses operasi dimulai

oleh Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.


Ruang pemulihan.
Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan ruang operasi dan
diawasi oleh perawat. Pasien operasi yang ditempatkan di ruang
pemulihan secara terus menerus dipantau karena pembiusan normal atau

ringan. Daerah ini memerlukan perawatan berkualitas tinggi yang dapat


secara cepat menilai pasien tentang status : jantung, pernapasan dan
physiologis, selanjutnya melakukan tindakan dengan memberikan
pertolongan yang tepat.
Setiap tempat tidur pasien pasca operasi dilengkapi dengan masing
masing satu outlet Oksigen, suction, Compressed Air, kotak kontak listrik,
dan peralatan monitor. Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat
disediakan dan dilengkapi dengan defibrillator, airway, obat-obatan
darurat, dan persediaan lainnya.Komunikasi ruang PACU ( Post
Anaesthetic Care Unit) langsung ke ruang dokter bedah dan perawat
bedah dengan interkom. Tombol panggil darurat ditempatkan diseluruh

ruangan Ruang Operasi Rumah Sakit.


Ruang ganti pakaian ( loker ).
Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas
medik mengganti pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang
operasi.Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang
dipegang oleh masing-masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat
menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat yang sdh disteril. Loker
dipisah antara pria dan wanita. Loker juga dilengkapi dengan toilet.

Ruang dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
a. Ruang kerja.
b. Ruang istirahat/kamar jaga.
Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan
furnitur. Sedangkan pada ruang istirahat diperlukan sofa. Ruang Dokter

perlu dilengkapi dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.


Scrub station.
a. Scrub station, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah dan
petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam
ruang operasi.
b. Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya
di scrub station.
c. Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depan ruang operasi.
d. Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara
lain :

1) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua)


orang.
2) Aliran air pada setiap kran cukup.
3) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer.
4) Dilengkapi dengan tempat cairan desinfektan.
5) Dilengkapi sikat kuku.
Gambar Scrub station untuk 2 orang.

Ruang utilitas kotor.


a. Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan.
b. Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke
ruang kotor (disposal, spoel Hoek).
c. Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan
CSSD (Central Sterilized Support Departement)untuk dibersihkan dan

disterilkan.
d. Ruang Laundri dan CSSD diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.
Ruang linen.
Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan
pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah Sakit.
Janitor.
Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat
menempatkan barang-barang kotor di dalam kontainer tertutup yang
berasal dari ruang-ruang di dalam bangunan (sarana) Ruang Operasi
Rumah Sakit untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan di luar
bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.

Alur Kegiatan Ruang Operasi


b) FASILITAS ALAT PADA RUANG OPERASI
Beberapa contoh peralatan yang terdapat pada ruang operasi :
Meja Operasi.
Lampu operasi
Mesin Anestesi
Peralatan monitor bedah
Film Viewer.
Instrument Trolley untuk peralatan bedah.
Mesin suction

Gambar ruangan operasi beserta peralatan


II.

STANDART RUANGAN OPERASI


a) STANDART UMUM
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1204/MENKES/SK/X2004, persyaratan Ruang Operasi adalah sebagai berikut:
Indeks angka kuma: 10 CFU/m
Indek pencahayaan: 300 500 lux
Standar suhu: 19 24 C
kelembaban: 45 60 %
tekanan udara: Positif
Indeks kebisingan 45 dBA
b) STANDART BANGUNAN

ZONA 1 :

area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran),


ruang tunggu keluarga pasien
janitor
ruang utilitas kotor.

ZONA 2 :

Ruang dokter dan perawat


Ruang Tunggu Pasien
Ruang transfer
Ruang loker
Pantri

ZONA 3 :

Ruang persiapan

Ruang peralatan/instrument steril


Ruang induksi
Area scrub up,
Ruang pemulihan (recovery)
Ruang linen

ZONA 4 :

Ruang operasi

ZONA 5 :

Meja operasi
c) STANDART KELISTRIKAN, AIR DAN GAS
Standart kelistrikan
a. Sumber daya listrik

Sumber daya listrik pada bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit,


termasuk katagori sistem kelistrikan esensial 3 , di mana sumber
daya listrik normal dilengkapi dengan sumber daya listrik siaga dan

darurat untuk menggantikannya, bila terjadi gangguan pada sumber


daya listrik normal.
b. Jaringan
Sistem jaringan pengkabelan harus di sesuaikan kebutuhan dan
tujuan agar tidak terjadi kerusakan kabel dan sebagainya.
c. Terminal
1) Kotak kontak (stop kontak)
a) Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya
satu kutub pembumian terpisah yang mampu menjaga
resistans yang rendah dengan kontak tusuk pasangannya.
b) Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih
berat dari udara dan akan menyelimuti permukaan lantai
bila dibuka, Kotak kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5
m) di atas permukaan lantai, dan harus dari jenis tahan
ledakan.
2) Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi
SNI 04 0225 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik
(PUIL 2000), atau pedoman dan standar teknis yang berlaku.
d. Pembumian
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem
harus memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan
melalui tahanan yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan
yang disebut dengan sistem penyamaan potensial pembumian (Equal
potential grounding system). Sistem ini memastikan bahwa hubung
singkat ke bumi tidak melalui pasien.

Standart air
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit harus dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem
pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta

penyaluran air hujan.


Standart gas
a. Vakum, udara tekan medik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan
dengan pemipaan ke ruang operasi. Outlet-outletnya bisa dipasang di
dinding, pada langit-langit, atau digantung di langit-langit.

b. Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang


lain, sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel
berbunyi, pasokan oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari
panel-panel yang berada di koridor-koridor, Bel dapat dimatikan, tetapi
lampu indikator yang memonitor gangguan/kerusakan yang terjadi tetap
menyala sampai gangguan/kerusakan teratasi.
c. Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan
gas medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas
cadangan pada mesin anestesi.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem gas medik dan vakum medik pada bangunan Ruang
Operasi Rumah Sakit mengikuti

DEVINISI RUANG ICU

I.

DEVINISI RUANG ICU ( INTENSIVE CARE UNIT )


1. Definisi
Ruang ICU adalah unit pelayanan rawat inap dirumah sakit yang memberikan
perawatan khusus pada penderita yang memerlukan perawatan yang lebih intensif
yang mengalami gangguan kesadaran, gangguan pernafasan, dan mengalami
serangan penyakit akut. ICU menyediakan kemampuan, saran dan prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Sebagian besar penderita yang dirawat
diruang ICU adalah pasien yang menderita berbagai penyakit komplikasi, akut, atau

kronis sehingga pasien rentan terhadap terjadinya interaksi antar obat yang
digunakan.
2. Beberapa Persyaratan ICU
a. Letak dekat UGD, OK, ruang pulih, laboratorium, radiologi, sumber air, listrik,
pencahayaan baik dan memenuhi syarat
b. Unit terbuka luas 16-20 m2/tt tertutup luas 24-28 m2/kamar
c. Kamar isolasi
d. Tempat tidur khusus Setiap unit perawatan intensif harus memiliki sumber
energi elektrik, air, oksigen, udara terkompresi, vakum, pencahayaan,
temperatur dan sistem kontrol lingkungan yang menyokong kebutuhan pasien
serta tim perawatan intensif dalam kondisi normal maupun emergensi. Peralatan
monitoring yang harus tersedia bagi tiap-tiap pasien antara lain pemantau
denyut jantung, frekuensi respirasi, level oksigen arterial dan EKG.
3. Peralatan standart pada ICU
a. Sumber O2, udara tekan, penghisap sentral
b. Peralatan lain :
Alat untuk mempertahankan jalan nafas, melakukan ventilasi, bantu

hemodinamik (kantong pompa infus, penghangat darah)


Monitoring portable
Selimut pengatur suhu tubuh Peralatan standar di Intensive Care Unit
(ICU) meliputi ventilasi mekanik untuk membantu usaha bernafas
melalui endotracheal tubes atau trakheotomi; peralatan hemofiltrasi
untuk gagal ginjal akut; peralatan monitoring; akses intravena untuk
memasukkan obat, cairan, atau nutrisi parenteral total, nasogastric tubes,
suction pumps, drains dan kateter; serta obat-obatan inotropik, sedatif,
antibiotik broad spectrum dan analgesik. Indikasi Pasien Masuk
Intensive Care Unit (ICU) Pasien sakit kritis, pasien tak stabil yang
memerlukan terapi intensif, mengalami gagal nafas berat, pasien bedah
jantung Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasif dan non
invasif, sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi Pasien
yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
walaupun manfaatnya minimal (misal penderita tumor ganas metastasis,
komplikasi infeksi, dsb) Kriteria Pasien Keluar Intensive Care Unit

(ICU).
4. Alur Dokter / Perawat / Staf :
a. Ganti pakaian di Loker.
b. Masuk daerah perawatan pasien.

c. Keluar melalui alur yang sama.


5. Alur pasien :
a. Pasien masuk ICU berasal dari Instalasi Rawat Inap, Instalasi Gawat Darurat,
Instalasi Bedah.
b. Pasien ke luar dari daerah rawat pasien menuju :
ruang rawat inap bila memerlukan perawatan lanjut, atau
pulang ke rumah, bila dianggap sudah sehat.
ke ruang jenazah bila pasien meninggal dunia.
6. Alur alat/material :
1. Alat/Material kotor dikeluarkan dari ruang rawat pasien ke gudang kotor (dirty
utility).
2. Sampah padat dikirim ke Incinerator.
3. Instrumen/linen dikirim ke CSSD.
4. Barang-barang kelengkapan perawatan dibersihkan di Instalasi CSSD.
5. Instrumen/linen yang telah steril disimpan di gudang bersih (clean utility).
Barang-barang kelengkapan perawatan yang telah dibersihkan disimpan di
gudang bersih (clean utility).
II.
No

PERSYARATAN TEKNIS SARANA BANGUNAN INSTALASI ICU


MACAM

JUMLAH

KETERANGAN

Dianjurkan satu kompleks


dengan K.bedah dan K.

Lokasi

pulih

Letak antara out patien/in


patien

Terisolasi

Standar tertentu terhadap :


o Bahaya api
o Bakteriologis
o Kabel monitor
o Ventilasi
o Pipa air
o Komunikasi
o AC

Bangunan

o Exhaust fan

Lantai
o Mudah dibersihkan,
keras dan rata
o Unit terbuka ukuran
12-16 m2 pert. Tidur
atau
o Unit tertutup ukuran
16-20 m2 per t. Tidur
o Jarak antara t. tidur
minimal 2 m

Alat
komunikasi

1 buah

Intern ekstern RS

5
6

Tempat

Model bak dengan 3 4 rak

cuci

yang dapat dibuka tutup

tangan

dengan siku/kaki

Ruang dokter
jaga
Ruang tempa buang
kotoran

Ruang tempat
7

menyimpan barang

dan obat
8

Ruang tunggu
keluaga pasien

Ruang perawat

10

Ruang pencuci alat

11

Dapur

12

Sumber air

1 unit

Ada sumber cadangan

220 V

voltage regulator

Sumber
13

Listrik

1 set

cadangan
14

Penerangan ruang

Lampu TL 10 Watt/m2

1 lampu per 4
15

Lampu tindakan

tidur sesuai

Lampu sorot dengan

dengan

reflector 60 Watt

kebutuhan
16

I.
II.
III.

24
>46
>6

Sesuai dengan
kebutuhan

Dari metal

Terdapat penghalang kanan


kiri

Dapat diubah posisi

(Trendelemburg/Fowler)

Sesuai dengan
17

Sumber oksigen

jumlah tempat
tidur

18

19

Udara tekan

Pendingin ruangan /

Sesuai dengan

AC

luas ruangan

Silinder

Sentral dengan wall outlets

Ada flowmeter

Medicaloksygen

Sumber udara tekan medi

Tekan 50 70 PSI

Split/Wall type

PK sesuai luas ruangan

Suhu 22 25 C

Humidity : 50 70 %

Manual tensimeter 1/bed

Automatic ( non invasive ) 1

Sesuai dengan
20

Alat penghisap

jumlah tempat
tidur

21

22

Tensimeter

EKG

Sesuai dengan
tempat tidur

1 EKG / bed

1
defibrilator /
4 bed

per 2 bed

Sendiri 2 / sentral

Kemampuan

Recorder

Monitor

Dengan angka dan wave


form

23

Pressure monitor

1 set / 6 bed

3 module

Untuk CVP, arteri intra


jantung, ICP

Infuser for blood bag


inflatable

24

25

26

Monitor kit

Pulse oxymeter

Copnorgraph
(optional)

Ventilator type I

Monitor RR

Monitor PCO2

CMV

Assisted ventilation

Alarm (low, high pressure)

Volume, CMV, ASS, SIMV,


PEEP, alarm low-high

27

Ventilator type II

pressure, humidifier,
nebulizer CPAP

28

Infant ventilator

29

Alat resusitasi

Sesuai
dengan
ventilator

Manual resuscitation

Bag 7 mask resuscitator


(adult and pediatric)

Naso dan oropharyngeal


airway (berabgai ukuran

mappelson tipe C

30

Waters system

without cannister
- Berbagai ukuran
- Laryngoscope,

- Berbagai ukuran

McIntosh type
complete with 4

- Berbagai ukuran

blades
- Orotracheal tube
with cuff (no. 6
9,5)
- Nasotracheal tube
with cuff (no. 6 9)
31

- ET tube, plain (no.


2,5 5,5)

- 1 set

- Berbagai ukuran

- 2 set

- Berbagai ukuran

- 1 set
- 1 set
- 1 set
- 1 set

ET stylette

- 1 set

Magill forcep

- 1 set

- Pembuka mulut

- 1 set

(mouth sore-ader)
tipe Ferguson
Et brush
Antibite device
32

Emergency lit +

Minimal 2 buah

Tempat obat-obat gawat

darurat

emergency trolley
33
34

Thermometer air
raksa
Elektronik
thermometer

1 buah per bed


1 per 2 bed

Temperature monitor
dengan anal/nasal probe
- 24 jam sehari

- Sentralisir di
35

Sarana pendukung

lab. Elektronik, kadar


gula, kimia darah

lab. RS
- Bila bed >16

analisis gas darah


portable X-ray

36

Gantung infuse

Sesuai dengan

Mobile dan gantung

kebutuhan
- baju perawat
- jas dokter

37

Pakaian khusus

secukupnya

- baju pengunjung
- sandal
- Dengan jarum detik

38

Jam dinding

39

Nurse station

- Quarts
- Metal dan kaca

40

Lemari instrumen

- 4 tingkat per rak


- Double viewer

41

Negatoscop (optional)

- Dengan lampu

42

Minor surgery set

43

Venous cut down set

44

Cricothyrothomy set

45

Tracheostomy

46

Treatment trolley
- Standard 220 V

47

Titik keluar listrik

48

Papan resusitasi

49

Matras anti decubitus

- Minimal 75 cm dari lantai

- Suhu 4 5 C
50

Lemari pendingin

- Untuk menyimpan obat dll


- Kecil, sedang, besar

51

Tromol segala ukuran

52

Infuser for blood bag

Mediquick / felwall

Fiberoptik

Dewasa dan anak

53

54

- Tempat linen steril

broncoscope
Transcutaneous gas
monitor

LEVEL II

- 1 set

Mengukur Pt O2 dan Pt CO2

- optional 1

: Mempunyai alat-alat ventilasi mekanik dan pemantauan yang lebih

canggih (non-invasif dan invasive)


LEVEL III

: Mempunyai alat-alat ventilasi mekanik dan pemantauan yang lebih

canggih dan kemampuan melakukan bantuan hidup ekstra korporatif

1. Ratio kebutuhan tempat tidur.


Jumlah tempat tidur di daerah rawat pasien, dipengaruhi oleh :
a) Jumlah tempat tidur pasien di rumah sakit.
b) Jumlah kasus yang memerlukan pelayanan ICU.
Untuk rumah sakit, diasumsikan jumlah tempat tidur pasien di instalasi ICU antara 2 ~
5% dari total tempat tidur pasien.
2. Persyaratan umum ruang.
a. Komponen penutup lantai memiliki persyaratan sebagai berikut :
Tidak terbuat dari bahan yang memiliki lapisan permukaan dengan porositas

yang tinggi yang dapat menyimpan debu.


Mudah dibersihkan dan tahan terhadap gesekan.
Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata.
Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh ruangan
pelayanan.

Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari

lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).


Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus dari

lapisan permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah).


Penggunaan bahan vinil khusus yang dipakai untuk penggunaan Rumah Sakit

sangat dianjurkan.
b. Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut :
Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak berjamur.
Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori

pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu.


Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata.

c. Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut :


Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, serta tidak

III.

berjamur.
Memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga

tidak menyimpan debu.


Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan.

PERSYARATAN TEKNIS PRASARANA BANGUNAN INSTALASI ICU.


1. Struktur Bangunan.

a. Bangunan instalasi ICU, strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh, dan


stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan
kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan instalasi ICU, lokasi, keawetan, dan
kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
b. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi
sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan
struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang
timbul akibat gempa dan angin.
c. Dalam perencanaan struktur bangunan instalasi ICU terhadap pengaruh
gempa, semua unsur struktur bangunan instalasi ICU, baik bagian dari sub
struktur maupun struktur bangunan, harus diperhitungkan memikul pengaruh
gempa rancangan sesuai dengan zona gempanya.
d. Struktur bangunan instalasi ICU harus direncanakan secara detail sehingga
pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjai
keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna
bangunan instalasi ICU menyelamatankan diri.
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembebanan, ketahanan terhadap gempa
dan/atau angin, dan perhitungan strukturnya mengikuti pedoman dan standar
teknis yang berlaku.

2. System Proteksi Petir.


a. Bangunan instalasi ICU yang berdasarkan letak, sifat geografis, bentuk,
ketinggian dan penggunaannya berisiko terkena sambaran petir, harus dilengkapi
dengan instalasi proteksi petir.
b. Sistem proteksi petir yang dirancang dan dipasang harus dapat mengurangi secara
nyata risiko kerusakan yang disebabkan sambaran petir terhadap bangunan
instalasi ICU dan peralatan yang diproteksinya, serta melindungi manusia di
dalamnya.
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan,
pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir mengikuti SNI 03 7015 2004, atau
edisi terakhir, Sistem proteksi petir pada bangunan gedung, atau pedoman dan
standar teknis lain yang berlaku.
3. System Proteksi Kebakaran.

a. Bangunan instalasi ICU, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan


sistem proteksi pasif dan proteksi aktif.
b. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi risiko
kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan
kondisi penghuni dalam bangunan instalasi ICU.
c. Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,
ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam
bangunan instalasi ICU.
d. Bilamana terjadi kebakaran di ruang ICU, peralatan yang terbakar harus segera
disingkirkan dari sekitar sumber oksigen atau outlet pipa yang dimasukkan ke
ruang ICU untuk mencegah terjadinya ledakan.
e. Api harus dipadamkan di ruang ICU, jika dimungkinkan, dan pasien harus segera
dipindahkan dari tempat berbahaya. Peralatan pemadam kebakaran harus
dipasang diseluruh rumah sakit . Semua petugas harus tahu peraturan tentang
cara-cara proteksi kebakaran. Mereka harus tahu persis tata letak kotak alarm
kebakaran dan tahu menggunakan alat pemadam kebakaran.
f. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan sistem proteksi pasif dan proteksi aktif mengikuti :
SNI 03 3988 19950, atau edisi terakhir, Pengujian kemampuan

pemadaman dan penilaian alat pemadam api ringan.


SNI 03 1736 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perancangan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan

gedung.
SNI 03 1745 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem pipa tegak dan slang untuk pencegahan bahaya

kebakaran pada bangunan gedung.


SNI 03 3985 2000, atau edisi terakhir,Tata cara perencanaan,
pemasangan dan pengujian sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.


SNI 03 3989 2000, atau edisi terakhir, Tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya

kebakaran pada bangunan gedung.


atau pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.

4. System Kelistrikan.
a. Sumber daya listrik pada bangunan instalasi ICU, termasuk katagori sistem
kelistrikan esensial 3 , di mana sumber daya listrik normal dilengkapi dengan

sumber daya listrik siaga dan darurat untuk menggantikannya, bila terjadi
gangguan pada sumber daya listrik normal.
b. Jaringan.
kabel listrik dari peralatan yang dipasang di langit-langit tetapi yang bisa
digerakkan, harus dilindungi terhadap belokan yang berulang-ulang
sepanjang track, untuk mencegah terjadinya retakan-retakan dan

kerusakan-kerusakan pada kabel.


Kolom yang bisa diperpanjang dengan ditarik, menghindari bahaya-

bahaya tersebut.
Sambungan listrik pada kotak kontak harus diperoleh dari sirkit-sirkit
yang terpisah.

Ini menghindari akibat dari terputusnya arus karena bekerjanya pengaman lebur
atau suatu sirkit yang gagal yang menyebabkan terputusnya semua arus listrik
pada saat kritis.
c. Terminal.

Kotak Kontak ( Stop Kontak ).


- Setiap kotak kontak daya harus menyediakan sedikitnya satu kutub
pembumian terpisah yang mampu menjaga resistans yang rendah
dengan kontak tusuk pasangannya.
- Karena gas-gas yang mudah terbakar dan uap-uap lebih berat dari
udara dan akan menyelimuti permukaan lantai bila dibuka, Kotak
kontak listrik harus dipasang 5 ft ( 1,5 m) di atas permukaan lantai,
dan harus dari jenis tahan ledakan.
- Jumlah kotak kontak untuk setiap tempat tidur di daerah pelayanan
kritis, minimal 6 buah, sesuai SNI 03 7011 2004, Keselamatan
pada bangunan fasilitas kesehatan.

Sakelar.
Sakelar yang dipasang dalam sirkit pencahayaan harus memenuhi SNI 04
0225 2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000), atau
pedoman dan standar teknis yang berlaku.

d. Pembumian.
Kabel yang menyentuh lantai, dapat membahayakan petugas. Sistem harus
memastikan bahwa tidak ada bagian peralatan yang dibumikan melalui tahanan
yang lebih tinggi dari pada bagian lain peralatan yang disebut dengan sistem
penyamaan potensial pembumian (Equal potential grounding system). Sistem ini
memastikan bahwa hubung singkat ke bumi tidak melalui pasien.

5. System Gas Medik dan Vakum Medik.


a. Vakum, udara tekan medik, oksigen, dan nitrous oksida disalurkan dengan
pemipaan ke ruang ICU. Outlet-outletnya bisa dipasang di dinding, pada langitlangit, atau digantung di langit-langit.
b. Bilamana terjadi gangguan pada suatu jalur, untuk keamanan ruang-ruang lain,
sebuah lampu indikator pada panel akan menyala dan alarm bel berbunyi, pasokan
oksigen dan nitrous oksida dapat ditutup alirannya dari panel-panel yang berada
di koridor-koridor, Bel dapat dimatikan, tetapi lampu indikator yang memonitor
gangguan/kerusakan yang terjadi tetap menyala sampai gangguan/kerusakan
teratasi.
c. Selama terjadi gangguan, dokter anestesi dapat memindahkan sambungan gas
medisnya yang semula secara sentral ke silinder-silinder gas cadangan pada mesin
anestesi.
6. System Sanitasi.
Untuk memenuhi persyaratan sistem sanitasi, setiap bangunan instalasi ICU harus
dilengkapi dengan sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah,
kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
a. System air bersih.
Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya.


Sumber air bersih dapat diperoleh dari sumber air berlangganan dan/atau
sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.
Perencanaan sistem distribusi air bersih dalam bangunan instalasi ICU

harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem air bersih pada bangunan instalasi ICU mengikuti

SNI 03 6481 2000 atau edisi terakhir, Sistem Plambing 2000, atau
pedoman dan standar teknis lain yang berlaku.
b. System pembuangan air kotor / air limbah
Sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah harus direncanakan dan

dipasang dengan mempertimbangkan jenis dan tingkat bahayanya.


Pertimbangan jenis air kotor kotor dan/atau air limbah diwujudkan dalam
bentuk pemilihan sistem pengaliran/pembuangan dan penggunaan

peralatan yang dibutuhkan.


Pertimbangan tingkat bahaya air kotor dan/atau air limbah diwujudkan

dalam bentuk sistem pengolahan dan pembuangannya.


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pemasangan, dan
pemeliharaan, sistem pembuangan air kotor dan/atau air limbah pada
bangunan instalasi ICU mengikuti SNI 03 6481 2000 atau edisi
terakhir, Sistem Plambing 2000, atau pedoman dan standar teknis lain
yang berlaku.

DEVINISI RUANG IGD

http://dadang-saksono.blogspot.com/2010/07/perencanaan-dan-fasilitasgedung.html

PERENCANAAN DAN
FASILITAS GEDUNG
RADIOLOGI
oleh aksanur rizal
Dalam merencanakan rumah sakit baru atau melengkapi
rumah sakit yang sudah ada dengan peralatan radiologi,
maka beberapa hal harus diperhatikan secara teliti dengan
maksud supaya peralatan radiologi yang sudah terpasang
bisa berperan secara efektif dan ekonomis. Dengan
demikian, peralatan radiologi yang merupakan pengeluaran
terbesar untuk sebuah rumah sakit dapat memberikan
pelayanan yang sebaik mungkin pada penduduk yang
memerlukan jasa pemeriksaan radiologis.

Sehubungan dengan itu, hal-hal yang perlu diperhatikan


ialah :
Lokasi Bagian Radiologi, sama seperti Laboratorium
Klinik, yaitu ditempatkan sentral, sehingga mudah dicapai
dari poliklinik, kamar bedah, bangsal, unit perawatan
intensif, dan sebagainya.
Kekuatan dan besarnya peralatan radiologi harus
sesuai dengan tipe rumah sakit yang akan dibangun.
Sebagaimana diketahui, tipe rumah sakit menurut ketentuan
Departemen Kesehatan yang terakhir ialah :
- Rumah sakit kelas A
- Rumah sakit kelas B
- Rumah sakit kelas C1
- Rumah sakit kelas C2 (dulu kelas D)
Rumah sakit kelas A dan B tidak dibahas lebih lanjut, karena
pada umumnya rumah sakit tipe tersebut sudah mempunyai
ahli radiologi dan penata Roentgen berijazah, sehingga

diharapkan sudah mengetahui tentang syarat-syarat Bagian


Radiologi suatu rumah sakit.
Pengaiaman pada masa lampau menunjukkan, bahwa
kadangkala sebuah alat Roentgen yang sangat besar
ditempatkan di rumah sakit tipe C, sedangkan ruangan yang
memadai tidak ada dan kapasitas listrik tidak mencukupi.
Lagipula ahli radiologi dan penata Roentgennya belum
tersedia. Penempatan alat Roentgen seperti di atas
merupakan pemborosan yang sia-sia, karena alat itu akan
terbengkalai dan rusak berkarat tanpa dapat dimanfaatkan
oleh pasien yang sangat memerlukan jasa pemeriksaan
radiologis. Hal semacam ini harus dicegah demi efisiensi
pemakaian dana pemerintah dan swasta yang terbatas.
Peralatan untuk, rumah sakit tipe Ci dan C2 akan dibahas
tersendiri.
Proteksi radiasi peralatan Roentgen dan dinding
ruangan harus dapat dipertanggungjawabkan untuk
menjamin keamanan pasien, karyawan, dan penduduk
pada umumnya.
Tabung Roentgen, gelas timah hitam, tabir fluoroskopi
konvensional, diafragma, filter tambahan, karet timah hitam

pada tabir, meja Bucky, harus dapat


dipertanggungjawabkan dan memenuhi persyaratan
International Committee on Radiation Protection (ICRP),
yaitu sebuah badan dari International Society of Radiology.
Alat-alat untuk proteksi radiasi yang dipakai oleh ahli
radiologi atau karyawan, seperti sarung tangan yang dilapisi
timah hitam dan jubah proteksi yang terbuat dari karet timah
hitam setebal 0,5 mm Pb harus tersedia. Meja pengontrol
alat Roentgen harus berada di belakang dinding proteksi
yang tebalnya ekuivalen dengan 2 mm Pb. Demikian juga
jika dipakai gelas timah hitam, tebalnya harus 2 mm Pb.
Was ruangan menurut ketentuan Departemen Kesehatan
harus 5 x 6 m sehingga memberikan kemungkinan untuk
memasukkan tempat tidur pasien secara leluasa. Dinding
ruangan terbuat dari bata yang dipasang melintang lartinya
1 bata; jika dipasang memanjang harus dipakai 2 batal.
Bata yang dipakai harus berkualitas baik, berukuran 10 x 20
cm. Plesteran dengan campuran semen dan pasir yang
tertentu. Dinding yang dibuat menurut aturan ini ekivalen
dengan 2 mm Pb.

Arah penempatan pesawat harus sesuai dengan petunjuk


ahli-ahli Departemen Kesehatan atau ahli radiologi. Tinggi
ruangan minimum 300 cm. Jendela boleh ditempatkan 2 m
di atas dinding untuk meringankan biaya proteksi. Kawat
listrik yang dipakai besarnya menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku dan harus dihubungkan dengan tanah.
Asesoris yang dipakai untuk pemeriksaan Roentgen
seperti karet, tabir penguat (intensifying screen), film,
mutlak harus baik keadaannya untuk mencegah
timbulnya artefak-artefak. Dalam pengalaman sehari-hari
tidak jarang ditemukan pemeriksaan yang penuh dengan
artefak. Bukankah ini berarti, bahwa pemeriksaan semacam
ini akan memberikan kemungkinan diagnosis yang salah,
yang berarti juga pasien yang sehat dapat didiagnosis
dalam keadaan patologis tertentu. Hal ini tentu tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Karena itu setiap kaset harus
dibersihkan secara rutin setiap bulan dengan sabun mandi
atau cairan khusus untuk itu dan jangan menggunakan
sabun deterjen.
Perlu juga diperhatikan dengan teliti identifikasi pasien pada
film, paling sedikit harus dapat dilihat mana yang kanan,

mana yang kiri dari pasien, dan kode pemeriksaan pasien.


Nama pasien, tanggal pemeriksaan dan nomor urut
pemeriksaan kemudian ditulis dengan huruf yang jelas
setelah film dikeringkan. Lebih baik lagi jika data pasien
diketik dan kemudian diproyeksikan secara elektris di kamar
gelap dengan sebuah alat sederhana yang dapat dibuat
sendiri. Hasilnya memuaskan dan akan memberi bobot
yang lebih baik bagi Bagian Roentgen yang bersangkutan.
Kamar gelap yang dipakai luasnya kira-kira 10 m2 dan
dibuat juga bak-bak pencucian film dengan dinding
porselin putih. Lantai dibuat dari bahan yang mudah
dibersihkan. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa
kamar gelap yang dipakai di rumah sakit di Indonesia
merupakan salah satu matarantai yang lemah sedemikian
rupa sehingga untuk menilai baik atau tidaknya Bagian
Roentgen di Indonesia cukup dengan menilai kamar
gelapnya. Kamar gelap harus selalu bersih dan ini
mencerminkan kualitas petugas yang bekerja di dalamnya.
Air yang dipakai, harus bersih dan mengalir.
Perlengkapan lain yang diperlukan ialah termometer untuk
mengukur suhu cairan developer, kipas angin atau

exhauster agar udara dalam kamar gelap selalu bersih dan


cukup nyaman bagi petugas yang bekerja di dalamnya
selama berjam-jam.
Untuk masuk ke kamar gelap dapat dipakai sistem lorong
yang melingkar tanpa pintu atau sistem 2 pintu untuk
menjamin supaya cahaya tidak masuk. Warna dinding
kamar gelap tidak perlu hitam, sebaiknya dipakai warna
yang cerah, kecuali lorong lingkar ke kamar gelap dicat
hitam untuk mengadsorpsi cahaya sebanyak mungkin.
Tipe alat Roentgen untuk rumah sakit kelas CZ
sebaiknya Basic X-ray Unit (BXU) sesuai dengan Basic
Radiology System yang dikembangkan dengan anjuran
WHO. Sistem ini dinamakan Basic Radiology System (BRS)
yang dikembangkan sejak 1970.
Pengoperasian alat ini sederhana dan dibuat sedemikian
rupa sehingga aman sekali dari segi bahaya radiasi. Dalam
praktek di beberapa negara, ternyata alat ini dapat
menampung 70 % dari semua pemeriksaan yang dibuat di
rumah sakit besar. Tenaga listrik yang diperlukan berasal
dari 4istrik PLN atau jika belum ada aliran listrik yang cukup
atau tidak ada sama sekali, bisa juga dioperasikan dengan

baterai. Alat ini tidak dilengkapi dengan fluoroskopi yang


banyak memancarkan radiasi jika dilakukan oleh seorang
yang tidak berpengalaman. Di banyak negara dan juga di
Indonesia ketentuan ini sudah dapat diterima. Fluoroskopi
hanya dilakukan untuk menilai pergerakan seperti
pergerakan diafragma, pulsasi jantung, dan sebagainya.
Fluoroskopi paru yang dulu banyak dilakukan di negara kita
untuk diagnosis, sekarang lambat laun ditinggalkan. Di
rumah sakit tipe C, (RS-Cl) dapat ditempatkan alat
Roentgen 500 mA-100 KV, dengan 2 tabung dan dilengkapi
alat fluoroskopi. Di RS-C, ini sebaiknya ada ahli radiologi
untuk membantu keahlian lain dalam pekerjaannya. Dengan
sendirinya di tingkat rumah sakit ini harus ada penata
Roentgen yang berijazah.
Untuk RS A dan B, perencanaan perlengkapan radiologi dan
lain-lain sebaiknya diserahkan pada ahli radiologi yang akan
bekerja di sana dengan kerjasama ahli-ahli Departemen
Kesehatan. Unsur-unsur ini tentunya harus betul-betul
profesional dalam bidangnya masing-masing. Pengalaman
pahit di waktu yang lampau harus dihindarkan untuk
mencegah pemborosan dana yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Segi penting yang kurang diperhatikan dalam


merencanakan peralatan radiologi baru ialah tersedianya
ahli radiologi, tenaga para medik berijazah, petugas kamar
gelap, dan sebagainya. Tenaga ahli radiologi sudah dapat
dipenuhi untuk setiap ibukota propinsi, rumah sakit swasta
dan ABRI, dalam 5-10 tahun mendatang ini.
Tenaga lulusan Akademi Penata Roentgen IAPRO) masih
kurang sekali. Lagipula penempatan tenaga ini di perifer
mengalami kesulitan. Program Kesehatan Departemen
Kesehatan sebenarnya justru dititikberatkan untuk
meningkatkan taraf kesehatan di daerah. Bilamana program
Basic Radiology System (BRS) dapat diterima oleh
pemerintah, maka akan diperlukan banyak sekali tenaga
operator Basic X-ray Unit (BXU) untuk mengoperasikan
pesawat secara bertanggungjawab agar diperoleh hasil
pemeriksaan yang baik.
Oleh karena itu operator BXU harus dilatih dulu melalui
suatu sistem kursus yang diselenggarakan di rumah sakit
yang berfungsi sebagai rumah sakit akademik yang besar.
Pada saat yang sama BXU dapat di uji terus menerus
dimana kelemahannya. Dengan demikian ada kerjasama

yang baik antara Departemen Kesehatan dan Fakultas


Kedokteran demi meningkatkan daya deteksi penyakit
rakyat, seperti misalnya penyakit paru, dan lain-lain.
Kemungkinan diagnosis dini seperti yang diharapkan,
mungkin bisa berhasil lebih baik daripada sekarang.
Sampai sekarang baru dibahas perencanaan dan
pemakaian alat-alat Roentgen yang mempunyai peranan
dalam pencitraan diagnostik (diagnostic imaging).
Bagaimana pemakaian alat-alat canggih di rumah sakit di
Indonesia?
Perkembangan terakhir Pencitraan Diagnostik dibicarakan
dalam bab berikutnya. Disini hanya disinggung beberapa
hal yang kiranya perlu diperhatikan dalam perencanaan dan
penentuan alat radiologis canggih yang akan dibeli oleh
rumah sakit terutama rumah sakit swasta.
Dari pemeriksaan canggih yang ada seperti ultrasonografi,
angiokardiografi, digital subtraction angiography, kedokteran
nuklir, tomografi komputer, dan magnetic resonance, yang
dapat dijangkau oleh rumah sakit swasta pada saat ini
hanya ultrasonografi dan mungkin tomografi komputer.

Pemeriksaan canggih lainnya sebaiknya diserahkan pada


rumah sakit pemerintah/akademik, karena peralatannya
terlalu mahal, banyak memerlukan ruangan, alat tambahan
dan diperlukan banyak tenaga profesional.
Juga perencanaan dan penentuan pemakaian alat tomografi
komputer (CT) di rumah sakit swasta harus
dipertimbangkan de ngan masak-masak. Alat ini masih
mahal untuk tingkat ekonomi negara kita. Daya beli
masyarakat masih rendah dan biaya pemeriksaan tidak bisa
ditentukan hanya berdasarkan dalil ekonomi semata-mata.
Banyak faktor lain yang turut menentukan besarnya biaya
pemeriksaan pasien.
Karena alat tomografi komputer khusus untuk kepala
sekarang sudah tidak dibuat lagi,
maka dengan sendirinya harus dibeli alat tomografi
komputer seluruh tubuh. Keputusan bagi rumah sakit
swasta untuk membeli tomografi komputer akan bergantung
pada perkembangan rumah sakit tersebut, lokasinya, tingkat
kemajuan dan profesionalisme spesialisasi lain di rumah
sakit tersebut serta faktor-faktor lainnya.

Daftar pustaka
Radiologi Diagnostik, sub bagian radiodiagnostik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, 2000
A Rational Approach to Radiodiagnostic Investigations.
Technical Report Series, No. 689, WHO, Geneva, 1983.
Future use of new imaging technologies in developing
countries. Technical Report Series, No. 723, WHO, Geneva,
1985.
Gani Ilyas : Fasilitas Diagnostik Roentgen untuk rumah sakit
umum. Kongres Nasional II Ikatan Ahli Radiologi Indonesia,
2-4 Juli 1973, Jakarta, Hal. 5-8.
Gani Ilyas S: Perkembangan dan peranan radiologi di
Indonesia dalam menunjang program kesehatan nasional.
Pidato pada upacara pengukuhan sebagai gurubesar
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 30 Mei
1981.
WHO-Report : Seminar on the use of Medical Radiological
Apparatus and Facilities. 9-21 December 1970, Singapore,
WHO, Geneva.

Anda mungkin juga menyukai