2)
I. PENDAHULUAN
Perkembangan industri dan pembangunan di Indonesia
yang semakin pesat menyebabkan kebutuhan energi semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, permintaan
akan minyak bumi sebagai sumber daya alam yang dapat
menghasilkan energi untuk pembangkit tenaga akan semakin
meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka
perusahaan yang bergerak dalam bidang perminyakan akan
terus bersaing menyediakan produk berkualitas. Salah satu
perusahaan milik pemerintah yang bergerak dalam bidang
perminyakan adalah PT. Pertamina (Persero) yang memiliki
tujuh (7) Refinery Unit (RU) yang salah satunya adalah
Refinery Unit IV Cilacap.
Refinery Unit atau Unit Pengolahan ini mulai beroperasi
sejak 4 Agustus 1983 dengan kapasitas awalnya 220.000
barrel/hari, kemudian ditingkatkan menjadi 230.000
barrel/hari melalui Debottlenecking Project pada 1998/1999.
Meskipun kapasitas maksimal dapat mencapai 548.000
barrel/hari, tetapi unit pengolahan ini hanya dioperasikan
2
berasal dari daerah Arjuna dan Attaka. Minyak minyak ini
kemudian diolah menjadi beragam produk turunan minyak
bumi, mulai dari produk BBM seperti LPG, bensin, minyak
diesel dan lain sebagainya, dan produk non BBM seperti
bahan dasar pelumas dan aspal, serta produk produk
petrokimia seperti benzene, toluene dan lain sebagainya.[3]
Kilang ini memasok 34% kebutuhan BBM nasional atau
60% kebutuhan BBM di Pulau Jawa. Selain itu, kilang ini
merupakan satu satunya kilang di tanah air saat ini yang
memproduksi aspal dan lube base oil untuk kebutuhan
pembangunan infrastruktur di tanah air. Pembangunan kilang
minyak di Cilacap dimaksudkan untuk menghasilkan produk
BBM dan non BBM guna memenuhi kebutuhan dalam
negeri yang selalu meningkat dan mengurangi ketergantungan
terhadap supply BBM dari luar negeri. Pertamina Refinery
Unit IV Cilacap sendiri merupakan kilang minyak terbesar di
Indonesia. Pembangunan kilang minyak Pertamina Refinery
Unit IV Cilacap dilaksanakan dalam lima tahap yaitu Kilang
Minyak I, Kilang Minyak II, Kilang Paraxylene,
Debottlenecking Project, dan Kilang SRU.
Pertamina RU IV Cilacap terletak di desa Lomanis,
Kecamatan Cilacap Tengah, Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah. Dipilihnya Cilacap sebagai lokasi kilang didasarkan
pada pertimbangan berikut :
Studi kebutuhan BBM menunjukkan bahwa konsumsi
terbesar adalah penduduk Pulau Jawa.
Tersedianya sarana pelabuhan alami yang sangat ideal
karena lautnya cukup dalam dan tenang karena
terlindungi Pulau Nusakambangan.
Terdapatnya jaringan pipa Maos Yogyakarta dan
Cilacap Padalarang, sehingga penyaluran bahan
bakar minyak lebih mudah.
Daerah Cilacap dan sekitarnya telah direncanakan oleh
pemerintah sebagai pusat pengembangan produksi
untuk wilayah Jawa bagian selatan.
Dari hasil pertimbangan tersebut maka dengan adanya
area tanah yang tersedia dan memenuhi persyaratan untuk
pembangunan kilang minyak, maka Pertamina Refinery Unit
IV didirikan di Cilacap dengan luas area total yang digunakan
adalah 526,71 hektar.
Pertamina dikelola oleh suatu Dewan Direksi
Perusahaan
dan
diawasi
oleh
suatu
Dewan
Komisaris/Pemerintah Republik Indonesia. Pelaksanaan
kegiatan Pertamina diawasi oleh seperangkat pengawas yaitu
Lembaga Negara, Pemerintah maupun dari unsur intern
Pertamina sendiri. Dewan Direksi PERTAMINA terdiri dari
Direktur Utama dan tujuh orang Direktur, yaitu :
Direktur Hulu
Direktur Pengolahan
Direktur Pemasaran dan Niaga
Direktur Keuangan
Direktur Umum
Direktur SDM
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen
Resiko
Refinery Unit IV Cilacap dipimpin oleh seorang
General Manager yang membawahi Manager Engineering
and Development, Manager Legal and General Affairs,
Manager Health Safety Environment, Manager Procurement,
3
III. PENERAPAN SISTEM KENDALI BERBASIS PID
PADA CRUDE HEATER 11F1 DI UNIT FOC I (FUEL OIL
COMPLEX I) PT. PERTAMINA (PERSERO) RU IV
CILACAP
A.
dimana u(t) adalah sinyal input untuk model plant dan r(t)
adalah sinyal set point, maka sinyal error e(t) didefinisikan
sebagai berikut :
e ( t )=r ( t ) y (t)
Pada sebuah plant biasanya terjadi banyak gangguan
(noise) yang diakibatkan dari instalasi, karakteristik, maupun
gangguan yang datang dari luar perangkat keras plant
tersebut, sehingga variabel keluaran dari plant mempunyai
selisih dari set point yang diharapkan. Diagram blok dari
kontroler PID pada gambar di bawah ini menunjukkan
bagaimana sistem pengendalian dari sebuah plant bekeja.
B.
PID Controller
Struktur khas dari sistem kontrol PID adalah sinyal
error e(t) yang digunakan untuk menghasilkan kontrol
proporsional, integral, dan derivatif. Deskripsi matematis dari
kontrol PID adalah sebagai berikut :
de (t)
1
u ( t ) =K p e ( t )+ e ( t ) +T d
Ti 0
dt
4
ditentukan oleh proses pemanasan crude oil di dalam furnace.
Panas yang dihasilkan untuk proses pemanasan tersebut
ditentukan oleh besarnya bukaan control valve pada furnace
yang diatur berdasarkan pressure fuel oil supply dan fuel gas
supply.
D.
Fi , Ti
FURNACE
Fuel Oil
Fuel Gas
atm. steam
Gbr 8. Skema Pemodelan Plant
][
][
massa terakumulasi
massa masuk
massa keluar
=
waktu
waktu
waktu
F i F o
d ( V )
=
dt
(3.4)
d (V )
=F iF o
dt
(1)
[
Gbr 7. Loop control COT cell A Bahan Bakar Fuel Gas
][
][
energi terakumulasi
energi masuk
energi keluar
=
waktu
waktu
waktu
perubahan panas dalam sistem
+
waktu
dE
= F h F h +Q
dt i i i o o o
(2)
d ( VC T o )
=F i C T i Fo C T o +Q
dt
d (VC T o)
= F i C T i F o C T o +Q
dt
C
dV T o
Q
=F i T iF o T o +
dt
C
d To
dV
Q
To
+V
=F i T iF o T o +
dt
dt
C
(3)
Dengan,
dTo
Q
=Fi T i F o T o+
dt
C
d To
Q
V
=F i T iF o T o +
F i T o + F o T o
dt
C
T o ( F iF o ) +V
d To
Q
=F i T i F i T o +
dt
C
d To
Q
V
+ Fi T o =Fi T i +
dt
C
V dTo
Q
+ T o =T i +
F i dt
Fi C
Q (s)
Vs
T o (s)+T o ( s)=T i ( s)+
Fi
F i C
Q(s)
Vs
T o (s)
+1 =T i(s)+
Fi
Fi C
T (s)
Q(s)
T o ( s) = i
+
Vs
Vs
+1
+1 F C
Fi
Fi
i
V
)(
(4)
Fi =584794 kg /h=162,443 kg /s
T i =234
3
=735 kg /m
C=0,646 kcal/kg =2,704 kJ /kg
V =979,78m3
Q=Q burner =Q fuel oil+ Q fuel gas
Q=m
HHV fuel oil+ m
HHV fuel gas
m
fuel oil=50,5 T / D=0,584 kg /s
LHV fuel oil=41851,25 kJ /kg
m
fuel gas=87,1T / D=1,008 kg / s
)(
E.
u ( t ) =K p e ( t )+
Kp
de (t)
e ( t ) dt + K p T d
Ti
dt
Kp 1
. E ( s ) + K p T d sE (s)
Ti s
U (s)
1
=K p (1+
+T s)
E (s )
Tis d
U ( s )=K p E ( s ) +
)(
F.
mb ( s)
Kv
=
U (s) CV s+ 1
dengan,
m b (s )
(kg/s)
U (s)
CV =T V ( V + R V ) ;
Quan. maksQuan. min 63,150,5 12,6
V=
=
=
=0
Quan . maks
63,1
63,1
CV =2 ( 0,2+0,03 ) =0,46
mb (s)
Kv
0,516
=
=
Jadi,
U (s) CV s+ 1 0,46 s+1
(Amp)
Kv
CV
GV =
output
( span
span input )
mb (s)
Kv
=
; K v =G v . G
U (s) CV s+ 1
span output
1,3
1,3
Gv =
=
=
=0,317
span input
6,22,1 4,1
153
G =
=0,75
204
Sehingga K v =G v . G =0,317 . 0,75=0,238
CV =T V ( V + R V ) ;
Quan. maksQuan. min 108,987,1 21,8
V=
=
=
=
Quan . maks
108,9
108,9
CV =2 ( 0,2+0,03 ) =0,46
mb (s)
Kv
0,238
=
=
Jadi,
U (s) CV s+ 1 0,46 s+1
K v =G v . G
CV =T V ( V + R V )
Dengan,
CV
TV
RV
Perhitungan Gain :
11FV 006
11PV 010
mb (s)
Kv
mb (s)
Kv
=
; K v =G v . G
=
; K v =G v . G
U (s) CV s+ 1
U (s) CV s+ 1
span output
5,5
5,5
span output
11,9
11,9
Gv =
=
=
=0,688
Gv =
=
=
=0,66 1
span input
2012 8
span input
41,223,2 18
153
153
G =
=0,75
G =
=0,75
204
204
Sehingga K v =G v . G =0,688 .0,75=0,516
Sehingga K v =G v . G =0,661. 0,75=0,496
CV =T V ( V + R V ) ;
CV =T V ( V + R V ) ;
Quan. maksQuan. min 1,8671,697 0,17 V = Quan. maksQuan. min = 63,150,5 = 12,6 =0
V=
=
=
=0,091
Quan . maks
63,1
63,1
Quan . maks
1,867
1,867
CV =2 ( 0,2+0,03 ) =0,46
CV =2 ( 0,091+0,03 ) =0,241
mb (s)
0,516
mb (s)
Kv
0,496
Jadi,
=
=
=
Jadi,
U (s) 0,46 s +1
U (s) CV s+ 1 0,242 s +1
mb (s)
Kv
=
; K v =G v . G
U (s) CV s+ 1
span output
5,5
5,5
Gv =
=
=
=0,688
span input
2012 8
153
G =
=0,75
204
Sehingga K v =G v . G =0,688 .0,75=0,516
11PV 110
mb (s)
Kv
=
; K v =G v . G
U (s) CV s+ 1
span output
1,3
1,3
Gv =
=
=
=0,317
span input
6,22,1 4,1
153
G =
=0,75
204
Sehingga K v =G v . G =0,317 . 0,75=0,238
GT
CV =T V ( V + R V ) ;
0,16
Jadi, G=
=
Quan . maksQuan. min 108,987,1 21,8
s+1
s+1
V=
=
=
=0,2
Quan . maks
108,9
108,9
11PT 012
CV =2 ( 0,2+0,03 ) =0,46
G
span output
mb ( s)
0,238
; GT =
;
G= T
Jadi,
=
spaninput
s+1
U (s) 0,46 s +1
=1 detik
204 mA
16 mA
mA
GT =
=
=1
G. Pemodelan Matematis Transmitter
2
2
160 kg /cm 16
kg/cm
Terdapat beberapa jenis transmitter pada pengendalian
GT
1
di furnace 11F1 diantaranya 11FT 006, 11TT 102 , 11TT
Jadi, G=
=
002 , 11PT 012 , 11PT 010 , 11PT 112 dan 11PT 110
s+1 s+1
GT =
span output
spaninput
GT
span output
; GT =
;
spaninput
s+1
=1 detik
204 mA
16 mA
mA
GT =
=
=8
2
2
20 kg /cm
kg /cm2
GT
8
Jadi, G=
=
s+1 s+1
GT
s+1
11PT 010
G=
G=
11PT 112
GT
span output
; GT =
;
spaninput
s+1
Perhitungan Gain :
=1 detik
11FT 006
204 mA
16 mA
mA
G
span output
GT =
=
=1
; GT =
;
G= T
2
16
spaninput
160 kg /cm
kg/cm2
s+1
GT
=1 detik
1
Jadi, G=
=
204 mA
16
mA
mA
s+1
s+1
GT =
=
=0,000953
21001697 MTD 16793,01 kg /hr
kg/hr
GT
0,000953
Jadi, G=
=
11PT 110
s+1
s+1
G
span output
; GT =
;
G= T
spaninput
s+1
11TT 102
=1 detik
G
span output
; GT =
;
G= T
204 mA
16 mA
mA
spaninput
s+1
GT =
=
=8
2
2
2
20 kg /cm
kg /cm
=1 detik
GT
204 mA
16 mA
mA
8
Jadi, G=
GT =
=
=0,16
=
400300 100
s+1 s+1
GT
0,16
Jadi, G=
=
H. Perbandingan Tuning PID Trial & Error dan Auto Tune
s+1 s+1
G=
GT
span output
; GT =
;
spaninput
s+1
=1 detik
204 mA
16 mA
mA
GT =
=
=0,16
400300 100
11TT 002
G=
8
CONTROL LOOP INLET FLOW CRUDE OIL(LOOP
CONTROL 1)
11 FIC - 006
Karakteristi
k
Overshoo
t
Settling
time
Rise time
Under
shoot
Auto
Tune
Trial
Error 1
Trial Error
2
Trial Error
3
P, I
14,2327
3,4451
10,556
%
0,287mi
n
P, I
14
3,5
11,798
%
P, I
14,5
3,5
P, I
14,5
2.5
3,48 s
3,853 s
-2,759
%
-1,736 %
0,35 min
10,556 %
0,378
min
1.531 %
3,811 s
4,83 s
-2,058 %
1,494 %
0,3 min
P, I, D
100,3728
31,3805
79,2556
Sistem
Auto Tune
P, I
0,0043874
0,000749
Overshoot
Settling Time
Rise Time
Undershoot
13,068 %
1
2
3
P, I, D
P, I, D
P, I, D
100
100,5
100
31,5
31,5
30
80
80
80
11PIC 010
Trial Error Trial Error Trial Error
1
2
3
P, I
P, I
P, I
0,0045
0,004
0,004
0,0007
0,00075
0,0007
14,368
11,798 % %
11,798 %
0,169 min
0,187 min
0,170 min
0,169 min
1,22 s
2,606 %
1,195 s
2,851 %
1,337 s
1,077 %
1,374 s
1,910 %
CONTROL LOOP COT cell A dengan bahan bakar fuel gas supply
(LOOP CONTROL 3)
Gbr 22. Respon Sistem Trial & Error 2 Control Loop 3
10
[4]
[5]
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa Sistem pengendalian (PID Controller)
diperlukan hampir diseluruh plant seperti crude heater 11F1
untuk mengendalikan temperatur keluaran furnace untuk
proses selanjutnya. Sistem pengendalian yang handal dan
stabil dapat menghasilkan efisiensi energi pada crude splitter
11F1 yang tinggi karena Integral Absolute Error (IAE) yang
merupakan representasi banyaknya energi terbuang dapat
diminimalisir.
Dikarenakan proses operasi crude heater 11F1
beroperasi secara terus menerus dan beresiko tinggi maka kita
tidak dapat melakukan kegiatan uji coba (set point dan
parameter kendali) terhadap sistem pengendaliannya. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut kita dapat menggunakan
aplikasi software simulink Matlab untuk mempelajarinya.
Secara garis besar metode auto tune dan trial error
memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing seperti
yang telah disampaikan di atas. Namun dengan adanya auto
tune nilai dari Kp, Ti dan Td yang sesuai dengan karakteristik
plant lebih cepat didapatkan tanpa perlu melakukan
percobaan terlalu lama. Hal tersebut dapat dilihat pada
simulasi control loop 2 yang menghasilkan overshoot sebesar
14,368 % undershoot sebesar 7,479 %, settling time sebesar
0,287 menit, dan rise time sebesar 1,238 detik untuk nilai
parameter P = 12,4852; I = 5,2561; D = 7,165 (TIC) dan P =
0,018956; I = 0,00013052 (PIC).
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Harun,
Mochamad Warta. 2012. Memacu
Investasi
untuk PT. Pertamina Masa Depan.
Jakarta. Pertamina.
[2] Anonim. Visi Misi PT. Pertamina (Persero).
Diakses
http://www.pertamina.com/CompanyProfile.aspx
pada tanggal 27 Juli 2014.
[3] Anonim. Sejarah PT. Pertamina (Persero) Unit
Pengolahan
IV
Cilacap.
Diakses
di
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
http://www.pertamina-up4.co.id/profil.aspx pada
tanggal 27 Juli 2014.
Astrowulan, Katjuk, dkk. 2009. Perbandingan
Performansi antara Kontroler Kaskade dan Kontroler
Loop Tunggal pada Sistem Pengaturan Tekanan.
Universitas Negeri Padang.
Handrian F, Agus dkk . 2010. Perancangan Sistem
Pengendalian Temperature pada Reboiler Metanol
Recovery Menggunakan Fuzzy Gain Scheduling
PID di PT. Eterindo Nusa Graha Gresik. Surabaya.
Teknik Fisika FTI Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
Amrullah, Afif Fahri dkk. 2012. Simulasi Sistem
Trip pada Furnace Xylene Splitter. Surabaya. Teknik
Kimia FTI Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Ir.Heriyanto, M.T. 2010. Pengendalian Proses.
Bandung. Politeknik Negeri Bandung.
Datasheet Transmitter (11FT 006, 11TT 102 ,
11TT 002 , 11PT 012 , 11PT 010 , 11PT 112
dan 11PT 110) dan (Control Valve 11F1
diantaranya 11FV 006 , 11PV 012 A dan B ,
11PV 010, 11PV 112 A dan B serta 11PV 110)
PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
Loop Schematic Diagram (11TT 1021, 11PIC
112, 11PT 110, 11PV 110, 11TT 021, 11PT
010, 11PV 010, 11PT 012 dan 11PV - 012) PT.
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.
Spec. Sheet Crude Heater 11F1 unit FOC I PT.
Pertamina (Persero) RU IV Cilacap.