B. Rumusan Masalah:
1. Alasan apa yang mendasari DPR menyetujui Pembentukan Provinsi Baru yaitu Provinsi
Kalimanatan Utara?
2. Siapakah Aktor-aktor politik yang berperan dalam perumusan kebijakan pembentukan
Kalimantan Utara sebagai Provinsi Baru?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Otonomi daerah berasal dari kata Oto (auto) yang berarti sendiri dan Nomoi (nomos)
yang berati aturan/Undang-undang yang berarti mengatur sendiri, wilayah atau bagian negara
atau kelompok yang memerintah sendiri. Dalam tata perintahan otonomi diartikan sebagai
mengurus dan mengatur rumah tangga sendiri
Otonomi dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 18
menyatakan otonomi daerah merupakan prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri
pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (menegaskan pemerintah daerah
adalah pemerintah otonomi dalam NKRI).
Dalam UUD 1945 Pasala 18 juga menjelaskan bahwa dalam otonomi daerah tidak boleh
melebihi batas-batas yang telah ditentukan negara sebagai aturan nasional yaitu, urusan
pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat (politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, agama).
B. Pemekaran Daerah
Pemekaran daerah di Indonesia menurut UU no. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru di tingkat provinsi maupun kota dan
kabupaten dari induknya. Desentralisasi merupakan salah satu elemen penting dalam
pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, yaitu pembentukan daerah yang pada
dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat kesejahteraan
masyarakat dan Daya Saing Daerah.
Pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi baru semakin marak sejak
disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang kemudian direvisi menjadi
UU No 32 Tahun 2004. Hingga Desember 2008 telah terbentuk 215 daerah otonom baru yang
terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total jumlahnya
mencapai 524 daerah otonom yang terdiri dari 33 provinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. Berikut
adalah pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia yang sebenarnya sudah berlangsung sejak
1991 (Sumber : Kemendagri.go.id)
C. Aktor-Aktor Kebijakan
Dalam perspektif ilmu politik, analisi terhadap proses kebijakan harus terfokus pada
aktor-aktor. Studi proses kebijakan juga membahas aktor-aktor kebijakan yang berasal dari
berbagai macam lembaga yang tercakup dalam supra struktur politik maupun infra struktur.
Peran aktor-aktor sangat menentukan dalam merumuskan, melaksanakan, dan
memeprtimbangkan konsekuensi kebijakan yang dibuatnya.
Menurut Solahuddin Kusumanegara (2010: 53-55) aktor-aktor kebijakan publik yang ada
di Indonesia adalah:
1. Lembaga Kepresidenan. Lembaga ini terdiri atas Presiden, Wakil Presiden, Kabinet, serta
pejabat teras lainnya di kantor kepresidenan. Lembaga kepresidenan sangat penting dalam proses
kebijakan karena mempunyai struktur yang kuat dalam melakukan rekrutmen para policy
maker yang berasal dari lingkaran eksekutif. Di samping itu lembaga ini juga mempunya
resources yang kuat dalam bentuk dana yang digunakan Kepresidenan kuat dalam bentuk dana
yang digunakan dana untuk pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Lembaga kepresidenan kuat
karena mempunyai sumber dukungan aparat yang powerfull, dan memegang atribut-atribut yang
mencerminkan kapasitas simbolik sistem politik.
2. Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan lembaga yang tidak bisa diabaikan dalam proses
kebijakan disebabkan konteks politiknya dalam institusi yaitu menentukan rancangan kebijakan.
DPR juga mempunyai modal representativitas politik yang bisa digunakan untuk membentuk
opini publik.
3. Birokrat, merupakan lembaga penting dalam proses kebijakan disebabkan keahlian yang mereka
miliki, pengetahuan tentang institusi (sesuai dengan masa kerja), serta peran pentingnya dalam
implementasi kebijakan.
4. Lembaga Yudikatif, merupakan lembaga yang berwenang melakukan ajudikasi pada
implementasi kebijakan dan pada gilirannya menjadi masukan untuk formulasi.
5. Partai Politik, berperan penting dalam menggalang opini publik yang bermanfaat dalam
melontarkan isue-isue yang nantinya dikembangkan dalam tahap agenda setting. Partai politik
juga menjalankan fungsi-fungsi politik yang penting dalam proses kebijakan.
6. Kelompok-Kelompok Kepentingan, berfungsi menyalurkan isu-isu publik dalam proses agenda
setting. Fungsi tersebut semakin bertambah mengemuka ketika peran partai politik menurun.
7. Media Massa, merupakan aktor yang terlibat dalam semua tahap kebijakan karena berfungsi
sebagai komunikator antara pemerintah dan masyarakat. Media massa mempunyai kekuatan
yang khas, yaitu kemampuannya menjangkau audiens lebih luas dibanding kelompok manapun.
Kekhasan itu menjadikan media massa merupakan agen yang efektif dalam membentuk opini
publik. Selain itu, media massa juga berperan dalam agenda setting, mendiseminasikan kebijakan
maupun dalam monitoring implementasi kebijakan.
8. Kelompok intelektual kampus dan non kampus, adalah aktor yang terlibat dalam proses
kebijakan, baik dalam agenda setting dan evaluasi, serta membentuk opini publik dengan relatif
obyektif. Ada kalanya mereka juga berperan dalam formulasi kebijakn ketika negara
menghendaki sumbangan pemikiran para teknorat secara langsung maupun tidak langsung,
dalam perencanaan pembangunan.
Sedangkan menurut Budi Winarno (2012: 128-126) yang termasuk aktor-aktor dalam
proses kebijakan publik dibagi menjadi :
1. Lembaga Eksekutif
Lembaga eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden beserta para Menteri yang membantu
tugas Presiden dalam proses kebijakan publik. Hal ini dimungkinkan oleh sistem konstitusi
Indonesia yang memberikan wewenang yang besar kepada eksekutif untuk menjalankan
pemerintahan.
2. Lembaga Yuudikatif
Pada dasarnya, tinjuan yudisisal merupakan kekuasaan pengadilan untuk menentukan aoakah
tindkan-tindakan yang diambil oleh cabang-cabang eksekutif maupun legislatif sesuai dengan
konstitusi ataukah tidak. Di Indonesia, lahirnya undang-undang kepailitan telah mendorong
keterlibatan yang semakin besar badan-badan peradilan dalam bidang ekonomi
3. Lembaga Legislatif
Setiap undang-undang yang menyangkut persoalan publik harus mendapatkan persetujuan dari
lembaga legislatif. Keterlibatan lembaga legislatif dalam perumusan kebijakan juga dapat terlihat
dari mekanisme dengar pendapat, penyelidikan-penyelidikan, dan kontak-kontak yang mereka
lakukan dengan pejabat-pejabat administrasi, kelompok-kelompok kepentingan dan lain-lain.
dengan demikian, bersama lembaga eksekutif, lembaga legislatif memegang pera yang krusial
dalam pembuatan keputusan kebijakan. Suatu undang-undang baru akan sah apabila telah
disahkan oleh lembaga legislatif.
4. Kelompok-Kelompok Kepentingan
Kelompok ini merupakan pemeran serta tidak resmi yang memainkan peran penting dalam
pembentukan kebijakan. Kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan,
yaitu mereka berfungsi menyatakan tuntutan-tuntutan dan memberikan alternatif tindakan
kebijakan. Dengan demikian, kelompok kepentingan telah memberikan sumbangan yang berarti
bagi rasionalitas pembentukan kebijakan.
5. Partai-Partai Politik
Pada umumnya walaupun partai politik memiliki jangkauan yang lebihluas dari kelompok
kepentingan, namun mereka lebih cendeeung bertindak sebagai perantara daripada sebagai
pendukung kepentingan-kepentingan tertentu dalam pembuatan kebijakan.
BAB III
PEMBAHASAN
termasuk kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas
daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat, rentang kendali, dan faktor lain
yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Secara administratif paling sedikit 5
(lima) kabupaten/kota untuk pembentukan suatu provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan
untuk pembentukan suatu kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota
termasuk lokasi calon ibu kota, sarana, dan prasarana pemerintahan
Salah satu daerah otonom baru (DOB) yang disahkan oleh DPR adalah Provinsi
Kalimantan Utara yang menjadi provinsi ke 34 di Indonesia. Provinsi baru ini diharapkan dapat
mencegah pencaplokan pulau-pulau Indonesia oleh Malaysia. Pengesahan Provinsi Kalimantan
Utara sebagai provinsi baru di Indonesia ini disepakati setelah sebelumnya Komisi II DPR
bersama pemerintah (Kemendagri), menggodok Rancangan Undang-Undang Pembentukan
Daerah Otonom Baru dalam pembicaraan tingkat I di DPR. Pengesahan Provinsi Kalimantan
Utara melalui rapat paripurna ini turut dihadiri oleh sekitar 50 orang masyarakat Kalimantan
Utara yang sengaja datang untuk menyaksikan langsung pengesahan provinsi baru yang telah
lama mereka perjuangkan. Dihadiri 50 orang dari Kalimantan Utara, dari DPRD Kabupaten dan
tokoh masyarakat.
Merunut jejak perjuangan masyarakat Kalimantan Utara untuk berpisah dari induknya,
adalah karena 2 (dua) hal yaitu: keadaan dan harapan. Pada pertemuan antara Yurnalis Ngayoh
selaku Ketua Dewan Pembina Dewan Adat Dayak (DAD) Kaltim, Ketua Tim Pembentukan
Provinsi Kaltara Jusuf SK, dan Ketua DAD Kaltim Edy Gunawan Arex bersama dengan Presiden
Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Agustin Teras Narang di Istana Isen MulanPalangkaraya (Kalimantan Tengah), dibahas mengenai isu kondisi yang terjadi di wilayah utara
Pulau Kalimantan Tersebut.
Kalimantan Utara akhirnya resmi menjadi provinsi ke-34 Indonesia. Hal ini ditandai
dengan dilantiknya Irianto Lambrie sebagai penjabat (pj) gubernur daerah tersebut oleh mendagri
di Jakarta pada hari Senin tanggal 22 April 2013. Kalimantan Utara adalah wilayah hasil
pemekaran dari Kalimantan Timur yang ditetapkan menjadi provinsi lewat rapat paripurna DPR
pada 25 Oktober 2012. Provinsi ini membawahi lima kabupaten kota yakni, Kota Tarakan,
Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupten Tana Tidung, dan Kabupaten Bulungan.
Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak juga mendukung gagasan
pembentukan Provinsi Kalimantan Utara ini. Sebagai provinsi induk, Pemprov Kaltim
berkomitmen memberikan bantuan hibah selama dua tahun berturut-turut kepada provinsi ke-34
tersebut. Bantuan yang dianggarkan tersebut mencapai Rp 525 miliar, mencakup dana
operasional pemerintahan dan pelaksanaan pemilukada 2015 mendatang.
C. Alasan Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara.
Provinsi Kalimantan Utara yang baru disahkan oleh DPR merupakan daerah hasil
pemekaran Provinsi Kalimantan Timur. Dalam hal ini DPR memiliki beberapa alasan terkait
pembentukan Kalimantan Utara sebagai Provinsi ke-34 di Indonesia. Salah satu alasan
pengesahan kebijakan ini adalah untuk memperpendek rentang kendali pemerintah kepada
masayarakat di Kalimantan utara sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Sehingga diharapkan bisa mengangkat harkat dan martabat masyarakat tidak saja masyarakat
Kalimantan Utara, tetapi masyarakat Indonesia secara umum.
Khusus pembentukan Provinsi Kalimatan Utara, yang menjadi provinsi ke-34 di
Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia, Komisi II berharap pencaplokan
pulau seperti terjadi pada tahun 2002 tidak akan terjadi lagi. Berdasarkan prinsip efektifitas,
perlu adanya tindakan nyata dari pemerintah yang berdampak pada rawannya pencaplokan
daerah baik darat maupun laut.
Dalam proses birokrasi dan pelayanan terhadap publik, Komisi II DPR menyatakan
pembentukan pemerintahan daerah baru di Kalimantan Utara ini penting untuk meningkatkan
pelayanan publik dan ketahanan wilayah perbatasan. Setelah pemerintahan Kaltara dibentuk,
maka akan ada pusat pemerintahan baru di perbatasan yang seluruhnya itu akan terkontrol,
terkendali, baik di bidang pendidikan, kesehatan, di bidang pelayanan publik, sehingga akan ada
pola kebijakan ekonomi, kebijakan pembangunan, yang mereka semua punya otoritas mandiri.
Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara ini murni untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat perbatasan yang ada disana agar tidak terlalu ketimpangan dengan masyarakat yang
ada di daerah pusat pemerintahan.
Arah Kebijakan Pembentukan Daerah Otonom Baru secara umum sebenarnya adalah
untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat melalui:
1. Peningkatan Pelayanan Kepada Masyarakat;
2.
Percepatan Pertumbuhan Kehidupan Demokrasi;
3.
Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Perekonomian Daerah;
4.
Percepatan Pengelolaan Potensi Daerah;
5.
Peningkatan Keamanan Dan Ketertiban;
6.
Peningkatan Hubungan Yang Serasi Antara Pusat Dan Daerah.
Alasan tersebut di atas yang mendasari kebijakan pembentukan daerah otonom baru, Provinsi
Kalimantan Utara. Dengan demikian diharapkan Provinsi Baru ini dapat mendukung usaha
pemerintah dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan negara serta percepatan pembangunan
dan pemerataan ekonomi di Indonesia.
D. Aktor-Aktor Politik yang Berperan Dalam Pembuatan Kebijakan Pembentukan Provinsi
Kalimantan Utara
Dalam setiap proses kebijakan publik, selalu melibatkan beberapa pihak-pihak yang
disebut aktor untuk menghasilkan suatu kebijakan. Pemekaran daerah Provinsi Kalimantan Utara
ini telah dikaji oleh DPR RI khusunya Komisi II yang membawahi Bidang Pemerintahan Dalam
Negeri Dan Otonomi Darah, Apatur Negara Dan Reformasi Birokrasi, Kepemilian, Pertanahan
Dan Reforma Agraria. Komisi II DPR RI dalam hal ini bertindak sebagai lembaga legislatif yang
berperan dalam pengesahan RUU yang diajukan oleh lembaga eksekutif yaitu Kemendagri.
Kemendagri yang menerima proposal pengajuan pemekaran wilayah dari DPRD Provinsi
Kalimantan Timur kemudian menganalisis segala persyaratan yang diperlukan dalam
pembentukan Daerah Otonom Baru. Dengan kewenangan yang dimilikinya sebagai lembaga
eksekutif, Kemendagri berhak menentukan apakah permohonan tersebut akan diajukan ke DPR
atau tidak. Berkaitan dengan kewenangannya dalam proses kebijakan publik ini Kemendagri
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembentukan kebijakan otonomi daerah otonom baru Provinsi Kalimantan Utara
memiliki beberapa alasan yang dapat diterima oleh publik dan semua pihak yang berperan dalam
proses perumusan kebijakan. Dengan mengedepankan alasan pertahanan, pembentukan Provinsi
baru ini disepakati oleh Pemerintah yang disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Oktober 2012.
Berkaitan dengan pertahanan di kawasan perbatasan ini, agar tidak terjadi perebutan wilayah
dengan negara tetangga, peningkatan kualitas hidup masyarakat perbatasan, percepatan dan
pemerataan pembanguan ekonomi, serta peningkatan pelayanan publik. Dengan alasan tersebut
diharapkan pembentukan Provinsi Kalimantan ini dapat mengurangi ketimpangan ekonomi
maupun sosial masyarakat daerah perbatasan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar pusat
pemerintahan. Selain itu, untuk lebih mudah koordinasi antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Aktor-aktor yang berperan dalam perumusan kebijakan otonomi pembentukan Provinsi
Kalimantan Utara tersebut adalah Presiden dan Kementerian Dalam Negeri (eksekutif), DPR,
DPRD, dan DPD sebagai pihak yang berperan untuk mengesahkan suatu kebijakan. Sebagai
stakeholder dalam perumusan kebijakan ini adalah fraksi dan masyarakat yang berpartisipasi
dalam sidang paripurna DPR. Dalam setiap perumusan kebijakan semua aktor-aktor yang terlibat
harus saling bersinergi dan menyampaikan alternatif-alternatif kebijakan beserta segala alasan
yang mendukung pendapatnya. Usulan Kemendagri untuk pembentukan Provinsi Kalimantan ini
merupakan pengajuan proposal dari pihak DPRD Provinsi Kalminatan Timur yang kemudian
melaui Kemendagri diajukan kepada DPR untuk disahkan. Perumusan kebijakan otonomi daerah
ini telah sesuai dengan prosedur karena melibatkan semua aktor-aktor kebijakan publik.
B. Saran
1.
2.
3.
4.
5.
Pemekaran dipandang sebagai cara ampuh bagi daerah, yang selama ini merasa
dipinggirkan dalam pembangunan, untuk mendorong kemajuannya melalui pemekaran di
daerahnya. Namun dalam pembentukannya juga harus memperhatikan berbagai aspek yang
berkaitan, maka ada beberapa saran untuk hal ini:
Pembentukan daerah otonom baru berpengaruh terhadap beban APBN melalui alokasi DAK
bidang prasarana pemerintah, untuk itu sebaiknya pembentukan daerah otonom baru juga harus
memperhatikan kondisi APBN dan urgentivitasnya.
Usulan pembentukan daerah otonom sejauh ini sudah sangat banyak. Oleh karena itu pemerintah
harus lebih selektif dalam memprioritaskan kebijakan yang akan diambil agar nantinya tidak
menimbulkan dampak yang negatif berkaitan dengan integrasi masyarakat dan alokasi anggaran.
Kebijakan tentang moraorium yang disampaikan Presiden RI di depan sidang Paripurna DPR-RI
tanggal 3 September 2009 harus dilaksanakan secara konsisten dan sungguh-sungguh untuk
membatasi jumlah daerah yang mengajukan usulan pemekaran daerah.
Setiap hasil kebijakan Pemerkaran Daerah yang telah disahkan haru selalu dievaluasi untuk
mengetahui kekurangan-kekurangan yang ada sehingga dapat dilakukan pembinaan terhadap
daerah otonom.
Aktor-aktor kebijakan publik harus selalu berperan aktif dalam pengimplementasian kebijakan
dan evaluasinya, bukan hnya pada proses perumusan.
DAFTAR PUSTAKA
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gava Media.
Ratnawati, Tri. 2009. Pemekaran Daerah: Politik Lokal & Beberapa Isu Terseleksi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori, Proses dan Studi Kasus). Yogyakarta: Buku Seru.
http://www.kemendagri.go.id Diakses Pada hari Sabtu, 22 Juni 2013 Pukul 20.13
http://www.setkab.go.id Diakses Pada 25 Juni 2013 Pukul 21.10
DISUSUN OLEH ;
WIDYA PRADIKA
( D0111086 )
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
Lampiran :
PERKEMBANGAN JUMLAH DAERAH OTONOM, KECAMATAN, KELURAHAN DAN DESA
DI INDONESIA
Sumber Data Kecamatan, Kelurahan dan Desa:
Permendagri Nomor 66 Tahun 2011 Tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan
PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU
TAHUN 2012-2013
NO
USUL
PEMBENTUKAN
DOB
DAERAH INDUK
PROVINSI INDUK
1.
Prov.
Utara
- Kab. Bulungan
- Kab. Nunukan
- Kab. Malinau
- Kab. Tana Tidung
- Kota Tarakan
Kalimantan Timur
2.
Kalimantan Timur
3.
Kab. Malaka
Kab. Belu
NTT
4.
Kab. Kolaka
Sulawesi Tenggara
5.
Kab. Konawe
Sulawesi Tenggara
6.
Kab. Pangandaran
Kab. Ciamis
Jawa Barat
7.
Maluku Utara
8.
Kab. Morowali
Sulawesi Tengah
9.
Sulawesi Tengah
10.
Lampung
11.
Kab. Mamuju
Sulawesi Barat
12.
Sumatera Selatan
13.
Kab.
Selatan
Manokwari
Kab. Manokwari
Papua Barat
14.
Kab.
Arfak
Pegunungan
Kab. Manokwari
Papua Barat
Kalimantan
Sumber
:
DIREKTORAT
JENDERAL
OTONOMI
DAERAH
BAHAN 2
Provinsi Kalimantan Utara resmi terbentuk dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 20 tahun
2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara
dilakukan dengan pertimbangan luasnya wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan belum tersentuhnya
pembangunan di wilayah utara Provinsi Kalimantan Timur, terutama di kawasan perbatasan dan
pedalaman. Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara dipandang dapat menjadi solusi dalam rangka
mengoptimalkan pelayanan publik karena dapat memperpendek rentang kendali (span of control)
pemerintahan. Diharapkan, pemerintahan dapat berjalan lebih efektif dan efisien sejalan dengan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara
lain/tetangga. Semoga Provinsi Kalimantan Utara terbentuk bukan karena ego sebagian kecil elit
daerah.
Secara geografis, Provinsi Kalimantan Utara berbatasan langsung dengan Malaysia, yaitu Negara
Bagian Sabah di sebelah Utara dan Negara Bagian Sarawak di sebelah Barat. Wilayah ini juga
berada di jalur pelayaran Nasional dan Internasional (Alur Laut Kepulauan Indonesia/Archipelagic
Sealand Passage) dan merupakan pintu keluar/outlet ke Asia Pasific. Secara geostrategis, Provinsi
Kalimantan Utara berada pada posisi strategis sehingga diharapkan dapat mengembangkan
kekuatan nasional dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat terutama di
daerah perbatasan dan pedalaman.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan
Utara, wilayah Provinsi Kalimantan Utara meliputi Kabupaten Bulungan, Kota Tarakan, Kabupaten
Nunukan, Kabupaten Malinau, dan Kabupaten Tana Tidung. Tanjung Selor akhirnya ditetapkan
sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Utara. Tanjung Selor awalnya merupakan sebuah kota
kecamatan yang juga merupakan ibukota Kabupatan Bulungan. Memiliki luas 1.277 km2, dengan
penduduk hanya 37.539 orang. Kepadatan penduduknya hanya +29 orang per km2. Bandingkan
dengan Kota Jakarta yang merupakan ibukota Negara yang memiliki kepadatan penduduk sangat
tinggi. Satu kecamatan di DKI Jakarta saja, misal Kecamatan Pasar Minggu, memiliki jumlah
penduduk 287.761 jiwa dengan kepadatan 13.346 jiwa/km2 (jakarta.bps.go.id, 2013). Sangat jauh
dengan Tanjung Selor yang hanya memiliki kepadatan 29 jiwa/km2.
Alasan pembentukan Provinsi Kaltara, yaitu kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah perbatasan kurang tersentuh. Ini
disebabkan antara lain oleh terhambatnya koordinasi pembangunan. Tangan-tangan pemerintah untuk melakukan
pembangunan di berbagai sektor tidak sampai ke daerah tersebut karena hanya fokus pada 1 (satu) bidang saja, yakni
keamanan. Isu yang selalu mencuat seputar perbatasan adalah pengamanan wilayah Indonesia dari caplokan negara
tetangga, sehingga menegasikan aspek lainnya. Harapan pemekaran wilayah baru ini adalah fokus dan lancarnya
pelayanan kepada masyarakat disekitar, pembangunan wilayah berkarakter budaya setempat, dan kesejahteraan yang
nyata. Asumsi yang dibangun adalah; solusi kepada persoalan kesejahteraan, peningkatan ekonomi, pembangunan struktur
dan infrastruktur akan tercapai maksimal bila daerah perbatasan di-manage oleh suatu pemerintahan dalam bentuk
provinsi. Oleh karenanya, persetujuan terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara sebagai provinsi ke-34 di Indonesia patut di
syukuri.
Mengantisipasi masalah utama daerah pemekaran baru
Masalah klasik daerah yang baru dimekarkan adalah: adanya ruang sengketa baru dari kegiatan partisipasi politik daerah
serta potensi masalah anggaran dari pusat ke daerah. Jika tidak di atur dengan baik (efektif dan efisien), maka aliran Dana
Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mengucur ke daerah pemekaran baru akan menjadi
bencana. Biasanya daerah baru masih meraba-raba sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)-nya, sehingga apabila kesulitan
meningkatkan PAD pada akhirnya daerah baru tersebut hanya akan bergantung pada dana dari pusat.
Berdasarkan data Badan Litbang Kementrian Dalam Negeri, pada tahun 2010 Pemerintah harus mengucurkan dana
sebesar Rp 47, 9 triliun sebagai DAU untuk daerah pemekaran, penambahan formasi pegawai, sampai kepada terbukanya
peluang jabatan-jabatan politik, baik kepala daerah maupun anggota DPRD. Sehingga disebutkan bahwa pada titik inilah
upaya pemekaran daerah menjadi arena bagi para pemburu rente (rent-seeker) maupun para petualang politik yang
mengejar kepentingan sendiri/ kelompok tanpa memikirkan kepentingan jangka panjang atas esensi suatu daerah berdiri.
Lebih lanjut Kementrian Dalam Negeri juga menengarai bahwa daerah baru yang dimekarkan, lambat dalam beradaptasi
dengan penerapan good governance, pelayanan publik yang murah dan cepat, upaya mendorong partisipasi masyarakat,
inovasi daerah, kelembagaan dan aparatur, pengelolaan keuangan daerah, dan lainnya.
Akselerasi pembangunan di Kalimantan Utara
Seperti diketahui bersama, selain meliputi wilayah daratan di bagian utara dari Pulau Kalimantan, Provinsi Kalimantan Utara
yang baru saja disetujui pembentukannya juga meliputi ratusan pulau besar dan kecil yang berbatasan langsung dengan
Negara Bagian Sabah dan Sarawak, Malaysia. Pulau Sebatik, misalnya, dengan luas 414 kilometer persegi dibagi dua
dengan Malaysia. Pulau lain yang dekat dengan garis perbatasan adalah Nunukan, Bukat dan Sinualan. Kabupaten
Nunukan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Malaysia, memiliki luas wilayah 14.493 kilometer persegi.
Pernah berdiskusi dengan teman yang berasal dari perbatasan di wilayah Kalimantan, mereka menyatakan bahwa
masyarakat sekitar perbatasan lebih memilih hijrah ke negara sebelahnya untuk melakukan aktivitas perekonomian,
karena alasan akses yang lebih mudah, harga barang yang jauh lebih kompetitif dari produk-produk Indonesia, dan
lengkapnya fasilitas pendukung lain yang disediakan oleh negara tentangga dan boleh digunakan oleh masyarakat sekitar
dari wilayah Indonesia.
Beberapa negara tetangga yang berbatasan langsung dengan Indonesia telah mengembangkan daerah perbatasannya
sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi yang telah maju dengan berbagai sarana dan prasarana fisik yang lengkap, serta
sumberdaya manusia yang berkualitas. Demikian juga di Provinsi baru ini, jangkauan Malaysia terhadap penduduk
Kalimantan Utara meliputi berbagai aspek mulai dari perekonomian, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja, hingga
administrasi kependudukan.
Masyarakat perbatasan, menjadi dilematis dan serba salah disatu sisi. Ada merah putih di dalam dadanya, namun bukan
merah putih sendiri yang memberi penghidupan layak kepada mereka sehari-hari. Pemerintah belum sanggup memberi
perhatian sampai ke wilayah perbatasan pada kenyataannya. Sungguh dilematis!
Begitu disahkan menjadi provinsi baru, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara tidak boleh hanya berjalan saja. Dia harus
sprint mengejar ketertinggalan selama ini, dan segera mewujudkan harapan masyarakat sekitar yang begitu merindukan
kesejahteraan. Untuk itulah diperlukan pemetaan wilayah yang cermat dan komprehensif. Perencanaan pembangunan di
Kalimantan Utara, diharapkan bisa mendetail dan terhubung dalam satu sistem dan manajemen yang paripurna, karena
posisinya yang sangat strategis di wilayah perbatasan. Sekali lagi, jika issue perbatasan menjadi concern utama
terbentuknya Provinsi Kalimantan Utara, maka akselerasi pembangunan di wilayah perbatasan tersebut menjadi
keniscayaan!
Mobilisasi dan manajemen sumberdaya sebagai leverage factor percepatan pembangunan di Kalimantan Utara
Terdapat perbedaan mencolok pada tatacara maupun inisiatif pemekaran daerah antara masa lalu dan era otonomi luas
sekarang ini, yakni pada proses pengusulan pemekaran. Di masa lalu pemerintah pusat mempunyai peran yang besar
untuk menyiapkan pembentukan daerah otonom dan menginisiasi pembentukannya. Sekarang ini, regulasi yang ada
menekankan pada usulan daerah untuk memekarkan diri dalam rangka membentuk daerah otonom baru. Namun demikian,
regulasi yang ada tetap berusaha melakukan filtering usulan pemekaran dengan mempertimbangkan kapasitas daerah yang
akan dibentuk.
Artinya bahwa, masyarakat daerah tersebut telah meng-amin-i dan ikut menjadi pelaku sejarah terjadinya pemekaran di
daerahnya. Dengan menjadi inisiatornya, maka masyarakat telah siap dengan segala konsekuensi akibat adanya daerah
baru tersebut. Ini bisa dijadikan satu kekuatan dalam troika pembangunan (pemerintah, masyarakat, dan swasta) yang
sinergis. Jika masyarakat telah memiliki kesepakatan suara, tinggal dua unsur lagi yang harus di-genjot performance-nya,
pemerintah (dalam hal ini pemerintah daerah) dan swasta (agar tertarik menanamkan investasi di daerah).
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara harus segera membentuk struktur pemerintahan yang baru dan segera
bekerja, karena banyak PR yang harus dikebut dalam beberapa tahun awal berdirinya provinsi ini. Beberapa hal yang
menjadi perhatian adalah berbagai macam urusan yang menjadi kewajiban pemerintah daerah dan kemudian
mengakomodirnya dalam berbagai macam instansi (dinas, badan, kantor, UPT, dll). Belajar dari beberapa daerah yang
menjadi wilayah yang tergabung dalam Provinsi Kalimantan Utara, maka yang akan terjadi adalah adanya mobilisasi
pegawai dari daerah (kabupaten/kota) menjadi pegawai provinsi. Ini yang mungkin agak menyita waktu, namun pasti akan
dilewati dengan mudah mengingat daerah-daerah yang sekarang tergabung dalam Provinsi Kalimantan Utara merupakan
daerah-daerah yang sering menjadi best practice dalam hal penataan kepegawaiannya.
Jika tantangan pengelolaan pemerintahan daerah sudah selesai, maka tahap selanjutnya adalah segera merumuskan
kebijakan terkait penataaan wilayah berbasis pada karakteristik daerah dengan memperhatikan pembangunan yang
berkelanjutan. Kenapa mesti pembangunan berkelanjutan menjadi titik sentral bagi daerah baru ini?
Potensi sumber daya alam yang dimiliki di wilayah baru ini cukup melimpah; mulai dari hutan, laut dan sungai serta segala
ekosistem yang ada disekitarnya, perkebunan, dan juga tambang. Namun, hingga saat ini pengelolaannya belum
dimanfaatkan secara optimal. Dengan menerapkan prinsip sustainability, diharapkan eksplorasi dan eksploitasi di masa
mendatang akan memberi dampak positif bagi pembangunan, khususnya bagi masyarakat dan lingkungan yang ada
didalamnya. Berbagai persoalan yang mendesak untuk ditangani tidak boleh mengabaikan keberadaan dan kelestarian
alam yang ada, karena akan berakibat pada besarnya kerugian yang ditimbulkan dari upaya pembangunan itu sendiri.
Dengan berbagai potensi yang dimiliki tersebut sebaiknya Provinsi Kalimantan Utara merumuskan positioning dan karakter
daerahnya dengan segera, agar tidak salah arah di kemudian hari.
Beberapa permasalahan yang harus segera ditangani oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Utara adalah ketertinggalan
secara ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat perbatasan karena dipicu oleh minimnya infrastruktur dan aksesibilitas
yang tidak memadai, infrastruktur jalan maupun jembatan penghubung yang masih kurang, sistem transportasi darat
maupun sungai yang tidak ter-manage dengan baik, prasarana dan sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi
radio dan televisi serta pemancar (BTS) telepon yang relatif minim, ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi seperti
pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar yang juga sangat terbatas. Hal ini harus segera dibenahi karena
masyarakat sekitar selalu membandingkan dengan kondisi pembangunan di negara tetangga, Malaysia. Paradigma tersebut
harus diubah, seiring dengan lahirnya provinsi baru ini.
Mengubah stigma masyarakat tentang lambannya pembangunan harus ditepis dengan kinerja nyata dari Pemerintah
Provinsi Kalimantan Utara. Harus ada alat ukur yang jelas dalam melakukan kerjanya day-to-day. Disamping itu, saat ini
masyarakat telah mampu menilai kinerja pemerintahan daerah, sehingga setidaknya perlu ada kontrak politik antara
pemerintahan daerah dan masyarakat agar tercipta check and balance. Hal ini sebagai jaminan bahwa pembangunan yang
akan dilakukan di tahun-tahun mendatang akan betul-betul dirasakan oleh masyarakat secara nyata.
Meski pemekaran bukan satu-satunya solusi membebaskan daerah-daerah dari ketertinggalan, namun kini setidaknya
masyarakat telah memahami apa yang harus dilakukan terhadap daerah nya sendiri. Inisiatif untuk pemekaran tentu tidak
akan muncul jika saja negara bisa menjangkau dan memberi kesejahteraan kepada seluruh rakyat di wilayah Indonesia.
Selamat datang Provinsi Kalimantan Utara, semoga Tuhan selalu bersama pemerintahan daerah dan masyarakatnya. Maju
terus pembangunan berkelanjutan, meningkat terus kinerja pemerintahan daerahnya, bahagia dan sejahtera
masyarakatnya.
Penulis: Fani Heru Wismono, Peneliti di PKP2A III LAN (saat ini sedang menempuh pendidikan S-2 di Ritsumeikan
University Jepang)
BAHAN 4
di 23.43
Diposkan oleh Lintas Pena
BAHAN 5
Syarat-syarat pengusulan daerah yang dimekarkan mudah untuk
diimplementasikan seperti kajian potensi daerah, kemampuan fiskal, batas jumlah
dan
kualitas penduduk, dan batas geografis. Tanpa ada masa transisi yang baik, daerah
yang
diusulkan menjadi DOB langsung memilih pemimpin yang baru. Saat berjalannya
waktu,
DOB menjadi sulit untuk dibatalkan karena besarnya resistensi kepentingan politik
dan
ekonomi. Pengawasan dan pembenahan belum optimal dilakukan oleh lembaga
terkait.
Belum ada ketegasan dari seluruh pihak terkait usulan pemekaran daerah
berdasarkan
regulasi yang tersedia selama ini. Sampai saat ini belum ada sanksi tegas diberikan
kepada
DOB yang tidak berhasil melaksanakan kegiatan yang telah dijanjikan dalam
proposal
pemekaran.
Seharusnya sanksi seperti penggabungan DOB ke daerah induk pemekaran perlu
diterapkan untuk mengurangi maraknya usulan pemekaran. Selain itu, membatasi
DOB
sudah selayaknya dipertimbangkan dengan mengacu kepada regulasi yang telah
diamandemen yaitu Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2007.
Namun, PP 78 tahun 2007 ternyata belum bisa memenuhi seluruh aspek yang
terdapat dalam kriteria dan persyaratan usulan DOB. Wacana saat ini adalah
merevisi PP
78 tahun 2007 lebih komprehensif dan tegas dalam persyaratannya. Selain PP yang
perlu
direvisi, saat ini juga sedang dilakukan amandemen UU 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.
IMPLEMENTASI PERATURAN YANG LONGGAR
Tujuan awal pembentukan daerah otonom baru adalah menjadikan daerah
tersebut dapat berdiri sendiri dan mandiri. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat
menerbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan
Pembentukan,
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam PP tersebut telah
disebutkan
beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi oleh daerah akan memiliki status
otonomi.
Adapun persyaratan dan kriteria yang dikemukakan dalam PP 129 tahun 2000
antara lain: (i) kemampuan daerah, (ii) potensi daerah, (iii) sosial budaya, (iv) sosial
politik,
(vi) jumlah penduduk dan luas daerah, dan (vii) pertimbangan lain yang
memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah. Potensi daerah akan diukur dari tersedianya (i)
lembaga keuangan, (ii) sarana ekonomi, (iii) sarana pendidikan, (iv) sarana
kesehatan, (v)
sarana transportasi dan komunikasi, (vi) sarana pariwisata dan (vii)
ketenagakerjaan. Hal
yang sama juga dengan sosial budaya yang hanya diukur dari tersedianya (i)
tempat
peribadatan, (ii) tempat/kegiatan institusi sosial dan budaya dan (iii) sarana
olahraga.
Demikian halnya dengan sosial politik yang dapat diukur dari (i) partisipasi
masyarakat
dalam berpolitik dan (ii) organisasi kemasyarakatan.
Pertimbangan lain untuk menjadi DOB adalah (i) keamanan dan ketertiban, (ii)
ketersediaan sarana dan prasarana pemerintahan, (iii) rentang kendali, (iv) propinsi
yang
akan dibentuk minimal telah terdiri dari tiga kabupaten dan/atau kota, (v)
kabupaten yang
akan dibentuk minimal telah terdiri dari tiga kecamatan, dan (vi) kota yang akan
dibentuk
minimal telah terdiri dari tiga kecamatan.
3
Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bappenas, UNDP, LAN, dan Kemendagri
menyatakan bahwa lebih dari 80 persen daerah hasil pemekaran belum dapat
memperlihatkan peningkatan pembangunan daerah setempat sehingga
pelaksanaan
pemekaran daerah belum mencapai tujuan otonomi daerah. Studi Bappenas (2008),
DOB
yang menjadi sampel studi menunjukkan bahwa pada awalnya kondisi daerah hasil
pemekaran seperti perekonomian daerah, keuangan daerah, pelayanan masyarakat
dan
aparatur pemerintah daerah masih lebih buruk dibandingkan daerah induk
pemekaran.
Seiring berjalannya waktu sampai dengan lima tahun setelah pemekaran, secara
umum
kinerja indikator yang telah disebutkan sebelumnya masih di bawah kinerja daerah
pemekaran.
Daerah hasil pemekaran belum mampu memanfaatkan masa transisi untuk
meningkatkan kinerjanya. Hal ini terlihat dari lambatnya pertumbuhan ekonomi di
DOB,
potensi ekonomi masih bergantung kepada sektor pertanian, jumlah penduduk
miskin
masih terkonsentrasi di DOB dan akhirnya belum mampu mengejar ketertinggalan
dari
daerah induk pemekaran. Terbatasnya sumber daya alam (SDA) juga menambah
persoalan
daerah hasil pemekaran. Hampir semua daerah induk keberatan daerah yang kaya
dengan
SDA masuk ke DOB.
Pemilihan ibukota seringkali menjadi masalah yang berbelit-belit karena alasan
kewilayahan meliputi (i) cakupan wilayah, (ii) lokasi calon ibukota, dan (iii) sarana
dan
prasarana pemerintahan.
Beberapa persyaratan tersebut secara umum dapat dipenuhi dengan menampilkan
data yang mudah di make-up oleh penggagas. Tujuan penyampaian data yang tidak
sesuai dengan fakta lapang tidak ditindaklanjuti oleh pemberi persetujuan DOB.
Seharusnya data proposal calon DOB dievaluasi sesuai dengan indikator dan bobot
yang
ditetapkan dalam PP 78 tahun 2007. Dengan demikian data yang disampaikan
dengan
fakta dilapang adalah sama. Hal lain yang memudahkan pemberian persetujuan
DOB
adalah cakupan wilayah. Cakupan wilayah yang dimaksud dalam PP 78 tahun 2007
adalah
7
Fitra (2009), Kabupaten Mamasa yang dimekarkan tahun 2002 tidak layak
dimekarkan berdasarkan syarat pendirian DOB PP 78 tahun 2007. Tidak layaknya
pendirian
DOB Kabupaten Mamasa disebabkan oleh rendahnya pelayanan administrasi
kependudukan dan tidak mampu secara mandiri untuk mengembangkan
perekonomiannya. Namun, persyaratan lain seperti peningkatan jumlah fasilitas
pendidikan dan kesehatan menjadi lebih baik dibandingkan sebelum DOB.
Kriteria dan persyaratan bagi calon DOB perlu diperbaiki dan direvisi agar calon
DOB tidak mengalami kegagalan dikemudian hari. Kinerja dan manfaat DOB telah
dievaluasi sejak tahun 2008 sampai saat ini, tetapi hasilnya belum bisa
ditindaklanjuti
karena masih banyak pihak yang keberatan. Oleh karena itu, perlu ditambahkan
persyaratan-persyaratan yang dapat digunakan sebagai indikator untuk
meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan layanan publik bagi calon DOB. Persyaratan tersebut
antara lain:
indikator kemiskinan, jumlah pengangguran, batasan wilayah DOB dengan daerah
induk
pemekaran dan batasan aset DOB dengan daerah induk pemekaran. Semua
persyaratan
perlu dilakukan verifikasi lapang untuk mencocokkan data dalam proposal dengan
kondisi
riil di lapang.
Evaluasi terhadap DOB perlu dilakukan untuk mengidentifikasi kegagalan DOB baik
dari persyaratan maupun mekanisme dan prosedur proposal pemekaran daerah.
Aspekaspek
yang terdapat dalam persyaratan pemekaran daerah harus dipenuhi satu per satu
bukan dihitung skor secara akumulatif. Perhitungan skor akumulatif diduga menjadi
pemicu banyaknya DOB yang disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
REKAYASA POLITIK
Isu pemekaran daerah telah menjadi isu penting bagi elite politik apalagi
menjelang pemilihan kepala daerah (pilkada). Pilkada seringkali dijadikan transaksi
politik
bagi daerah-daerah yang akan dimekarkan. Padahal, salah satu faktor penentu
keberhasilan DOB adalah memiliki pemimpin yang berintegritas dan tegas. Wacana
moratorium pemekaran daerah telah digaungkan sejak 2009, tetapi wacana
tersebut
hanya untuk kepentingan politik.
Hal yang paling sering digaungkan oleh elite politik adalah penambahan jumlah
pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah PNS merupakan salah satu pembentuk besaran
dana
alokasi umum (DAU). Berdasarkan hal tersebut, daerah merasa bahwa Pemerintah
Pusat
yang akan memberikan gaji PNS. Pemberian gaji PNS menjadi salah satu pemicu
bagi
kepentingan elite politik. Bila suatu daerah berhasil menjadi DOB, maka besar
kemungkinan formasi jabatan PNS di DOB diisi oleh kolega dan keluarga dari elite
politik.
Buruknya kinerja pemerintah DOB tidak dapat dipungkiri akibat adanya biaya
politik pilkada. Biaya politik yang besar ditenggarai menjadi malapetaka bagi DOB.
Selain
itu, kepala daerah DOB seperti tidak punya pilihan lain untuk ikut dalam
kepentingan
politik. Bila kepala daerah DOB terpilih karena adanya transaksi politik, maka besar
kemungkinan biaya yang dikeluarkan akan diambil dari APBD dan sumber-sumber
lain
yang terkait dengan konsesi dan perijinan.
9
moratorium pemekaran daerah. Namun, sampai saat ini usulan pemekaran daerah
seperti
tidak bisa dibendung oleh Pemerintah Pusat.
Pemerintah Pusat mewacanakan kebijakan moratorium pemekaran daerah
berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan selama ini yaitu biaya sosial tinggi,
resistensi
politik, dan dampak anggaran akibat timbulnya DOB. Namun, DPR dan DPD tetap
membuka usulan pemekaran daerah. Hal ini terlihat dari persetujuan DPR terhadap
DOB
tahun 2012 yaitu Propinsi Kalimantan Utara dan empat kabupaten baru yaitu (i)
Kabupaten
Pangandaran, (ii) Kabupaten Pesisir Barat, (iii) Kabupaten Manokwari Selatan, dan
(iv)
Kabupaten Pegunungan Arfak.
Pemberian DOB bagi Provinsi Kalimantan Utara diduga akan menimbulkan dampak
negatif yaitu eksploitasi hasil tambang untuk menambah pendapatan asli daerah.
Namun,
penggalian besar-besaran akan merusak kondisi lingkungan sekitar Kalimantan
Utara. Bila
dibiarkan seperti Kalimantan Timur, maka Kalimantan Utara akan menghadapi
banjir yang
terus menerus. Selain itu, rasio jumlah penduduk dibandingkan luas daerahnya
belum
sesuai dengan realita.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa PP 78 tahun 2007 telah
memberikan sinyal bahwa ada kemungkinan DOB itu digabungkan atau dihapuskan
bila
kinerjanya selama pemekaran mengalami kegagalan. Namun, tentangan dari para
elite
politik untuk melakukan penggabungan atau penghapusan masih kuat. Usulan
pemekaran
daerah merupakan komoditas yang menarik bagi elite politik dan akhirnya sulit
dikendalikan karena tidak adanya sanksi bagi DOB yang gagal.
Pemekaran daerah bukan hal yang perlu dikhawatirkan sepanjang memenuhi
seluruh persyaratan, mekanisme dan prosedur yang ditetapkan dalam regulasi.
Tujuan dari
pemekaran daerah adalah meningkatkan pelayanan publik, meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat dan terwujudnya iklim demokratis di daerah. Sebaiknya, usulan
pemekaran
daerah tidak langsung di setujui oleh Pemerintah Pusat dan DPR. Status DOB masa
transisi
atau masa persiapan dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat secara bertahap. Masa
transisi akan dievaluasi secara rinci, transparan dan akuntabel agar seluruh pihak
terkait
memahami bahwa DOB masa transisi apakah sudah layak untuk memasuki DOB
definitif
atau DOB masa transisi justru gagal meningkatkan kinerja yang diusulkan dalam
proposal
pemekaran daerah.
Pemberian status masa transisi atau status bertahap perlu diusulkan dalam revisi
Undang-undang nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah atau revisi terhadap PP
nomor
78 tahun 2007 bahwa pemberian DOB tidak berlaku secara otomatis. Langkah ini
10
diperkirakan akan mengalami hambatan dari elite politik. Hasil evaluasi Kemendagri
2011
perlu ditindaklanjuti sebelum DOB dilakukan penggabungan atau penghapusan
daerah.
Adapun rekomendasi EDOHP antara lain: (i) penyempurnaan kebijakan dan
ketegasan
pelaksanaan kebijakan mengenai cara dan proses pembentukan DOB, (ii)
peningkatan
fasilitas dan pengembangan kapasitas DOB, (iii) peningkatan kualitas pelayanan
administrasi kependudukan dan catatan sipil DOB, (iv) penyempurnaan kebijakan
transfer
anggaran daerah, (v) penguatan kebijakan mengenai transparansi dan akuntabilitas
pemerintahan serta partisipasi masyarakat baik pusat dan daerah, (vi) efisiensi dan
efektivitas pengelolaan anggaran daerah, (vii) pengembangan program pro-poor,
dan (viii)
BAHAN 6Provinsi termuda di Indonesia, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), saat ini tengah
memasuki tahap kelahiran. Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara sebelumnya telah disetujui dalam
Rapat Paripurna DPR pada 25 Oktober 2012 dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan
terbitlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara pada
16 November 2012.
Undang-Undang tersebut memerintahkan daerah induk (Provinsi Kalimantan Timur) selama sembilan
bulan mempersiapkan terbentuknya provinsi baru. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada awal
bulan Februari 2013 meminta Provinsi Kalimantan Timur segera melengkapi persyaratan terbentuknya
provinsi tersebut. Undang-undang ini mengamanatkan menteri dalam negeri meresmikan terbentuknya
Provinsi Kalimantan Utara paling lambat sembilan bulan sejak undang-undang tersebut diundangkan.
Selanjutnya, pemilihan dan pengesahan gubernur dan/atau wakil gubernur provinsi akan dilaksanakan
paling cepat dua tahun sejak diresmikannya Provinsi Kalimantan Utara.
Sebelum gubernur dan wakil gubernur definitif terpilih, presiden mengangkat pejabat gubernur dari
pegawai negeri sipil berdasarkan usul Mendagri dengan masa jabatan paling lama satu tahun. Presiden
dapat mengangkat kembali Pejabat Gubernur untuk satu kali masa jabatan berikutnya paling lama satu
tahun atau menggantinya dengan pejabat lain. Gamawan mengaku sudah mengantongi sejumlah nama
nama calon pejabat Gubernur Kaltara sesuai kriteria jenjang kepangkatan PNS 4E, pendidikan Sepati
dan pernah duduki Eselon 1B. Sekretaris Provinsi Kaltim, Irianto Lambrie menjadi calon kuat pejabat
Gubernur.
Provinsi Kalimantan Timur sendiri sebagai induk dari Provinsi Kalimantan utara melalui Gubernurnya
Awang Faroek menyatakan sudah mempersiapkan segala persyaratan dalam peresmian pemekaran
Kalimantan Utara sesuai dengan ketentuan pemerintah. Berbagai proses persiapan lahirnya provinsi
Kalimantan Utara ini akan mendapatkan dukungan anggaran dari APBD Kalimantan Timur dan kabupaten
dan kota yang berada di wilayah Kalimantan Utara. Awang Faroek menyatakan Kalimantan Timur
mendukung penuh proses kelahiran Provinsi Kalimantan Utara karena hal ini akan membantu
mempercepat proses pembangunan daerah perbatasan dengan Malaysia dan mempermudah koordinasi
pengawasan wilayah perbatasan. Alasan geopolitik inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan kuat
DPR untuk mendukung dan mengesahkan pembentukan provinsi Kalimantan Utara.
Terbentuknya provinsi Kalimantan Utara sebenarnya mengundang keterkejutan beberapa pihak. Hal ini
beralasan mengingat pemerintah sempat menerbitkan moratorium pembentukan daerah otonom baru
pada tahun 2009 walaupun banyak ditentang oleh pihak DPR. Beberapa hal menjadi alasan termasuk
potensi konflik yang tinggi dan maraknya korupsi yang banyak terjadi di daerah pemekaran. Provinsi
terakhir yang lahir sebelum provinsi Kalimantan Utara adalah provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2004.
Provinsi Kalimantan Timur sendiri sebenarnya adalah provinsi dengan angka-angka perekonomian
tertinggi di Indonesia. Wilayah seluas 20,865 juta hektare ini memiliki hutan, minyak dan gas, serta
tambang batubara dengan kontribusi 70 persen dari produksi nasional. Sebagai gambaran, pada 2010
Kaltim menyumbang Rp320 triliun untuk pendapatan regional domestik bruto nasional meskipun yang
dikembalikan ke daerah hanya Rp17 triliun. Produk Domestik regional Bruto (PDRB) per kapita Provinsi
Kalimantan Timur merupakan yang tertinggi di Indonesia mencapai lebih dari Rp100 juta per tahun jauh di
atas rata-rata provinsi di seluruh Indonesia.
Namun tingginya angka-angka ekonomi tersebut di atas dan besarnya eksploitasi sumber daya alam di
provinsi ini, terlebih dalam beberapa tahun terakhir, tidak mengurangi jumlah warga miskin, yang bahkan
justru bertambah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kaltim, angka kemiskinan justru meningkat,
dari 239.220 jiwa pada 2009 menjadi 243.000 pada 2010. Banyaknya proyek infrastruktur baru dan izinizin untuk eksploitasi sumber daya alam termasuk proyek-proyek tambang dapat menjadi celah bagi
pejabat daerah untuk memperkaya diri sendiri ataupun melanggengkan kekuasaannya.
Kalimantan Timur sendiri sebagai induk provinsi Kalimantan Utara terbukti memiliki track record korupsi
yang tinggi. Beberapa pejabat penting pemerintah di Kalimantan Timur bahkan telah dipenjara antara lain
Syaukani Hasan Rais saat menjabat Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), mantan Gubernur Kaltim Suwarna
AF, Abdul Hafid Ahmad, saat menjabat bupati Nunukan (2 tahun penjara vonis 25 Juni 2012) dan Andi
Sofyan Hasdam saat menjabat Wali Kota Bontang (1,5 tahun penjara, vonis 19 April 2004). Catatan ini
dimungkinkan akan terus berlanjut mengingat beberapa kasus korupsi masih dalam proses persidangan
termasuk kasus yang melibatkan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak (sejak 2008), Bupati Bulungan
Budiman Arifin dan Wakil Wali Kota Balikpapan Heru Bambang.
Catatan-catatan korupsi juga berasal dari anggota legislatif. Kasus terbesar adalah dibebaskannya 15
anggota DPRD Kukar nonaktif oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Samarinda dalam kasus
penyelewengan dana tunjangan operasional DPRD Kukar 2005 dengan kerugian negara Rp2,98 miliar.
Kasus korupsi itu menyeret 40 anggota DPRD Kukar periode 2004-2009 dan 15 orang di antaranya
terpilih lagi pada periode 2009-2014. Dari 31 tersangka yang disidik Kejaksaan Tinggi Kaltim, 17
sumber: Gresnews