Anda di halaman 1dari 8

MENINGITIS

1. Definisi Meningitis
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam
selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan
medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak
yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan jumlah sel
dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab yang paling
sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau meningitis
bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis Meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet infection
17
yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok penderita.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri-bakteri ini
disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi-sekresi
tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal
dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan
otak
2. Infectious Agent Meningitis
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa. Penyebab
paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih
fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak
yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat. Infectious Agent meningitis
purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus
paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan
umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus influenzae, Neisseria
meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan
oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria. Penyebab
meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.
Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak
dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu
Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex , Herpes zooster, dan
enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
3. Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf yang
halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga
lapis, yaitu:
Ameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum tulang belakang,
cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi atas durameter bagian luar
yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal)
meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan

diafragma sella.
3.2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan subdural yang
berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah
arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan
serebrospinal.
3.3. Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai
darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan otak dan
mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada
reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke
sumsum tulang belakang.
4. Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh
yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya pada
penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran
bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di
dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus
dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka
atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan
reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi; dalam waktu
yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang
subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit
dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua
lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan
dalam terdapat makrofag.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan
trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-neuron. Trombosis serta organisasi
eksudat perineural yang fibrino-purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang
disebabkan oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan
oleh bakteri.
5. Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah dan
kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui
pungsi lumbal.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit
penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh Mumpsvirus
ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh pembesaran kelenjer parotid
sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis yang disebabkan oleh Echovirus
ditandai dengan keluhan sakit kepala, muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai

dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan
ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler
pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala,
muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan gastrointestinal.
Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas tinggi, mual, muntah,
gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu
ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan
penyebab Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh
Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa biasanya
dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga bersifat akut dengan
gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan nyeri punggung. Cairan
serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.
Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium prodormal selama
2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa. Pada anak-anak,
permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-muntah, nafsu makan
berkurang, murung, berat badan turun, mudah tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur
terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang
timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan
sangat gelisah.
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan gejala penyakit lebih
berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang disertai kejang terutama
pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat
menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah
lebih hebat. Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
6. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga
didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian
ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif
(+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan
kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada
leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada
pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
7. Pemeriksaan Penunjang Meningitis
Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar
glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis
Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan.
Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi)
dan foto dada.
8 Epidemilogi Meningitis
8.1. Distribusi Frekuensi Meningitis
a. Orang/ Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis. Penyakit ini lebih
banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata
pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak karena sistem
kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara berkembang adalah
pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi pada anak usia 6-12
bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di
Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.
7
Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000. Setelah 10 tahun penggunaan
9
vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000. Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate
meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.
b. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi rendah, lingkungan
16
yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA. Penyakit
meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan pada negara maju.

Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang luas
wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian penyakit
ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi
dengan KLB besar secara periodikdi daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate
meningitis yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.
c. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-kasus infeksi saluran
pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih
tinggi pada musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi
pada musim kering.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim panas
karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Di Amerika Serikat pada tahun
1981 Insidens Rate meningitis virus sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus
terjadi pada musim
panas.
8.2. Determinan Meningitis
a. Host/ Pejamu
Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang bayi di bawah usia
dua tahun. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak
kulit hitam dibandingkan yang berkulit putih. Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap
kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang
pada usia di bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa
pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis setelah
beberapa hari mendapat suntikan BCG.
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik menemukan odds
ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk menderita meningitis Tuberculosis
sebesar 0,2. Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq (2000) di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis
pada anak menunjukkan penurunan resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali
bila penderita diberi BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG.
Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan dewasa muda (1218 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita campak, Gondongan (Mumps)
atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis
Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak menyerang lakilaki daripada perempuan. Penelitian yang dilakukan di Korea (Lee,2005) , menunjukkan resiko
laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih besar dibanding perempuan.
b. Agent
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis purulenta paling sering
disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus influenzae sedangkan
meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan virus. Bakteri
Pneumococcus adalah salah satu penyebab meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien
meninggal akibat meningitis hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi
dan orang lanjutusia.

Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan dapat
menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup A,B,C,X,Y,Z dan W 135.
Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan Amerika Latin, grup B dan
C sebagai penyebab utama sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A. Wabah
meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000
menunjukkan bahwa 64% merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan
wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup
W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling banyak menimbulkan penyakit.
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit flu biasa dan
umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui
sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang tidak diimunisasi. Virus
Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33 % kasus meningitis aseptik, Echovirus dan
Enterovirus merupakan penyebab dari 50 % kasus. Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada
laki-laki 2 kali lebih sering dibanding perempuan.
c. Lingkungan
Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis bakteri yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan dengan kebersihan yang
buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah dengan penderita infeksi saluran
pernafasan. Risiko penularan meningitis
Meningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-kamp tentara
dan jemaah haji.
Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding dengan frekuensi infeksi
Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit
ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan keadaan sosial ekonomi rendah, lingkungan
kumuh dan padat, serta tidak mendapat imunisasi.
Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering terjadi selama musim
panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen pengantar virus. Lebih sering
dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa. Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi
saluran pernafasan bagian atas.
9. Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan
penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum
diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai prognosis
yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta, tetapi
50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh persen
meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara dan
gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi. Prognosa
jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh umur dan pada
stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8
minggu.

Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh
lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang tepat
penyembuhan total bisa terjadi.
10. Pencegahan Meningitis
a. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi individu
yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti Haemophilus influenzae type
b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7), Pneumococcal (MCV4), dan MMR (Measles
dan Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan
MMR. Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga
97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6
bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan
interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum dapat membentuk
antibodi.
Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada
orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah
jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG.
Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5
2
m /orang), ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita
dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak,
sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal
hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa gejala
(asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat
ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal
meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan
otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah
penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita secara dini. Penderita juga
diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab
meningitis yaitu :
b.1. Meningitis Purulenta
b.1.1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson. b.1.2.

Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson. b.1.3. Neisseria


meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
b.2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)
Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat dapat ditambahkan
etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison digunakan sebagai anti inflamasi
yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan mengobati edema otak.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau mengurangi
komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan
untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan untuk
belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

Anda mungkin juga menyukai