Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
Morbus Hansen (Kusta, lepra) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh kuman Mycobacterium leprae yang menyerang syaraf tepi (primer), kulit dan
jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan syaraf pusat.1-4
Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbedabeda. Indonesia menempati urutan ke 4 setelah India, Brazil, Myanmar.5 Pada akhir
tahun (Desember) 2000 di seluruh Indonesia terdaftar 17.539 kasus yang mendapat
pengobatan MDT. Gambaran ini menurun menjadi 17.137 kasus pada Desember
2001, akan tetapi terjadi peningkatan pada tahun 2002 menjadi 19.100 kasus. 2 Situasi
kusta di Sulawesi Utara pada tahun 2006 ditinjau dari beberapa indikator
menunjukkan keadaan sebagai berikut: Angka penemuan penderita baru (Case
Detection Rate) 20,3 per 100.000 penduduk, angka prevalensi 2,2 per 10.000
penduduk, angka cacat tingkat II 4,7% dan angka penderita anak usia < 15 tahun
7,8%. Indikator ini menunjukkan bahwa propinsi Sulawesi Utara termasuk daerah
yang high endemic.6
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan. Cara penularan hanya
berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan
erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M.leprae masih dapat hidup
beberapa hari dalam droplet.1
Berdasarkan WHO pada tahun 1997, diagnosis berdasarkan adanya tanda
utama atau cardinal sign berupa kelainan kulit yang hipopigmentasi atau eritematosa
dengan anastesi yang jelas, kelainan syaraf tepi berupa penebalan syaraf dengan
anastesi, dan hapusan kuman positif untuk kuman tahan asam. Diagnosa ditegakkan
bila dijumpai satu tanda utama tersebut.3
Penatalaksanaan pada penyakit ini diberikan berdasarkan regimen MDT
(Multi Drug Therapy).3 Disamping unggul dalam masa pengobatan yang jauh lebih
pendek, MDT dapat mencegah dan menanggulangi kejadian resistensi serta
menanggulangi persistensi.5
Berikut ini dilaporkan suatu kasus dengan diagnosa Morbus Hansen tipe
multibasiler yang ditemukan pada seorang pasien yang berobat di Poliklinik Kulit
dan Kelamin BLU RSUP. Prof. dr. R.D. Kandou Manado.
1

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. R. E

Umur

: 45 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Jumlah Saudara

: Anak pertama dari dua bersaudara

Suku/Bangsa

: Minahasa / Indonesia

Alamat

: Tenga, Lingkungan III

Agama

: Kristen Katolik

Pekerjaan

: Tani

Pendidikan

: Tamat SMA

Status Perkawinan

: Menikah

Tanggal Pemeriksaan

: 14 Oktober 2011

ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Bercak merah yang dirasakan menebal pada wajah, bercak putih pada paha
kiri dan rasa kram pada kedua kaki.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Timbul bercak kemerahan pada wajah pasien sejak 2 minggu yang lalu.
Awalnya bercak masih terlihat samar-samar dan makin lama semakin terlihat jelas.
Kulit wajah pasien dirasakan semakin menebal sehingga membuat rasa tidak nyaman.
Bercak kemerahan ini terdapat hampir di seluruh bagian wajah.
Rasa kram pada kedua kaki sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Awalnya rasa
kram hanya dirasakan pada jari manis dan jari kelingking di kaki kanan dan kiri
pasien. Lamakelamaan rasa kram tersebut semakin menyebar sampai ke atas
pergelangan kaki pasien. Rasa kram dirasakan terusmenerus. Kedua telapak kaki
pasien dirasakan semakin menebal dari hari ke hari. Pasien lalu memeriksakan diri ke
dokter dan mendapat pengobatan asam urat namun rasa kram tersebut tidak
menghilang.
2

Timbul bercak keputihan pada paha kiri pasien sejak 1 tahun yang lalu. Bercak
tersebut awalnya berukuran kecil sehingga hanya diabaikan oleh pasien. Lamakelamaan bercak putih tersebut semakin membesar dan bertambah banyak. Secara
perlahan bercak putih tersebut menyebar sampai ke seluruh kaki kiri dan kanan
pasien, ke badan dan kedua tangan pasien. Bercak putih yang timbul tidak disertai
dengan rasa gatal.
Pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Tenga 1 hari yang lalu dan dirujuk ke
RSUP. Prof. R.D. Kandou.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit jantung, paru, hati, ginjal, hipertensi, DM, disangkal pasien.
Riwayat penyakit keluarga :
Hanya pasien yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat Alergi :

Makanan : ikan deho

Obat : antibiotik (lupa nama obat)

Riwayat Atopi :

Bersin di pagi hari (-)

Debu (-)

Asma (-)

Riwayat Kebiasaan :
Pasien mandi 2 x sehari, menggunakan sabun batang dan digunakan bersama
keluarga, sumber air dari mata air, mengganti pakaian dalam 2x sehari, handuk
dipakai bersama, di cuci jika sudah tampak kotor (kira-kira 1 bulan sekali).
Merokok (+) kurang lebih 1 bungkus dalam 3 hari. Alkohol (+) sekali-kali di
tempat pesta.

Riwayat Sosial :
Pasien tinggal di rumah permanen, dengan atap seng, berdinding beton, lantai
tanah, terdiri atas 2 buah kamar, dihuni oleh 4 orang dewasa, WC dan kamar mandi
tergabung dan berada di dalam rumah. Pasien memiliki kamar sendiri dan tidur
bersama istri. Dua anak penderita tidur dalam 1 kamar.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
-

Keadan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

TB

: 165 cm

BB

: 58 Kg

IMT

: 21,3 Kg/m2

Status Gizi

: Normal

Tanda vital :

Tekan Darah : 130/80 mmHg

Nadi

: 60 kali / menit

Respirasi

: 20 kali / menit

Suhu Axilar

: 36,50C

Kepala :

Mata

: Konjungtiva Anemis (-), Sklera Ikterik (-),


Lagophthalmus (-)

Hidung

Telinga: Dalam batas normal

Mulut

: Dalam batas normal

Wajah

: Madarosis (-), facies leonina (-)

: Sekret (-), Saddle Nose (-)

Leher :

Pembesaran KGB (-)

Trakea letak tengah

Thoraks :

Simetris, retraksi (-)

Cor / Pulmo : Dalam batas normal


4

Abdomen :

Datar, lemas, bising usus (+) normal

Hepar / Lien : Tidak teraba

Ekstremitas superior et inferior : Akral hangat

Status Dermatologis :

facialis : makula eritematous, batas tidak tegas (pasien menolak di foto pada

bagian muka)
thoracoposterior lumbalis, brachii dextra, cruris dekstra et sinistra,
dorsum pedis dekstra et sinistra : makula hipopigmentasi - eritematous, multiple,
batas tegas, ukuran numular - plakat

PEMERIKSAAN KHUSUS :
-

Tes Sensibiltas :
Pada lesi di femoralis sinistra:

Rasa raba

: Hipestesi (+)

Rasa nyeri

: Hipestesi (+)
5

Rasa suhu

Lesi di tempat lain


-

: Hipestesi (+)
: Normostesi

Pemeriksaan penebalan saraf tepi:

N. aurikularis magnus dekstra et sinistra

: +/-

N.ulnaris dekstra et sinistra

: +/+

N.peroneus lateralis dekstra et sinistra

: +/+

Pemeriksaan BTA

: Solid (+), globi (+), fragmen (+), granul (+)

DIAGNOSIS KERJA
Morbus Hansen Tipe Multibasilar
DIAGNOSIS BANDING :
Dermatitis kontak alergi

TERAPI
1. Medikamentosa
6

MDT MB selama 1 tahun, terdiri dari:


- DDS (diaminodifenilsulfon): 1 x 100 mg tiap hari
- Rifampisin: 1 x 600 mg tiap bulan
- Clofazimine: 1 x 300 mg tiap bulan (hari pertama) kemudian dilanjutkan
dengan 1 x 50 mg tiap hari
2. Non Medikamentosa
- Memberikan edukasi kepada pasien tentang pentingnya ketaatan untuk
-

meminum obat yang diberikan.


Banyak beristirahat dan makan makanan dengan gizi seimbang secara teratur.
Pasien diingatkan untuk berhati-hati agar tidak sampai terjadi luka yang tidak

disadari pasien sehingga mudah terkena infeksi.


Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungannya
Perlunya kontrol penyakit secara teratur di Puskesmas atau Poliklinik Penyakit
Kulit dan Kelamin.

PROGNOSIS

Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: Bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

BAB III
DISKUSI
Diagnosis Morbus Hansen Tipe Multibasilar pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis ditemukan timbulnya bercak kemerahan pada wajah pasien
sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya bercak masih terlihat samar-samar dan makin
lama semakin terlihat jelas. Kulit wajah pasien dirasakan semakin menebal sehingga
membuat rasa tidak nyaman. Bercak kemerahan ini terdapat hampir di seluruh bagian
wajah. Rasa kram pada kedua kaki sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Awalnya rasa
kram hanya dirasakan pada jari manis dan jari kelingking di kaki kanan dan kiri
pasien. Lamakelamaan rasa kram tersebut semakin menyebar sampai ke atas
pergelangan kaki pasien. Rasa kram dirasakan terusmenerus. Kedua telapak kaki
pasien dirasakan semakin menebal dari hari ke hari. Pasien lalu memeriksakan diri ke
dokter dan mendapat pengobatan asam urat namun rasa kram tersebut tidak
menghilang. Timbul bercak keputihan pada paha kiri pasien sejak 1 tahun yang lalu.
Bercak tersebut awalnya berukuran kecil sehingga hanya diabaikan oleh pasien.
Lama-kelamaan bercak putih tersebut semakin membesar dan bertambah banyak.
Secara perlahan bercak putih tersebut menyebar sampai ke seluruh kaki kiri dan kanan
pasien, ke badan dan kedua tangan pasien. Bercak putih yang timbul tidak disertai
dengan rasa gatal.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya makula eritematous dengan batas
tidak tegas pada regio fasialis. Pada regio thoracoposterior sampai regio lumbalis dan
regio cruris dekstra et sinistra ditemukan adanya makula hipopigmentasi eritematous, multiple, batas tegas, ukuran numular plakat. Dari pemeriksaan khusus
ditemukan adanya hipestesia pada daerah lesi femoralis sinistra. Juga ditemukan
adanya penebalan saraf pada n. aurikularis magnus dextra, n.ulnaris dekstra dan
sinistra, n.peroneus lateralis dekstra dan sinistra.. Dari pemeriksaan penunjang
ditemukan adanya basil tahan asam dalam bentuk solid, globi, fragmen, dan granular.
Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan bahwa untuk
mendiagnosis penyakit kusta pada seseorang hanya dapat didasarkan pada penemuan
cardinal sign yaitu lesi kulit yang mati rasa, penebalan saraf yang nyata disertai
gangguan fungsi saraf dan basil tahan asam positif. Diagnosis multi basiler ditegakkan
8

dengan adanya bercak kusta lebih dari 5, penebalan saraf lebih dari satu saraf perifer
dan ditemukannya basil tahan asam pada pemeriksaan BTA. Hal ini sesuai dengan
pengklasifikasian menurut WHO tentang tipe multibasiler yaitu ditemukannya jumlah
lesi kulit yang lebih dari 5, distribusi lebih simetris, terdapat kerusakan saraf yang
kehilangan sensasi rasa yang kurang jelas dan mengenai banyak cabang saraf.2,5
Sebenarnya, patogenitas dan invasi Mycobacterium leprae rendah namun
gejala klinis yang ditunjukkan bergantung pada respons imun seseorang (sistem imun
selular). Ketika sistem imun seluler (SIS) menurun, maka dapat terjadi reaksi kusta
yaitu yang disebut sebagai reaksi reversal dimana lesi pada kulit tampak lebih eritem,
saraf perifer membesar dan nyeri, keadaan umum pasien baik, sedangkan reaksi yang
kedua adalah Eritema Nodosum Leprosum (ENL) memberikan gambaran lesi pada
kulit dengan nodus yang baru, jumlahnya banyak, nyeri dan lebih eritem, saraf perifer
membesar dan nyeri, keadaan umum pasien jelek sehingga masuk dalam
Dermatologic emergencies.2,7
Kasus ini di diagnosis banding dengan dermatitis kontak alergi. Di diagnosis
banding dengan dermatitis kontak alergi karena pada keduanya bisa ditemukan
makula eritematous, yang membedakannya ialah makula eritematous pada dermatitis
kontak alergi terasa gatal dan diatasnya terdapat papula, vesikula, dan bula yang bila
pecah menjadi lesi yang eksudatif, sedangkan pada morbus hansen, makula
eritematous hiopestesi.5
Pengobatan yang diberikan terdiri atas terapi medikamentosa dan non
medikamentosa. Terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien ini adalah Multi
Drug Treatment (MDT) yang terdiri dari Rifampisin, Clofazimin, Diamino Difenyl
Sulfon (DDS). Terapi multiobat dan kombinasi tiga obat di atas pertama kali
direkomendasi oleh WHO pada 1981. Cara ini menjadi standar pengobatan multiobat.
Tiga obat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk mencegah kekebalan atau
resistensi bakteri. Selain itu terdapat alternatif antibiotic yaitu minocyclineofloxacin,
sparfloxacin, dan clarithromycin.1-3,8
Terapi non medikamentosa berupa komunikasi informasi dan edukasi (KIE).
Beristirahat selama sakit mengingat perjalanan penyakit yang dialami pasien bisa
mengarah ke kondisi yang lebih buruk berupa kecatatan pada anggota tubuh, selain itu
dari hasil pemeriksaan bakteriologis ditemukan adanya kuman solid dan bentuk globi
yang merupakan kuman yang aktif dan dapat menyebarkan penyakit ke orang lain.
Menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan yang merupakan salah satu faktor
9

predisposisi untuk timbulnya manifestasi klinis dari infeksi Mycobacterium leprae,


ketika seseorang terinfeksi dengan Mycobacterium leprae gejala klinis akan muncul
jika dibarengi dengan faktor predisposisi. Makan makanan dengan gizi seimbang
yang dilakukan secara teratur agar pemenuhan gizi tercukupi walaupun pada pasien
memiliki status gizi yang baik dari perhitungan indeks massa tubuh. Perlunya edukasi
ketaatan dalam pengobatan oleh pasien. Ketaatan dalam pengobatan merupakan kunci
untuk mengeliminasi bakteri Mycobacterium leprae yang ada dalam tubuh serta
mencegah timbulnya resistensi dari obat yang diberikan. Perlunya kontrol penyakit
secara teratur di Puskesmas atau Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin untuk
melakukan pemantauan terhadap efektifitas pengobatan dan perjalanan penyakit untuk
mencegah komplikasi dari penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. 1-3
Prognosis pada pasien ini adalah baik karena diagnosis ditegakkan secara dini
dan telah dilakukan pengobatan dengan tepat. Perjalanan penyakit ke arah mortalitas
pasien ini sangat jauh karena melihat keadaan umum dari pasien tidak nampak sakit
berat dan belum ditemukan adanya komplikasi yang bermakna dan telah dilakukan
diagnosa dengan tepat dan terapi yang tepat. Secara fungsional pasien dapat kembali
bekerja seperti hari-hari sebelumnya mengingat kondisi pasien saat ini belum
menunjukkan tanda-tanda kecacatan. Kemungkinan untuk terjadi reinfeksi kembali
akan terjadi jika pengobatan dilakukan tidak teratur dan menghentikan pengobatan
sebelum terjadi eleminasi dari kuman.1,2

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Kokasih A, dkk. Kusta, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007: Hal 73-88
2. Daili S S E, dkk. Kusta. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2003:Hal 12-31
3. Murtiastutik, dwi, dkk. Morbus Hansen. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2.
DEP/SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin. FK. Unair/RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.2002: Hal 41-54
4. Grant-kels, Jane. COLOR ATLAS OF DERMATOPHATOLOGY. Dermatologi:
Clinical & Basic Science Series/32. USA. 2007.
5. Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara. Modul Orientasi Program P2 Kusta
bagi Co Ass. Manado: Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara Subdin
Surveilans dan Penanggulangan Wabah, 2007
6. Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Provinsi Sulawesi Utara.
Pemberantasan Penyakit Penyakit Menular Langsung Kusta. UPTD
Pengembangan Sistem Informasi dan Telematika, 2010. Diunduh dari:
http://www.sulut.go.id/diskes1/kusta.html. Dikunjungi tanggal 14 Oktober 2011.
7. Barankin, Benjamin; Freiman, Anatoli. DERM notes. Dermatology Clinical
Pocket Guide. Davis Company. Philadelphia. 2006.
8. Wolff Klaus, dkk. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.
Fifth Edition. The Mcgraw Hills Companies. 2007

11

Anda mungkin juga menyukai