Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Impetigo merupakan salah satu bentuk dari pioderma superfisialis yang


disebabkan oleh suatu infeksi atau peradangan kulit yang terutama disebabkan
oleh bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus group A (GABHS) yang menyebabkan impetigo krustosa dan juga
bisa disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yang diketahui menyebabkan
impetigo bulosa.1,2
Di Amerika Serikat, kurang lebih 9 - 10 % dari anak-anak yang datang ke
klinik kulit menderita impetigo. Perbandingan antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan adalah sama. Impetigo lebih sering menyerang anak-anak, jenis yang
terbanyak (kira-kira 90%) adalah impetigo bulosa yang terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 2 tahun.1,2
Penyakit ini sering ditemukan pada cuaca panas dan lembab. Peningkatan
kolonisasi Staphylococcus aureus dipengaruhi antara lain oleh udara yang panas,
kelembaban tinggi, penyakit kulit misalnya dermatitis atopik, higienitas yang
jelek, umur pasien, lingkungan tempat tinggal yang padat dan trauma kecil yang
diabaikan. Kebanyakan kasus impetigo bulosa ditemukan pada anak yang tinggal
di daerah yang kumuh.3
Impetigo mempunyai dua bentuk klinis, yaitu bulosa dan nonbulosa
(krustosa).
1. Impetigo bulosa
Dapat menyerang kulit utuh dan disebabkan oleh Staphylococcus aureus.
Impetigo bulosa ini merupakan suatu penyakit yang diakibatkan oleh toksin
exfoliating yang diproduksi oleh Staphylococcus aureus group II yang
menyebabkan pecahnya lapisan epidermal subkorneal.2,3,4

Impetigo bulosa ini lebih sering pada bayi yang mana 90% kasus terdapat
pada anak usia kurang dari 2 tahun.1,2,5
Pada impetigo bulosa timbul lepuhan-lepuhan besar dan superfisial yang
ketika lepuhan tersebut pecah, terjadi eksudasi dan terbentuk krusta serta
stratum korneum pada bagian tepi lesi mengelupas kembali.3
Impetigo bulosa atau disebut juga impetigo vesiko - bulosa atau cacar
monyet merupakan salah satu bentuk impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Bakteri masuk melalui kulit yang terluka dan melalui
transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat
pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula
eritema yang berukuran 2 - 4 mm yang kemudian secara cepat berubah
menjadi vesikel atau pustula. Pada impetigo bulosa ini gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion. Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar
menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif
tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan
berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila
pengendapan terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus
yang mengendap dan bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti
menggantung. Bula dapat ruptur dengan mudah dalam 1 - 3 hari.
Pengangkatan krusta meninggalkan dasar yang eritema dan lembab.1,2,5
Gejala klinis impetigo bulosa yaitu adanya lepuh yang tiba-tiba muncul
pada kulit, bervariasi mulai dari miliar hingga lentikular, biasanya dapat
bertahan 2 - 3 hari. Berdinding tebal dan terdapat hipopion, eritema dan bula.
Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah pecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.1,2,4
Keadaan umum penderita dengan bentuk impetigo ini biasanya tidak
dipengaruhi. Tempat predileksi adalah pada ketiak, dada dan punggung serta
ekstremitas atas atau bawah. Bisa terdapat pada orang dewasa maupun anakanak. Biasanya tidak terdapat limfadenopati regional.1,2,4

2. Impetigo nonbulosa
Biasanya disebabkan oleh Streptococcus beta hemoliticus Group A, akan
tetapi pada 20 - 45% kasus dapat ditemukan infeksi oleh bakteri ini
bersamaan dengan Staphylococcus aureus. 1,5
Pada impetigo nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil dan bila pecah
akan terjadi eksudasi dan krusta. Dapat ditemukan pada hampir semua bagian
tubuh, tapi paling sering adalah pada daerah wajah dan ekstremitas. Lesi
biasanya asimptomatik dan sering disertai rasa gatal. Biasanya terdapat
limfadenopati regional. 2
Pada keadaan khusus, yang mana diagnosis impetigo masih diragukan, pada
suatu daerah dengan impetigo yang sedang mewabah atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang sebagai berikut : 4
Pewarnaan Gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutrofil dengan kuman
coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. 1,5
Kultur cairan
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya Staphylococcus
aureus.1,4,6,7
Pengobatan pada impetigo adalah

jika hanya terdapat beberapa

bula/vesikel, dipecahkan lalu diberi salep antibiotik atau cairan antiseptik. Kalau
banyak diberi pula antibiotika sistemik.4,5,6
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak laki-laki umur 8
tahun 7 bulan yang dikonsulkan ke bagian Kulit BLU RSUP Prof. dr. R.D.
Kandou Manado dengan Impetigo krustosa.

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama

: An. GS

Umur

: 8 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Suku / Bangsa

: Minahasa / Indonesia

Alamat

: Paal 2, Lingkungan I

Nama Ibu

:NS

Nama Ayah

:NN

Pekerjaan ibu

:IRT

Pekerjaan ayah

: SMP

Pendidikan ibu

: SMA

Pekerjaan ayah

: Kuli

Agama

: Kristen

Suku / Bangsa

: Minahasa/ Indonesia

Tanggal Periksa

: 25 Januari 2013

ANAMNESIS
Alloanamnesa : dari Ibu dan Ayah penderita.

Keluhan Utama
Luka di hidung
Riwayat Penyakit Sekarang
Luka di hidung, sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul berupa
bentol berupa gigitan nyamuk dengan bintik kecil berisi cairan di daerah hidung
yang gatal dan kemudian digaruk.Gatal (+), nyeri (+) minimal, riwayat diberi
kunyit dan delima (+) dan tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali menderita sakit seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat Alergi
Alergi susu sapi (+) pada umur 1 tahun.
Riwayat Kebiasaan
Mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri.
Riwayat Sosial
Rumah permanen, lantai tehel, atap seng.
Kamar 2 buah, jumah penghuni 4 orang. Toilet berada di dalam rumah.
Sumber air : Perusahaan air minum (PT. PAM)
Sumber Penerangan : PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
Penanganan sampah dengan cara dibuang di tempat pembuangan sampah.

PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 10 kg

Tinggi Badan : 78 cm

Status Gizi : Kurang


Status Generalisata
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda vital

:
Tensi

= 90/60 mmHg

Nadi

= 92 x/menit, reguler isi cukup

Respirasi

= 28 x/menit

Suhu badan

= 37,10C

Kepala

: Bentuk mesocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks cahaya


normal, pupil bulat isokor dengan diameter 3 mm/3 mm

Telinga

: Tidak dijumpai adanya sekret

Hidung

: Tidak dijumpai deviasi septum, pernafasan cuping hidung


tidak ada, tidak dijumpai adanya sekret.

Mulut

: Sianosis tidak ada, selaput mulut basah, tidak terdapat karies


dentis, tonsil T1 - T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher

: Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening

Toraks

: Bentuk simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah


bening pada aksilla

Jantung

: Denyut jantung 92 x/menit, teratur, bunyi jantung I dan II


normal, tidak terdengar adanya bising
6

Paru-paru

: Suara pernapasan bronkovesikular, tidak ditemukan adanya


ronki maupun wheezing

Abdomen

: Bentuk datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba

Genitalia

: Perempuan, tidak dijumpai adanya kelainan

Anggota gerak

: Akral hangat, tida dijumpai edema.

Status Dermatologis
Regio Fasialis (nasalis) : makula eritem (+) multipel, difus, ukuran lentikuler,
erosi (+), krusta kekuningan (+)

Diagnosis banding :
Impetigo Bulosa, ektima
Diagnosis :
Impetigo Krustosa
Penatalaksanaan :
Medikamentosa :

- Eritromicin syr 4x1 cth


- Fusidic Acid Zalf 2 x oles
Non medikamentosa :
1. Hygiene lebih diperhatikan
2. Hindari pemakaian penggunaan obat/jamu/ obat-obatan tradisional
3. Memakai pakaian menyerap keringat
4. Menghindari pemakaian alat-alat mandi secara bersama
Resume
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun dikonsulkan ke bagian kulit
kelamin Rumah sakit Prof.Dr.Kandou dengan keluhan timbul bercak- bercak
kekuningan tebal yang telah mengering dikulit di daerah hidung penderita, yang
dialami sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya penderita
mengeluh hanya terdapat beberapa gelembung yang berisicairan di hidung
penderita dan disertai dengan rasa gatal. Akibat dari rasa gatal itu,

penderita

sering sekali menggaruk daerah tersebut, sehingga gelembung tersebut pecah dan
timbul bercak-bercak kekuningan yang semakin menebal dan mulai menyebar
dihidung penderita . bercak-bercak tebal tersebut kelihatan bertambah banyak,
kemudian oleh ibu penderitadiberikan kunyit dan delima didaerah yang terasa
gatal, tetapi tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 92x/m, respirasi 28 x/m, suhu 37,10 C.

Status dermatologis, ditemukan adanya perubahan pada kulit di regio fasialis


(Nasalis) dimana ditemukan

makula eritema (+) Multipel, difus, ukuran

lentikuler, erosi (+), krusta kekuningan (+)


Diagnosis
Impetigo Krustosa
Pengobatan :
Eritromisin syr 4x1 cth
Fusidic Acid zalf 2x oles
Prognosis :
Ad vitam

: Dubia ad bonam

Ad functionan

: Dubia ad bonam

Ad sanationam

: Dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA

1.

Hadid,

Alfina.

2010.

Impetigo

bulosa.

(http://www.scribd.com/76936010/Resume-Tutorial-SkenarioKULIT#download).
2.

Lewis, L. 2012. Impetigo. (http://medscape.com, diakses 07 Juni 2012).

3.

Dyo,

Mahmud.

2010.

Epidemiologi

Impetigo

bulosa.

(http://www.scribd.com/54502830/Epidemiologi-Impetigo-Bulosa, diakses 06
Juni 2012).
4.

Simbolon, E. 2011. Impetigo bulosa. (http://repository.usu.ac.id., diakses 06


Juni 2012).

5.

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

6.

Akbar, Farid. 2010. Impetigo dan Komplikasinya. Palembang : Departemen


Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

7.

Meity, H., Nurelly, N.W., Farida, T., Faridha, I., Dirmawati, K., Sri R.
Etiopatogenesis Staphylococcal Scalded Skin Syndrome. Makassar : Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

10

Anda mungkin juga menyukai