Anda di halaman 1dari 10

Eksistensi Tenaga Pendidik di Indonesia

OPINI | 22 August 2013 | 21:01

Dibaca: 35

Komentar: 0

Pendidikan ialah hal yang sangat penting demi kemajuan sebuah negara,
karena kualitas penduduk dapat menentukan maju dan mundurnya suatu
negara.
Di negara berkembang, khususnya di Indonesia untuk mendapat pendidikan yang berkualitas
tak semua kalangan dapat merasakannya. Hingga muncul sebuah selogan pendidikan
berkualitas hanya untuk warga kalangan atas. Menegaskan bahwa penduduk kalangan
bawah harus nerimo ing pandum yaitu menerima keadaan dirinya sesuai yang
ditasbihkan Gusti Pengeran.
Dari zaman penjajahan Belanda sudah terjadi diskriminasi pendidikan terhadap kaum
pribumi. Penddidikan hanya untuk anak-anak belanda dan kaum ningrat semata.Bahkan
pendidikan diharamkan bagi kaum perempuan.
Secara formal Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah kenyataan yang direncanakan untuk
mewujudkan siatuasi dan proses belajar, untuk membuat siswa meningkatkan kemampuan
mereka secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan dan juga keterampilan yang dibutuhkan oleh mereka dan dengan
lingkungan mereka.
Dikutip dalam pembukaan UUD 45 mencerdaskan kehidupan bangsa tak ada
implementasi yang merata pada kenyataannya. Tujuan mulia bangsa yang sejak
diproklamirkannya kemerdekaan pada tanggal 18 Agustustus 1945, Belum sepenuhnya
tercapai. Untuk memperoleh generasi yang cerdas tentu dibutuhkan tenaga pendidik yang
berkualitas. Saat ini tercatat total guru di indonesia sebanyak 2,7 juta. Dari jumlah tersebut
1,5 juta atau 57,4 % diantaranya belum berkualifikasi sarjana atau diploma empat (S1/ D4).
Belum lagi kompetensi, kualitas dan kualifikasi guru yang beragam.
Pembangunan untuk sarana dan fasilitas memang perlu namun ada yang lebih penting yaitu
perlunya membangun guru yang mempunyai soft skill yang bisa menarik minat siswanya
dalam memahami materi pelajaran. Kedekaatan guru dengan siswa serta metode yang
digunakan menentukan berkualitas tidaknya guru tersebut. Menjadikan pelajaran yang
dulunya tidak disukai menjadi pelajaran yang diminati bahkan diingat hingga tua.
Mengutip cerita perjalanan Govind Vashdev seorang trainer sewaktu di India, mengatakan
saat ini kualitas pendidikannya boleh disejajarkan dengan negara-negara maju, di sana masih
banyak tempat dimana anak-anak duduk berkumpul di bawah pohon rindang dan seorang
berdiri di dekat batang dengan kapur tulis. Tempat itu disebut sekolah. Sebaliknya bila semua
fasilitas tersedia namun guru tidak hadir di sana, maka kita tidak bisa menyebutnya sekolah.
Belajar dari Jepang
Terhitung 68 tahun sudah Indonesia merdeka, namun galiat pendidikan di Indonesia masih
lamban dibanding Jepang. Padat tahun 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya
disaat itu pula Jepang mengalami masa-masa pahit yang kita semua tahu pada tanggal 6 dan 9
Agustus 1945 secara berurutan, Amerika menyerang kota Hiroshima dan Nagasaki dengan

bom atom yang menyebabkan Jepang lumpuh seketika. Jumlah korban yang mencapai
240.000 jiwa tak membuat Jepang larut akan duka yang berkepenjangan. Dalam kurun waktu
30 tahun dunia dibuat tercengang dengan ketangkasan Jepang dalam penanganan setelah
penyerangan tersebut dan menjadi salah satu jantung perekonomian dunia.
Setelah hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki oleh bom atom, Kaisar Jepang
memerintahkan perdana menteri dan seluruh jajarannya untuk berkumpul. Yang manrik dari
rapat mendadak ini adalah pertanyaan pertama yang Kaisat lontarkan. Kaisar tidak
menanyakan berapa prajurit yang tersisa, berapa uang yang masih kita punya, tidak juga
menanyakan berapa penduduk yang meninggal atau selamat. Yang Kaisar tanyakan kepada
seperangkat menteri adalah berapa guru yang masih kita miliki?. Kaisar Jepang sadar betul
bahwa langkah awal untuk membangkitkan Jepang yang porak poranda saat itu ialah dengan
membangun sistem pendidikan yang berkualitas.
Yang perlu dicatat akan bangsa Jepang, dari segi budaya mereka menerapkan sistem kerja
kolektif dan bukan merupakan bangsa yang senang meniru. Mereka selalu berusahabelajar
dari kemajuan dan kesalahan bangsa lain tanpa harus mencontoh seuthnya. Para ilmuanilmuan Jepang emmpunyai andil yang sangat penting untuk pembangunan bangsanyas.
Ketika para ilmuan Jepang belajar ilmu tekhnologi maupun perekonomian di Amerika taupun
di Eropa, saat kembali ke tanah airnya mereka mendapat apresiasi dari negaranya dan dengan
bangga mempersembahkan apa yang mereka peroleh dengan menerapkan modifikasi
keunikan sistem sosial dan sistem budaya yang mereka miliki.
Penulis berharap Indonesia dapat belajar dari Jepang mengenai kiat kebangkitan bangsa
Jepang tanpa meniru seutuhnya.
Dwi rahayu : http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/22/eksistensi-tenagapendidik-di-indonesia-586261.html

Mendidik Siswa dengan Hati


OPINI | 21 August 2013 | 20:37

Dibaca: 280

Komentar: 13

Sebagai pendidik, tentu pernah merasa tidak suka terhadap sikap peserta
didik yang nakal dan selalu membuat masalah (ulah). Namun kita harus
sangat berhati-hati dalam mengekspresikan perasaan itu. Kita tidak boleh
dengan serta merta membentak apalagi menampar anak seperti itu.
Kadangkala, siswa yang nakal dan bermasalah, hanya menjadikan
kenakalan itu sebagai alat untuk mencari perhatian dari teman atau
gurunya. Di sinilah perlunya keteladanan dari seorang pendidik terutama
teladan untuk menunjukkan sikap empati
Para siswa yang sering membuat masalah, seringkali disebabkan oleh
kurangnya perhatian, terutama di lingkungan keluarga. Orang tua terlalu
sibuk dengan pekerjaan. . Beruntung kalau mereka masih bisa
menyisihkan waktu bagi anaknya. Faktanya, ada banyak orang tua yang
tidak sempat mendengarkan anak, dengan alasan sudah terlalu capek
bekerja seharian. Oleh karena itu, kesempatan mereka bersama anakanak sangat kurang. Akibatnya kehidupan anak lebih banyak dihabiskan
bersama teman-teman, pembantu, televisi atau bermacam-macam mainan
kesukaan. Lalu kepada siapa mereka akan curhat ketika mereka memiliki
masalah di Sekolah? Kepada siapa mereka akan menumpahkan
perasaannya, ketika merasa dijauhi oleh teman-temannya? Apakah
pembantu, televisi dan mainan itu cukup sebagai tempat curhat?
Keberhasilan pendidikan, khususnya di Sekolah tidak hanya ditentukan
oleh kemahiran guru dalam mengajar. Namun lebih kepada bagaimana ia
mendidik para siswanya. Guru yang baik adalah seseorang yang bisa
mengajar sekaligus bisa mendidik para siswanya. Dengan kemampuannya
untuk mengajar dan mendidik secara baik, akan dihasilkan anak-anak yang
tidak hanya pandai secara intelektual, namun juga secara akhlak dan
keimanan. Pada akhirnya akan menghasilkan generasi penerus yang arif
dan bijaksana.
Mengajar hanya terbatas pada pemberian materi atau bahan ajar,
sedangkan mendidik lebih kepada bagaimana sikap dan perilaku guru
dalam keseharian. Ia akan menjadi model atau figur teladan bagi peserta
didik. Oleh karena itu, mengajar itu penting, namun lebih penting lagi
adalah kegiatan mendidik. Mengajar lebih mengarah kepada bagaimana
membangun kecerdasan pikiran manusia, membangun manusia-manusia
yang pandai secara intelektual. Kegiatan mendidik lebih condong kepada
proses bagaimana menyadarkan peserta didik dapat mengubah dirinya
menjadi manusia seutuhnya, baik secara intelektual, spiritual, moral dan
sosial. Penyadaran itu tidak bisa dilakukan melalui pengajaran saja, tetapi

terutama lewat pendidikan di mana prinsip keteladanan dari sang guru


diberlakukan. Tanpa sebuah keteladanan (melalui kata maupun tindakan)
yang baik, seorang siswa yang nakal akan tetap menjadi nakal, bahkan
mungkin akan semakin nakal.
Keadaan seperti ini patut diwaspadai. Jangan sampai anak menjadi
semakin nakal, semakin tidak terkontrol emosinya, atau salah dalam
memilih tempat curhat, bahkan melampiaskan perasaannya melalui sikap
dan tindakan yang kurang terpuji, seperti suka membuat ulah (masalah). Di
lain pihak, Pembantu tidak bisa menggantikan posisi orang tua. Kasih
orang tua tidak sama dengan kasih pembantu. Acara televisi dan mainan
tidak cukup untuk berbagi cerita. Media itu tidak bisa memberikan
pendidikan yang memadai bagi anak. Justru sebaliknya, banyak iklan dan
acara TV yang tidak mendidik ke arah yang benar. Di sisi lain, kita tidak
bisa menyalahkan kondisi di atas.
Oleh karena itu, peran seorang guru dalam mendidik siswanya, terutama
bagi yang bermasalah sangat diharapkan. Pengabdian yang tanpa pamrih
serta sikap empati seorang guru sangat berarti bagi mereka. Berempati
adalah sikap peduli kepada orang lain secara nyata, baik dalam kata
maupun tindakan. Guru yang berempati adalah sosok yang murah senyum,
ramah, lembut tetapi tegas. Ia tidak akan mudah marah kepada siswa yang
membuat ulah. Ia akan mencari tahu mengapa siswa itu begitu, solusi apa
yang tepat untuk memecahkan masalah itu. Marah terhadap tindakan salah
dari siswa boleh saja, tetapi jangan asal marah. Kalau guru hanya marahmarah dan menyalahkan siswa bermasalah, tanpa memberi perhatian dan
solusi tepat, justru akan menambah beban baginya. Guru yang baik harus
tetap memberikan pengarahan dan bimbingan serta kasih sayangnya
kepada siswa yang bermasalah. Dengan demikian, guru benar-benar bisa
berperan menjadi orang tua di Sekolah bagi para siswanya. Ia tidak lagi
menjadi sosok yang terlihat galak dan menakutkan. Ia justru akan menjadi
sahabat bagi para siswanya.
Tidak berlebihan jika guru dikenal sebagai seorang pahlawan tanpa tanda
jasa, yang selalu memiliki semangat untuk mengabdi tanpa pamrih. Dalam
dirinya terdapat prinsip luhur bahwa menjadi guru adalah sebuah
panggilan. Kalau guru adalah pahlawan, maka ia seharusnya mau
berjuang bagi banyak orang, terutama bagi siswanya. Ia membukakan
mata yang buta pengetahuan, membebaskan mereka yang terbelenggu
kebodohan serta memberii tuntunan kepada mereka yang tidak tahu arah
tujuan. Ini adalah pengabdian besar dan tidak mudah. Guru yang memiliki
empati, tidak akan pernah menjadikan sekolah sebagai lahan bisnis,
melainkan lahan perjuangan untuk membangun generasi muda yang arif
dan bijaksana. Guru yang baik tidak hanya menguasai bidang
pengajarannya, tetapi juga yang sadar akan tugasnya sebagai pendidik. Ia

sadar sepenuhnya bahwa siswanya tidak hanya meneladani apa yang ia


ajarkan malalui pembelajaran dalam kelas, tetapi terlebih dari sikap dan
perilaku sang guru.
Lilik Firdayanti : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/08/21/mendidiksiswa-dengan-hati-585370.html

Bimbingan Belajar dan Guru Privat,


Praktik yang Adilkah untuk Pelajar?
OPINI | 22 August 2013 | 20:45

Dibaca: 71

Komentar: 0

Berita di BBC news pada tanggal 2 Agustus 2013 (lihat link ini) tentang penggunaan guru
privat atau private tutors di Inggris cukup menggoda saya untuk menulis artikel ini karena
menurut saya cukup relevan dengan kondisi di Indonesia. Dalam berita tersebut, disampaikan
hasil survei mengenai kebergantungan para orang tua di Inggris untuk menggunakan private
tutors (guru privat atau lembaga bimbingan belajar di Indonesia) guna memperbesar peluang
anak mereka untuk mendapatkan kursi di Grammar School. Sebagai catatan, Grammar
School di Inggris adalah salah satu jenis sekolah untuk anak-anak mulai Year 7 (setingkat
SMP Kelas 1). Berbeda dengan sekolah umum lainnya di Inggris yang tidak menerapkan
proses seleksi masuk, Grammar School melakukan seleksi kepada calon muridnya. Grammar
School ini jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan sekolah umum. Tetapi kualitas
dan fasilitas Grammar School secara rata-rata dianggap jauh lebih bagus daripada sekolah
umum.
Selanjutnya dalam berita tersebut juga disampaikan kekhawatiran bahwa penggunaan guru
privat menyebabkan para murid tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk masuk
sekolah bergengsi tersebut. Para murid tidak berjuang dalam kancah seleksi yang sama (a
level playing field) karena sebagian calon murid sudah dilatih untuk sukses menghadapi ujian
masuk.
Hasil survei tersebut, walaupun belum mewakili populasi murid yang mengikuti seleksi di
seluruh Inggris, tidak urung mengundang perhatian Ketua Asosiasi Grammar School Inggris
untuk memastikan semua murid yang mengikuti seleksi berlomba di arena pertarungan yang
sama. Yang menjadi perhatian adalah mereka bukan mencoba untuk menghentikan praktik
tutorial tersebut, tetapi bagaimana memastikan tutorial tersebut tidak menimpulkan dampak
terhadap hasil seleksi. Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai dampak apa yang
dimaksud. Tetapi karena mereka berbicara mengenai a level of playing field, maka dampak
yang mungkin ditimbulkan oleh penggunaan guru privat adalah:

1. Karena sebagian murid sudah dilatih secara intensif untuk familiar dalam
mengerjakan soal seleksi, maka seleksi menjadi tidak terlalu adil lagi
karena murid yang tidak ikut bimbingan belajar seperti sudah kalah
sebelum bertanding. Hanya murid-murid yang paling cerdas saja, tanpa
mengikuti bimbingan belajar, yang mampu lulus seleksi.
2. Murid yang lebih kaya, artinya yang mampu ikut bimbingan belajar atau
menyewa guru privat, mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk lulus
seleksi karena lebih siap dan familiar menghadapi soal-soal yang diujikan.
3. Sebaliknya, sebagian murid yang tidak mampu menyewa guru privat,
biasanya siswa tidak mampu, akan mempunyai kesempatan yang lebih
kecil untuk dapat lulus seleksi.

Sebetulnya fenomena penggunaan bimbingan belajar dan guru privat ini menurut pendapat
saya juga akan menimbulkan dampak jangka panjang, misalnya:

1. Karena biasanya hanya murid yang pandai dan kaya yang bisa masuk
grammar school, maka di sekolah akan terjadi ketidakseimbangan sosial
yang bisa saja berpengaruh pada kehidupan sosial murid-murid di sekolah
tersebut. Mereka tidak punya kesempatan untuk belajar keragaman latar
belakang yang ada di masyarakat.
2. Murid-murid yang berasal dari keluarga miskin akan sulit untuk
menaikkan kehidupan sosial dan ekonominya melalui tingkat dan kualitas
pendidikan yang lebih baik.
3. Dalam level yang lebih tinggi, murid-murid yang berasal dari sekolah
grammar dan sekolah elit lainnya akan menguasai sebagian besar posisi
kunci di masyarakat ketika mereka dewasa. Hal ini mungkin saja akan
menimbulkan dampak negatif misalnya mereka akan menerbitkan
kebijakan yang kurang pro terhadap rakyat kebanyakan karena mereka
hampir tidak pernah bersentuhan dengan rakyat kecil sejak masa sekolah.
Upaya yang asosiasi lakukan bekerja sama dengan para akademisi adalah menyusun soal
seleksi yang andal, valid dan resisten terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh bimbingan
belajar atau guru privat untuk melatih muridnya. Upaya lainnya yang dilakukan oleh mereka
adalah menghimbau orang tua untuk tidak menggunakan jasa bimbingan belajar. Hal ini jelas
disebutkan dalam surat pemberitahuan seleksi, yang selengkapnya saya kutip sebagai
berikut we wish to remind parents that intensive coaching or tutoring for the test is not
recommended, but urge you to ensure that your child is familiar with the format of the test
from the enclosed examples.
Bagaimana dengan Indonesia?
Bimbingan belajar di Indonesia juga sudah puluhan tahun ada dan saat ini semakin menjamur
keberadaannya mulai dari bimbingan belajar tingkat sekolah dasar sampai dengan sekolah
menengah. Bukan rahasia lagi bahwa murid-murid yang bisa mengikuti bimbingan belajar
adalah murid yang berasal dari keluarga mampu. Walaupun perlu dilakukan riset tersendiri,
kebanyakan murid yang mampu dan mengikuti bimbingan belajar mempunyai peluang lebih
besar untuk mendapat nilai bagus. Tidak aneh jika kemudian sekolah dan universitas elit di
negeri ini kemudian diisi oleh sebagian besar murid dan mahasiswa yang berasal dari
keluarga mampu. Sedangkan anak-anak yang berasal dari keluarga miskin makin terdesak
saja dengan ditambah biaya pendidikan yang semakin mahal. Dampak-dampak yang terjadi
mungkin sama dengan yang sudah saya sebutkan di paragraf sebelumnya.
Untuk menghindari semakin lebarnya kesenjangan sosial pada masyarakat, Pemerintah perlu
menjamin pemerataan kesempatan bagi seluruh lapisan masyarakat untuk menerima
pendidikan yang berkualitas bagus. Jika ingin mengikuti solusi yang dilakukan oleh Asosiasi
Grammar School Inggris, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memastikan
soal Ujian Akhir Nasional (karena seleksi untuk sekolah di Indonesia saat ini masih
menggunakan nilai UAN) adalah soal-soal yang andal, valid dan resisten terhadap upaya-

upaya yang dilakukan oleh bimbingan belajar atau guru privat untuk membantu murid dalam
mencapai nilai bagus. Solusi ini diperlukan untuk membuat UAN menjadi ajang pertarungan
yang sama baik bagi murid yang mampu secara finansial mengikuti bimbingan belajar atau
guru privat maupun bagi murid yang tidak mampu. Hal ini bukan tugas yang mudah. Solusi
untuk melarang bimbingan belajar dan guru privat juga mungkin bukan jalan keluar yang
terbaik. Tantangan mendasarnya sebetulnya adalah bagaimana memastikan pemerataan
kualitas sekolah-sekolah di negeri ini sehingga murid dan orang tua yakin dengan proses di
sekolah tanpa membutuhkan bantuan tambahan dari lembaga bimbingan belajar atau guru
privat.
TEGUH WIDODO: http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/22/bimbingan-belajardan-guru-privat-praktik-yang-adilkah-untuk-pelajar--583176.html

KURANGNYA BUDAYA MALU DI


INDONESIA AKIBAT PLAGIARISME
OPINI | 22 August 2013 | 23:47

Dibaca: 19

Komentar: 0

Plagiarisme atau umum dikenal sebagai penjiplakan bukan merupakan masalah remeh temeh
di dunia ini. Masalah plagiarism dapat menyebabkan seseorang dicabut gelarnya, dikeluarkan
dar seuatu perguruan tinggi . Sebenarnya plagiarism sering terjadi di dunia pendidikan, yang
palng sering terjadi di masa SMA. Pada masa SMA, guru sering memberi tugas makalah dan
presentasi karena sekarang jaman sudah canggih hampir semua murid SMA mencari sumber
materi di internet, hal itu memang bukan masalah akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya,
setelah mereka meng-copy paste materi tanpa memberi tahu pada pendengar atau pembaca
pekerjaan mereka bahwa mereka mengutip kata-kata itu dari internet, setiap makalah hampir
tidak ada tulisan bahwa mereka mengutip pendapat seseorang bahkan guru mereka sendiri
pun tidak menegur atau member informasi tentang aturan pengutipan suatu pendapat.
Kebiasaan yang di anggap remeh inilah yang membuat bangsa ini kian menutup mata pada
plagiarism, sehingga banyak yang secara tidak sengaja lupa menunjukkan bahwa mereka
mengutip pendapat orang lain.
Plagiarisme secara tidak sengaja merupakan salah satu dari jenis-jenis plagiarisme menurut
Satroasmoro (2007). Jenis-jenis plagiarisme menurut Sastroasmoro terdiri dar beberapa aspek
pertama aspek yang dijiplak, aspek ini terdiri dari 4 kategori yaitu plagiarisme ide, isi, tulisan,
dan plagiarisme total. Kita semua tahu kalau plagiarism total adalah plagiarism terparah yang
dilakukan oleh makhluk berkingdom animalia yang dikenal dengan nama manusia.
Plagiarism ide tidak hanya berupa tulisan akan tetapi bisa berbentuk gambar, film, cover film
lagu.
Di Indonesia sendri budaya plagiarism bukan hal yang mengherankan bahkan salah satu band
di Indonesia secara terang-terangan bahwa mereka tidak malu menjiplak lagu luar negeri,
mereka tidak hanya menjiplak satu lagu tetapi lebih dari itu. Inilah yang membuat rakyat
Indonesia makin menganggap remeh hal-hal yang berhubungan dengan plagiarism.
Selain dunia music, dunia perfilman juga pernah dan bukan hanya pernah tetapi sering
menjiplak karya dari Negara luar. Cover film Indonesia banyak yang sangat mirip dengan
cover film luar negeri. Hal inilah yang makin mendukung budaya plagiarism, masyarakat
Indonesia sangat menyukai dunia entertaint dan untuk meng-entertaint masyarakat, para
pelaku dunia entertaint melegalkan segala cara. Plagiarism adalah jalan tercepat menuju
kurangnya budaya malu. Sebab plagiarism mengakibatkan kemunduran moral bangsa akan
menghargai suatu karya yang orisinil, kemunduran moral tersebut mengakibatkan kurangnya
rasa malu masyarakat Indonesia jika menjiplak.
Bagaimana Indonesia mau maju jika tokoh masyarakat kita menjiplak? Tokoh mayarakat atau
terpandang baik di masyarakat bisa menjadi pengaruh besar terhadap masyarakatnya, mereka
menjadi model bagi masyarakat menjado contoh akan kegiatan yang pantas dilakukan dan
tidak pantas dilakukan.
Untungnya di salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia yaitu Universitas Indonesia
masih tetap menjunjung tinggi kejujuran dan keaslian suatu karya. Universitas Indonesia
erupakan perguruan Tinggi paling berpengaruh di Indonesia sehingga plagiarism masih kalah

dengan kejujuran dan keaslian. Negara Indonesia masih membudayakan kejujuran dan
keaslian. Kita sebagai generasi penerus bangsa juga harus menjunjung tinggi kejujuran dan
keaslian karya kita.
Untuk membuat karya yang orisinal, kita sebagai orang muda didorong untuk berpikir kritis.
Dengan berpikir kritisakan menghasilkan ide-ide yang dapat membawa Indonesia menuju
perbaikan. Penghargaan masyarakat Indonesia terhadap suatu karya akan lebih baik, sebuah
penghargaanlah yang dibutuhkan untuk mendukung putera-putera bangsa mewujudkan
Indonesia yang lebih baik.
Esensi : Plagiarisme membawa Indonesia menuju kebobrokan, kejujuran dan keaslian dapat
mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Junjung tinggi kejujuran dan keaslian suatu karya
Sumber : http://veniwulandari.blogspot.com/2008/12/plagiarisme.html
http://lppm.narotama.ac.id/2013/07/10/mengenal-jenis-jenis-plagiarisme/
http://mardoto.com/2009/03/29/band-dmasiv-plagiator-coba-cek-sendiri-saja/
http://ceriabebek.blogspot.com/2012/11/contoh-kasus-plagiat-pada-cover-film.html
stellanisa nagari: http://edukasi.kompasiana.com/2013/08/23/kurangnya-budayamalu-di-indonesia-akibat-plagiarisme-583229.html

Anda mungkin juga menyukai