Anda di halaman 1dari 60

PENGARUH PEMBERIAN MIKORIZA (CMA), ASAM HUMIK

SERTA MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL


TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Setaria splendida Stapf. PADA LATOSOL DAN
TAILING TAMBANG EMAS

SKRIPSI
RATIH WINDYANINGRUM

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PENGARUH PEMBERIAN MIKORIZA (CMA), ASAM HUMIK


SERTA MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Setaria splendida Stapf. PADA LATOSOL DAN
TAILING TAMBANG EMAS

RATIH WINDYANINGRUM
D24103088

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

PENGARUH PEMBERIAN MIKORIZA (CMA), ASAM HUMIK


SERTA MIKROORGANISME TANAH POTENSIAL
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Setaria splendida Stapf. PADA LATOSOL DAN
TAILING TAMBANG EMAS

Oleh
RATIH WINDYANINGRUM
D24103088

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 22 Mei 2008

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Panca Dewi MHKS., MS


NIP. 131 672 157

Ir. M.Agus Setiana, MS


NIP. 131 473 998

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr.


NIP. 131 955 531

RINGKASAN
RATIH WINDYANINGRUM. D24103088. 2008. Pengaruh Pemberian Mikoriza
(CMA), Asam Humik serta Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Setaria splendida Stapf pada Latosol dan Tailing
Tambang Emas. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS., MSi.
Pembimbing Anggota : Ir. M.Agus Setiana MS.
Penyediaan tanaman makanan ternak memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan peternakan ruminansia di Indonesia. Tanaman makanan ternak
merupakan makanan utama ternak ruminansia. Salah satu tanaman makanan ternak
yang memiliki kandungan gizi dan produktifitas yang baik adalah Setaria splendida
Stapf. Lahan yang digunakan untuk pengembangan tanaman makanan ternak sangat
terbatas, untuk itu tanah marginal seperti latosol dan tailing tambang emas dapat
optimal antara lain dengan budidaya tanaman makanan ternak.
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kombinasi terbaik cendawan
mikoriza arbuskula (CMA), asam humik serta mikroorganisme tanah potensial
terhadap pertumbuhan dan produksi Setaria splendida Stapf. pada latosol dan tailing
tambang emas. Latosol diambil dari Dramaga, Bogor yang memiliki kandungan
unsur hara makro yang rendah dan memiliki kandungan unsur mikro seperti Fe yang
cukup tinggi. Sedangkan tailing merupakan limbah dari penambangan emas yang
diambil dari PT. Aneka Tambang, Pongkor Bogor. Tailing memiliki karakteristik
unsur hara esensial rendah, kandungan unsur hara mikro seperti Pb yang tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2007 di Laboratorium
Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan,
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 5 ulangan dengan menggunakan 2 media
tanam yaitu latosol dan tailing tambang emas. Perlakuan terdiri atas Kontrol,
Mikoriza (M), Mikoriza + Azospirillum (MA), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat
(MP), Mikoriza + Asam Humik (MH), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat +
Azospirillum (MPA), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat + Azospirillum + Asam
Humik (MPAH). Perlakuan dan peubah yang diamati dilakukan pada dua media
tanam yaitu Latosol dan Tailing tambang emas.
Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan
dengan uji Duncan. Peubah yang diamati adalah pertambahan tinggi vertikal, jumlah
anakan, produksi berat kering tajuk dan akar, persentase infeksi akar dan jumlah
spora.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan MPAH berpengaruh nyata


(p<0,05) terhadap produksi berat kering akar pada media tanam latosol. Hasil sidik
ragam pada media tanam tailing tidak menunjukkan pengaruh yang nyata (p>0,05)
terhadap semua peubah yang diamati.
Kata Kunci : Asam Humik, CMA, Bakteri Pelarut Fosfat, Latosol dan Tailing,
Setaria splendida Stapf.

ABSTRACT
The Effect of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid and Soil
Microorganism Potential on Growth and Production of Setaria splendida Stapf.
in Latosol and Tailing Gold Ore.
R.Windyaningrum, P.D.M.H Karti, M.A Setiana
The aim of this experiment is to recognize the effect of giving utilisation
Arbusula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid and Soil Microorganism Potential
on growth and production of Setaria splendida Stapf in pit of tailing from gold ore in
Pongkor, Bogor and latosol soil from Dramaga, Bogor. Completely Randomized
Design were applied in this experiment with 7 treatments and 5 replications. The
treatments are kontrol, M (Arbuscular Mycorrhizal (AM) Fungi), MA (AM Fungi +
Azospirillum), MP (AM Fungi + Phosphate Soluble Bacteria (PSB)), MH (AM Fungi
+ Humic Acid), MPA (AM Fungi + PSB + Azospirillum), MPAH (AM Fungi + PSB
+ Azospirillum + Humic Acid). The data were analyzed by Analyzed of Variance
(ANOVA) and for the significant differences were further tested by Duncan range
test. Variabel meastured were vertical length gain, tiller number gain, total
production shoot dry matter, total production root dry matter, root infection
percentage and total spore. The result showed that addition Arbuscula Mycorrizhal
Fungi (AMF), Phosphate Solublelizing Bacteria, Azospirillum and Humic Acid not
influenced for vertical length gain, tiller number gain, total production shoot dry
matter in 1st and 2nd period, total production root dry matter, percentage root
infection, total spore in tailing. The result showed that addition Arbuscula
Mycorrizhal Fungi (AMF), Phosphate Soluble Bacteria, Azospirillum and Humic
Acid influenced for total production root dry matter (P<0.05) in latosol, but in tailing
was not influenced.
Keyword : Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid, Latosol and Tailing,
Phosphate Soluble Bacteria, Setaria splendida Stapf.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1985 di Jakarta sebagai anak
pertama dari dua bersaudara dalam keluarga Budihardjo dan Esty Nindyarini.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 12 Tangerang pada tahun 1997.
Penulis lulus dari SLTPN 3 Tangerang pada tahun 2000, kemudian mulai menempuh
pendidikan SMU di SMU Yadika 5 Jakarta dan lulus pada tahun 2003.
Tahun 2003 penulis mendaftar sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor
(IPB) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak, Fakultas Peternakan
melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Lulus pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
berkat rahmat dan karunia Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Mikoriza (CMA), Asam Humik
serta Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Setaria splendida Stapf. pada Latosol dan Tailing Tambang Emas ini dituliskan
berdasarkan penelitian yang dilakukan mulai bulan Juni hingga Oktober 2007 di
Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan
dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Ketersediaan hijauan makanan ternak sangat penting dalam perkembangan
peternakan ruminansia di Indonesia, karena hijauan makanan ternak merupakan
pakan utama ternak ruminansia. Kondisi pengembangan tanaman hijauan makanan
ternak saat ini semakin kritis yaitu salah satunya dengan terbatasnya lahan yang ada
serta karakteristik lahan yang kurang baik untuk dijadikan sebagai media tanam
misalnya tanah latosol dan tailing. Penambahan Azospirillum, bakteri pelarut fosfat,
asam humik, dan cendawan mikoriza arbuskula penting peranannya dalam
memperbaiki kondisi lahan yang kurang baik seperti pada tanah latosol dan tailing.
Azospirillum mampu memfiksasi nitrogen dan melarutkan fosfat. Bakteri pelarut
fosfat mampu mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang
dapat digunakan tanaman. Asam humik berperan dalam meningkatkan ketersediaan
unsur-unsur yang telah ada. Cendawan mikoriza arbuskula mampu meningkatkan
penyerapan unsur hara.
Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi
sebagai sumber referensi dan menambah informasi pengembangan penyediaan
hijauan pakan ternak bagi peternak atau praktisi. Penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi
ini.Semoga skripsi ini bermanfaat, Amien.
Wassalamualaikum wr.wb.

Bogor, Mei 2008

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...............................................................................................

ii

ABSTRACT ...................................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

KATA PENGANTAR ...................................................................................

vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL .......................................................................... ...............

ix

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

xi

PENDAHULUAN .........................................................................................

Latar Belakang.....................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................

1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................

Latosol .................................................................................................
Tailing .................................................................................................
Setaria splendida Stapf........................................................................
Azospirillum ........................................................................................
Bakteri Pelarut Fosfat ..........................................................................
Asam Humik ........................................................................................
Cendawan Mikoriza Arbuskula ..........................................................
Tipe Mikoriza .....................................................................................
Endomikoriza ......................................................................................
Manfaat Mikoriza ...............................................................................

4
5
6
7
8
9
12
13
13
13

METODE........................................................................................................

15

Waktu dan Lokasi ................................................................................


Materi...................................................................................................
Rancangan Percobaan .........................................................................
Peubah yang diamati ............................................................................
Pertambahan Tinggi Vertikal........................................................
Jumlah Anakan.................................................................. ..........
Berat Kering Tajuk ......................................................................
Berat Kering Akar........................................................................
Persentase Infeksi Akar ...............................................................
Jumlah Spora ...............................................................................
Prosedur pelaksanaan ..........................................................................
Persiapan Media Tanam...............................................................
Persiapan Tanaman ......................................................................
Persiapan Bahan...........................................................................

15
15
15
16
16
16
17
17
17
18
19
19
19
19

Trimming......................................................................................
Penanaman ...................................................................................
Pemupukan...................................................................................
Pemeliharaan................................................................................
Pemanenan dan Pengambilan Sample .........................................

19
19
19
20
20

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................

21

Keadaan Umum Penelitian .................................................................


Hasil Latosol ........................................................................................
Pertambahan Tinggi Vertikal ......................................................
Jumlah Anakan ...........................................................................
Berat Kering Tajuk .....................................................................
Berat Kering Akar .......................................................................
Persentase Infeksi Akar ..............................................................
Jumlah Spora................................................................................
Hasil Tailing ........................................................................................
Pertambahan Tinggi Vertikal......................................................
Jumlah Anakan ...........................................................................
Berat Kering Tajuk .....................................................................
Berat Kering Akar.......................................................................
Persentase Infeksi Akar ..............................................................
Jumlah Spora...............................................................................
Pembahasan Latosol ............................................................................
Pembahasan Tailing.............................................................................

21
22
23
23
24
24
26
26
27
29
29
29
30
30
31
32
35

KESIMPULAN ..............................................................................................

37

SARAN............................................................................................................

37

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................

38

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

39

LAMPIRAN ..................................................................................................

42

DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.

Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol Dramaga..................


Hasil Analisa Karakteristik Tailing ........................................................
Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida Stapf ...............
Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tanah Latosol ........................................
Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal, Jumlah Anakan, Berat Kering
Tajuk, Berat Kering Akar, Persentase Infeksi Akar dan Jumlah Spora
pada Latosol .............................................................................................
6. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tailing....................................................
7. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal, Jumlah Anakan, Berat Kering
Tajuk, Berat Kering Akar, Persentase Infeksi Akar dan Jumlah Spora
pada Tailing ...........................................................................................

Halaman
5
6
7
22

23
28

28

DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Reaksi Mekanisme Pembentukan Asam Humik.
2. Bagan Alur Pemisahan Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat ...........
3. Rumput Setaria splendida Stapf. yang ditanam pada Tailing (A) dan
Latosol (B) ..............................................................................................
4. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada
Latosol ....................................................................................................
5. Grafik Berat Kering Akar pada Latosol .................................................
6. Akar Rumput Setaria splendida Stapf. pada Latosol .............................
7. Grafik Persentase Infeksi Akar pada Latosol .........................................
8. Grafik Jumlah Spora pada Latosol..........................................................
9. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Tailing..........
10. Grafik Berat Kering Akar pada Tailing ..................................................
11. Grafik Persentase Infeksi Akar pada Tailing ..........................................
12. Grafik Jumlah Spora pada Tailing ..........................................................

Halaman
10
11
21
24
25
25
26
27
29
30
31
31

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Bagan Pengacakan Latosol .......................................................................
2. Bagan Pengacakan Tailing........................................................................
3. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Latosol ..............
4. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Latosol ...............
5. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Latosol.....................................
6. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Latosol.....................................
7. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 1 Latosol ..............
8. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 2 Latosol ...............
9. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Akar Latosol.................................
10. Hasil Analisis Persentase Infeksi Akar Latosol........................................
11. Hasil Analisis Jumlah Spora Latosol ........................................................
12. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Tailing ...............
13. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Tailing ...............
14. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Tailing .....................................
15. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Tailing .....................................
16. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 1 Tailing................
17. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 2 Tailing................
18. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Akar Tailing .................................
19. Hasil Analisis Presentase Infeksi Akar Tailing ........................................
20. Hasil Analisis Jumlah Spora Tailing ........................................................

Halaman
42
43
44
44
44
44
44
44
45
45
45
45
45
45
46
46
46
46
46
46

LATAR BELAKANG
Pendahuluan
Penyediaan tanaman makanan ternak memiliki peranan sangat penting dalam
perkembangan peternakan ruminansia di Indonesia. Tanaman makanan ternak
merupakan makanan utama ternak ruminansia. Ternak ruminansia lebih banyak
mengkonsumsi tanaman makanan ternak dari seluruh pakan yang dikonsumsinya.
Salah satu tanaman makanan ternak yang memiliki kandungan gizi dan produktifitas
baik adalah Setaria splendida Stapf. karena rumput ini memiliki palatabilitas tinggi
dan sangat sesuai ditanam pada semua jenis tanah.
Usaha

pengembangan

budidaya

tanaman

makanan

ternak

tentunya

memerlukan ketersediaan lahan luas untuk percepatan pengembangan budidaya


tanaman makanan ternak. Usaha pengembangan tersebut menghadapi kendala tidak
hanya keterbatasan lahan tetapi juga kondisi lahan yang kritis dan kurang subur
untuk ditanami tanaman makanan ternak, sehingga digunakan latosol dan tailing
dimana kondisi dari kedua jenis media tanam ini memiliki kandungan unsur hara
yang rendah serta memiliki kandungan unsur hara mikro yang cukup tinggi.
Tanah latosol merupakan salah satu lahan yang kurang subur. Lahan ini
tersebar luas di sekitar garis khatulistiwa. Tanah latosol memiliki sifat fisik yang baik
akan tetapi mempunyai KTK rendah, kadar mineral primer dan kadar unsur hara
yang larut rendah, sehingga kondisi tanah seperti ini perlu dilakukan banyak
perbaikan.
Lahan kritis yang dapat digunakan yaitu lahan pasca penambangan atau
disebut tailing merupakan limbah tidak dimanfaatkan lagi dan akan dibuang atau
dikumpulkan pada tempat tertentu, Jumlah tailing sangat besar mencapai 2500
ton/hari. Tailing memiliki kandungan unsur hara esensial yang rendah, pH yang
cenderung basa, KTK yang rendah serta memiliki kandungan logam berat tinggi (Pb)
yang dapat menganggu proses fotosintesis pada tanaman.
Cara untuk mengatasi kendala pada tanah latosol maupun tailing yang
memiliki kandungan N, P rendah, jumlah unsur mikro seperti Pb da Fe tinggi dapat
dilakukan

dengan

menambahkan

cendawan

mikoriza

arbuskula

(CMA),

mikroorganisme potensial tanah serta pembenah tanah. Cara ini digunakan untuk

meningkatkan usaha pengembangan tanaman makanan ternak dengan kualitas baik


serta kontinuitas yang memadai sepanjang waktu.
Azospirillum merupakan bakteri yang mampu mensintesis hormon pemacu
pertumbuhan tanaman, memfiksasi nitrogen, melarutkan fosfat. Bakteri ini dapat
memfiksasi nitrogen molekular pada kondisi mikroaerofil tanpa membentuk bintil
akar. Bakteri pelarut fosfat mampu mengekstrak P yang tidak tersedia menjadi
bentuk yang dapat tersedia, sehingga dapat diserap oleh tanaman, diantaranya dengan
menghasilkan asam-asam organik seperti asam asetat, format, propionat, laktat,
fumarat, dan suksinat dari dalam selnya. Penambahan pembenah tanah yaitu asam
humik yang mampu menjerap bahan organik dan anorganik. Asam humik juga dapat
meningkatkan ketersediaan unsur hara yang telah dihasilkan oleh Azospirillum dan
bakteri pelarut fosfat. Cendawan mikoriza arbuskula juga berperan karena mampu
menginfeksi sistem perakaran inang dengan memproduksi jalinan hifa secara intensif
sehingga tanaman bermikoriza mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap
unsur hara dan air. Kemampuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum, dan asam humik dalam memperbaiki kondisi maupun tekstur tanah
pada latosol dan tailing dapat dijadikan alternatif untuk menggantikan sebagian
pemberian pupuk.
Perumusan Masalah
Lahan marginal dan terdegradasi di Indonesia cukup banyak antara lain lahan
masam dan lahan pasca penambangan. Keberadan lahan masam cukup banyak di
Indonesia sekitar 30% dari daratan di Indonesia. Salah satu lahan masam yaitu tanah
latosol yang memiliki masalah utama yaitu pH yang masam sehingga hal ini akan
berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara makro terutama P sehingga
pemupukan P kurang efisien. Demikian pula kemasaman tanah juga akan
berpengaruh pula pada ketersediaan hara mikro.
Tailing merupakan lahan pasca penambangan yang dianggap sebagai limbah
yang tidak dimanfaatkan karena kandungan unsur hara yang terdapat pada tailing
sangat rendah seperti ketersediaan unsur hara esensial N,P K, dan Mg selain itu
mengandung unsur mikro logam terlarut seperti Pb yang sangat tinggi.
Usaha untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lahan masam dan lahan
pasca penambangan dapat dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme tanah

potensial, asam humik serta cendawan mikoriza arbuskula (CMA) agar tekstur serta
kondisi ekosistem lingkungan dapat terjaga dan pertumbuhan serta produksi rumput
Setaria splendida Stapf. dapat optimal.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kombinasi terbaik dari
penambahan cendawan mikoriza arbuskula (CMA), asam humik, mikroorganisme
tanah potensial terhadap pertumbuhan dan produksi Setaria splendida Stapf. yang
ditanam pada tanah latosol dan tailing tambang emas.

TINJAUAN PUSTAKA
Latosol
Tanah latosol termasuk ke dalam tanah tua bahkan termasuk diantara order
Inceptisol dan Oxisol. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa tanah latosol terbentuk
di daerah dengan curah hujan di atas 2000 mm/tahun dengan bulan kering kurang
dari 3 bulan. Tanah ini dibentuk dari bahan induk batu atau tufa vulkan dan terdapat
di daerah berombak sampai bergunung pada ketinggian 10-1000 m di atas
permukaan laut (Hardjowigeno, 2003)
Derajat kemasaman tanah latosol termasuk agak masam sampai sangat
masam. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara makro terutama
P sehingga pemupukan P kurang efisien. Demikian pula kemasaman tanah akan
berpengaruh pada ketersediaan hara mikro. Pada tanah latosol proses hidrolisis dan
oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat
dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena itu, tanah latosol memiliki KTK yang
sangat rendah, dan bahan organik rendah (Soepardi, 1983).
Pada Umumnya latosol mempunyai sifat kimia yang kurang menguntungkan
bagi tanaman, tetapi pada sifat fisik mempunyai drainase yang baik sehingga
memungkinkan terjadinya proses oksidasi yang intensif dan menghasilkan bahanbahan berwarna merah dan kuning dengan kandungan seskuroksida tinggi serta silika
yang rendah (Buckman dan Brady, 1990). Proses hancuran kimia yang intensif pada
latosol menyebabkan kandungan unsur hara dan kapasitas tukar kation (KTK) relatif
rendah.
Hasil analisa tanah latosol Dramaga di Balai Penelitian Tanah Bogor dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol Dramaga
No

Sifat Tanah

Latosol a

Kriteriab

Ph H2O (pH 1 :1)

5-4

Masam

KTK (me/100 g)

13,44

Rendah

KB (%)

75,07

Tinggi

C-Org (%)

1,23

Sangat Rendah

N-Total (%)

0,11

Rendah

P (ppm)

0,5

Sangat Rendah

Ca (me/100 g)

2,10

Rendah

Mg (me/100 g)

0,76

Rendah

K (me/100 g)

0,10

Rendah

10

Na-dd (me/100 g)

0,4

Sedang

11

Kejenuhan Al (%)

2,29

Rendah

12

Fe (ppm)

2,49

Sedang

13

Tekstur Pasir (%)

21,65

`14 Tekstur Debu (%)

14,24

15

64,11

Tekstur Liat (%)

Keterangan :

a
b

Maryani, 1999
Pusat Penelitian Tanah, 1983

Tailing
Tailing merupakan residu yang berasal dari batuan dalam tanah yang telah
dihancurkan hingga menyerupai bubur kental oleh pabrik pemisah mineral. Proses itu
dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral
seperti emas, perak, tembaga dan lainnya diangkut dari lokasi galian menuju tempat
pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses penggerusan
dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan
kimia tertentu seperti sianida, merkuri dan timbal (Pb) agar mineral yang dicari
mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai
5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi
tailing, dan buang ketempat pembuangan (Jatam, 2004). Hasil analisa karakteristik
Tailing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisa Karakteristik Tailing


Kriteria

No

Sifat Tanah

Ph H2O (pH 1 :1)

7,10

Basa

KTK N NH4O Ac pH 7.0

3,03

Sangat Rendah

KB(%)

100

Tinggi

C-org (%) Walkley & Black

0,39

Sangat Rendah

N-total (%) Kjeldhal

0,05

Sangat Rendah

P (ppm) Bray I

11,7

Rendah

Ca (me/100gr) N NH4OAc pH 7.0

30,75

Sangat Tinggi

Mg (me/100gr) N NH4Oac pH 7.0

0,38

Rendah

K (me/100gr) N NH4Oac pH 7.0

0,.20

Rendah

10

Na (me/100gr) N NH4Oac pH 7.0

0,60

Sedang

11

Fe (ppm) 0.05 N HCl

0,68

Rendah

12

Cu (ppm) 0.05 N HCl

0,32

Tinggi

13

Zn (ppm) 0.05 N HCl

0,52

Rendah

14

Pb (me/100gr) 0.05 N HCl (terlarut)

4,80

Tinggi

15

Pb (ppm) N HCl 25% (total)

172,00

Tinggi

16

Tekstur pasir (%)

53,35

17

Tekstur debu (%)

41,22

18

Tekstur liat (%)

5,43

Tailing

Sumber : Setyaningsih, 2007

Setaria splendida Stapf.


Setaria splendida Stapf. disebut juga rumput Giant Setaria atau Setaria
Gajah yang di introduksi dari Afrika Tropika Selatan sebagai pusat penyebarannya
(Bogdan, 1977).
Setaria splendida Stapf. merupakan tanaman tahunan yang berumpun,
tingginya dapat mencapai 150 cm, produktif dan tahan kering, siklus vegetatifnya
panjang (Mcllroy, 1976). Panjang daun dapat mencapai 70 cm dan lebarnya 12-20
mm (Bogdan, 1977). Rumput ini mengeluarkan anakan yang banyak. Daunnya
panjang, tirus dan berwarna hijau dan kurang mempunyai bulu. Rumput ini memiliki
bunga berbentuk seperti ekor berukuran 10 15 cm panjang dan berwarna terang
kehijau-hijauan (JPHPK, 2007)

Rumput Setaria splendida Stapf tidak mudah diserang penyakit, sangat sesuai
ditanam pada semua jenis tanah dan memerlukan air yang banyak. Setaria splendida
Stapf. mengandung asam oksalat dan akan bertambah dengan pertambahan N,
Oksalat tidak menjadi masalah pada ruminansia yang biasa dengan rumput ini tetapi
akan menyebabkan masalah penyakit tulang Osteodystrophiafibrosa bagi kuda.
Rumput Setaria splendida Stapf. boleh ditanam dengan menggunakan pols dan
sesuai untuk sistem potong angkut atau ragutan. Hasil bahan kering 16,6 18,6
ton/ha/tahun (jarak pemotongan setiap 6 minggu) dan protein kasar 12,4 % (JPHPK,
2007) .
Tabel 3. Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida Stapf.
Bahan Kering (%)
PK

SK

Abu

EE

NFE

Segar, 120 cm, Tanzania

11.3

39.2

15.8

3.6

30.2

Segar, 25 hari tumbuh, Zaire

11.4

27.8

12.1

3.0

45.7

Kecernaan (%)

Segar, tumbuh kembali

Ternak
Domba

PK

SK

EE

NFE

ME

65.2

75.2

56.7

76.5

2.47

Sumber : Gohl, 1975

Azospirillum
Bakteri Azospirillum sp. termasuk bakteri gram-negatif, heterotrof, memiliki
sel yang berbentuk batang dan dapat bergerak dengan bantuan flagella polar dan
berukuran 1 m (Elmerich, 1992). Ada tiga spesies Azospirillum sp. yang berhasil
dideskripsikan, yaitu Azospirillum amazonense, Azospirillum halopraeferans dan
Azospirillum irakense.
Azospirillum sp. dapat menembus akar dan tumbuh secara interseluller
diantara sel akar (Madigal et al., 1997). Sedangkan Elmerich (1992) menjelaskan
bakteri ini mampu mengkolonisasi korteks akar yang diamati pada ruang interselluler
korteks. Setelah diinokulasi dengan Azospirillum sp. sistem perakaran tanaman inang
berploferasi dan jumlah akar lateral serta rambut akar meningkat. Interaksi antara
bakteri dengan tanaman inangnya agaknya diperantarai oleh gen bakteri. Secara
khusus ada kesamaan antara deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh

Azospirillum sp. pada rerumputan dengan Rhizobium pada leguminosa (Patriquin et


al., 1982).
Tanaman yang berasosiasi dengan Azospirillum akan memperoleh banyak
keuntungan, antara lain karena adanya suplai:1) amonium dalam jumlah yang tidak
berlebihan atau sesuai kebutuhan secara terus menerus, 2) hormon tumbuh seperti
auksin, IAA dan giberelin yang diproduksi pada kondisi tertentu. Auksin ini
berfungsi memacu pembentukkan akar dan rambut akar, sehingga daerah serapan
akar terhadap unsur hara dan air diperluas (Hadas & Okon,1987), 3)vitamin berupa
tiamin, niasin, dan pantotenik, yang bersama dengan hormon tumbuh berfungsi
sebagai pemacu pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengaruh inokulasi
Azospirillum sp. terhadap morfologi dan fisiologi tanaman:1) inokulasi Azospirillum
pada tanaman menyebabkan perubahan morfologi pada sistem perakaran (Okon,
1985), antara lain peningkatan diameter akar lateral pada benih jagung, terbentuknya
lapisan korteks pada akar jagung dan gandum, meningkatkan panjang akar,
meningkatkan jumlah akar, 2) aktivitas fisiologi akar: meningkatkan aktivitas enzim
13% sampai 60% dibanding tahap inokulasi (Okon, 1985)

Bakteri Pelarut Fosfat


Bakteri pelarut fosfat adalah mikroorganisme yang mempunyai kemampuan
mengekstraksi P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia yang
dapat digunakan oleh tanaman. Mikroorganisme pelarut fosfat dapat berasal dari
kelompok bakteri, fungi, dan aktinomisetes. Bakteri yang sering dilaporkan
melarutkan fosfat diantaranya Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus,
Flavobacterium, Bacterium, Citrobacter, dan Enterobacter. Kelompok fungi
diantaranya yaitu Aspergillus, Sclerotium, Fusarium, dan Chephalosporium.
Kelompok aktinomisetes hanya Streptomycetes sp. yang diketahui dapat melarutkan
P (Rao, 1982; Premono, 1994)
Fosfat relatif tidak mudah tercuci seperti N, tetapi karena pengaruh
lingkungan maka statusnya dapat berubah dari P yang tersedia bagi tanaman menjadi
P yang tidak tersedia bagi tanaman dalam bentuk Fe-P, Mg-P, Ca-P dan Occluded-P.
Aktivitas jasad renik pelarut P akan menghasilkan asam organik, diantaranya
asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, suksinat, tartarat dan

ketobutirat (Rao, 1982: Illmer, Barbato dan Schinner, 1992). Beberapa mekanisme
yang mungkin dalam pelarutan P oleh bakteri pelarut P adalah : (1) produksi asamasam organik; (2) pemasaman pH medium yang disebabkan oleh ekskresi H+ oleh
bakteri; (3) enzim fosfatase yang dihasilkan bakteri (Rao, 1982). Selain itu, asamasam organik mampu meningkatkan P tersedia melalui beberapa mekanisme,
diantaranya yaitu : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan
tapak jerapan koloid yang bermuatan positif; (2) pelepasan ortofosfat pada ikatan
logam-P melalui pembentukan kompleks logam organik.

Asam Humik
Asam humik merupakan bahan organik terhumifikasi yang dianggap sebagai
hasil akhir dekomposisi bahan tanaman dan hewan yang telah memfosil dalam selang
waktu jutaan tahun di dalam tanah. Bahan organik ini berfungsi sebagai bahan
pembenah tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah (Tan,
1993). Pemberian asam humik akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Istilah asam humik berasal dari Berzilius pada tahun 1980, yang
menggolongkan fraksi humik tanah ke dalam, (1) asam humik yaitu fraksi yang larut
dalam basa, tidak larut dalam asam dan alkohol (2) asam krenik dan apokrenik atau
asam fulvat yang larut dalam air dan (3) humin yaitu bagian yang tidak dapat larut.
Substansi humik terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino, peptida
termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas fenolik OH
bebas, struktur quinone, nitrogen, oksigen dan gugus CaOH pada cincin aromatik.
Kandungan asam humik dalam tanah yaitu C, H, O, S, dan P dan unsur lain seperti
Na, K, Mg, Mn, Fe, dan Al-oksida. Mekanisme pembentukan asam humik
diperlihatkan pada Gambar 1.
Asam Humik memiliki keuntungan secara fisik antara lain meningkatkan
kapasitas memegang air, aerasi tanah, memperbaiki daya kerja tanah, membantu
bertahan pada kondisi kekurangan air, memecah masa dormansi benih dan
mengurangi erosi tanah. Keuntungan kimia yaitu membantu menahan air terlarut dan
melepaskannya ke tanah yang memerlukan, meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan Kapasitas Sangga Tanah, pengkhelatan ion logam dibawah kondisi basa,

kaya akan bahan organik dan mineral yang penting untuk pertumbuhan dan
meningkatkan persentase total nitrogen dalam tanah (Tan, 1993). Keuntungan biologi
asam humik antara lain menstimulasi pertumbuhan tanaman dan mengakselerasi
pembelahan sel, meningkatkan perkecambahan dan viabilitas benih, meningkatkan
respirasi akar, menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme tanah, membantu proses
fotosintesis dan sebagai katalis organik (Tan, 1993)

Residu tanaman
Transformasi oleh mikroorganisme
Modifikasi lignin
Gula

Polifenol

Amino

Quinone

Hasil Dekomposisi Lignin

Quinone
Bahan Humik

Gambar 1. Mekanisme Pembentukan Asam Humik (Tan, 1993)

Huang dan Schnitzer (1997) menambahkan kandungan asam humik yaitu


56,2 % C, 35,5 % O, 4,7 % H, 3,2 % N dan 0,8 % S. Prosedur yang paling umum
untuk ekstraksi dan fraksionasi asam humik dengan NaOH ditunjukkan pada Gambar
2.

Bahan Organik Tanah

Bahan Humat
(larut dalam alkali)

Humin + Bahan Bukan Humat


(tidak larut)

Dengan asam

Asam Fulvat
(larut dalam asam)

Asam Humat
(tidak larut)

Disesuikan ke pH 4,8

Asam Fulvat
(larut)

Humus
(tidak larut)

dengan alkohol

Asam Humat
(tidak larut)

Asam
Himatomelanik
(larut)

Dengan garam netral


Humat Coklat
(larut)

Humat Kelabu
(tidak larut)

Gambar 2. Bagan Alur Pemisahan Humat Menjadi berbagai fraksi Humat


(Tan, 1993).

Sifat humik sebetulnya juga cukup kompleks sesuai dengan bahan


penyusunnya, namun secara umum sifat dan ciri humik adalah :
1) bersifat koloidal seperti liat;
2) luas permukaan dan daya serap lebih tinggi dari liat;
3) Kapasitas Tukar Kation (KTK) 150300 me/100 g,Liatnya hanya 8100
me/100 g;
4) daya jerap air 80-90% dari bobotnya, liat hanya 15-20%. Daya kohesi dan
plastisitasnya rendah, sehingga mengurangi sifat lekat dari liat dan membantu
granulasi agregat tanah;
5) misel humus terdiri dari lignin, polisakarida dan protein liat yang didampingi
oleh C, H, O, P, dan unsur lainnya;

6) muatan negatifnya berasal dari gugus COOH dan OH yang berada di


pinggiran dimana ion dapat digantikan oleh kation lain;
7) mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg,
dan K;
8) merupakan sumber energi jasad mikro; dan
9) memberikan warna gelap pada tanah (Hakim et al., 1986).

Cendawan Mikoriza Arbuskula


Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk
jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah berarti
akar jamur (Atmaja, 2001). Secara umum mikoriza di daerah tropika digolongkan
dalam dua tipe yaitu: Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA)/Endomikoriza dan
Vesikular-Arbuskular Mikoriza (VAM)/Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya
tergolong ke dalam kelompok ascomycetes dan basidiomycetes (Pujiyanto, 2001).
Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang berarti Akar
tanaman. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara beraturan dan
memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman inang, jenis
cendawan maupun penyebarannya.
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok
untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kondisi edafik yang dapat
mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Penetrasi jamur
mikoriza pada epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang
selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika
hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara
eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi
pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi
reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain
fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh
tanaman (Pujiyanto, 2001).

Tipe Mikoriza
Menurut Imas et al. (1989) berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi
terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan
besar : yaitu ektomikoriza, endomikoriza atau lebih dikenal dengan V-A mikoriza
dan Ektendomikoriza.
Endomikoriza
Cendawan endomikoriza dapat dibedakan dari ektomikoriza, karena beberapa
karakteristik berikut ini :
1) perakaran yang kena infeksi tidak membesar;
2) cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi
tidak setebal pada ektomikoriza;
3) hifa menyerang (masuk) ke dalam individu sel jaringan korteks; dan
4) adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut Vesicles dan sistem
percabangan hifa yang disebut Arbuscule.
Endomikoriza merupakan jenis mikoriza paling penting dan paling luas
penyebarannya. Jenis mikoriza ini dijumpai secara alamiah pada hampir semua
tumbuhan tropika dan subtropika. Endomikoriza saat ini lebih dikenal sebagai
mikoriza arbuskula (Gunawan, 1993).
Manfaat Mikoriza
Menurut Imas et al. (1989) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh
tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah :
1) meningkatkan penyerapan unsur hara. tanaman yang bermikoriza biasanya
tumbuh lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Salah satu sebab untuk
hal ini ialah bahwa mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan
unsur hara makro dan beberapa unsur mikro. Selain itu akar yang bermikoriza
dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk
tanaman;
2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. tanaman yang bermikoriza
biasanya lebih tahan kering daripada yang tidak bermikoriza. Kekeringan
yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran
pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar yang
bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekurangan air berlalu.

Hal ini disebabkan, hifa cendawan mampu untuk menyerap air pada pori-pori
tanah, pada saat akar tanaman sudah tak mampu. Selain itu penyebaran hifa
di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat mengambil air relatif banyak;
3) tahan terhadap serangan patogen akar. Mikoriza menggunakan hampir semua
kelebihan karbohidrat dan exudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan
yang tidak cocok bagi patogen;
4) mikoriza dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk, bagi anakan
pohon yang ditanam pada kondisi tanah jelek;
5) penggunaan

mikoriza

dibandingkan

dengan

pupuk

organik

lebih

menguntungkan disamping mampu menyerap N, P, K serta beberapa unsur


mikro yang biasanya bukan bagian dari pupuk buatan; dan
6) pemakaian mikoriza sebenarnya merupakan keimbangan ekologi, aman
dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan, berperan aktif dalam
siklus hara dengan transfer organik ke organik dan dapat memperbaiki
kesuburan tanah karena kemampuannya untuk mengekstraksi unsur yang
terikat.

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober
2007. Bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium
Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB).
Materi
Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dalam penelitian ini adalah
tailing yang diperoleh dari tambang emas PT. Aneka Tambang Pongkor, Bogor dan
tanah latosol yang diperoleh dari Dramaga, Bogor. Pols Setaria splendida Stapf.
diperoleh dari kebun Agrostologi. Mycofer, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan
asam humik diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat
Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB. Pupuk NPK mutiara diberikan
sebagai pupuk dasar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian lapang adalah
Polybag, sekop, gunting, gembor air, timbangan, penggaris 100 cm, kantong semen
dan oven. Bahan kimia yang digunakan untuk pewarnaan akar dan pembuatan
preparat adalah asam laktat, gliserin, trypan blue, HCl 2%, KOH 2,5%, Aquades.
Alat yang digunakan tabung film, saringan, gelas preparat, cover glass, gunting,
pinset, mikroskop, tabung reaksi, gelas ukur dan label. Bahan yang digunakan untuk
pengamatan jumlah spora yaitu larutan sukrosa 60%. Alat yang digunakan saringan 3
tingkat yaitu 710 m, 425 m, 45 m, sentrifuge, cawan petri, gelas ukur, sendok
dan mikroskop.
Rancangan Percobaan

Perlakuan
Penelitian ini merupakan 2 penelitian yang berbeda dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 7 perlakuan dengan 5
ulangan untuk masing-masing jenis tanah latosol dan tailing.

Adapun 7 perlakuan yang digunakan adalah :


Ctrl

= Kontrol

= Mikoriza

MA

= Mikoriza + Azospirillum

MP

= Mikoriza + Bakteri Pelarut fosfat

MH

= Mikoriza + Asam Humik

MPA

= Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat + Azospirillum

MPAH = Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat + Azospirillum + Asam Humik

Model
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :.
Yij = + i + ij
dimana :
Yij

= Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

= Nilai rataan umum

= Pengaruh perlakuan ke-i (i=1,2, 3, 4, 5, 6, 7)

ij

= Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.


Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam

(ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) maka dilanjutkan
dengan uji Duncan. (Steel and Torrie, 1993)
Peubah yang diamati
1. Pertambahan Tinggi Vertikal
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
dengan cara mengatupkan seluruh daun ke atas dengan tangan sampai tegak lurus
kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling
tinggi dari permukaan tanah. Tinggi tanaman diukur setiap satu minggu sekali.
2. Jumlah Anakan
Anakan rumput Setaria splendida Stapf. yang dihitung adalah anakan yang
muncul dari dalam tanah atau tumbuh pada rhizoma batang, bukan yang tumbuh ke
samping pada buku batang yang tidak terpotong. Jumlah anakan diukur setiap satu
minggu sekali.

3. Berat Kering Tajuk


Pengukuran berat kering tajuk diukur pada akhir percobaan yaitu dengan cara
mengeringudarakan terlebih dahulu bagian atas tanaman, kemudian dimasukkan
oven suhu 70oC selama 48 jam. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 2 kali yaitu
periode 1 dan periode 2.
4. Berat Kering Akar
Berat

kering

akar

diukur

pada

akhir

percobaan

dengan

cara

mengeringudarakan terlebih dahulu bagian akar selama 2 hari, kemudian


dimasukkan ke dalam oven suhu 70oC selama 48 jam.
5. Persentase Infeksi Akar
Penghitungan persen akar yang terinfeksi oleh cendawan mikoriza arbuskula
dilakukan dengan teknik pewarnaan akar Philip dan Hayman (1970) yang telah
dimodifikasi dengan teknik Koske dan Gemma (1989). Adapun tahapannya sebagai
berikut:
a) contoh akar dicuci dengan air biasa untuk melepaskan semua miselium luar;
b) bagian akar yang muda (serabut) dipotong-potong

sepanjang 1 cm dan

dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH 2,5 %
kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama semalam atau sampai
akar berwarna kuning bersih;
c) setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2,5% dibuang dan akar
dibilas dengan air;
d) akar diasamkan dalam HCl 2% dan biarkan semalam sampai akar berwarna
kuning jernih;
e) HCl 2% dibuang dan diganti dengan larutan Staining (gliserol, Asam laktat,
dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah trypan blue sebanyak
0.05%) lalu biarkan semalam;
f) jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan Destaining (larutan staining
tanpa trypan blue, dengan perbandingan gliserol, asam laktat, dan aquades
sebesar 2:2:1) dan dibiarkan semalam;
g) akar yang telah diberikan larutan Staining kemudian disusun pada gelas objek
(1 gelas objek untuk 10 potong akar) kemudian diamati dengan mikroskop;
h) jumlah akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar tersebut dicatat; dan

i) persentase akar yang terinfeksi dihitung berdasarkan rumus :


Persentase Infeksi =

Jumlah akar yang terinfeksi

x 100 % .

akar yang terinfeksi + akar yang tidak terinfeksi

6. Jumlah Spora
Pengamatan jumlah spora dilakukan dengan metode tuang saring basah
(Gerdemann and Nicolson, 1963) dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a) sampel tanah sebanyak 50 gram diambil dari masing-masing perlakuan
dicampur dengan 200 ml air dalam gelas ukur, kemudian diaduk hingga larut
dan dibiarkan beberapa waktu supaya partikel-partikel besar mengendap;
b) setelah itu larutan tanah yang telah diaduk kemudian disaring dengan
menggunakan saringan berurut ke bawah dari yang berukuran 710 m, 425
m, 45 m;
c) partikel-partikel halus berikut spora yang tertampung pada saringan 45 m
dimasukkan ke dalam botol kecil kemudian diaduk dengan sendok agar
endapan dan air tercampur lalu dalam keadaan air masih berputar masukkan
ke dalam tabung-tabung sentrifusi sebanyak 25 ml masing-masing perlakuan.;
d) larutan sukrosa 60% ditambahkan sebanyak 25 ml pada tabung sentrifuse;
e) sentrifuse terhadap tabung dilakukan selama lebih kurang 3 menit dengan
kecepatan 2500 rpm;
f) supernatan disaring dengan menggunakan saringan 45 m dan dicuci dengan
air yang mengalir agar larutan sukrosa hilang;
g) spora yang tertahan pada ujung saringan kemudian dipindahkan dalam cawan
petri dan diberi air secukupnya;
h) pola lingkaran dibuat pada permukaan bawah cawan petri untuk membantu
menghitung jumlah spora; dan
i) pengamatan spora dan penghitungannya dilakukan di bawah mikroskop.

Prosedur Pelaksanaan

Persiapan Media Tanam


Media tanam yang digunakan adalah tailing yang diambil dari pertambangan emas
PT. Aneka Tambang Pongkor, Bogor dan latosol yang diambil dari Dramaga, Bogor.
Tailing yang telah diangkut dimasukkan ke dalam polybag (kantong plastik)
sedangkan tanah latosol yang telah diambil dikeringkan selama 1 minggu.
Pengeringan dilakukan dengan cara dijemur di rumah kaca.
Persiapan Tanaman
Tanaman yang digunakan yaitu Setaria splendida Stapf. dengan mengambil
dari kebun koleksi Laboratorium Agrostologi sebanyak 140 pols setelah diambil pols
dicuci dengan menggunakan air.
Persiapan Bahan
Cendawan Mikoriza Arbuskula diberikan sebanyak 10 g/polybag yang merupakan
campuran dari berbagai jenis cendawan mikoriza arbuskula. Bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum diberikan sebanyak 1 g/polybag dengan kepadatan 108 cfu. Asam
humik diberikan sebanyak 80 ml/polybag diberikan kepada masing-masing
perlakuan.
Trimming
Trimming dilakukan dengan pemotongan rumput di atas permukaan tanah
setinggi 25 cm untuk menyeragamkan pertumbuhan awal tanaman.
Penanaman
Tanah yang akan ditanami dengan pols Setaria splendida Stapf. diberi pupuk
NPK dan asam humik kemudian dicampur sampai merata. Setelah tercampur rata
tanah dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 5 kg. Mycofer, bakteri pelarut fosfat
dan Azospirillum dimasukkan ke dalam polybag sesuai dengan perlakuan yang sudah
ditentukan pada masing-masing polybag.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada saat penanaman dengan menggunakan pupuk
NPK mutiara sebanyak 1,25 g/polybag. Cara penggunaannya adalah dicampur ke
dalam tanah latosol maupun tailing.

Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman
dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara
manual yaitu dengan cara mencabut gulma yang tumbuh setiap hari.
Pemanenan dan Pengambilan Sampel
Pemanenan dilakukan denagn interval 40 hari. Panen dilakukan sebanyak 2
kali. Pengambilan sampel dilakukan pada saat periode 1 dan periode 2. Sampel yang
diambil yaitu daun, akar serta tanah latosol dan tailing sebanyak 50 g.

Hasil dan Pembahasan


Keadaan Umum Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Agrostologi dengan
rataan temperatur 29,3oC dan kelembaban 81 %. Kondisi ini cukup baik untuk
pertumbuhan tanaman dan mikroorganisme tanah. Karena sesuai dengan Sarief
(1985) bahwa kisaran maksimum pertumbuhan tanaman antara 15oC dan 40oC,
merupakan temperatur terbaik untuk pertumbuhan tanaman juga terbaik untuk
pertumbuhan organisme tanah.
Rumput Setaria splendida Stapf. ditanam dengan menggunakan pols.
Pemeriksaan terhadap hama dan penyakit dilakukan setiap hari dan jika terdapat
hama dan penyakit pada rumput Setaria splendida Stapf. maka dilakukan
pemotongan daun atau batang, sedangkan gulma yang tumbuh akan langsung di
ambil dari polybag tersebut. Selama penelitian tidak dilakukan penyemprotan
pestisida karena dikhawatirkan akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme.
Secara umum keadaan rumput Setaria splendida Stapf. yang diberi perlakuan
cendawan mikoriza arbuskula, Azospirillum, bakteri pelarut fosfat dan asam humik
baik latosol maupun tailing pada minggu pertama setelah penanaman belum
menunjukkan pertumbuhan. Pertumbuhan mulai terlihat pada minggu ke-4 yang
ditunjukkan dengan adanya jumlah anakan dan tinggi vertikal dari daun yang
semakin meningkat. Minggu ke-3 setelah penanaman terdapat rumput yang
mengalami kematian sebelum dilakukan pengamatan maka dilakukan penyulaman,
setelah dilakukan penyulaman rumput mulai tumbuh dengan normal. Rumput Setaria
splendida Stapf. pada keadaan di rumah kaca dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3. Rumput Setaria splendida Stapf. yang ditanam pada Tailing (A) dan
Latosol (B)

34

Pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, produksi berat kering merupakan


parameter yang diamati dari pertumbuhan dan produktivitas suatu rumput. Media
tanam yang digunakan pada penelitian ini adalah latosol dan tailing. Tailing
merupakan limbah hasil pengolahan bahan tambang emas yang diambil dari
pertambangan emas PT. Aneka Tambang Pongkor, Bogor, sedangkan latosol adalah
tanah yang di ambil dari daerah Dramaga, Bogor yang merupakan tanah marginal
tetapi memiliki sifat kimia yang kurang baik jika dijadikan sebagai media tanam.
Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula, Asam Humik dan
Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Rumput Setaria splendida Stapf.
pada Tanah Latosol
Tanah latosol memiliki kandungan hara yang rendah, cukup tingginya
konsentrasi Fe serta pH yang masam. Hal ini merupakan masalah yang harus
dihadapi dalam pemanfaatan tanah latosol karena akan menghambat pertumbuhan
tanaman sehingga pertumbuhan, produksi serta kualitas dari tanaman menjadi
rendah. Untuk memperbaiki kondisi tanah ini dilakukan penambahan cendawan
mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum serta asam humik agar
mendorong pertumbuhan rumput Setaria splendida Stapf. sehingga akan dapat
meningkatkan produksi dan kualitas dari rumput Setaria splendida Stapf.
Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk setiap peubah pertambahan tinggi vertikal,
jumlah anakan, berat kering tajuk, berat kering akar, persentase infeksi akar dan
jumlah spora dapat disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tanah Latosol
Peubah
PTV

JA

(cm)

BKT

BKA

IA

(gram)

(gram)

(%)

JS

Latosol
Periode tanam/
Panen 1

tn

tn

tn

Periode tanam/
Panen 2

tn

tn

tn

tn

tn

Keterangan

: * : Berbeda Nyata (p<0.05) tn: tidak nyata ; PTV = pertambahan tinggi


vertikal; JA = jumlah anakan; BKT = berat kering tajuk; BKA = berat kering
akar; IA = infeksi akar; JS = jumlah spora

35

Rataan pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, berat kering tajuk, berat
kering akar, persentase infeksi akar, dan jumlah spora pada rumput Setaria splendida
Stapf. disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal, Jumlah Anakan, Berat Kering
Tajuk, Berat Kering Akar, Persentase Infeksi Akar dan Jumlah
Spora pada Latosol
Peubah

Perlakuan

PTV 1

PTV 2

(cm)

(cm)

JA 1

JA 2

BKT 1

BKT 2

BKA

IA

(g)

(g)

(g)

(%)

Ctrl

27,78

31,34

5,8

4,6

6,3

10,36

13,94

34,48

34,08

5,0

4,6

6,1

11

MA

31,6

36,62

3,6

4,0

7.5

MP

31,32

36,06

5,4

4,6

MH

29,54

30,72

4,2

MPA

27,66

33,44

MPAH

31,22

34,14

JS

130,8

12,3b

35,2

30,2

12,17

16,67ab

39

112,2

7,0

11,36

13,9b

29,6

111,4

4,6

7,9

10,74

12,98b

26,6

101

4,8

5,0

8,0

11,6

15,06ab

32,8

59,2

5,0

5,4

7,4

11,42

18,10a

37,6

203,8

Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p<0.05); Ctrl = kontrol; M = Mikoriza; MA = Mikoriza +Azospirillum; MP = Mikoriza
+Bakteri Pelarut Fosfat; MH = Mikoriza +Asam humik; MPA = Mikoriza +Bakteri
Pelarut Fosfat+ Azospirillum; MPAH = Mikoriza+Bakteri Pelarut Fosfat+
Azospirillum+Asam humik; PTV 1 = pertambahan tinggi vertikal periode 1; PTV 2 =
pertambahan tinggi vertikal periode 2; JA 1 = jumlah anakan periode 1; JA 2 = jumlah
anakan periode 2; BKT 1 = berat kering tajuk periode 1; BKT 2 = berat kering tajuk
periode 2; BKA = berat kering akar; IA = infeksi akar; JS = jumlah spora

Pertambahan Tinggi Vertikal


Penampilan ukuran tinggi tanaman merupakan salah satu aspek yang dapat
diamati dan mudah dinilai kualitas pertumbuhannya. Tinggi tanaman merupakan
ukuran pertumbuhan yang mudah dilihat. Rataan pertambahan tinggi vertikal dapat
dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza
arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh
nyata terhadap pertambahan tinggi vertikal pada periode 1 dan periode 2.

Jumlah Anakan
Jumlah anakan merupakan salah satu bagian yang menunjukkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman pada fase vegetatif. Jumlah anakan dapat digunakan
untuk menduga tinggi rendahnya bobot hijauan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan

36

cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
terhadap jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azosprillum dan
asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan periode 1 dan periode
2.
Berat Kering Tajuk
Berat kering merupakan cara untuk menilai produktivitas yang dihasilkan
oleh suatu tanaman. Pengaruh

perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri

pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik terhadap berat kering tajuk periode 1
dan periode 2 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6. Berdasarkan hasil sidik
ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk
periode 1 dan periode 2.

Berat Kering Tajuk (gr)

14

11,36 12,18 11,48


11
11,42
10,74
10,36

12
10
8

6,32

7,92 8,2
7,04
7,4
7,42
6,56

6
4
2
0
Periode 1
Kontrol

Periode 2
MP

MA

MH

MPA

MPAH

Gambar 4. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Latosol
Berat Kering Akar
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7. Berdasarkan
hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan cendawan mikoriza arbuskula,
bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik memberikan pengaruh yang
nyata (p<0.05) terhadap produksi berat kering akar. Produksi berat kering akar
tertinggi pada perlakuan MPAH yaitu 18,1 g, sedangkan produksi berat kering akar

37

terendah yaitu perlakuan M sebesar 12,3 g. Hasil uji lanjut Duncan produksi berat
kering akar pada perlakuan MPAH tidak berbeda nyata terhadap perlakuan MA dan
MPA, akan tetapi perlakuan MPAH berbeda nyata dengan perlakuan M. Perlakuan
MA tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol, M, MP, MH, MPA, sedangkan
perlakuan MPA tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol, MP, MH.
Penambahan perlakuan MPAH merupakan hasil yang paling terbaik. Akar Rumput
Setaria splendida Stapf. dapat dilihat pada Gambar 8.
20

18,1

Berat Kering Akar (g)

18
16

16,1
13,94

14

13,9

15,32
12,98

12,3

12
10
8
6

ab

ab

4
2
0
Kontrol

MP

MA

MH

MPA

MPAH

Gambar 5. Grafik Berat Kering Akar pada Latosol

Gambar 6. Akar Rumput Setaria splendida Stapf. pada Latosol

38

Persentase Infeksi Akar


Persentase infeksi akar dilakukan untuk mengetahui berapa banyak mikoriza
menginfeksi daerah perakaran agar pertumbuhan dari Setaria splendida Stapf dapat
optimal. Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik terhadap persentase infeksi akar dapat dilihat pada
Tabel 5 dan Gambar 9. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan
mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi akar. Perlakuan kontrol (tanpa

Persentase Infeksi Akar (%)

pemberian) menunjukkan hasil yang paling rendah yaitu 13,6%.

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

35,2

39

37,6
32,8

29,6
26,6

6,25

Kontrol

MA

MP

MH

MPA

MPAH

Gambar 7. Grafik Persentase Infeksi Akar pada Latosol

Jumlah Spora
Jumlah spora sangat efektif digunakan untuk mengetahui perkecambahan
spora yang telah dihasilkan oleh cendawan mikoriza arbuskula. Pengaruh perlakuan
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 10. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan
asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah spora.

39

250
203,8
Jumlah Spora

200
150

130,8
111,4

112,2

101

100
59,2
50
30,2
0
kontrol

MA

MP

MH

MPA

MPAH

Gambar 8. Grafik Jumlah Spora pada Latosol

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula, Asam Humik dan


Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Rumput Setaria splendida Stapf.
pada Tailing
Tailing memiliki kandungan unsur hara yang rendah, memiliki tekstur yang
didominasi oleh fraksi debu dan pasir, pH yang bersifat basa. Hal ini merupakan
masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan tailing karena akan menghambat
pertumbuhan dan produksi dari Setaria splendida Stapf. Untuk memperbaiki kondisi
tailing maka dilakukan penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut
fosfat, Azospirillum dan asam humik agar mendorong pertumbuhan dan produksi
Setaria splendida Stapf. dapat optimal.
Pada Tabel 6. terlihat bahwa penambahan cendawan mikoriza arbuskula,
bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak nyata mempengaruhi
pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, berat kering tajuk, berat kering akar,
persentase infeksi akar dan jumlah spora.

40

Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tailing


Parameter
PTV

JA

(cm)

BKT

BKA

IA

JS

(gram)

(gram)

(%)

Tailing
Periode tanam/
Panen 1

tn

tn

tn

Periode tanam/
Panen 2

tn

tn

tn

tn

tn

tn

Keterangan

: * : Berbeda Nyata (p<0.05) tn: tidak nyata ; PTV = pertambahan tinggi


vertikal; JA = jumlah anakan; BKT = berat kering tajuk; BKA = berat kering
akar; IA = infeksi akar; JS = jumlah spora

Rataan pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, berat kering tajuk, berat
kering akar, persentase infeksi akar, dan jumlah spora pada rumput Setaria splendida
Stapf. disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal, Jumlah Anakan, Berat Kering


Tajuk, Berat Kering Akar, Persentase Infeksi Akar dan Jumlah
Spora pada Tailing
Peubah
Perlakuan

Ctrl
M
MA
MP
MH
MPA
MPAH

PTV 1
(cm)

PTV 2
(cm)

JA 1

JA 2

BKT 1
(gram)

BKT 2
(gram)

BKA
(gram)

IA
(%)

JS

15,88

25,20

0,2

1,2

1,0

2,9

2,4

13,6

4,8

19,08

30,75

0,6

2,6

1,1

4,3

2,8

21,0

8,4

25,94

33,16

0,6

2,0

1,3

5,3

3,9

21,0

5,8

22,14

27,94

1,2

1,8

0,9

4,3

2,9

25,0

5,8

16,56

29,26

1,4

2,2

1,1

4,9

5,1

47,4

10,6

18,50

26,32

0,6

2,0

0,8

3,6

3,2

31,6

7,0

21,24

28,10

0,8

1,6

1,2

6,4

3,8

45,2

8,8

Keterangan: Ctrl = kontrol; M = Mikoriza; MA = Mikoriza +Azospirillum; MP = Mikoriza +Bakteri


Pelarut Fosfat; MH = Mikoriza +asam humik; MPA = Mikoriza +Bakteri Pelarut Fosfat+
Azospirillum; MPAH = Mikoriza+Bakteri Pelarut Fosfat+ Azospirillum+asam humik;
PTV 1 = pertambahan tinggi vertikal periode 1; PTV 2 = pertambahan tinggi vertikal
periode 2; JA 1 = jumlah anakan periode I; JA 2 = jumlah anakan periode 2; BKT 1 =
berat kering tajuk periode 1; BKT 2 = berat kering tajuk periode 2; BKA = berat kering
akar; IA = infeksi akar; JS = jumlah spora

41

Pertambahan Tinggi Vertikal


Pengaruh

perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,

Azospirillum dan asam humik terhadap pertambahan tinggi vertikal periode 1 dan
periode 2 dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi vertikal periode 1 dan periode
2.
Jumlah Anakan
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik terhadap jumlah anakan periode 1 dan periode 2 dapat
dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza
arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azosprillum dan asam humik tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah anakan periode 1 dan 2.

Berat Kering Tajuk


Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 11.
Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri
pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap berat
kering tajuk periode 1 dan periode 2.

Berat Kering Tajuk (g)

6,38

5,28
4,86
4,3 4,28

3,56

4
2,96
3
2
1

1 1,05 0,9

1,32
1,080,881,22

0
Periode 1
Kontrol

Periode 2
MP

MA

MH

MPA

MPAH

Gambar 9. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Tailing

42

Berat Kering Akar


Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 12.
Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri
pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap berat
kering akar.
6

5,08
Berat Kering Akar (g)

3,9

4
3

2,44

2,8

3,78
3,16

2,98

2
1
0
Kontrol

MP

MA

MH

MPA

MPAH

Gambar 10. Grafik Berat Kering Akar pada Tailing

Persentase Infeksi Akar


Penghitungan akar yang terinfeksi dilakukan untuk mengetahui berapa persen
akar terinfeksi oleh Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA). Pengaruh perlakuan
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 13. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan
asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase infeksi akar.

43

Persentase Infeksi Akar (%)

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

47,4

45,2

31,6
25

21

21

MA

13,6

Kontrol

MP

MH

MPA

MPAH

Gambar 11. Persentase Infeksi Akar pada Tailing

Jumlah Spora
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 14.
Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri
pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah spora.
12

Jumlah Spora

10

10,6
8,8

8,4

5,8

6,4

4,8

6
4
2
0
kontrol

MA

MP

MH

MPA

MPAH

Gambar 12. Jumlah Spora pada Tailing

44

Pembahasan

Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), Asam Humik


serta Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Setaria splendida Stapf. pada Latosol
Menurut Hardjowigeno (2003) latosol mengandung mineral yang mudah
lapuk, kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif, sehingga KTK (Kapasitas Tukar
Kation) rendah, banyak mengandung oksida besi dan oksida Al. Latosol yang
digunakan pada penelitian ini mengandung Al yang rendah akan tetapi memiliki
kandungan Fe yang sedang, selain itu latosol merupakan salah satu tanah yang
masam karena memiliki pH kurang dari 7. Tanah dengan pH yang rendah umumnya
mempunyai kejenuhan basa yang rendah. Hal ini berarti tanah dengan kejenuhan
basa yang rendah kompleks jerapannya lebih banyak diisi oleh kation-kation asam
yaitu Fe3+ dan H+. Apabila jumlah kation asam terlalu banyak, terutama Fe3+, dapat
merupakan racun bagi tanaman. Walaupun kandungan Fe3+ latosol yang digunakan
pada penelitian ini sedang,akan tetapi hal tersebut masih bisa meracuni tanaman.
Hasil penelitian penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut
fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap pertambahan tinggi vertikal pada periode 1 dan periode 2, jumlah anakan
periode 1 dan periode 2 serta berat kering tajuk periode 1 dan 2. Hal ini disebabkan
karena rumput Setaria splendida Stapf. merupakan rumput yang toleran terhadap
kondisi tanah latosol yang memiliki pH yang masam, KTK yang rendah, kandungan
Fe yang sedang. Rumput Setaria splendida Stapf. dikatakan toleran karena
mengeluarkan asam organik yaitu asam oksalat, asam malat dan asam sitrat yang
mampu memberikan perlindungan kepada tanaman. Menurut Karti (2003) tanaman
yang toleran memiliki ketersediaan unsur P yang dapat dipenuhi melalui pelarutan
dengan cara mengeluarkan asam organik yaitu asam oksalat, asam sitrat, dan asam
malat. Asam oksalat di duga mampu membentuk kompleks Al dan Fe, baik dalam
larutan maupun dipermukaan mineral, sehingga akan meningkatkan ketersediaan
beberapa unsur fosfor di dalam tanah.
Berat kering merupakan salah satu peubah untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Akar tumbuhan merupakan sumber bahan

45

organik yang tidak terhingga. Fungsi akar tanaman adalah sumber energi bagi jasad
renik bila mati dan bila hidup mempengaruhi keseimbangan unsur hara dalam larutan
tanah dan penyediaan unsur hara yang pertama melalui absorpsi dan kedua melalui
produksi asam organik sehingga akar dapat digambarkan berfungsi sebagai pelarut
(Buckman dan Brady, 1990). Sistem perakaran dari tanaman lebih dikendalikan oleh
sifat genetis dari tanaman yang bersangkutan, tetapi sistem perakaran pun dapat
dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh tanaman (Lakitan, 2000). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berat kering akar menunjukkan pengaruh yang nyata
(P<0.05). Perlakuan MPAH memberikan hasil yang paling baik. Hal ini disebabkan
rumput Setaria splendida Stapf. mengeluarkan eksudat akar yaitu asam oksalat, asam
malat, asam sitrat pada larutan tanah, akar dan tajuk, sehingga ketersediaan unsur P
tetap dapat tersedia bagi tanaman akibatnya tidak menghambat pertumbuhan akar
tempat terjadinya penambatan nitrogen. Tanaman yang toleran mempunyai
mekanisme untuk mendetoksifikasi Fe akan tetapi masih juga memerlukan
penambahan agar pertumbuhan serta produksinya tidak terganggu. Berdasarkan
penelitian Karti (2005) Azospirillum mampu meningkatkan produksi dan kadar N
tajuk dan akar serta serapan N total. Azospirillum juga mampu menambat N2 udara
secara asosiatif sehingga keberadaannya di daerah perakaran (rhizosfer) dapat
bermanfaat bagi semua tanaman, selain itu Azospirillum mempunyai kemampuan
memproduksi hormon tumbuh asam indol asetat yang berguna untuk merangsang
pertumbuhan akar sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman. Bakteri pelarut fosfat merupakan mikroba tanah yang mempunyai
kemampuan melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia (Rao, 1982) . Hal ini terjadi
karena bakteri tersebut mampu mensekresi asam organik yang dapat membentuk
kompleks stabil dengan kation pengikat P di dalam tanah dan asam organik tersebut
akan menurunkan pH dan memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat
sehingga akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah (Rao, 1982).
Fosfat yang sudah tersedia dapat diserap tanaman sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan akar karena fungsi fosfat adalah memacu pertumbuhan akar dan
pembentukkan sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda. Asam
humik juga berperan dalam meningkatkan produksi berat kering akar karena asam
humik mampu menjerap Fe dan meningkatkan ketersediaan unsur-unsur seperti N

46

dan P yang telah disediakan oleh bakteri pelarut fosfat maupun Azospirillum. Dengan
adanya peningkatan P tersedia dalam larutan tanah, sehingga terjadi penyerapan P
oleh akar rumput Setaria splendida Stapf. Berdasarkan penelitian Dian (2003)
penambahan asam humik bersama-sama cendawan mikoriza arbuskula dan
Azospirillum sangat baik dilakukan karena selain terjadinya peningkatan ketersediaan
dan penyerapan hara P, juga terjadi peningkatan penyerapan hara N dan ketersediaan
hara N yang dihasilkan oleh Azospirillum. Peningkatan ketersediaan hara N ini
terjadi karena adanya fiksasi N bebas (N2) dari udara oleh bakteri Azospirillum
menjadi N yang tersedia bagi tanaman (NO3-). Penambahan cendawan mikoriza
arbuskula juga berpengaruh karena cendawan mikoriza arbuskula mampu
meningkatkan penyerapan P dan N. Peningkatan serapan P dan N oleh tanaman
bermikoriza ini sebagian besar karena hifa eksternal dari cendawan mikoriza
arbuskula yang berperan dalam sistem penyerapan di perakaran. Hifa eksternal ini
menyediakan permukaan yang lebih efektif dalam menyerap hara dari tanah yang
kemudian dipindahkan ke akar inang. Hifa di sini berperan sebagai jalan bebas
hambatan untuk gerakan fosfat melalui zona deplesi di sekeliling akar, semacam
cara yang mirip dengan rambut akar. Selain dapat meningkatkan penyerapan P,
cendawan mikoriza arbuskula di duga juga mampu meningkatkan penyerapan N dan
terbukti juga dapat mengekstrak Ca, Mg serta beberapa unsur mikro (Imas et al.,
1989).
Infeksi akar dan produksi spora oleh cendawan mikoriza arbuskula
dipengaruhi oleh cendawannnya sendiri, lingkungan dan inang. Faktor-faktor yang
merangsang dan menghambat infeksi kemungkinan juga merangsang atau
menghambat sporulasi karena kedua fenomena ini sering kali hubungannya
berdekatan. Hasil penelitian dengan

penambahan cendawan cendawan mikoriza

arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap infeksi akar dan produksi spora. Hal ini sesuai dengan
yang telah dijelaskan

bahwa jika infeksi terhambat maka produksi spora akan

terhambat juga. Berdasarkan penelitian Menge et al., (1978b) dalam Gunawan (


1993) mengemukakan bahwa konsentrasi P di dalam tanaman mengontrol tingkat
infeksi dan sporulasi cendawan mikoriza arbuskula., hal ini berhubungan dengan
eksudat akar. Infeksi akar yang rendah akan menghasilkan jumlah spora yang rendah

47

pula hal ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut toleran untuk mengatasi
kandungan Fe yang cukup tinggi menjadi tidak terlarut di latosol sehingga
kandungan unsur P tetap dapat tersedia.
Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), Asam Humik,
Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Pertumbuhan dan Produksi Setaria
splendida Stapf. pada Tailing
Tailing memiliki kesuburan fisik dan kimia yang rendah, hal ini dapat dilihat
bahwa tekstur tailing didominasi oleh fraksi pasir dan debu, cenderung bersifat basa
dengan pH mencapai 7,1, KTK cukup rendah, dengan kandungan Ca terlarut sangat
tinggi, yang diikuti dengan rendahnya ketersediaan unsur hara esensial seperti P, N,
K dan juga Mg. Kondisi tailing makin diperparah dengan adanya kandungan COrganik yang sangat rendah sementara jumlah logam berat yang terlarut seperti Pb
cenderung tinggi. Melihat kondisi tailing yang telah disebutkan tadi, dapat difahami
bahwa jika tailing dijadikan sebagai media tanam tanpa pemberian apapun maka
pertumbuhan dari rumput Setaria splendida Stapf. akan terhambat.
Penambahan

cendawan

mikoriza

arbuskula,

bakteri

pelarut

fosfat,

Azospirillum dan asam humik tidak menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan dan berat kering tajuk periode 1
dan 2 serta berat kering akar . Hal ini disebabkan karena rumput Setaria splendida
Stapf. toleran pada kondisi tailing yang memiliki kandungan Pb tinggi sehingga
mampu mendetoksifikasi Pb baik pada larutan tanah maupun akar dan tajuk tanaman,
sehingga ketersediaan unsur P tetap dapat tersedia bagi tanaman. Menurut Karti
(2003) Rumput Setaria splendida Stapf. menghasilkan asam oksalat, asam sitrat dan
asam malat yang merupakan mekanisme toleransi tanaman terhadap pH asam dan
kandungan unsur mikro seperti Pb yang tinggi. Asam oksalat di duga dapat
berinteraksi dengan ion logam, oksida logam, hidroksida logam dan mineral lebih
kompleks untuk membentuk asosiasi logam organik sebagai reaksi pertukaran kation,
adsorpsi permukaan dan pengkhelatan. Asam oksalat mampu mengkhelat kation ke
dalam bentuk ikatan yang sukar dipertukarkan. Gugus fungsional yang mengandung
ikatan karboksil (-COOH) merupakan tapak yang paling reaktif dalam mengikat
kation, khelat logam organik yang terbentuk banyak memiliki sifat tidak larut
(insoluble), dimana fenomena seperti ini penting di dalam menjaga kualitas

48

lingkungan dengan mengurangi bahaya toksisitas logam berat terhadap tanaman,


ternak dan manusia (Tan, 1993).
Infeksi akar pada tailing tidak berpengaruh nyata hal ini disebabkan karena
cendawan mikoriza arbuskula mampu mengikat logam berat dari rhizosfer dan
mengurangi efek keracunan dengan adanya senyawa polifosfat yang dihasilkan oleh
cendawan tersebut. Penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut
fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah spora
hal ini disebabkan karena infeksi akar yang rendah. Ini menunjukkan mekanisme
tanaman yang toleran untuk mengatasi Pb yang tinggi untuk menjadi tidak terlarut
sehingga tidak dapat meracuni tanaman dan unsur fosfat menjadi tetap tersedia..
Terhambatnya proses fotosintesis sebagai akibat tidak tersedianya unsur hara diawal
pertumbuhan tanaman, akan menyebabkan terhambatnya pembentukan produk
fotosintesis seperti karbohidrat yang merupakan sumber energi bagi tanaman. Hasil
penelitian ini secara kuantitatif menunjukkan bahwa kondisi rumput Setaria
splendida Stapf. pada umumnya sangat kurus dan tidak normal seperti pada tanah
latosol. Pada kondisi yang demikian berarti kegiatan fotosintesis tidak berjalan
normal begitu juga metabolisme tanaman terganggu, sehingga karbohidrat yang
dihasilkan lebih sedikit dan lebih banyak digunakan untuk pembentukkan asam
oksalat, asam sitrat, asam malat untuk mengatasi adanya kandungan Pb yang tinggi.
Selain itu kandungan nutrisi yang rendah pada tailing menyebabkan pertumbuhan
tanaman lebih rendah bila dibandingkan dengan latosol.

49

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Perlakuan MPAH memberikan hasil yang paling baik meningkatkan produksi
akar rumput Setaria splendida Stapf. pada tanah latosol. Pemberian perlakuan pada
tailing tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan produksi
Rumput Setaria splendida Stapf. karena tanaman tersebut toleran terhadap Pb dan Fe
yang tinggi dengan menghasilkan asam oksalat, asam sitrat, asam malat.

Saran
Perlu penelitian lebih lanjut yaitu penelitian yang dilakukan di lahan pasca
tambang emas dan melihat apakah kandungan Pb yang tinggi pada tailing terdapat di
dalam jaringan tanaman sehingga akan menyebabkan residu pada ternak dan
manusia.

50

UCAPAN TERIMA KASIH


Alhamdulillahirrobilalamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya tugas akhir
ini dapat diselesaikan. Selama menyelesaikan tugas akhir ini penulis menyadari
banyak bantuan yang diterima dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir
Panca Dewi MHK, MS dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan arahan, bimbingan dan saran selama penulis melaksanakan
penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Nahrowi., MSc
selaku dosen pembimbing akademik, kepada. Ir. Asep Tata Permana, Msc selaku
dosen penguji seminar. Kepada Dr.Ir. Rarah R.A Maheswari, DEA dan Ir. Sudarsono
Jayadi., MSc.Agr selaku dosen penguji ujian sidang.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan penelitian
Dennita, Q-Kock dan Dewi atas kerjasamanya baik suka maupun duka. Kepada
Bapak Edy, Bapak Madya, Bapak Idris, Bapak Kusnadi yang telah banyak
membantu, teman-temanku (Riri, Nur Aini, Merna, Dewi, Ajeng, Ade Nini, Ulya,
Kiki, Vira, Avernika, Evi), serta rekan-rekan INTP 40, 41 atas kebersamaan dan
persahabatannya. Kepada seluruh Staf pengajar yang telah memberi bekal selama
penulis menuntut ilmu di IPB serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih
kepada keluargaku tercinta, Ayahanda Budiharjo, Ibunda Esti, Adikku Adin, Om
maman sekeluarga, Om Oot sekeluarga, Bulik Nana sekeluarga serta keluarga besar
yang banyak membantu baik dukungan, semangat, doa, perhatian dan kasih sayang
yang tiada henti diberikan kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.

Bogor, Mei 2008

Penulis

51

DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, I. W. D. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.
Bogdan., A. V. 1977. Tropical Pasture and Fodder Plants. Whistastable Litho Ltd.
Kent.
Buckman, H. D dan N. C. Brady. 1990. Sifat dan Ciri Tanah I . Terjemahan: G.
Soepardi. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Dian, A. 2003. Penggunaan kapur, asam humat, cendawan mikoriza arbuskula dan
bakteri Azospirillum pada tanah podsolik merah kuning terhadap
pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput Setaria splendida Stapf. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Elmerich, C. 1992. Nodulation genes and biosynthesis of indole acetic acid in
Azospirillum brasilense. In Khush G. S. & J. Bennet (Eds.) Nodulation and
Nitrogen Fixation in Rice : Potensial and Prospcts. IRRI, Bangkok.
Gerdeman, J.W dan T.H. Nicolson. 1963. Spores of Mycorrhizal endogone species
extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans. Br. Mycol. Soc.
46:235-244.
Gohl., B. O. 1975. Tropical Feeds. Feeds Information, Summarries, and Nutritive
Value. Food and Agricultire Organization of the United States, Rome.
Gunawan, A.W. 1993. Bahan Pengajaran Mikoriza Arbuskula. Telaah : Kartini
Kramadibrata. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hadas, R. & Y. Okon. 1987. Effect of Azospirillum brasilense inoculation on root
morphology and respiration in tomato seedlings. Biol. Fertil. Soils. 5:241247.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., Sutopo., N. Nugroho., M. A. Dina., G.B.
Hong dan H. H. Baley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S. 1994. Ilmu Tanah. Ed. Rev., Cet. 4. Akademika Pressindo. Jakarta.
Huang, P. M dan M. Schintzer. 1997. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik
Alami dan Mikroba. Goenadi, V. H. dan Sudarsono. Penerjemah Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari : Interaktion of Soil Mineral
With Natural Organics and Microbes.

52

Illmer, P. A., Barbato. F., Schinner. 1992. Solubilization of Harrdly. Soluable AlPO4
With P- Solubilizing Microorganism. Soil. Biol. Biochem. 27 (3) : 265270.
Imas T., R. S. Hadioetomo, A. W. Gunawan, Y. Setiadi .1989. Mikrobiologi Tanah
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pebdidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas, IPB.
Jaringan
Advokasi
Tambang.
2004.
Mengenali
http://www.jatam.org. [5 desember 2007].

Limbah

Tailing.

JPHPK. 2007. Jenis Rumput Pasture. http://www.JPHPK.gov.my [02 November


2007].
Karti, P.D.M.H. 2003. Respon morfofisiologi rumput toleran dan peka aluminium
terhadap penambahan mikroorganisme dan pembenah Tanah. [Disertasi].
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Karti, P.D.M.H. 2005. Penggunaan Azospirillum pada Tanah Masam dengan
Aluminium Tinggi Terhadap Produksi dan Serapan Nitrogen Rumput Setaria
splendida dan Chloris gayana. Med. Peternakan. 28(1):37-45.
Koske, R.E & J.N. Gemma. 1989. Glomus nanolumen (Endogonaceae), a new
species from Hawaii. Mycologia. 81(6):935-938.
Lakitan, B. 2000. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Cetakan Ketiga. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Madigal, M. I, J. M. Martinko, and J.Parker. 1997. Brock, The biology of pasture
grasses grown in South-Fast Queensland. Trop. Grassland. 6(3):201-204.
Maryani. 1999. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Rumput Tropika. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian. Bogor, Bogor.
Mcllroy, R. J. 1976. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Terjemahan : S.
Susetyo, Pradnya Paramita. Jakarta.
Okon, Y. 1985. Azospirillum as a potential inoculant for agriculture. Trends in
Biotechnology 3: 223-228.
Patriquin D.G., J. Dobereiner and D.K. Jain. 1982. Sites and Processes of association
between diazotrophs and grasses. Can. J. Microbiol. 29:900-915.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Jenis dan Macam Tanah di Indonesia untuk Keperluan
Survai dan Pemetaan Tanah Daerah Transmigrasi. Bogor.

53

Pujiyanto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem
Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Falsafah
Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Premono, M. E. 1994. Jasad Renik Pelarut P : Pengaruh terhadap P-Tanah dan
efisiensi pemupukan P tanaman tebu. [Disertasi]. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rao, N. S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. New Delhi : Oxford dan IBH Publ. Co.
Sarief, E. S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.
Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos Aktif
untuk meningkatkan pertumbuhan Semai Mindi (Melia azedarach LINN)
pada media Tailing Tambang Emas Pongkor. Tesis Master. Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Edisi Ke-3. Terjemahan : B. Sumantri. P.T. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York and
Basel.

54

LAMPIRAN

55

Lampiran 1. Bagan Pengacakan Tanah Latosol

K-U5

K-U3

MA-U4

MP-U1

MH-U4

M-U5

MPA-U1

K-U1

M-U1

M-U3

M-U2

MPAH-U3

MH-U5

MPAH-U1

MA-U5

MPAH-U5

K-U4

MA-U3

MH-U1

MP-U5

MH-U3

MP-U2

MP-U3

MA-U2

MPA-U5

MPAH-U4

MA-U1

K-U2

MP-U4

MPA-U3

MPA-U4

M-U4

MPAH-U2

MPA-U2

MH-U2

56

Lampiran 2. Bagan Pengacakan Tailing

M-U3

MPAH-U1

MPAH-U5

M-U1

MP-U4

MA-U1

M-U5

MPA-U5

MPA-U3

MH-U5

MPA-U1

M-U4

M-U2

MA-U3

MPAH-U3

MH-U1

MA-U5

MPAH-U4

K-U2

MP-U2

MPA-U4

MH-U2

MA-U2

MP-U5

K-U5

MA-U4

MPAH-U2

K-U1

MP-U1

MH-U4

K-U3

K-U4

MP-U3

MPA-U2

MH-U3

57

Lampiran 3. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Error
Total

DB
6
28
34

JK
173,1
1351,6
1524,7

KT
28,9
48,3

Fhit

F0,05

0,60

0,730

Lampiran 4. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

144,5
317,3
461,3

2,70
1,39

1,95

0,082

Lampiran 5. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

16,17
38,80
54,97

2,70
1,39

1,95

0,108

Lampiran 6. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Latosol


Sumber
DB
JK
KT
Fhit
Keragaman
Perlakuan
6
5,543
0,924
1,08
Galat
28
24,000
0,857
Total
34
29,543

F0,05
0,399

Lampiran 7. Hasil Analisis Berat Kering Tajuk Periode 1 Latosol


Sumber
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
Keragaman
Perlakuan
6
13,93
2,32
1,04
0,419
Galat
28
62,33
2,23
Total
34
76,26
Lampiran 8. Hasil Analisis Berat Kering Tajuk Periode 2 Latosol
Sumber
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
Keragaman
Perlakuan
6
10,336
1,723
1,87
0,122
Galat
28
25,820
0,922
Total
34
36,156

58

Lampiran 9. Hasil Analisis Berat Kering Akar Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

119,15
194,55
313,70

19,86
6,95

2,86

0,027 *

Keterangan : * : Berbeda Nyata (p< 0,05 )

Lampiran 10. Hasil Analisis Persentase Infeksi Akar Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

0,4259
1,1799
1,6058

0,0710
0,0421

1,68

0,162

Lampiran 11. Hasil Analisis Jumlah Spora Latosol


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

0,09211
0,23364
2227,8

0,01535
0,00834

1,84

0,127

Lampiran 12. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

460,3
1767,5
2227,8

76,7
63,1

1,22

0,328

Lampiran 13. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

269,3
1958,6
2227,9

44,9
69,9

0,64

0,696

Lampiran 14. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

4,971
23,200
28,171

0,829
0,829

1,00

0,445

59

Lampiran 15. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

5,94
48,80
54,74

0,99
1,74

0,57

0,752

Lampiran 16. Hasil Analisis Berat Kering Tajuk Periode 1 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

0,995
4,244
5,239

0,166
0,152

1,09

0,390

Lampiran 17. Hasil Analisis Berat Kering Tajuk Periode 2 Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Error
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

38,07
126,34
164,41

6,34
4,51

1,41

0,247

Lampiran 18. Hasil Analisis Berat Kering Akar Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

23,58
54,41
77,99

3,93
1,94

2,02

0,096

Lampiran 19. Hasil Analisis Persentase Infeksi Akar Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

0.6015
1.4800
2.0815

0.1003
0.0529

1.90

0.117

Lampiran 20. Hasil Analisis Jumlah Spora Tailing


Sumber
Keragaman
Perlakuan
Galat
Total

DB

JK

KT

Fhit

F0,05

6
28
34

0,01184
0,05280
0,06464

0,00197
0,00189

1,05

0,417

60

Anda mungkin juga menyukai