Survei Investigasi
Survei Investigasi
SKRIPSI
RATIH WINDYANINGRUM
RATIH WINDYANINGRUM
D24103088
Oleh
RATIH WINDYANINGRUM
D24103088
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
RINGKASAN
RATIH WINDYANINGRUM. D24103088. 2008. Pengaruh Pemberian Mikoriza
(CMA), Asam Humik serta Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Setaria splendida Stapf pada Latosol dan Tailing
Tambang Emas. Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS., MSi.
Pembimbing Anggota : Ir. M.Agus Setiana MS.
Penyediaan tanaman makanan ternak memiliki peranan yang sangat penting
dalam perkembangan peternakan ruminansia di Indonesia. Tanaman makanan ternak
merupakan makanan utama ternak ruminansia. Salah satu tanaman makanan ternak
yang memiliki kandungan gizi dan produktifitas yang baik adalah Setaria splendida
Stapf. Lahan yang digunakan untuk pengembangan tanaman makanan ternak sangat
terbatas, untuk itu tanah marginal seperti latosol dan tailing tambang emas dapat
optimal antara lain dengan budidaya tanaman makanan ternak.
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kombinasi terbaik cendawan
mikoriza arbuskula (CMA), asam humik serta mikroorganisme tanah potensial
terhadap pertumbuhan dan produksi Setaria splendida Stapf. pada latosol dan tailing
tambang emas. Latosol diambil dari Dramaga, Bogor yang memiliki kandungan
unsur hara makro yang rendah dan memiliki kandungan unsur mikro seperti Fe yang
cukup tinggi. Sedangkan tailing merupakan limbah dari penambangan emas yang
diambil dari PT. Aneka Tambang, Pongkor Bogor. Tailing memiliki karakteristik
unsur hara esensial rendah, kandungan unsur hara mikro seperti Pb yang tinggi.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2007 di Laboratorium
Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan,
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 5 ulangan dengan menggunakan 2 media
tanam yaitu latosol dan tailing tambang emas. Perlakuan terdiri atas Kontrol,
Mikoriza (M), Mikoriza + Azospirillum (MA), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat
(MP), Mikoriza + Asam Humik (MH), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat +
Azospirillum (MPA), Mikoriza + Bakteri Pelarut Fosfat + Azospirillum + Asam
Humik (MPAH). Perlakuan dan peubah yang diamati dilakukan pada dua media
tanam yaitu Latosol dan Tailing tambang emas.
Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam
(ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan
dengan uji Duncan. Peubah yang diamati adalah pertambahan tinggi vertikal, jumlah
anakan, produksi berat kering tajuk dan akar, persentase infeksi akar dan jumlah
spora.
ABSTRACT
The Effect of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid and Soil
Microorganism Potential on Growth and Production of Setaria splendida Stapf.
in Latosol and Tailing Gold Ore.
R.Windyaningrum, P.D.M.H Karti, M.A Setiana
The aim of this experiment is to recognize the effect of giving utilisation
Arbusula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid and Soil Microorganism Potential
on growth and production of Setaria splendida Stapf in pit of tailing from gold ore in
Pongkor, Bogor and latosol soil from Dramaga, Bogor. Completely Randomized
Design were applied in this experiment with 7 treatments and 5 replications. The
treatments are kontrol, M (Arbuscular Mycorrhizal (AM) Fungi), MA (AM Fungi +
Azospirillum), MP (AM Fungi + Phosphate Soluble Bacteria (PSB)), MH (AM Fungi
+ Humic Acid), MPA (AM Fungi + PSB + Azospirillum), MPAH (AM Fungi + PSB
+ Azospirillum + Humic Acid). The data were analyzed by Analyzed of Variance
(ANOVA) and for the significant differences were further tested by Duncan range
test. Variabel meastured were vertical length gain, tiller number gain, total
production shoot dry matter, total production root dry matter, root infection
percentage and total spore. The result showed that addition Arbuscula Mycorrizhal
Fungi (AMF), Phosphate Solublelizing Bacteria, Azospirillum and Humic Acid not
influenced for vertical length gain, tiller number gain, total production shoot dry
matter in 1st and 2nd period, total production root dry matter, percentage root
infection, total spore in tailing. The result showed that addition Arbuscula
Mycorrizhal Fungi (AMF), Phosphate Soluble Bacteria, Azospirillum and Humic
Acid influenced for total production root dry matter (P<0.05) in latosol, but in tailing
was not influenced.
Keyword : Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF), Humic Acid, Latosol and Tailing,
Phosphate Soluble Bacteria, Setaria splendida Stapf.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 24 Maret 1985 di Jakarta sebagai anak
pertama dari dua bersaudara dalam keluarga Budihardjo dan Esty Nindyarini.
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 12 Tangerang pada tahun 1997.
Penulis lulus dari SLTPN 3 Tangerang pada tahun 2000, kemudian mulai menempuh
pendidikan SMU di SMU Yadika 5 Jakarta dan lulus pada tahun 2003.
Tahun 2003 penulis mendaftar sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor
(IPB) pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan ternak, Fakultas Peternakan
melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Lulus pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Alhamdulillah puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas
berkat rahmat dan karunia Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Mikoriza (CMA), Asam Humik
serta Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Setaria splendida Stapf. pada Latosol dan Tailing Tambang Emas ini dituliskan
berdasarkan penelitian yang dilakukan mulai bulan Juni hingga Oktober 2007 di
Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan
dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Ketersediaan hijauan makanan ternak sangat penting dalam perkembangan
peternakan ruminansia di Indonesia, karena hijauan makanan ternak merupakan
pakan utama ternak ruminansia. Kondisi pengembangan tanaman hijauan makanan
ternak saat ini semakin kritis yaitu salah satunya dengan terbatasnya lahan yang ada
serta karakteristik lahan yang kurang baik untuk dijadikan sebagai media tanam
misalnya tanah latosol dan tailing. Penambahan Azospirillum, bakteri pelarut fosfat,
asam humik, dan cendawan mikoriza arbuskula penting peranannya dalam
memperbaiki kondisi lahan yang kurang baik seperti pada tanah latosol dan tailing.
Azospirillum mampu memfiksasi nitrogen dan melarutkan fosfat. Bakteri pelarut
fosfat mampu mengekstrak P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang
dapat digunakan tanaman. Asam humik berperan dalam meningkatkan ketersediaan
unsur-unsur yang telah ada. Cendawan mikoriza arbuskula mampu meningkatkan
penyerapan unsur hara.
Diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat baik untuk kalangan akademisi
sebagai sumber referensi dan menambah informasi pengembangan penyediaan
hijauan pakan ternak bagi peternak atau praktisi. Penulis juga ingin menyampaikan
terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi
ini.Semoga skripsi ini bermanfaat, Amien.
Wassalamualaikum wr.wb.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...............................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................................
iii
vi
vii
ix
xi
PENDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang.....................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan Penelitian .................................................................................
1
2
3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................
Latosol .................................................................................................
Tailing .................................................................................................
Setaria splendida Stapf........................................................................
Azospirillum ........................................................................................
Bakteri Pelarut Fosfat ..........................................................................
Asam Humik ........................................................................................
Cendawan Mikoriza Arbuskula ..........................................................
Tipe Mikoriza .....................................................................................
Endomikoriza ......................................................................................
Manfaat Mikoriza ...............................................................................
4
5
6
7
8
9
12
13
13
13
METODE........................................................................................................
15
15
15
15
16
16
16
17
17
17
18
19
19
19
19
Trimming......................................................................................
Penanaman ...................................................................................
Pemupukan...................................................................................
Pemeliharaan................................................................................
Pemanenan dan Pengambilan Sample .........................................
19
19
19
20
20
21
21
22
23
23
24
24
26
26
27
29
29
29
30
30
31
32
35
KESIMPULAN ..............................................................................................
37
SARAN............................................................................................................
37
38
39
LAMPIRAN ..................................................................................................
42
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
5
6
7
22
23
28
28
DAFTAR GAMBAR
Nomor
1. Reaksi Mekanisme Pembentukan Asam Humik.
2. Bagan Alur Pemisahan Humat Menjadi Berbagai Fraksi Humat ...........
3. Rumput Setaria splendida Stapf. yang ditanam pada Tailing (A) dan
Latosol (B) ..............................................................................................
4. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada
Latosol ....................................................................................................
5. Grafik Berat Kering Akar pada Latosol .................................................
6. Akar Rumput Setaria splendida Stapf. pada Latosol .............................
7. Grafik Persentase Infeksi Akar pada Latosol .........................................
8. Grafik Jumlah Spora pada Latosol..........................................................
9. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Tailing..........
10. Grafik Berat Kering Akar pada Tailing ..................................................
11. Grafik Persentase Infeksi Akar pada Tailing ..........................................
12. Grafik Jumlah Spora pada Tailing ..........................................................
Halaman
10
11
21
24
25
25
26
27
29
30
31
31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Bagan Pengacakan Latosol .......................................................................
2. Bagan Pengacakan Tailing........................................................................
3. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Latosol ..............
4. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Latosol ...............
5. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Latosol.....................................
6. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Latosol.....................................
7. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 1 Latosol ..............
8. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 2 Latosol ...............
9. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Akar Latosol.................................
10. Hasil Analisis Persentase Infeksi Akar Latosol........................................
11. Hasil Analisis Jumlah Spora Latosol ........................................................
12. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 1 Tailing ...............
13. Hasil Analisis Pertambahan Tinggi Vertikal Periode 2 Tailing ...............
14. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 1 Tailing .....................................
15. Hasil Analisis Jumlah Anakan Periode 2 Tailing .....................................
16. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 1 Tailing................
17. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Tajuk Periode 2 Tailing................
18. Hasil Analisis Produksi Berat Kering Akar Tailing .................................
19. Hasil Analisis Presentase Infeksi Akar Tailing ........................................
20. Hasil Analisis Jumlah Spora Tailing ........................................................
Halaman
42
43
44
44
44
44
44
44
45
45
45
45
45
45
46
46
46
46
46
46
LATAR BELAKANG
Pendahuluan
Penyediaan tanaman makanan ternak memiliki peranan sangat penting dalam
perkembangan peternakan ruminansia di Indonesia. Tanaman makanan ternak
merupakan makanan utama ternak ruminansia. Ternak ruminansia lebih banyak
mengkonsumsi tanaman makanan ternak dari seluruh pakan yang dikonsumsinya.
Salah satu tanaman makanan ternak yang memiliki kandungan gizi dan produktifitas
baik adalah Setaria splendida Stapf. karena rumput ini memiliki palatabilitas tinggi
dan sangat sesuai ditanam pada semua jenis tanah.
Usaha
pengembangan
budidaya
tanaman
makanan
ternak
tentunya
dengan
menambahkan
cendawan
mikoriza
arbuskula
(CMA),
mikroorganisme potensial tanah serta pembenah tanah. Cara ini digunakan untuk
potensial, asam humik serta cendawan mikoriza arbuskula (CMA) agar tekstur serta
kondisi ekosistem lingkungan dapat terjaga dan pertumbuhan serta produksi rumput
Setaria splendida Stapf. dapat optimal.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan kombinasi terbaik dari
penambahan cendawan mikoriza arbuskula (CMA), asam humik, mikroorganisme
tanah potensial terhadap pertumbuhan dan produksi Setaria splendida Stapf. yang
ditanam pada tanah latosol dan tailing tambang emas.
TINJAUAN PUSTAKA
Latosol
Tanah latosol termasuk ke dalam tanah tua bahkan termasuk diantara order
Inceptisol dan Oxisol. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa tanah latosol terbentuk
di daerah dengan curah hujan di atas 2000 mm/tahun dengan bulan kering kurang
dari 3 bulan. Tanah ini dibentuk dari bahan induk batu atau tufa vulkan dan terdapat
di daerah berombak sampai bergunung pada ketinggian 10-1000 m di atas
permukaan laut (Hardjowigeno, 2003)
Derajat kemasaman tanah latosol termasuk agak masam sampai sangat
masam. Hal ini sangat berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara makro terutama
P sehingga pemupukan P kurang efisien. Demikian pula kemasaman tanah akan
berpengaruh pada ketersediaan hara mikro. Pada tanah latosol proses hidrolisis dan
oksidasi berlangsung sangat intensif, sehingga basa seperti Ca, Mg, K, dan Na cepat
dibebaskan oleh bahan organik. Oleh karena itu, tanah latosol memiliki KTK yang
sangat rendah, dan bahan organik rendah (Soepardi, 1983).
Pada Umumnya latosol mempunyai sifat kimia yang kurang menguntungkan
bagi tanaman, tetapi pada sifat fisik mempunyai drainase yang baik sehingga
memungkinkan terjadinya proses oksidasi yang intensif dan menghasilkan bahanbahan berwarna merah dan kuning dengan kandungan seskuroksida tinggi serta silika
yang rendah (Buckman dan Brady, 1990). Proses hancuran kimia yang intensif pada
latosol menyebabkan kandungan unsur hara dan kapasitas tukar kation (KTK) relatif
rendah.
Hasil analisa tanah latosol Dramaga di Balai Penelitian Tanah Bogor dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisa Sifat Fisik dan Kimia Tanah Latosol Dramaga
No
Sifat Tanah
Latosol a
Kriteriab
5-4
Masam
KTK (me/100 g)
13,44
Rendah
KB (%)
75,07
Tinggi
C-Org (%)
1,23
Sangat Rendah
N-Total (%)
0,11
Rendah
P (ppm)
0,5
Sangat Rendah
Ca (me/100 g)
2,10
Rendah
Mg (me/100 g)
0,76
Rendah
K (me/100 g)
0,10
Rendah
10
Na-dd (me/100 g)
0,4
Sedang
11
Kejenuhan Al (%)
2,29
Rendah
12
Fe (ppm)
2,49
Sedang
13
21,65
14,24
15
64,11
Keterangan :
a
b
Maryani, 1999
Pusat Penelitian Tanah, 1983
Tailing
Tailing merupakan residu yang berasal dari batuan dalam tanah yang telah
dihancurkan hingga menyerupai bubur kental oleh pabrik pemisah mineral. Proses itu
dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral
seperti emas, perak, tembaga dan lainnya diangkut dari lokasi galian menuju tempat
pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses penggerusan
dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukkan bahan
kimia tertentu seperti sianida, merkuri dan timbal (Pb) agar mineral yang dicari
mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai
5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi
tailing, dan buang ketempat pembuangan (Jatam, 2004). Hasil analisa karakteristik
Tailing dapat dilihat pada Tabel 2.
No
Sifat Tanah
7,10
Basa
3,03
Sangat Rendah
KB(%)
100
Tinggi
0,39
Sangat Rendah
0,05
Sangat Rendah
P (ppm) Bray I
11,7
Rendah
30,75
Sangat Tinggi
0,38
Rendah
0,.20
Rendah
10
0,60
Sedang
11
0,68
Rendah
12
0,32
Tinggi
13
0,52
Rendah
14
4,80
Tinggi
15
172,00
Tinggi
16
53,35
17
41,22
18
5,43
Tailing
Rumput Setaria splendida Stapf tidak mudah diserang penyakit, sangat sesuai
ditanam pada semua jenis tanah dan memerlukan air yang banyak. Setaria splendida
Stapf. mengandung asam oksalat dan akan bertambah dengan pertambahan N,
Oksalat tidak menjadi masalah pada ruminansia yang biasa dengan rumput ini tetapi
akan menyebabkan masalah penyakit tulang Osteodystrophiafibrosa bagi kuda.
Rumput Setaria splendida Stapf. boleh ditanam dengan menggunakan pols dan
sesuai untuk sistem potong angkut atau ragutan. Hasil bahan kering 16,6 18,6
ton/ha/tahun (jarak pemotongan setiap 6 minggu) dan protein kasar 12,4 % (JPHPK,
2007) .
Tabel 3. Analisa Bahan Kering dan Kecernaan Setaria splendida Stapf.
Bahan Kering (%)
PK
SK
Abu
EE
NFE
11.3
39.2
15.8
3.6
30.2
11.4
27.8
12.1
3.0
45.7
Kecernaan (%)
Ternak
Domba
PK
SK
EE
NFE
ME
65.2
75.2
56.7
76.5
2.47
Azospirillum
Bakteri Azospirillum sp. termasuk bakteri gram-negatif, heterotrof, memiliki
sel yang berbentuk batang dan dapat bergerak dengan bantuan flagella polar dan
berukuran 1 m (Elmerich, 1992). Ada tiga spesies Azospirillum sp. yang berhasil
dideskripsikan, yaitu Azospirillum amazonense, Azospirillum halopraeferans dan
Azospirillum irakense.
Azospirillum sp. dapat menembus akar dan tumbuh secara interseluller
diantara sel akar (Madigal et al., 1997). Sedangkan Elmerich (1992) menjelaskan
bakteri ini mampu mengkolonisasi korteks akar yang diamati pada ruang interselluler
korteks. Setelah diinokulasi dengan Azospirillum sp. sistem perakaran tanaman inang
berploferasi dan jumlah akar lateral serta rambut akar meningkat. Interaksi antara
bakteri dengan tanaman inangnya agaknya diperantarai oleh gen bakteri. Secara
khusus ada kesamaan antara deformasi atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh
ketobutirat (Rao, 1982: Illmer, Barbato dan Schinner, 1992). Beberapa mekanisme
yang mungkin dalam pelarutan P oleh bakteri pelarut P adalah : (1) produksi asamasam organik; (2) pemasaman pH medium yang disebabkan oleh ekskresi H+ oleh
bakteri; (3) enzim fosfatase yang dihasilkan bakteri (Rao, 1982). Selain itu, asamasam organik mampu meningkatkan P tersedia melalui beberapa mekanisme,
diantaranya yaitu : (1) anion organik bersaing dengan ortofosfat pada permukaan
tapak jerapan koloid yang bermuatan positif; (2) pelepasan ortofosfat pada ikatan
logam-P melalui pembentukan kompleks logam organik.
Asam Humik
Asam humik merupakan bahan organik terhumifikasi yang dianggap sebagai
hasil akhir dekomposisi bahan tanaman dan hewan yang telah memfosil dalam selang
waktu jutaan tahun di dalam tanah. Bahan organik ini berfungsi sebagai bahan
pembenah tanah yang terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi
kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah (Tan,
1993). Pemberian asam humik akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Istilah asam humik berasal dari Berzilius pada tahun 1980, yang
menggolongkan fraksi humik tanah ke dalam, (1) asam humik yaitu fraksi yang larut
dalam basa, tidak larut dalam asam dan alkohol (2) asam krenik dan apokrenik atau
asam fulvat yang larut dalam air dan (3) humin yaitu bagian yang tidak dapat larut.
Substansi humik terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino, peptida
termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas fenolik OH
bebas, struktur quinone, nitrogen, oksigen dan gugus CaOH pada cincin aromatik.
Kandungan asam humik dalam tanah yaitu C, H, O, S, dan P dan unsur lain seperti
Na, K, Mg, Mn, Fe, dan Al-oksida. Mekanisme pembentukan asam humik
diperlihatkan pada Gambar 1.
Asam Humik memiliki keuntungan secara fisik antara lain meningkatkan
kapasitas memegang air, aerasi tanah, memperbaiki daya kerja tanah, membantu
bertahan pada kondisi kekurangan air, memecah masa dormansi benih dan
mengurangi erosi tanah. Keuntungan kimia yaitu membantu menahan air terlarut dan
melepaskannya ke tanah yang memerlukan, meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan Kapasitas Sangga Tanah, pengkhelatan ion logam dibawah kondisi basa,
kaya akan bahan organik dan mineral yang penting untuk pertumbuhan dan
meningkatkan persentase total nitrogen dalam tanah (Tan, 1993). Keuntungan biologi
asam humik antara lain menstimulasi pertumbuhan tanaman dan mengakselerasi
pembelahan sel, meningkatkan perkecambahan dan viabilitas benih, meningkatkan
respirasi akar, menstimulasi pertumbuhan mikroorganisme tanah, membantu proses
fotosintesis dan sebagai katalis organik (Tan, 1993)
Residu tanaman
Transformasi oleh mikroorganisme
Modifikasi lignin
Gula
Polifenol
Amino
Quinone
Quinone
Bahan Humik
Bahan Humat
(larut dalam alkali)
Dengan asam
Asam Fulvat
(larut dalam asam)
Asam Humat
(tidak larut)
Disesuikan ke pH 4,8
Asam Fulvat
(larut)
Humus
(tidak larut)
dengan alkohol
Asam Humat
(tidak larut)
Asam
Himatomelanik
(larut)
Humat Kelabu
(tidak larut)
Tipe Mikoriza
Menurut Imas et al. (1989) berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi
terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan
besar : yaitu ektomikoriza, endomikoriza atau lebih dikenal dengan V-A mikoriza
dan Ektendomikoriza.
Endomikoriza
Cendawan endomikoriza dapat dibedakan dari ektomikoriza, karena beberapa
karakteristik berikut ini :
1) perakaran yang kena infeksi tidak membesar;
2) cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi
tidak setebal pada ektomikoriza;
3) hifa menyerang (masuk) ke dalam individu sel jaringan korteks; dan
4) adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut Vesicles dan sistem
percabangan hifa yang disebut Arbuscule.
Endomikoriza merupakan jenis mikoriza paling penting dan paling luas
penyebarannya. Jenis mikoriza ini dijumpai secara alamiah pada hampir semua
tumbuhan tropika dan subtropika. Endomikoriza saat ini lebih dikenal sebagai
mikoriza arbuskula (Gunawan, 1993).
Manfaat Mikoriza
Menurut Imas et al. (1989) ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh
tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah :
1) meningkatkan penyerapan unsur hara. tanaman yang bermikoriza biasanya
tumbuh lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Salah satu sebab untuk
hal ini ialah bahwa mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan
unsur hara makro dan beberapa unsur mikro. Selain itu akar yang bermikoriza
dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk
tanaman;
2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. tanaman yang bermikoriza
biasanya lebih tahan kering daripada yang tidak bermikoriza. Kekeringan
yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran
pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar yang
bermikoriza akan cepat kembali pulih setelah periode kekurangan air berlalu.
Hal ini disebabkan, hifa cendawan mampu untuk menyerap air pada pori-pori
tanah, pada saat akar tanaman sudah tak mampu. Selain itu penyebaran hifa
di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat mengambil air relatif banyak;
3) tahan terhadap serangan patogen akar. Mikoriza menggunakan hampir semua
kelebihan karbohidrat dan exudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan
yang tidak cocok bagi patogen;
4) mikoriza dapat menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk, bagi anakan
pohon yang ditanam pada kondisi tanah jelek;
5) penggunaan
mikoriza
dibandingkan
dengan
pupuk
organik
lebih
METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober
2007. Bertempat di rumah kaca Laboratorium Lapang Agrostologi dan Laboratorium
Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB (PPSHB).
Materi
Tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dalam penelitian ini adalah
tailing yang diperoleh dari tambang emas PT. Aneka Tambang Pongkor, Bogor dan
tanah latosol yang diperoleh dari Dramaga, Bogor. Pols Setaria splendida Stapf.
diperoleh dari kebun Agrostologi. Mycofer, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan
asam humik diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat
Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB. Pupuk NPK mutiara diberikan
sebagai pupuk dasar. Peralatan yang digunakan dalam penelitian lapang adalah
Polybag, sekop, gunting, gembor air, timbangan, penggaris 100 cm, kantong semen
dan oven. Bahan kimia yang digunakan untuk pewarnaan akar dan pembuatan
preparat adalah asam laktat, gliserin, trypan blue, HCl 2%, KOH 2,5%, Aquades.
Alat yang digunakan tabung film, saringan, gelas preparat, cover glass, gunting,
pinset, mikroskop, tabung reaksi, gelas ukur dan label. Bahan yang digunakan untuk
pengamatan jumlah spora yaitu larutan sukrosa 60%. Alat yang digunakan saringan 3
tingkat yaitu 710 m, 425 m, 45 m, sentrifuge, cawan petri, gelas ukur, sendok
dan mikroskop.
Rancangan Percobaan
Perlakuan
Penelitian ini merupakan 2 penelitian yang berbeda dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri atas 7 perlakuan dengan 5
ulangan untuk masing-masing jenis tanah latosol dan tailing.
= Kontrol
= Mikoriza
MA
= Mikoriza + Azospirillum
MP
MH
MPA
Model
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :.
Yij = + i + ij
dimana :
Yij
ij
(ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata (p<0.05) maka dilanjutkan
dengan uji Duncan. (Steel and Torrie, 1993)
Peubah yang diamati
1. Pertambahan Tinggi Vertikal
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi
dengan cara mengatupkan seluruh daun ke atas dengan tangan sampai tegak lurus
kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling
tinggi dari permukaan tanah. Tinggi tanaman diukur setiap satu minggu sekali.
2. Jumlah Anakan
Anakan rumput Setaria splendida Stapf. yang dihitung adalah anakan yang
muncul dari dalam tanah atau tumbuh pada rhizoma batang, bukan yang tumbuh ke
samping pada buku batang yang tidak terpotong. Jumlah anakan diukur setiap satu
minggu sekali.
kering
akar
diukur
pada
akhir
percobaan
dengan
cara
sepanjang 1 cm dan
dimasukkan ke dalam botol film lalu direndam dalam larutan KOH 2,5 %
kemudian tutup tabung tersebut dan biarkan selama semalam atau sampai
akar berwarna kuning bersih;
c) setelah akar berwarna kuning bersih, larutan KOH 2,5% dibuang dan akar
dibilas dengan air;
d) akar diasamkan dalam HCl 2% dan biarkan semalam sampai akar berwarna
kuning jernih;
e) HCl 2% dibuang dan diganti dengan larutan Staining (gliserol, Asam laktat,
dan aquades dengan perbandingan 2:2:1 dan ditambah trypan blue sebanyak
0.05%) lalu biarkan semalam;
f) jika terlalu pekat dapat ditambahkan larutan Destaining (larutan staining
tanpa trypan blue, dengan perbandingan gliserol, asam laktat, dan aquades
sebesar 2:2:1) dan dibiarkan semalam;
g) akar yang telah diberikan larutan Staining kemudian disusun pada gelas objek
(1 gelas objek untuk 10 potong akar) kemudian diamati dengan mikroskop;
h) jumlah akar yang terinfeksi CMA dari 10 potong akar tersebut dicatat; dan
x 100 % .
6. Jumlah Spora
Pengamatan jumlah spora dilakukan dengan metode tuang saring basah
(Gerdemann and Nicolson, 1963) dengan tahapan kerja sebagai berikut :
a) sampel tanah sebanyak 50 gram diambil dari masing-masing perlakuan
dicampur dengan 200 ml air dalam gelas ukur, kemudian diaduk hingga larut
dan dibiarkan beberapa waktu supaya partikel-partikel besar mengendap;
b) setelah itu larutan tanah yang telah diaduk kemudian disaring dengan
menggunakan saringan berurut ke bawah dari yang berukuran 710 m, 425
m, 45 m;
c) partikel-partikel halus berikut spora yang tertampung pada saringan 45 m
dimasukkan ke dalam botol kecil kemudian diaduk dengan sendok agar
endapan dan air tercampur lalu dalam keadaan air masih berputar masukkan
ke dalam tabung-tabung sentrifusi sebanyak 25 ml masing-masing perlakuan.;
d) larutan sukrosa 60% ditambahkan sebanyak 25 ml pada tabung sentrifuse;
e) sentrifuse terhadap tabung dilakukan selama lebih kurang 3 menit dengan
kecepatan 2500 rpm;
f) supernatan disaring dengan menggunakan saringan 45 m dan dicuci dengan
air yang mengalir agar larutan sukrosa hilang;
g) spora yang tertahan pada ujung saringan kemudian dipindahkan dalam cawan
petri dan diberi air secukupnya;
h) pola lingkaran dibuat pada permukaan bawah cawan petri untuk membantu
menghitung jumlah spora; dan
i) pengamatan spora dan penghitungannya dilakukan di bawah mikroskop.
Prosedur Pelaksanaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman
dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara
manual yaitu dengan cara mencabut gulma yang tumbuh setiap hari.
Pemanenan dan Pengambilan Sampel
Pemanenan dilakukan denagn interval 40 hari. Panen dilakukan sebanyak 2
kali. Pengambilan sampel dilakukan pada saat periode 1 dan periode 2. Sampel yang
diambil yaitu daun, akar serta tanah latosol dan tailing sebanyak 50 g.
Gambar 3. Rumput Setaria splendida Stapf. yang ditanam pada Tailing (A) dan
Latosol (B)
34
JA
(cm)
BKT
BKA
IA
(gram)
(gram)
(%)
JS
Latosol
Periode tanam/
Panen 1
tn
tn
tn
Periode tanam/
Panen 2
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan
35
Rataan pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, berat kering tajuk, berat
kering akar, persentase infeksi akar, dan jumlah spora pada rumput Setaria splendida
Stapf. disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal, Jumlah Anakan, Berat Kering
Tajuk, Berat Kering Akar, Persentase Infeksi Akar dan Jumlah
Spora pada Latosol
Peubah
Perlakuan
PTV 1
PTV 2
(cm)
(cm)
JA 1
JA 2
BKT 1
BKT 2
BKA
IA
(g)
(g)
(g)
(%)
Ctrl
27,78
31,34
5,8
4,6
6,3
10,36
13,94
34,48
34,08
5,0
4,6
6,1
11
MA
31,6
36,62
3,6
4,0
7.5
MP
31,32
36,06
5,4
4,6
MH
29,54
30,72
4,2
MPA
27,66
33,44
MPAH
31,22
34,14
JS
130,8
12,3b
35,2
30,2
12,17
16,67ab
39
112,2
7,0
11,36
13,9b
29,6
111,4
4,6
7,9
10,74
12,98b
26,6
101
4,8
5,0
8,0
11,6
15,06ab
32,8
59,2
5,0
5,4
7,4
11,42
18,10a
37,6
203,8
Keterangan: Superskrip dengan huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata
(p<0.05); Ctrl = kontrol; M = Mikoriza; MA = Mikoriza +Azospirillum; MP = Mikoriza
+Bakteri Pelarut Fosfat; MH = Mikoriza +Asam humik; MPA = Mikoriza +Bakteri
Pelarut Fosfat+ Azospirillum; MPAH = Mikoriza+Bakteri Pelarut Fosfat+
Azospirillum+Asam humik; PTV 1 = pertambahan tinggi vertikal periode 1; PTV 2 =
pertambahan tinggi vertikal periode 2; JA 1 = jumlah anakan periode 1; JA 2 = jumlah
anakan periode 2; BKT 1 = berat kering tajuk periode 1; BKT 2 = berat kering tajuk
periode 2; BKA = berat kering akar; IA = infeksi akar; JS = jumlah spora
Jumlah Anakan
Jumlah anakan merupakan salah satu bagian yang menunjukkan pertumbuhan
dan perkembangan tanaman pada fase vegetatif. Jumlah anakan dapat digunakan
untuk menduga tinggi rendahnya bobot hijauan yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan
36
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
terhadap jumlah anakan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azosprillum dan
asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan periode 1 dan periode
2.
Berat Kering Tajuk
Berat kering merupakan cara untuk menilai produktivitas yang dihasilkan
oleh suatu tanaman. Pengaruh
pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik terhadap berat kering tajuk periode 1
dan periode 2 dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 6. Berdasarkan hasil sidik
ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk
periode 1 dan periode 2.
14
12
10
8
6,32
7,92 8,2
7,04
7,4
7,42
6,56
6
4
2
0
Periode 1
Kontrol
Periode 2
MP
MA
MH
MPA
MPAH
Gambar 4. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Latosol
Berat Kering Akar
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7. Berdasarkan
hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan cendawan mikoriza arbuskula,
bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik memberikan pengaruh yang
nyata (p<0.05) terhadap produksi berat kering akar. Produksi berat kering akar
tertinggi pada perlakuan MPAH yaitu 18,1 g, sedangkan produksi berat kering akar
37
terendah yaitu perlakuan M sebesar 12,3 g. Hasil uji lanjut Duncan produksi berat
kering akar pada perlakuan MPAH tidak berbeda nyata terhadap perlakuan MA dan
MPA, akan tetapi perlakuan MPAH berbeda nyata dengan perlakuan M. Perlakuan
MA tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol, M, MP, MH, MPA, sedangkan
perlakuan MPA tidak berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol, MP, MH.
Penambahan perlakuan MPAH merupakan hasil yang paling terbaik. Akar Rumput
Setaria splendida Stapf. dapat dilihat pada Gambar 8.
20
18,1
18
16
16,1
13,94
14
13,9
15,32
12,98
12,3
12
10
8
6
ab
ab
4
2
0
Kontrol
MP
MA
MH
MPA
MPAH
38
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
35,2
39
37,6
32,8
29,6
26,6
6,25
Kontrol
MA
MP
MH
MPA
MPAH
Jumlah Spora
Jumlah spora sangat efektif digunakan untuk mengetahui perkecambahan
spora yang telah dihasilkan oleh cendawan mikoriza arbuskula. Pengaruh perlakuan
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 10. Berdasarkan hasil sidik ragam,
penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan
asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah spora.
39
250
203,8
Jumlah Spora
200
150
130,8
111,4
112,2
101
100
59,2
50
30,2
0
kontrol
MA
MP
MH
MPA
MPAH
40
JA
(cm)
BKT
BKA
IA
JS
(gram)
(gram)
(%)
Tailing
Periode tanam/
Panen 1
tn
tn
tn
Periode tanam/
Panen 2
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan
Rataan pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan, berat kering tajuk, berat
kering akar, persentase infeksi akar, dan jumlah spora pada rumput Setaria splendida
Stapf. disajikan pada Tabel 7.
Ctrl
M
MA
MP
MH
MPA
MPAH
PTV 1
(cm)
PTV 2
(cm)
JA 1
JA 2
BKT 1
(gram)
BKT 2
(gram)
BKA
(gram)
IA
(%)
JS
15,88
25,20
0,2
1,2
1,0
2,9
2,4
13,6
4,8
19,08
30,75
0,6
2,6
1,1
4,3
2,8
21,0
8,4
25,94
33,16
0,6
2,0
1,3
5,3
3,9
21,0
5,8
22,14
27,94
1,2
1,8
0,9
4,3
2,9
25,0
5,8
16,56
29,26
1,4
2,2
1,1
4,9
5,1
47,4
10,6
18,50
26,32
0,6
2,0
0,8
3,6
3,2
31,6
7,0
21,24
28,10
0,8
1,6
1,2
6,4
3,8
45,2
8,8
41
Azospirillum dan asam humik terhadap pertambahan tinggi vertikal periode 1 dan
periode 2 dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan
cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik
tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi vertikal periode 1 dan periode
2.
Jumlah Anakan
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik terhadap jumlah anakan periode 1 dan periode 2 dapat
dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza
arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azosprillum dan asam humik tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah anakan periode 1 dan 2.
6,38
5,28
4,86
4,3 4,28
3,56
4
2,96
3
2
1
1 1,05 0,9
1,32
1,080,881,22
0
Periode 1
Kontrol
Periode 2
MP
MA
MH
MPA
MPAH
Gambar 9. Grafik Berat Kering Tajuk Periode 1 dan Periode 2 pada Tailing
42
5,08
Berat Kering Akar (g)
3,9
4
3
2,44
2,8
3,78
3,16
2,98
2
1
0
Kontrol
MP
MA
MH
MPA
MPAH
43
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
47,4
45,2
31,6
25
21
21
MA
13,6
Kontrol
MP
MH
MPA
MPAH
Jumlah Spora
Pengaruh perlakuan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri pelarut fosfat,
Azospirillum dan asam humik dapat dilihat pada Tabel 7 dan Gambar 14.
Berdasarkan hasil sidik ragam, penambahan cendawan mikoriza arbuskula, bakteri
pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah spora.
12
Jumlah Spora
10
10,6
8,8
8,4
5,8
6,4
4,8
6
4
2
0
kontrol
MA
MP
MH
MPA
MPAH
44
Pembahasan
45
organik yang tidak terhingga. Fungsi akar tanaman adalah sumber energi bagi jasad
renik bila mati dan bila hidup mempengaruhi keseimbangan unsur hara dalam larutan
tanah dan penyediaan unsur hara yang pertama melalui absorpsi dan kedua melalui
produksi asam organik sehingga akar dapat digambarkan berfungsi sebagai pelarut
(Buckman dan Brady, 1990). Sistem perakaran dari tanaman lebih dikendalikan oleh
sifat genetis dari tanaman yang bersangkutan, tetapi sistem perakaran pun dapat
dipengaruhi oleh kondisi tanah atau media tumbuh tanaman (Lakitan, 2000). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa berat kering akar menunjukkan pengaruh yang nyata
(P<0.05). Perlakuan MPAH memberikan hasil yang paling baik. Hal ini disebabkan
rumput Setaria splendida Stapf. mengeluarkan eksudat akar yaitu asam oksalat, asam
malat, asam sitrat pada larutan tanah, akar dan tajuk, sehingga ketersediaan unsur P
tetap dapat tersedia bagi tanaman akibatnya tidak menghambat pertumbuhan akar
tempat terjadinya penambatan nitrogen. Tanaman yang toleran mempunyai
mekanisme untuk mendetoksifikasi Fe akan tetapi masih juga memerlukan
penambahan agar pertumbuhan serta produksinya tidak terganggu. Berdasarkan
penelitian Karti (2005) Azospirillum mampu meningkatkan produksi dan kadar N
tajuk dan akar serta serapan N total. Azospirillum juga mampu menambat N2 udara
secara asosiatif sehingga keberadaannya di daerah perakaran (rhizosfer) dapat
bermanfaat bagi semua tanaman, selain itu Azospirillum mempunyai kemampuan
memproduksi hormon tumbuh asam indol asetat yang berguna untuk merangsang
pertumbuhan akar sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan dan
hasil tanaman. Bakteri pelarut fosfat merupakan mikroba tanah yang mempunyai
kemampuan melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia (Rao, 1982) . Hal ini terjadi
karena bakteri tersebut mampu mensekresi asam organik yang dapat membentuk
kompleks stabil dengan kation pengikat P di dalam tanah dan asam organik tersebut
akan menurunkan pH dan memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat
sehingga akan meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah (Rao, 1982).
Fosfat yang sudah tersedia dapat diserap tanaman sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan akar karena fungsi fosfat adalah memacu pertumbuhan akar dan
pembentukkan sistem perakaran yang baik dari benih dan tanaman muda. Asam
humik juga berperan dalam meningkatkan produksi berat kering akar karena asam
humik mampu menjerap Fe dan meningkatkan ketersediaan unsur-unsur seperti N
46
dan P yang telah disediakan oleh bakteri pelarut fosfat maupun Azospirillum. Dengan
adanya peningkatan P tersedia dalam larutan tanah, sehingga terjadi penyerapan P
oleh akar rumput Setaria splendida Stapf. Berdasarkan penelitian Dian (2003)
penambahan asam humik bersama-sama cendawan mikoriza arbuskula dan
Azospirillum sangat baik dilakukan karena selain terjadinya peningkatan ketersediaan
dan penyerapan hara P, juga terjadi peningkatan penyerapan hara N dan ketersediaan
hara N yang dihasilkan oleh Azospirillum. Peningkatan ketersediaan hara N ini
terjadi karena adanya fiksasi N bebas (N2) dari udara oleh bakteri Azospirillum
menjadi N yang tersedia bagi tanaman (NO3-). Penambahan cendawan mikoriza
arbuskula juga berpengaruh karena cendawan mikoriza arbuskula mampu
meningkatkan penyerapan P dan N. Peningkatan serapan P dan N oleh tanaman
bermikoriza ini sebagian besar karena hifa eksternal dari cendawan mikoriza
arbuskula yang berperan dalam sistem penyerapan di perakaran. Hifa eksternal ini
menyediakan permukaan yang lebih efektif dalam menyerap hara dari tanah yang
kemudian dipindahkan ke akar inang. Hifa di sini berperan sebagai jalan bebas
hambatan untuk gerakan fosfat melalui zona deplesi di sekeliling akar, semacam
cara yang mirip dengan rambut akar. Selain dapat meningkatkan penyerapan P,
cendawan mikoriza arbuskula di duga juga mampu meningkatkan penyerapan N dan
terbukti juga dapat mengekstrak Ca, Mg serta beberapa unsur mikro (Imas et al.,
1989).
Infeksi akar dan produksi spora oleh cendawan mikoriza arbuskula
dipengaruhi oleh cendawannnya sendiri, lingkungan dan inang. Faktor-faktor yang
merangsang dan menghambat infeksi kemungkinan juga merangsang atau
menghambat sporulasi karena kedua fenomena ini sering kali hubungannya
berdekatan. Hasil penelitian dengan
arbuskula, bakteri pelarut fosfat, Azospirillum dan asam humik tidak menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap infeksi akar dan produksi spora. Hal ini sesuai dengan
yang telah dijelaskan
47
pula hal ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut toleran untuk mengatasi
kandungan Fe yang cukup tinggi menjadi tidak terlarut di latosol sehingga
kandungan unsur P tetap dapat tersedia.
Pengaruh Pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), Asam Humik,
Mikroorganisme Tanah Potensial terhadap Pertumbuhan dan Produksi Setaria
splendida Stapf. pada Tailing
Tailing memiliki kesuburan fisik dan kimia yang rendah, hal ini dapat dilihat
bahwa tekstur tailing didominasi oleh fraksi pasir dan debu, cenderung bersifat basa
dengan pH mencapai 7,1, KTK cukup rendah, dengan kandungan Ca terlarut sangat
tinggi, yang diikuti dengan rendahnya ketersediaan unsur hara esensial seperti P, N,
K dan juga Mg. Kondisi tailing makin diperparah dengan adanya kandungan COrganik yang sangat rendah sementara jumlah logam berat yang terlarut seperti Pb
cenderung tinggi. Melihat kondisi tailing yang telah disebutkan tadi, dapat difahami
bahwa jika tailing dijadikan sebagai media tanam tanpa pemberian apapun maka
pertumbuhan dari rumput Setaria splendida Stapf. akan terhambat.
Penambahan
cendawan
mikoriza
arbuskula,
bakteri
pelarut
fosfat,
Azospirillum dan asam humik tidak menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata
terhadap pertambahan tinggi vertikal, jumlah anakan dan berat kering tajuk periode 1
dan 2 serta berat kering akar . Hal ini disebabkan karena rumput Setaria splendida
Stapf. toleran pada kondisi tailing yang memiliki kandungan Pb tinggi sehingga
mampu mendetoksifikasi Pb baik pada larutan tanah maupun akar dan tajuk tanaman,
sehingga ketersediaan unsur P tetap dapat tersedia bagi tanaman. Menurut Karti
(2003) Rumput Setaria splendida Stapf. menghasilkan asam oksalat, asam sitrat dan
asam malat yang merupakan mekanisme toleransi tanaman terhadap pH asam dan
kandungan unsur mikro seperti Pb yang tinggi. Asam oksalat di duga dapat
berinteraksi dengan ion logam, oksida logam, hidroksida logam dan mineral lebih
kompleks untuk membentuk asosiasi logam organik sebagai reaksi pertukaran kation,
adsorpsi permukaan dan pengkhelatan. Asam oksalat mampu mengkhelat kation ke
dalam bentuk ikatan yang sukar dipertukarkan. Gugus fungsional yang mengandung
ikatan karboksil (-COOH) merupakan tapak yang paling reaktif dalam mengikat
kation, khelat logam organik yang terbentuk banyak memiliki sifat tidak larut
(insoluble), dimana fenomena seperti ini penting di dalam menjaga kualitas
48
49
Saran
Perlu penelitian lebih lanjut yaitu penelitian yang dilakukan di lahan pasca
tambang emas dan melihat apakah kandungan Pb yang tinggi pada tailing terdapat di
dalam jaringan tanaman sehingga akan menyebabkan residu pada ternak dan
manusia.
50
Penulis
51
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, I. W. D. 2001. Bioteknologi Tanah (Ringkasan Kuliah). Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.
Bogdan., A. V. 1977. Tropical Pasture and Fodder Plants. Whistastable Litho Ltd.
Kent.
Buckman, H. D dan N. C. Brady. 1990. Sifat dan Ciri Tanah I . Terjemahan: G.
Soepardi. Departemen Ilmu-ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Dian, A. 2003. Penggunaan kapur, asam humat, cendawan mikoriza arbuskula dan
bakteri Azospirillum pada tanah podsolik merah kuning terhadap
pertumbuhan, produksi dan kualitas rumput Setaria splendida Stapf. Skripsi.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Elmerich, C. 1992. Nodulation genes and biosynthesis of indole acetic acid in
Azospirillum brasilense. In Khush G. S. & J. Bennet (Eds.) Nodulation and
Nitrogen Fixation in Rice : Potensial and Prospcts. IRRI, Bangkok.
Gerdeman, J.W dan T.H. Nicolson. 1963. Spores of Mycorrhizal endogone species
extracted from soil by wet sieving and decanting. Trans. Br. Mycol. Soc.
46:235-244.
Gohl., B. O. 1975. Tropical Feeds. Feeds Information, Summarries, and Nutritive
Value. Food and Agricultire Organization of the United States, Rome.
Gunawan, A.W. 1993. Bahan Pengajaran Mikoriza Arbuskula. Telaah : Kartini
Kramadibrata. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hadas, R. & Y. Okon. 1987. Effect of Azospirillum brasilense inoculation on root
morphology and respiration in tomato seedlings. Biol. Fertil. Soils. 5:241247.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., Sutopo., N. Nugroho., M. A. Dina., G.B.
Hong dan H. H. Baley. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Cetakan Pertama.
Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Hardjowigeno, S. 1994. Ilmu Tanah. Ed. Rev., Cet. 4. Akademika Pressindo. Jakarta.
Huang, P. M dan M. Schintzer. 1997. Interaksi Mineral Tanah dengan Organik
Alami dan Mikroba. Goenadi, V. H. dan Sudarsono. Penerjemah Gadjah
Mada University Press. Terjemahan dari : Interaktion of Soil Mineral
With Natural Organics and Microbes.
52
Illmer, P. A., Barbato. F., Schinner. 1992. Solubilization of Harrdly. Soluable AlPO4
With P- Solubilizing Microorganism. Soil. Biol. Biochem. 27 (3) : 265270.
Imas T., R. S. Hadioetomo, A. W. Gunawan, Y. Setiadi .1989. Mikrobiologi Tanah
2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pebdidikan
Tinggi. Pusat Antar Universitas, IPB.
Jaringan
Advokasi
Tambang.
2004.
Mengenali
http://www.jatam.org. [5 desember 2007].
Limbah
Tailing.
53
Pujiyanto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem
Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Falsafah
Sains. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Premono, M. E. 1994. Jasad Renik Pelarut P : Pengaruh terhadap P-Tanah dan
efisiensi pemupukan P tanaman tebu. [Disertasi]. Program Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rao, N. S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. New Delhi : Oxford dan IBH Publ. Co.
Sarief, E. S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana.
Bandung.
Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos Aktif
untuk meningkatkan pertumbuhan Semai Mindi (Melia azedarach LINN)
pada media Tailing Tambang Emas Pongkor. Tesis Master. Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu-Ilmu Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Steel, R. G. D dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Edisi Ke-3. Terjemahan : B. Sumantri. P.T. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York and
Basel.
54
LAMPIRAN
55
K-U5
K-U3
MA-U4
MP-U1
MH-U4
M-U5
MPA-U1
K-U1
M-U1
M-U3
M-U2
MPAH-U3
MH-U5
MPAH-U1
MA-U5
MPAH-U5
K-U4
MA-U3
MH-U1
MP-U5
MH-U3
MP-U2
MP-U3
MA-U2
MPA-U5
MPAH-U4
MA-U1
K-U2
MP-U4
MPA-U3
MPA-U4
M-U4
MPAH-U2
MPA-U2
MH-U2
56
M-U3
MPAH-U1
MPAH-U5
M-U1
MP-U4
MA-U1
M-U5
MPA-U5
MPA-U3
MH-U5
MPA-U1
M-U4
M-U2
MA-U3
MPAH-U3
MH-U1
MA-U5
MPAH-U4
K-U2
MP-U2
MPA-U4
MH-U2
MA-U2
MP-U5
K-U5
MA-U4
MPAH-U2
K-U1
MP-U1
MH-U4
K-U3
K-U4
MP-U3
MPA-U2
MH-U3
57
DB
6
28
34
JK
173,1
1351,6
1524,7
KT
28,9
48,3
Fhit
F0,05
0,60
0,730
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
144,5
317,3
461,3
2,70
1,39
1,95
0,082
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
16,17
38,80
54,97
2,70
1,39
1,95
0,108
F0,05
0,399
58
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
119,15
194,55
313,70
19,86
6,95
2,86
0,027 *
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
0,4259
1,1799
1,6058
0,0710
0,0421
1,68
0,162
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
0,09211
0,23364
2227,8
0,01535
0,00834
1,84
0,127
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
460,3
1767,5
2227,8
76,7
63,1
1,22
0,328
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
269,3
1958,6
2227,9
44,9
69,9
0,64
0,696
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
4,971
23,200
28,171
0,829
0,829
1,00
0,445
59
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
5,94
48,80
54,74
0,99
1,74
0,57
0,752
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
0,995
4,244
5,239
0,166
0,152
1,09
0,390
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
38,07
126,34
164,41
6,34
4,51
1,41
0,247
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
23,58
54,41
77,99
3,93
1,94
2,02
0,096
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
0.6015
1.4800
2.0815
0.1003
0.0529
1.90
0.117
DB
JK
KT
Fhit
F0,05
6
28
34
0,01184
0,05280
0,06464
0,00197
0,00189
1,05
0,417
60