PENDAHULUAN
Impetigo bulosa ini lebih sering pada bayi yang mana 90% kasus terdapat
pada anak usia kurang dari 2 tahun.1,2,5
Pada impetigo bulosa timbul lepuhan-lepuhan besar dan superfisial yang
ketika lepuhan tersebut pecah, terjadi eksudasi dan terbentuk krusta serta
stratum korneum pada bagian tepi lesi mengelupas kembali.3
Impetigo bulosa atau disebut juga impetigo vesiko - bulosa atau cacar
monyet merupakan salah satu bentuk impetigo yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus. Bakteri masuk melalui kulit yang terluka dan melalui
transmisi kontak langsung. Setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat
pada pasien tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula
eritema yang berukuran 2 - 4 mm yang kemudian secara cepat berubah
menjadi vesikel atau pustula. Pada impetigo bulosa ini gejala utama berupa
lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion. Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar
menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif
tebal dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan
berubah menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila
pengendapan terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus
yang mengendap dan bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti
menggantung. Bula dapat ruptur dengan mudah dalam 1 - 3 hari.
Pengangkatan krusta meninggalkan dasar yang eritema dan lembab.1,2,5
Gejala klinis impetigo bulosa yaitu adanya lepuh yang tiba-tiba muncul
pada kulit, bervariasi mulai dari miliar hingga lentikular, biasanya dapat
bertahan 2 - 3 hari. Berdinding tebal dan terdapat hipopion, eritema dan bula.
Kadang-kadang waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah pecah
sehingga yang tampak hanya koleret dan dasarnya masih eritematosa.1,2,4
Keadaan umum penderita dengan bentuk impetigo ini biasanya tidak
dipengaruhi. Tempat predileksi adalah pada ketiak, dada dan punggung serta
ekstremitas atas atau bawah. Bisa terdapat pada orang dewasa maupun anakanak. Biasanya tidak terdapat limfadenopati regional.1,2,4
2. Impetigo nonbulosa
Biasanya disebabkan oleh Streptococcus beta hemoliticus Group A, akan
tetapi pada 20 - 45% kasus dapat ditemukan infeksi oleh bakteri ini
bersamaan dengan Staphylococcus aureus. 1,5
Pada impetigo nonbulosa lesi awal berupa pustula kecil dan bila pecah
akan terjadi eksudasi dan krusta. Dapat ditemukan pada hampir semua bagian
tubuh, tapi paling sering adalah pada daerah wajah dan ekstremitas. Lesi
biasanya asimptomatik dan sering disertai rasa gatal. Biasanya terdapat
limfadenopati regional. 2
Pada keadaan khusus, yang mana diagnosis impetigo masih diragukan, pada
suatu daerah dengan impetigo yang sedang mewabah atau pada kasus yang kurang
berespons terhadap pengobatan, maka diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan
penunjang sebagai berikut : 4
Pewarnaan Gram
Pada pemeriksaan ini akan mengungkapkan adanya neutrofil dengan kuman
coccus gram positif berbentuk rantai atau kelompok. 1,5
Kultur cairan
Pada pemeriksaan ini umumnya akan mengungkapkan adanya Staphylococcus
aureus.1,4,6,7
Pengobatan pada impetigo adalah
bula/vesikel, dipecahkan lalu diberi salep antibiotik atau cairan antiseptik. Kalau
banyak diberi pula antibiotika sistemik.4,5,6
Berikut ini dilaporkan sebuah kasus pada seorang anak laki-laki umur 8
tahun 7 bulan yang dikonsulkan ke bagian Kulit BLU RSUP Prof. dr. R.D.
Kandou Manado dengan Impetigo krustosa.
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: An. GS
Umur
: 8 Tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Suku / Bangsa
: Minahasa / Indonesia
Alamat
: Paal 2, Lingkungan I
Nama Ibu
:NS
Nama Ayah
:NN
Pekerjaan ibu
:IRT
Pekerjaan ayah
: SMP
Pendidikan ibu
: SMA
Pekerjaan ayah
: Kuli
Agama
: Kristen
Suku / Bangsa
: Minahasa/ Indonesia
Tanggal Periksa
: 25 Januari 2013
ANAMNESIS
Alloanamnesa : dari Ibu dan Ayah penderita.
Keluhan Utama
Luka di hidung
Riwayat Penyakit Sekarang
Luka di hidung, sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul berupa
bentol berupa gigitan nyamuk dengan bintik kecil berisi cairan di daerah hidung
yang gatal dan kemudian digaruk.Gatal (+), nyeri (+) minimal, riwayat diberi
kunyit dan delima (+) dan tidak ada perubahan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali menderita sakit seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga.
Riwayat Alergi
Alergi susu sapi (+) pada umur 1 tahun.
Riwayat Kebiasaan
Mandi 2 kali sehari, memakai sabun cair, handuk dipakai sendiri.
Riwayat Sosial
Rumah permanen, lantai tehel, atap seng.
Kamar 2 buah, jumah penghuni 4 orang. Toilet berada di dalam rumah.
Sumber air : Perusahaan air minum (PT. PAM)
Sumber Penerangan : PT. Perusahaan Listrik Negara (PT. PLN)
Penanganan sampah dengan cara dibuang di tempat pembuangan sampah.
PEMERIKSAAN FISIK
Berat badan : 10 kg
Tinggi Badan : 78 cm
: Compos Mentis
Tanda vital
:
Tensi
= 90/60 mmHg
Nadi
Respirasi
= 28 x/menit
Suhu badan
= 37,10C
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Toraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
: Bentuk datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba
Genitalia
Anggota gerak
Status Dermatologis
Regio Fasialis (nasalis) : makula eritem (+) multipel, difus, ukuran lentikuler,
erosi (+), krusta kekuningan (+)
Diagnosis banding :
Impetigo Bulosa, ektima
Diagnosis :
Impetigo Krustosa
Penatalaksanaan :
Medikamentosa :
penderita
sering sekali menggaruk daerah tersebut, sehingga gelembung tersebut pecah dan
timbul bercak-bercak kekuningan yang semakin menebal dan mulai menyebar
dihidung penderita . bercak-bercak tebal tersebut kelihatan bertambah banyak,
kemudian oleh ibu penderitadiberikan kunyit dan delima didaerah yang terasa
gatal, tetapi tidak ada perbaikan.
Pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 92x/m, respirasi 28 x/m, suhu 37,10 C.
: Dubia ad bonam
Ad functionan
: Dubia ad bonam
Ad sanationam
: Dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
1.
Hadid,
Alfina.
2010.
Impetigo
bulosa.
(http://www.scribd.com/76936010/Resume-Tutorial-SkenarioKULIT#download).
2.
3.
Dyo,
Mahmud.
2010.
Epidemiologi
Impetigo
bulosa.
(http://www.scribd.com/54502830/Epidemiologi-Impetigo-Bulosa, diakses 06
Juni 2012).
4.
5.
Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
6.
7.
Meity, H., Nurelly, N.W., Farida, T., Faridha, I., Dirmawati, K., Sri R.
Etiopatogenesis Staphylococcal Scalded Skin Syndrome. Makassar : Bagian
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
10