Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Masalah gizi di Indonesia saat ini memasuki masalah gizi ganda. Artinya, masalah
gizi kurang masih belum teratasi sepenuhnya, sementara sudah muncul masalah gizi
lebih. Kelebihan gizi yang menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat terjadi
baik pada anak-anak hingga usia dewasa. Salah satu yang sering terjadi akibat kelebihan
energi adalah Obesitas dan hipertensi.
Di Amerika Serikat, 20% laki-laki dan 40% wanita usia pertengahan menderita
obesitas. Di Indonsia belum ada penelitian kekerapan obesitas ini, tetapi dari studi pendahuluan proyek pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah di Jakarta Selatan
didapatkan suatu profit kekerapan obesitas sebesar 11,3%, pria 2,9% dan wanita 18,9%.
Pada penelitian selanjutnya temyata obesitas sering menimbulkan komplikasi berupa
kelainan jantung, hipertensi, diabetes melitus, gangguan pernafasan dan pada usia lanjut
sering menyebabkan kelainan sendi.
Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk
dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan. Jika keadaan ini berlangsung
terus menerus (positive energy balance) dalam jangka waktu cukup lama, maka
dampaknya adalah terjadinya obesitas. Obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh
(IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai
jenis kelaminnya.
Selain itu berisiko untuk menjadi obesitas pada saat dewasa juga berpotensi
mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa dan penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung, penyumbatan pembuluh darah dan lain-lain. Obesitas pada anak usia 6-7 tahun
juga dapat menurunkan tingkat kecerdasan karena aktivitas dan kreativitas anak menjadi
menurun dan cenderung malas akibat kelebihan berat badan.

1.2 Fakta Masalah


1.2.1Obesitas merupakan akibat dari ketidakseimbangan energi positif untuk periode
waktu yang cukup panjang. Masalah obesitas dapat terjadi pada usia anak-anak,
remaja hingga dewasa. Prevalensi obesitas (persentil >95) pada anak rentang usia 5-

15 tahun sebesar 8,3%. Faktor risiko yang paling berhubungan dengan obesitas pada
anak usia 5-15 tahun adalah tingkat pendidikan anak setelah dikontrol oleh variabel
jenis kelamin, riwayat obesitas ayah, kebiasaan olah raga dan merokok serta asupan
protein.
1.2.2Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukkan
prevalensi penduduk dengan obesitas disertai hipertensi secara nasional mencapai
31,7% (Kemenkes RI, 2010). Angka-angka prevalensi obesitas disertai hipertensi di
Indonesia telah banyak di kumpulkan. Pada tahun 2004 prevalensi obesitas disertai
hipertensi di Pulau Jawa 41,9% dengan kisaran masing-masing provinsi 36,6-47,7%
(Saputra, 2010).
1.2.3Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Beberapa penelitian
terdahulu membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah
penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang
mempunyai berat badan normal.
1.2.4Sejak tahun 1970 hingga sekarang, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat
pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3) kali lipat
pada anak usia 6-11 tahun. Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak usia 6-15
tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001.
1.2.5Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2004, hipertensi menempati urutan
ketiga sebagai penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan. Pada
tahun 2006, hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang paling sering diderita
pasien oleh pasien rawat jalan Indonesia (4,67%) setelah ISPA (9,32%).
1.3 Rumusan Masalah
1.3.1
Bagaimana hubungan risiko obesitas dengan terjadinya hipertansi?
1.3.2
Bagaimana prevalensi kejadian obesitas dan hipertensi di indonesia?
1.3.3
Bagaimana faktor risiko Obesitas pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia?
1.3.4
Bagaiman faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas pada remaja?
1.3.5
Bagaimana pengaruh faktor Stres terhadap Kekambuhan Penderita Hipertensi?
1.3.6
Apakah faktor dalam mengonsumsi Makanan dapat memicu Kejadian
Hipertensi Pada Lansia?
1.3.7
Bagaimana hubungan obesitas dengan profil tekanan darah pada anak usia 1012 tahun?
1.3.8
Bagaimana Faktor risiko pola konsumsi natrium kalium serta status obesitas
terhadap kejadian hipertensi ?
1.3.9
Bagaiman upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap terjadi Obesitas
dan Hipertensi?
1.4 Tujuan
1.4.1
Untuk mengetahui hubungan antara kelebihan energi dengan timbulnya
obesitas dan hipertensi pada manusia

1.4.2
1.4.3

Untuk mengetahui prevalensi kejadian obesitas dan hipertansi


Untuk mengetahui faktor risiko obesitas pada anak usia 5 15 tahun di

Indonesia
1.4.4
Untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas pada
remaja
1.4.5
Untuk mengetahui pengaruh faktor stres terhadap kekambuhan penderita
hipertensi
1.4.6
Untuk mengetahui makanan apa yang dapat memici terjadi hipertensi pada
lansia
1.4.7
Untuk mengetahui hubungan obesitas dengan profil tekanan darh pada anak
usia 10-12 tahun
1.4.8
Untuk mengetahui faktor risiko mengonsumsi natrium kaliumsertas status
obesitas terhadap kejadian hipertensi
1.4.9
Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah dan
menggulangi terjadinya obesitas dan hipertensi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kelebihan Energi ( Obesitas dan Hipertensi)
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan lemak yang
berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit.
Parameter yang umum digunakan untuk menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa
tubuh seseorang 25-29,9 kg/m2. Indeks massa tubuh( Body Mass Index (BMI)) adalah alat
ukur untuk menentukan apakah massa tubuh anda sudah masuk ke dalam kategori obesitas
(kegemukan) atau belum yaitu dengan membagi berat badan terhadap kuadrat tinggi badan.

Nilai indeks massa tubuh( Body Mass Index (BMI)) menurut WHO adalah sebagai
berikut:
1. Berat badan kurang : <18,5 -> Resiko sakit jantung rendah, tetapi resiko menderita
penyakit lain meningkat.
2. Normal : 18,5-24,9 -> Rata-rata penduduk
3. Berat badan lebih : 25 -> Meningkat
4. Mulai kegemukan : 25-29,9 -> Meningkat
Kegemukan tingkat 1 : 30-34,0 -> Sedang
Kegemukan tingkat 2 : 35-39,9 -> Berbahaya
Kegemukan tingkat 3 : 40 -> Sangat berbahaya
Tabel 1. Klasifikasi overweight dan obesitas berdasarkan indks massa tubuh
Klasifikasi kelas

Indeks massa tubuh (kg/m2)

Underweight

< 18,5

Normal

18,5 - 24,9

Overweight

25 - 29,9

Obesitas
Klas 1

30 - 34,9

Klas 2

35 - 39,9

Klas 3

> 40

Terjadinya obesitas melibatkan beberapa faktor , antara lain:


a. Genetik
Obesitas cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki penyebab genetik. Tetapi
anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup,
yang bias mendorong terjadinya obesitas. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-rata
faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33 % terhadap berat badan seseorang.
b. Lingkungan
Lingkungan dalam hal ini termasuk perilaku/pola gaya hidup. Misalnya: apa yang di
makan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya.
c. Psikis
Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya.
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.

d. Kesehatan
Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya: Sindrom Cushing,
Hypothyroidisme, dan Sindrom Prader-Willi. Beberapa kelainan saraf bisa menyebabkan
orang banyak makan.
e. Obat-obatan
Obat-obatan tertentu, misalnya steroid dan beberapa antidepresan, bisa menyebabkan
penambahan berat badan.
f. Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak menyebabkan bertambahnya jumlah lemak
dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak,
bisa memiliki sel lemak 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang dengan berat
badan normal.
g. Aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya
kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Seseorang yang cenderung
mengkonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang,
akan mengalami obesitas.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif yang diakibatkan oleh
perubahan pada fungsi tubuh yaitu pembuluh darah. Istilah tekanan darah berarti tekanan
pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan
darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah
sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung menguncup. Adapun tekanan darah
diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali. (Lany Gunawan,
2001). Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg.
2.2 Pengelompokkan Obesitas dan Hipertensi
2.2.1. PengelompokkanObesitas
Menurut Dietz terdapat periode kritis dalam masa tumbuh kembangan dalam
kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3
kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 7 tahun dan periode adolescence.
Menurut Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi.
Sedangkan penelitian di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi
obesitas dimasa dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi dengan OR 2,0
6,7.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Obesitas ringan artinya Kelebihan berat badan 20-40 %
b. . Obesitas sedang artinya Kelebihan berat badan 41-100 %

c. Obesitas berat artinya Kelebihan berat badan > 100 %


2.2.2. Pengelompokkan Hipertensi
Kategori hipertensi menurut batasan usia adalah sebagai berikut:
1. Pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah pada waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekanan darahnya > 145/95 mmHg.
3. Pada wanita tekanan darah > 160/95 mmHg, dinyatakan hipertensi.
Menurut Gordon H. Williams, seorang ahli penyakit dalam sebagaimana dikutip oleh
Sofia Dewi dan Digi Familia (2010) mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :
1. Tensi sistolik
*<140 mmHg : Normal *140 159 mmHg : Normal tinggi *> 159 mmHg artinya
Hipertensi sistolik tersendiri
2. Tensi diastolic
*< 85 mmHg : Normal *85 89 mmHg : Normal tinggi *90 104 mmHg : Hipertensi
ringan *105 114 mmHg : Hipertensi sedang *> 115 mmHg : Hipertensi berat.
Lembaga

kesehatan

nasional

Amerika,

National

Institute

of

Health,

mengklasifikasikan hipertensi sebagai berikut :


a. Tekanan sistolik
< 119 mmHg : Normal 120 139 mmHg : Pra-hipertensi 140 159 mmHg :
Hipertensi derajat 1 > 160 mmHg : Hipertensi derajat 2
b. Tekanan diastolic
< 79 mmHg : Normal 80 89 mmHg : Pra-hipertensi 90 99 mmHg :
Hipertensi derajad 1 > 100 mmHg : Hipertensi derajad 2
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan besar:
a. Hipertensi esensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
b. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain. Seperti
penyempitan arteri renalis atau penyakit perenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ,
tumor dan kehamilan. (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001)
Mekanisme

terjadinya

hipertensi

(patofisiologi

hipertensi)

adalah

melalui

terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE).


ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang di produksi di hati. Selanjutnya oleh hormon, rennin (diproduksi oleh
ginjal) akan di ubah menjadi angiotensin I. oleh ACE yang di produksi di paru-paru,
angiotensin I di ubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah
meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH di produksi di

hipotalamus (kelenjar pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolaritas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan keluar tubuh,
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolaritasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler.
Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. (Muhammadun AS, 2010)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Hubungan Risiko Obesitas dengan Terjadinya Hipertensi
Penelitian tahun 1959 menunjukkan adanya hubungan langsung

antara

hipertensi dengan berat badan yang berlebihan; penelitian Framingham juga


menemukan adanya kenaikan tekanan darah pada dewasa muda yang mempunyai berat
badan lebih, namun masih banyak diperlukan informasi untuk menjelaskannya. Selain itu
beberapa penelitian epidemiologi telah membuktikan pula adanya hubungan yang linier
antara obesitas dan hipertensi. Hubungan kausalnya belum dapat diketahui dengan pasti,
namun dalam pengamatan selanjutnya apabila penderita obesitas diturunkan berat
badannya maka tekanan darahnya akan turun pula. Oleh karena itu timbul beberapa teori
yang dikemukakan mengenai adanya hubungan tersebut, diantaranya yaitu :
a. Mekanisme hemodinamik
Alexander dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan volume darah sekuncup
pada volume darah pada penderita obesitas bila dibandingkan dengan yang bukan
obesitas. Juga terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh darah penderita obesitas
normotensi bila dibandingkan dengan penderita yang bukan obesitas. Sehingga timbul
pendapat bahwa peningkatan volume sekuncup, volume darah dan peningkatan
tahanan perifer memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas.
b. Aktivitas saraf simpatis
James dkk. menemukan pada penderita wanita obesitas yang diturunkan berat
badannya ternyata terjadi juga penurunan tekanan darah dan denyut jantung serta pada
pemeriksaan urinenya terdapat peningkatan sisa-sisa metabolisme katekolamin yaitu:

4-hidroksi 3-metoksi mandelikasid, sehingga timbul pendapat bahwa peningkatan


katekolamin merupakan akibat dari aktivitas saraf simpatis yang meningkat.
c. Endokrin
Miller dkk. dalam penelitiannya mendapatkan adanya pening- katan kadar insulin dan
aldosteron dalam plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi ekskresi Na
dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan jelas
mengurangi pula sekresi Na dalam glomeruli; dalam beberapa hal keadaan ini
diperkirakan juga terjadi pada manusia, sehingga adanya peningkatan insulin dan
aldosteron akan menyebabkan retensi Na dalam darah yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan volume darah, yang menyebabkan hipertensi.
3.2 Prevalensi Kejadian Obesitas dan Hipertansi di Indonesia
Masalah gizi banyak dialami oleh golongan rawan gizi yang memerlukan kecukupan
zat gizi untuk pertumbuhan. Kelompok anak hingga remaja awal (sekitar 10-14 tahun)
merupakan kelompok usia yang berisiko mengalami masalah gizi baik masalah gizi
kurang maupun gizi lebih. Prevalensi obesitas anak mengalami peningkatan di berbagai
negara tidak terkecuali Indonesia. Tingginya prevalensi obesitas anak disebabkan oleh
pertumbuhan urbanisasi dan perubahan gaya hidup seseorang termasuk asupan energi.
Menurut WHO satu dari 10 (sepuluh) anak di dunia mengalami kegemukan.
Peningkatan obesitas pada anak dan remaja sejajar dengan orang dewasa. Prevalensi
yang cenderung meningkat baik pada anak maupun orang dewasa sudah merupakan
peringatan bagi pemerintah dan masyarakat bahwa obesitas dan segala implikasinya
memerlukan perhatian khusus.
Menurut AHA (American Heart Association) di Amerika, tekanan darah tinggi
ditemukan satu dari setiap tiga orang atau 65 juta orang (28%) atau 59 juta orang
mengidap prehipertensi. Semua orang yang mengidap hipertensi hanya satu pertiganya
yang mengetahui keadaanya dan hanya 61% medikasi

(Muhammadun, 2010). Di

Indonesia sendiri hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni 6,7% dari populasi kematian pada semua umur. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
(Balitbangkes) tahun 2007 menunjukan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai
31,7% (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Di Indonesia masalah
hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi
27,5% pada tahun 2004 (Rahajeng, 2009). Prevalensi hipertensi di Pulau Jawa 41,9%,

dengan kisaran di masing-masing provinsi 36,6% - 47,7%. Prevalensi di perkotaan


39,9% (37,0% - 45,8%) dan di pedesaan 44,1 (36,2%-51,7%) (Setiawan, 2004).
Berdasarkan penelitian tahun 1975 diketahui bahwa prevalensi hipertensi di
Indonesia adalah 7,1% dengan 6,6% pada wanita dan 7,6% pada pria. Sedangkan pada
survei faktor risiko penyakit kardiovaskuler, prevalensi hipertensi di Indonesia
meningkat menjadi 13,6% pada pria dan 16% pada wanita.

3.3 Faktor risiko obesitas pada anak 5-15 tahun di Indonesia


Obesitas merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit tidak menular, antara lain
penyakit jantung, diabetes tipe 2, hipertensi dan sebagainya. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa proporsi responden yang mengalami obesitas (persentil>95) sebesar
8,3%. Keadaan obese pada anak dapat menjadi faktor risiko yang signifikan untuk
mengalami obesitas di masa dewasa, selain itu obesitas pada anak dapat menjadi masalah
medis dan psikososial. Kejadian obesitas di setiap segi kehidupan sebagai hasil dari
pengaruh genetik dan lingkungan. Obesitas merupakan penyakit yang kompleks karena
diantaranya terkait faktor hereditas, pilihan makanan, aktivitas fisik, pengaruh media,
sensasi rasa, ketersediaan tempat untuk berolahraga, ras, dan pengaruh keluarga serta
sosial.
Faktor risiko utama yang menyebabkan obesitas pada anak adalah faktor perilaku
yaitu pola makan yang tidak sehat ditambah dengan konsumsi serat (buah dan sayur)
tidak mecukupi, fisik yang tidak aktif, dan merokok.

Tabel 1.Distribusi Frekuensi

Obesitas (Anak 5-15 Tahun) Menurut Karakteristik Anak dan Orang Tua.

10

Rata - rata usia anak dalam penelitian ini adalah 9,8 3,1 tahun. Hasil analisis
bivariat menunjukkan bahwa anak yang berusia <10 tahun memiliki risiko sebesar 3,8
kali mengalami obesitas dibandingkan anak usia 10 tahun (p=0,000). Hasil analisis

11

bivariat juga menunjukkan bahwa anak laki- laki memiliki risiko mengalami obesitas
sebesar 1,4 kali dibandingkan anak perempuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
anak perempuan lebih sering membatasi makan untuk alasan penampilan.
Dan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa anak yang memiliki ayah obese
memiliki peluang obese sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan anak yang memiliki
ayah tidak obese. Riwayat obesitas pada orangtua berhubungan dengan
genetik/hereditas anak dalam mengalami obesitas. Penelitian Haines et al. kelebihan
berat badan pada orangtua memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan
anak. Faktor genetik berhubungan dengan pertambahan berat badan, IMT, lingkar
pinggang dan aktivitas fisik. Jika ayah dan/atau ibu menderita overweight (kelebihan
berat badan) maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar 4050%. Apabila kedua orang tua menderita obese, kemungkinan anaknya menjadi
obese sebesar 70-80%.
3.4 Faktor risiko yang Berhubungan dengan Obesitas pada Remaja
Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang
menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas
seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan
aktivitas fisik. Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti,
lingkungan ini termasuk pengaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang.
Pada remaja perlu mendapat perhatian orang tua dalam pemilihan makanan
terutama jenis fast food . Banyak fast food yang mengandung kalori tinggi, kadar lemak,
gula, dan sodium (Na) juga tinggi, tetapi rendah akan kandungan vitamin A, asam
askorbat, kalsium, dan serat (Ismoko, 2007). Kandungan gizi yang tidak seimbang ini
bila sudah terlanjur menjadi pola makan, maka akan berdampak negatif pada status gizi
remaja. Faktor risiko yang berhubungan dengan obesitas pada anak sekolah ada beberapa
hal diantaranya riwayat keluarga dan Pola konsumsi fast food. Secara umum dapat dilihat
pada tabel faktor risiko yang berhubungan dengan kegemukan (overweigth) pada remaja

12

3.5 Pengaruh factor Stres terhadap Kekambuhan Penderita Hipertensi


Stres adalah realitas kehidupan setiap hari yang tidak bisa dihindari. Stress atau
ketegangan emosional dapat mempengaruhi sistem kardiovaskuler, khususnya hipertensi,
dan stres dipercaya sebagai faktor psikologis yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Stres timbul pada pasien hipertensi merupakan hal yang wajar. Hal tersebut disebabkan
adanya perubahan yang mendadak pada aktivitas yang biasanya pasien lakukan,
ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan keadaan penyakit. Adanya pengobatan dan
perubahan perilaku baik secara fisik maupun emosional menjadi stressor bagi pasien
hipertensi. Kekambuhan hipertensi dimaknai sebagai timbulnya gejala meningkatnya
tekanan darah sebesar 140/90 mm/Hg.
Distribusi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
kecenderungan kekambuhan hipertensi yang tinggi. Beberapa faktor yang turut
mempengaruhi kekambuhan hipertensi antara lain riwayat penyakit dan perilaku hidup
sehat pasien hipertensi. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Marliani (2007)
yang mengemukakan bahwa kekambuhan penyakit hipertensi atau peningkatan darah
kembali disebabkan oleh beberapa hal yakni tidak kontrol secara teratur, tidak
menjalankan pola hidup sehat, seperti diet yang tepat, olahraga, berhenti merokok
mengurangi alkohol atau kafein, serta mengurangi stres, terutama pada orang yang
mempunyai faktor resiko hipertensi.

Hubungan stres terhadap kekambuhan menunjukkan pasien hipertensi dengan tingkat


stres sedang sebagian besar memiliki kekambuhan kadang-kadang yaitu sebanyak 34

13

responden (64%), sedangkan pada tingkat stress berat sebagian besar mengalami
kekambuhan sering yaitu sebanyak 11 responden (65%). Berdasarkan distribusi tersebut
maka dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat stress responden maka tingkat
kekambuhannya semakin sering.
3.6 Faktor dalam Mengonsumsi Makanan Dapat Memicu Kejadian Hipertensi pada Lansia
Usia lanjut merupakan usia dimana terjadi kemunduran fungsi tubuh, salah satunya
adalah kemunduran fungsi kerja pembuluh darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah gejala peningkatan tekanan darah seseorang berada diatas normal yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke
jaringan tubuh yang membutuhkan.
Saat ini penyebab hipertensi secara pasti masih belum diketahui dengan jelas. Data
menunjukkan, hampir 90% penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya secara
pasti. Namun, para ahli telah mengungkapkan bahwa terdapat dua faktor yang
memudahkan seseorang terkena hipertensi, yakni faktor yang tidak dapat dikontrol dan
faktor yang dapat dikontrol. Beberapa faktor risiko yang termasuk dalam faktor risiko
yang tidak dapat dokontrol seperti genetik,usia, jenis kelamin, dan ras. Sedangkan faktor
risiko yang dapat dikontrol berhubungan dengan faktor lingkungan berupa perilaku atau
gaya hidup seperti obesitas, kurang aktivitas, stres dan konsumsi makanan. Konsumsi
makanan yang memicu terjadinya hipertensi diantaranya adalah konsumsi makanan asin,
konsumsi makanan manis, konsumsi makanan berlemak dan konsumsi minuman
berkafein yaitu kopi atau teh.
Pada beberapa penelitian dihasilkan ternyata variabel konsumsi makanan asin
dengan sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi pada lansia (p=0,000), sedangkan
variabel antara konsumsi makanan manis (p=0,416) dan konsumsi makanan berlemak
(p=0,303) tidak ada hubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia.
Makanan asin merupakan makanan yang mengandung natrium (garam) yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat sebagai penambah rasa pada makanan. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa terdapat hubungan konsumsi makanan asin dengan kejadian
hipertensi. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa asupan natrium yang terlalu tinggi
secara terus-menerus dapat menyebabkan keseimbangan natrium yang berdampak pada
tekanan darah. Sedangkan Makanan berlemak seperti daging berlemak banyak
mengandung protein, vitamin, dan mineral. Akan tetapi dalam daging berlemak
mengandung lemak jenuh dan kolesterol. Kadar lemak tinggi dalam darah dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah karena banyaknya lemak yang menempel
pada dinding pembuluh darah.

14

3.7 Hubungan Faktor Risiko dengan Kejadian Hipertensi


a. Usia
Usia merupakan salah satu faktor risiko hipertensi, di mana risiko terkena hipertensi
pada usia 60 tahun ke atas 11,340 kali lebih besar bila dibandingkan dengan usia
kurang dari sama dengan 60 tahun. Insiden hipertensi yang makin meningkat dengan
bertambahnya usia. Arteri akan kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Di samping
itu, pada usia lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor
mulai berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia.
b. Jenis kelamin
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sugiri di Jawa Tengah menyebutkan
prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria dimana didapatkan
angka prevalensi 6% pada pria dan 11% pada wanita.Ahli lain menyebutkan pria
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29
mmHg untuk peningkatan darah sistolik.
c. Riwayat keluarga yang menderita penyakit hipertensi
Penelitian yang dilakukan oleh Androgue dan Madias mengenai patogenesis kalium
dan natrium pada hipertensi, menyebutkan faktor keturunan berpengaruh terhadap
hipertensi primer melalui beberapa gen yang terlibat dalam regulasi vaskuler dan
reabsorpsi natrium oleh ginjal.
d. Kebiasaan mengonsumsi garam
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aris
Sugiharto yang menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan konsumsi
asin akan berisiko terserang hipertensi sebesar 3,95 kali lipat dibandingkan orang
yang tidak biasa mengkonsumsi asin.
e. Kebiasaan mengonsumsi lemak
penelitian yang dilakukan oleh Margaret M. Harris, dkk. yang menunjukkan bahwa
orang yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh akan berisiko
terserang hipertensi sebesar 7,72 kali dibandingkan orang yang tidak biasa
mengkonsumsi lemak jenuh
f. Kebiasaan merokok
Penelitian Thomas S Bowman yang dilakukan terhadap 28.236 wanita di
Massachussets yang pada awalnya tidak menderita hipertensi, setelah pengamatan
selama 9,8 tahun diperoleh peningkatan yang signifikan terhadap kenaikan tekanan
darah pada wanita yang merokok lebih dari 15 batang per hari. Hal ini di sebabkan
oleh proses inflamsi dimana inflamasi alami yang dapat mengakibatkan disfungsi

15

endotelium, kerusakan pembuluh darah, pembentukan plak pada pembuluh darah,


dan kekakuan dinding arteri yang berujung pada kenaikan tekanan darah
g. Obesitas
Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin
besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh.
h. Aktivitas
penelitian yang dilakukan oleh Aris Sugiharto bahwa orang yang tidak biasa
berolahraga memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 4,73 kali dibandingkan dengan
orang yang memiliki kebiasaan olahraga ideal dan orang yang biasa melakukan
olahraga tidak ideal memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 3,46 kali dibandingkan
dengan orang yang memiliki kebiasaan olahraga ideal.
3.8 Faktor Risiko Pola Konsumsi Natrium Kalium Serta Status Obesitas Terhadap Kejadian
Hipertensi
Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus, tetapi disebabkan
berbagai faktor yang saling berkaitan. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah
dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat
dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik,
umur, jenis kelamin, dan etnis, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres,
obesitas dan nutrisi (Anggraini dkk, 2008).
Pengaruh asupan garam (natrium) terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Konsumsi natrium yang
berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluer meningkat.
Untuk menormalkannya, cairan instraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan
ekstraseluler

meningkat.

Meningkatnya

volume

cairan

ekstraseluler

tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah. Di samping itu, konsumsi garam dalam


jumlah yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri, sehingga jantung harus memompa
lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang semakin
sempit dan akibatnya adalah hipertensi (Anggraini dkk, 2008).
3.9 Upaya pencegahan/penanggulangan terhadap Obesitas dan Hipertensi
Banyak perilaku pencegahan untuk mengurangi faktor resiko Obesitas dan
hipertensi lain antara lain;
a. Mengontrol berat badan
b. Olahraga
c. Mengatur pola diet, dan
d. Menghindari rokok.
Beberapa upaya untuk menurunkan berat badan adalah melalui perubahan gaya
hidup, latihan jasmani, diet yang umumnya diberikan pada pasien obesitas. Program

16

untuk menurunkan berat badan yang dianjurkan haruslah meliputi diet rendah kalori
(1200-1800 kcal/hari). Dengan pelaksanaan yang tepat, program ini akan menurunkan
berat badan sebanyak 9- 14 kg dalam 5-6 bulan.
Perlu dilakukan penyuluhan dan edukasi untuk anak maupun orang tua tentang
pola makan yang baik, sehat dan bagaimana mencegah obesitas. Dilakukan deteksi sedini
mungkin pada anak yang mempunyai berat badan lebih dan obes. Perlunya menanamkan
pendidikan kesehatan pada anak sejak usia dini, melalui peningkatan komunikasi,
informasi dan edukasi seperti gerakan anti rokok, gerakan cinta serat (sayur dan buah),
berolahraga.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dapat dismipulkan bahwa terjadinya kelebihan energi
sangat memiliki hubungan yang erat terjadi obesitas. Dan orang menderita obesitas
berpontesi menderita berbagai penyakit termasuk hipertensi. Sehingga secara tidak
langsung salah faktor yang menyebabkan hipertensi adalah obesitas atau kelebihan berat
badan akibat dari elebihan energi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Faktor utama yang

menyebabkan obesitas adalah faktor perilaku dan faktor lingkungan yaitu gaya hidup dan
pola makan yang tidak sehat ditambah dengan konsumsi serat (buah dan sayur) tidak
mecukupi, dan fisik yang tidak aktif. Sedangkan hipertensi kebanyakan disebakan karena
sering mengonsumsi makanan yang mengandung garam dan lemak yang tinggi. Dan
untuk

menekan

resiko

terjadinya

kelebihan

energi

dapat

dilakukan

dengan

memperhatikan pola makan, rajin berolahraga dan menghidari makanan yang


mengandung garam dan lemak yang tinggi.
4.2 Saran
1. Kepada penderita hipertensi diharapkan dapat mengontrol tekanan darah secara rutin,
mengurangi konsumsi makanan sumber natrium, meningkatkan konsumsi makanan
sumber kalium dan menurunkan berat badan bagi yang obesitas untuk menghindari
terjadinya peningkatan tekanan darah dan mengupayakan untuk kembali ke tekanan
darah yang normal.
2. meningkatkan upaya kesehatan dalam bentuk penyuluhan kepada masyarakat tentang
pola konsumsi dan kesehatan masyarakat sehingga penyakit degeneratif seperti
hipertensi tidak meluas di masyarakat serta angka kematian karena hipertensi bisa
ditekan.
3. Bagi Masyarakat

17

Diharapkan masyarakat untuk dapat mengatur pola makan (diet), timbang berat badan
secara berkala serta memeriksa kesehatan secara rutin untuk mengetahui keadaan
kesehatan, dan juga untuk mengantisipasi terjadinya the silent disease (hipertensi) di
masyarakat.

Lampiran
1. Bagaimana mekanisme hubungan terjadinya hipertensi dengan Obesitas? (Diani Sumarno)
Penjelasan :
Beberapa orang yang memiliki kelebihan berat badan atau obesitas memiliki resiko
hipertensi lebih besar daripada yang lainnya. Karena Orang yang gemuk, jantungnya
bekerja lebih keras dalam memompa darah. Hal ini dapat dipahami karena biasanya
pembuluh darah orang-orang yang gemuk terjepit kulit yang berlemak. Keadaan ini diduga
dapat mengakibatkan naiknya tekanan darah. Orang yang kelebihan berat badan atau
obesitas, tubuhnya bekerja keras untuk membakar kelebihan kalori yang masuk.
Pembakaran kalori ini memerlukan suplai oksigen dalam darah yang cukup. Semakin
banyak kalori yang dibakar, semakin banyak pula pasokan oksigen dalam darah.
Banyaknya pasokan darah tentu menjadikan jantung bekerja lebih keras. Dampaknya
tekanan darah orang yang obesitas cenderung tinggi. Selain itu, Banyak penelitian
membuktikan adanya hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian hipertensi dan
diduga peningkatan berat badan memainkan peranan penting pada mekanisme timbulnya
hipertensi pada orang dengan obesitas. Mekanisme terjadinya hal tersebut belum
sepenuhnya dipahami, tetapi pada obesitas didapatkan adanya peningkatan volume plasma
dan curah jantung yang akan meningkatkan tekanan darah.
2. Ciri ciri orang yang terkena hipertensi antara lain :
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar-debar
c. Sulit bernapas setelah berkerja keras atau mengangkat beban berat
d. Mudah lelah.
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang air kecil, terutama di malam hari

18

DAFTAR PUSTAKA
Ratu Ayu Dewi Sartika.2011. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 tahun di Indonesia.
Hal: Makara, Kesehatan, Vol. 15, No. 1, Juni 2011: 37-4. Departemen Gizi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
Depok 16424, Indonesia.
Angelya Lumoindong, Adrian Umboh, Nurhayati Masloman.2013.Hubungan Obesitas
dengan Profil Tekanan Darah pada Anak Usia 10-12 Tahun Di Kota Manado. Jurnal
E-Biomedik (Ebm), Volume 1, Nomor 1, Maret 2013, Hlm. 147-153.
AbiMuhlisin, Ryan AdiLaksono.2010.Analisis Pengaruh Faktor Stres Terhadap Kekambuhan
Penderita Hipertensi di Puskesmas Bendosari Sukoharjo. E-Juournal Staff Pengajar
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Ums Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan.
Andi Besse Rawasiah, Wahiduddin, Rismayanti, 2012.
Hubungan Faktor Konsumsi
Makanan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Puskesmas Pattingalloang. EJournal
Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Agnesia Nuarima Kartikasari, Shofa Chasani, Akhmad Ismail. 2012. Faktor Risiko Hipertensi
pada Masyarakat di Desa Kabongan Kidul KabupatenRembang. Media Medika
Muda Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas di
ponegoro.
Adhyanti, Saifuddin Sirajuddin, Nurhaedar Jafar. 2012. Faktor Risiko Pola Konsumsi
Natrium Kalium Serta Status Obesitas terhadap Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Lailangga. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
UniversitasHasanuddin.
Muwakhida, Dian Tri H.2008. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Obesitas pada
Remaja (Studi Kasus di SMU Batik I Surakarta). Hal: Issn 1979-7621, Vol. I, No. 2,
Desember136 2008 Prodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta JurnalKesehatan.
MI Goran1, KD Reynoldsand CH Lindquist, Role of physical activity in the prevention of
obesity in children, Division of Physiology and Metabolism, Department of
Nutrition Sciences, School of Health Related Professions, University of Alabama at
Birmingham, Birmingham, AL, USA and Department of Health Behavior, School of
Public Health, University of Alabama at Birmingham, USA. Sumber: International
Journal of Obesity (1999) 23
Colin Wilborn, Jacqueline Beckham, Bill Campbell, Travis Harvey, Melyn Galbreath, Paul
La Bounty, Erika Nassar, Jennifer Wismann , and Richard Kreider.Obesity:
Prevalence, Theories, Medical Consequences, Management, and Research
Directions Journal of the International Society of Sports Nutrition. 2(2): 4-31, 2005.
(www.sportsnutritionsociety.org)
Nereida K.C. Lima, Fahim Abbasi, Cindy Lamendola & Gerald M. Reaven, Prevalence of
Insulin Resistance and Related Risk Factors for Cardiovascular Disease in Patients

19

With Essential Hypertension American Journal of Hypertension 22, 106-111 (January


2009)

Anda mungkin juga menyukai